nata de coco_benedictus ryza_12.70.0053_a2

23
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Benedictus Ryza Tjahja Putra NIM : 12.70.0053 Kelompok : A2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata de Coco merupakan makanan pencuci mulut (desert)

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR

FERMENTASI NATA DE COCOLAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Nama

: Benedictus Ryza Tjahja PutraNIM

: 12.70.0053Kelompok: A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

20151. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan fermentasi nata de coco dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Fermentasi nata de coco.

Kel. Tinggi media awal (cm)Tinggi ketebalan nata (cm)% lapisan nata

07140714

A11,400,30,3021,4321,43

A21,200,40,4033,3333,33

A31,400,50,5035,7135,71

A42,000,20,601030

A51,200,20,3016,625

Berdasarkan pada tabel hasil pengamatan diatas, dapat diketahui bahwa persentase lapisan nata dari masing-masing kelompok menghasilkan nilai yang berbeda-beda walaupun bahan dasar yang digunakan sama yaitu air kelapa. Pada hari ke-0 semua kelompok memiliki tinggi ketebalan nata 0 cm, dengan begitu pada hari ke-0 semua kelompok menghasilkan 0% lapisan nata. Selanjutnya hari ke-7, kelompok A3 memiliki tinggi ketebalan nata terbesar yaitu 0,5 cm dan menghasilkan nilai 35,71% lapisan nata, sedangkan untuk nilai terendah ada pada kelompok A4 dengan tinggi ketebalan nata 0,2 cm menghasilkan nilai 10% lapisan nata. Pada hari ke-14, kelompok A3 masih memiliki nilai tertinggi pada % lapisan nata yaitu sebesar 35,71%, sedangkan untuk nilai terendah ada pada kelompok A1 yaitu sebesar 21,43%. Namun dari data tinggi ketebalan nata, di hari ke-14 kelompok A4 memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,6 cm, tetapi tidak menghasilkan nilai % lapisan nata yang tertinggi.

2. PEMBAHASAN

2.1. Nata de CocoPada awal mulanya, Nata de Coco ini dibuat di negara Filipina dengan nama Nata de Coco. Dalam bahasa Spanyol, Nata mempunyai arti yaitu krim. Nata de coco merupakan salah satu produk fermentasi yang dihasilkan dengan menggunakan bahan dasar air kelapa serta Acetobacter xylinum. Nata de coco adalah makanan hidangan penutup yang mempunyai bentuk seperti jeli, berwarna putih sampai bening dengan tekstur yang kenyal (Kristianingrum, 2004). Menurut pendapat dari Astawan & Astawan (1991) nata de coco merupakan salah satu jenis makanan hasil fermentasi dengan memakai bakteri Acetobacter xylinum yang mempunyai bentuk padat, kuat, putih, kokoh, kenyal, transparan, dan bentuk sepert kolang-kaling. Nata de coco pada umumnya digunakan untuk bahan tambahan pada es krim, sirup, koktail buah, dan jenis minuman lainnya. Hal tersebut didukung dengan teori dari jurnal yang berjudul Physico-mechanical properties of chemically treated bacterial (Acetobacter xylinum) cellulose membrane yang ditulis oleh Georgel et al. (2005) berpendapat bahwa dilihat dari sifat gram-negatif dan struktur menyerupai batang bakteri Acetobacter xylinum ini memiliki kemampuan untuk memanfaatkan komponen glukosa, sukrosa, natrium asetat, dan asam sitrat yang mampu menurunkan pH menjadi 2,5-3,0 pada saat pertumbuhan akan menghasilkan pelikel selulosa tebal pada permukaan.Dalam jurnal dengan judul Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco dijelaskan pula bahwa Nata de coco adalah komponen selulosa yang diproduksi pada proses fermentasi air kelapa dengan memanfaatkan bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco adalah produk dengan nilai nutrisi rendah kalori sehingga cocok untuk asupan diet. Disisi lain, nata de coco kaya akan serat yang dibutuhkan dalam tubuh yang berperan untuk memelihara kesehatan dengan cara meningkatkan pencernaan, mencegah serangan jantung. Nata de coco adalah produk cair, kelemahan dari produk ini yaitu ketika disimpan dalam suhu ruang biasa yang dapat mempercepat kerusakan karena kandungan airnya yang cukup banyak. Produk ini butuh penanganan khusus dalam hal penyimpanan agar memiliki umur simpan yang panjang. Dilihat dari segi ekonomi, nata de coco termasuk produk yang murah atau mudah dijangkau. Berdasarkan teori dari Abdulrahman (1982) mengatakan bahwa nata de coco dihasilkan dengan menggunakan bahan dasar antara lain gula pasir, air kelapa, CH3COONa 0,01-0,03%, CH3COOH 0,8% dari volume, MgSO4 0,01-0,05%, (NH4)2SO4 0,01-0,03%, dan bakteri Acetobacter xylinum 10% dari volume awal. Menurut data yang terdapat dalam Puslitbang Biolog LIPI mengatakan bahwa nata de coco dalam takaran per 100gram nata mengandung nutrisi yaitu 80% air, 20 gram karbohidrat, 146 kal kalori, 20 gram lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfor, dan 0,5 mg ferrum atau besi.Menurut jurnal dengan judul Kajian Bahan Pembawa untuk Meningkatkan Kualitas Inokulum Pasta Nata de Coco mengatakan bahwa nata de coco atau bioselulosa merupakan salah satu produk pangan di negara kita, dengan kualitas yang berbeda-beda. Di negara maju bioselulosa bukan hanya sekedar untuk keperluan pangan, melainkan dapat digunakan untuk beberapa macam keperluan. Salah satu produk yaitu kristalin murni sangat penting untuk bahan baku industri, sebagai bahan material baru untuk digunakan dalam memproduksi kertas berkualitas. Disamping itu bahan ini juga dapat digunakan sebagai bahan aditif (Cannon dan Anderson, 1991), baik digunakan untuk diet dan sebagai makanan penutup. Uji coba lainnya, selulosa bakteri dibuat sebagai kulit buatan, dan sebagai membrane ultrafiltrasi.Praktikum pembuatan nata de coco yang dilakukan kali ini terdiri dari 2 tahap utama, antara lain pembuatan media dan proses fermentasi. Tahapan awal dimulai dari menyaring air kelapa. Pemilihan air kelapa untuk dijadikan media dalam pertumbuhan mikroorganisme Acetobacter xylinum didasarkan pada teori dari Awang (1991) yang menjelaskan bahwa di dalam air kelapa mengandung berbagai nutrisi seperti air sebanyak 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, dan abu sebanyak 1,06%. Air kelapa ternyata juga mengandung sukrosa, fruktosa, dekstrosa, vitamin B kompleks, (asam niotinat sebesar 0,01 mikrogram, asam pentotenat sebanyak 0,52 mikrogram, biotin sebanyak 0,02 mikrogram, riboflavin sebanyak 0,01 mikrogram, dan asam folat sebanyak 0,003 mikrogram per ml). Misgiyarta (2007) menambahkan bahwa di dalam air kelapa banyak mengandung nutrisi yang bisa dipakai untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Nutrisi yang ada di air kelapa yaitu gula sukrosa 1,28% dan sumber mineral yang beragam seperti Mg2+ 3,54 g/l. Terdapat pula faktor pendukung pertumbuhan atau growth promoting factor. Faktor tersebut merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan dalam hal mengembangkan pertumbuhan bakteri penghasil nata (A. xylinum). Kadar gula yang terdapat pada air kelapa digunakan oleh bakteri A. xylinum untuk dijadikan salah satu sumber energi dan karbon dalam pembentukkan senyawa metabolit selulosa. Mineral yang terkandung di air kelapa akan meningkatkan tingkat aktivitas dari enzim kinase pada sel A.xylinum serta menghasilkan selulosa.Dijelaskan pula dalam jurnal yang berjudul FERMENTASI NATA DENGAN SUBSTRAT LIMBAH BUAH NANAS DAN AIR KELAPA A. xylinum adalah jenis bakteri yang dapat tumbuh baik pada media air kelapa. Mikroba ini tumbuh baik pada media yang mengandung sukrosa sebagai sumber energi, senyawa faktor tumbuh yang mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri, serta mineral Mg2+ yang dapat membantu aktivitas enzim metabolisme. Kebutuhan Mg2+ dalam substrat sebesar 0,40 g l-1. Weinhouse & Benziman (1976) mengatakan bahwa pada konsentrasi 10 mM Mg2+ menunjukkan adanya aktifitas fosforilasi, sedangkan pada konsentrasi 12 mM menunjukkan adanya peningkatan fosforilasi yang tinggi. A. xylinum adalah bakteri yang memiliki kemampuan menghasilkan Nata de Coco. Nata de Coco adalah selulosa yang menyerap air sehingga tampak seperti jelli yang kompak, kenyal, jernih. Nata de Coco banyak dikonsumsi sebagai makanan pencuci mulut (dessert) dan sebagai makanan diet rendah kalori.

Volk & Wheeler (1993) berpendapat bahwa dalam pembuatan media yang digunakan pada proses pembuatan nata mempunyai tujuan yaitu untuk memberikan makanan atau asupan nutrisi pada mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan nata, untuk mengkondisikan lingkungan pertumbuhan mikroorganisme tersebut agar jumlahnya besar karena dapat tumbuh optimal. Berdasarkan teori dari Rahayu et al. (1993) yang mengatakan bahwa bakteri selulosa Acetobacter xylinum dapat menggunakan kandungan gula di dalam air kelapa untuk membentuk selulosa yang akan terakumulasi dan membentuk polikel dengan tekstur kenyal selama proses fermentasi berlangsung. Ditinjau dari segi ekonomis, air kelapa ini merupakan substrat cair yang mampu memberikan kondisi optimal dan penggunaannya lebih efektif dan tidak memerlukan tambahan tempat (Rahman, 1992). Air kelapa juga mempunyai beberapa kelebihan lain antara lain kadar kontaminasi lebih kecil, murah, dan ketersediaan air kelapa sangat banyak (Widayati et al., 2002).Proses penyaringan yang dilakukan dalam praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan yaitu untuk memisahkan bagian kotor dari air kelapa. Air kelapa yang sudah disaring tersebut ditambahkan gula pasir sebanyak 150 gram kemudian dipanaskan hingga semua gula larut. Setelah itu ditambahkan pula ammonium sulfat sebanyak 7,5 gram lalu dimasukkan ke dalam air kelapa lalu dipanaskan kembali selama kurang lebih 5 menit sambil diaduk-aduk hingga tercampur. Ammonium sulfat adalah sumber nitrogen yang mampu menunjang pertumbuhan aktivitas bakteri pembentuk nata. Pada proses pembuatan nata de coco sebaiknya dipastikan terlebih dahulu bahwa semua bahan yang dipakai bersih atau terbebas dari segala macam kotoran baik fisik maupun mikrobiologis. Menurut pendapat dari Tortora et al. (1995) mengatakan bahwa metode untuk mendukung bebas dari segala kotoran yaitu dengan cara pemberian perlakuan pemanasan hingga mendidih agar mikroorganisme pencemar yang ada di dalam air kelapa mati. Untuk membersihkan dari kotoran fisik dilakukan dengan cara menyaring air kelapa menggunakan kain saring untuk memisahkan kotoran. Pada tahap tersebut, air kelapa ditambahkan dengan sejumlah gula pasir. Menurut pendapat dari Hayati (2003) hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendukung adanya pembentukan tekstur, flavor, dan kenampakan ideal. Penambahan gula tersebut sesuai dengan teori dari Pambayun (2002) yang mengatakan bahwa gula pasir memiliki peran sebagai sumber karbon yang akan digunakan oleh mikroorganisme. Sumer karbon dapat berasal dari monosakarida atau disakarida, karena sumber karbon tersebut paling mudah didapatkan dalam jumlah banyak. Konsentrasi optimal dari penambahan gula yaitu sebanyak 10 gram per 100 ml, karena jika ditambahkan dalam jumlah terlalu banyak akan menyebabkan bakteri Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh dengan optimal (Sunarno, 1982).

Dalam jurnal dengan judul The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum menceritakan bahwa dengan penggunaan mikroba selulosa, nata-de-coco memiliki sifat hidrofilik tinggi untuk menahan atau mengikat air lebih dari 100 kali beratnya. Water holding capacity merupakan karakteristik fisik yang menandakan bahwa terdapat kemampuan untuk membangun struktru pada bahan pangan untuk mencegah keluarnya air atau lepasnya air dari struktur 3 dimensinya (Hermansson 1986). Air yang terperangkap dalam matriks selulosa memiliki peran penting dalam aplikasi selulosa pada bahan pangan.

Air kelapa yang sudah melewati tahap pemanasan tersebut kemudian dicek pH dengan menggunakan pH meter. Selanjutnya itu diberi tambahan asam cuka glasial hingga pH mencapai 4-5. Apabila pH sudah mencapai 4-5, air kelapa tersebut disaring kembali dengan menggunakan kain saring. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Pambayun (2002), bakteri Acetobacter xylinum mampu tumbuh secara optimal pada pH 4,3. Jagannath et al. (2008) menambahkan pula bahwa kondisi optimum pada proses pembuatan nata adalah pH 4-4,2 dari air kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfatnya sebanyak 0,45-0,5% dan sukrosa sebanyak 10% sehingga diharapkan dapat membentuk nata yang tebal.

Tahapan selanjutnya disiapkan 5 wadah plastik bersih dan dituangkan sebanyak 100 ml media steril pada setiap wadah dan ditutup dengan rapat. Kemudian ditambahkan starter nata sebanyak 10% lalu dimasukkan ke wadah plastik tersebut dan ditutup menggunakan kertas coklat. Penambahan starter atau biang ke dalam media berdasarkan teori dari Rahayu et al. (1993) sebaiknya jumlah yang akan ditambahkan dilakukan perbandingan penggunaan biakan Acetobacter xylinum, dimana penambahannya sekitar 1-10%. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori, karena pada saat praktikum biang yang ditambahkan sebesar 10%. Selanjutnya ditutup menggunakan kertas coklat serta pada bagian sisi ditutupi menggunakan kertas buram. Penutupan tersebut dilakukan dengan tujuan yaitu untuk menghindari kontak fisik antara medium dengan oksigen. Berikutnya dilakukan inkubasi pada wadah plastik yang sudah ditutup dalam suhu ruang selama 2 minggu. Selama proses inkubasi berlangsung, sebaiknya wadah plastic yang berisi air kelapa tersebut terhindar dari kontak fisik secara langsung atau guncangan karena akan merusak bagian lapisan nata yang sudah terbentuk, sehingga lapisan nata akan terpisah satu sama lain. Nata yang sudah terbentuk selama inkubasi 14 hari dicuci dengan menggunakan air mengalir lalu dimasak dengan air gula.

Pada saat melakukan inokulasi sebaiknya dilakukan dalam keadaan aseptis. Tangan maupun meja yang digunakan untuk menginokulasi disemprot terlebih dahulu dengan alkohol. Penggunaan alkohol tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya proses kontaminasi silang dari mirkoba lain yang mampu menyebabkan proses pembuatan nata de coco menjadi gagal (Palungkun, 1996). Proses inkubasi yang dilakukan pada proses pembuatan nata de coco memiliki tujuan yaitu untuk menunjang mikroorganisme dalam melakukan adaptasi, tumbuh, dan beraktivitas pada media serta membentuk lapisan nata. Pambayun (2002) menambahkan pula bahwa bakteri Acetobacter xylinum mampu menghasilkan enzim ekstraseluler yang mampu mempolimerasi zat gula berubah menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau bisa disebut juga dengan selulosa. Kelompok Acetobacter dapat mengoksidasi senyawa etanol yang akan diubah menjadi asam asetat. Selain itu juga mampu melakukan oksidasi asam amino yang akan diubah menjadi CO2 dan H2O dengan cara melepaskan senyawa ammonia. Hal tersebut telah sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa bahwa adanya alkohol dapat membantu atau menghambat proses pembuatan selulosa (Fardiaz, 1992).

Selama proses inkubasi yang dilakukan, bakteri A. xylinum dan air kelapa akan melewati proses fermentasi yang nantinya akan menghasilkan gelumbung gas CO2 dan akan menempel pada jaringan selulosa, sehingga selulosa yang akan terbentuk bergerak naik ke atas permukaan. Pada saat dilakukan proses fermentasi terdapat gangguan yang mampu mengakibatkan nata yang sudah terbentuk akan turun kembali. Gangguan tersebut berupa guncangan dimana adanya goyangan dapat membuat lapisan nata yang terbentuk menjadi terpisah-pisah. Jika goncangan atau benturan tersebut terlalu banyak, maka akan mengakibatkan serat selulosa menjadi rusak dan bakteri yang dipakai mati sehingga proses fermentasi terhenti (Palungkun, 1996).Hal yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi nata de coco yaitu peralatan yang digunakan harus dalam kondisi steril atau bersih, kemudian suhu yang dipakai untuk proses inkubasi sebaiknya stabil pada suhu 30oC serta nilai pH dalam air kelapa harus mencapai kisaran 4,3-4,5 (Potter & Hotckiss, 1996). Atlas (1984) menambahkan bahwa pada saat berada pada kondisi pH 4,5, selulosa dibentuk dari 2,5-asam ketoglukonat. Jika nilai pH terlalu rendah, maka akan mengakibatkan A. xylinum akan memakai energy yang dimiliki secara berlebihan dan akan menimbulkan stress karena terjadi perbedaan pH terlalu signifikan. Aktivitas dari bakteri A. xylinum dapat terhenti karena energi yang tersedia sudah habis. Beberapa faktor yang mampu mempengaruhi proses fermentasi nata de coco adalah waktu penginokulasian bakteri, gula, temperatur, sumber nitrogen, derajat keasaman, umur kelapa yang diambil airnya, pH awal mediam, aktivitas bakteri, waktu dan suhu fermentasi (Pato & Dwiloted, 1994).

2.2. % Lapisan Nata

Berdasarkan pada tabel hasil pengamatan diatas, dapat diketahui bahwa persentase dari lapisan nata masing-masing kelompok menghasilkan nilai yang berbeda-beda walaupun bahan dasar yang digunakan sama yaitu air kelapa. Pada hari ke-0 semua kelompok memiliki tinggi ketebalan nata 0 cm, dengan begitu pada hari ke-0 semua kelompok menghasilkan 0% lapisan nata. Selanjutnya hari ke-7, kelompok A3 memiliki tinggi ketebalan nata terbesar yaitu 0,5 cm dan menghasilkan nilai 35,71% lapisan nata, sedangkan untuk nilai terendah ada pada kelompok A4 dengan tinggi ketebalan nata 0,2 cm menghasilkan nilai 10% lapisan nata. Pada hari ke-14, kelompok A3 masih memiliki nilai tertinggi pada % lapisan nata yaitu sebesar 35,71%, sedangkan untuk nilai terendah ada pada kelompok A1 yaitu sebesar 21,43%. Namun dari data tinggi ketebalan nata, di hari ke-14 kelompok A4 memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,6 cm, tetapi tidak menghasilkan nilai % lapisan nata yang tertinggi.Proses terbentuknya lapisan nata dengan warna putih dan semakin lama akan semakin melebar serta memadat ini dapat terjadi karena adanya aktivitas dari bakteri A.xylinum (Rahman, 1992). Menurut teori yang dinyatakan oleh Tahir et al. (2008), apabila bakteri asam asetat ditumbuhkan pada media cair yang mengandung gula, maka mampu menghasilkan produk asam cuka atau asam asetat dan padatan dengan warna putih di bagian permukaan media cair yang disebut dengan nata. Czaja et al. (2004) menambahkan pula bahwa untuk mendapatkan lapisan nata dengan ketebalan yang optimal, maka waktu yang dilakukan untuk proses fermentasi kira-kira 10-14 hari dengan suhu sebesar 28-32C. Hal tersebut dapat terjadi karena pada hari ke-16 sudah tidak ada lapisan nata oleh bakteri A.xylinum. Waktu fermentasi yang dibutuhkan pada proses pembuatan nata de coco mendapatkan hasil optimal pada hari ke-14. Ketebalan lapisan dari nata juga dapat dipengaruhi oleh kandungan gula dan asam asetat yang diberikan. Jika kandungan gula yang ditambahkan semakin tinggi, maka lapisan nata akan semakin meningkat atau semakin tebal. Namun jika kandungan asam asetat yang diberikan semakin tinggi, maka lapisan nata yang terbentuk akan berkurang. Saat substrat yang ditambahkan sesuai dengan kebutuhan, maka laju reaksi akan meningkat dan lapisan nata yang terbentuk juga akan semakin baik. Begitu juga dengan jumlah bakteri yang diberikan jika semakin besar, maka lapisan nata yang terbentuk akan tebal (Wijayanti et al, 2010).3. KESIMPULAN

Nata de coco merupakan salah satu produk fermentasi dengan menggunakan air kelapa dan bakteri Acetobacter xylinum.

Hasil % lapisan nata tertinggi pada kelompok A3 sebesar 35,71%

Hasil % lapisan nata terendah pada kelompok A4 sebesar 10%

Faktor yang mempengaruhi fermentasi nata adalah temperatur, gula, pH substrat, tingkat keasaman, sumber nitrogen, suhu fermentasi serta aktivitas dari bakteri Nata.

Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk membebaskan air kelapa dari kotoran-kotoran yang masih ada.

Penambahan gula sebagai sumber karbon dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan bakteri Nata (Acetobacter xylinum).

Pemasakan dilakukan sampai air kelapa mendidih dengan tujuan untuk membunuh mikroba kontaminan yang ada di dalam air kelapa.

Penutupan wadah dengan kertas buram dan kertas coklat dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kontak langsung antara medium dengan oksigen.Semarang, 5 Juli 2015

Praktikan

Asisten Dosen

Benedictus Ryza Tjahja Putra

Nies Mayangsari

12.70.0053

Wulan Apriliana D.

4. DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman. (1982). Budidaya Kelapa. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan.

Astawan, M. & M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland Publishing Company. New York.

Awang, S. A. (1991). Kelapa: Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Cannon, E. and S.M. Anderson. (1991). Biogenesis of bacterial cellulose. Critical Reviews in Microbiology. 17: 435-447.

Czaja W.; Dwight R; and R. Malcolm Brown, Jr. (2004). Structural Investigations of Microbial Cellulose Produced in Stationary and Agitated Culture. Cellulose11: 403 411.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Georgel, et al. (2005). Physico-Mechanical Properties Of Chmically Treated Bacterial (Acetobacter xylinum) Celluse Membrane. World Journal Of Microbiology & Biotechnology (2005) 21:13231327 _ Springer 2005 DOI 10.1007/s11274-005-3574-0.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Jagannath, A; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju; and A. S. Bawa. (2008). The Effect of Ph, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on The Production of Bacterial Cellulose (Nata-De-Coco) by Acetobacter Xylinum.World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.

Kristianingrum, S. (2004). Kandungan Gizi Nata de Coco. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta

Melliawati, Ruth. (2008). Kajian Bahan Pembawa untuk Meningkatkan Kualitas Inokulum Pasta Nata de Coco. Biodiversitas vol 9 (4): 255-258. Bogor.

Misgiyarta. (2007). Fermentasi Nata dengan Substrat Limbah Buah Nanas dan Air Kelapa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de Coco. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, Rindit. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. dan Dwiloted, B. (1994). Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (A): 70 77.Potter, N. Norman & Hotchkiss, N. Joseph. (1996). Food Science fifth edition. CBS Publisher & Distributor. New Delhi.

Rahayu, E. S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.Santosa Budi , Kgs. Ahmadi, Domingus Taeque. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11.ISSN : 2252-5297.

Sunarno. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Tahir, Iqmal; Sri, sumarsih; dan Shinta D. A. (2008). Kajian Penggunaan Limbah Buah Nenas Lokal (Ananas comosus, L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata. Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII , Jurusan Kimia FMIPA UGM.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Wheinhouse, H. & Benziman, M. (1976). Phosphorilation of Glycerol and Dehydroxyacetone in Acetobacter xylinum and Its Posible Regulatory Role. J. Bacteriol. 127:747 754.

Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.

Wijayanti, Sri Kumalaningsih,Masud Effendi. (2012). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial Terhadap Kualitas Nata Dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industrial Vol 1 No. 2 Hal 86 93.

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

% lapisan nata = x 100%

Kelompok A1 ( H0 = x 100% = 0%

H7 = x 100% = 21,43%

H14 = x 100% = 21,43%

Kelompok A2 ( H0 = x 100% = 0%

H7 = x 100% = 33,33%

H14 = x 100% = 33,33%

Kelompok A3 ( H0 = x 100% = 0%

H7 = x 100% = 35,71%

H14 = x 100% = 35,71%

Kelompok A4 ( H0 = x 100% = 0%

H7 = x 100% = 10%

H14 = x 100% = 30%

Kelompok A5 ( H0 = x 100% = 0%

H7 = x 100% = 16,6 %

H14 = x 100% = 25%5.2. Abstrak Jurnal

5.3. Laporan SementaraGambar 7. Penutupan kertas coklat

Gambar 6. Penambahan biang nata

Gambar 8. Proses inkubasi

Gambar 4. Penuangan ke dalam beaker glass

Gambar 5. Pengecekan pH

Gambar 1. Gula

Gambar 2. Ammonium sulfat

Gambar 3. Akhir pemasakan