nata de coco_deanna suntoro_12.70.0005_b2

22
Acara I FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Deanna Suntoro NIM : 12.70.0005 Kelompok B2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

27 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Nata de coco merupakan nata yang dibuat dari bahan baku berupa air kelapa sebagai medianya. Media yang digunakan untuk membuat nata harus mengandung banyak gula (glukosa) untuk diubah menjadi selulosa oleh Acetobacter xylinum.

TRANSCRIPT

13FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama : Deanna SuntoroNIM : 12.70.0005Kelompok B2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015Acara I

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan lapisan nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Lapisan Nata De CocoKelTinggi media awal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

B1200,3 cm0,8 cm01540

B21,500,5 cm0,6 cm033,3340

B32,900,3 cm0,5 cm010,3417,24

B4200,4 cm0,5 cm02025

B51,500,5 cm0,8 cm033,3353

Pada Tabel 1. dapat dilihat tinggi media awal pada kelompok B1 dan B4 serta kelompok B2 dan B5 sama. Media awal tertinggi diperoleh kelompok B3, yaitu 2,9 cm. Ketebalan nata setelah satu minggu (hari ke-7) paling rendah diperoleh kelompok B1 dan B3, sedangkan paling tinggi diperoleh kelompok B2 dan B5. Ketebalan nata setelah dua minggu (hari ke-14) paling rendah diperoleh kelompok B3 dan B4, sedangkan paling tinggi diperoleh kelompok B1 dan B5. Persentase lapisan nata hari ke-7 paling besar diperoleh kelompok B2 dan B5 yang tinggi media awal serta ketebalan nata pada hari ke-7 sama, sedangkan paling kecil diperoleh kelompok B3. Persentase lapisan nata hari ke-14 paling besar diperoleh kelompok B5, sedangkan paling kecil diperoleh kelompok B3.

1

2. PEMBAHASANPada praktikum teknologi fermentasi kali ini dilakukan praktikum mengenai fermentasi substrat cair fermentasi nata de coco. Menurut Yoshinaga et al. (1997), nata merupakan selulosa bakteri hasil dari proses sintesis gula oleh bakteri Acetobacter xylinum yang berbentuk padat, berwarna putih transparan, memiliki tekstur kenyal, dan kandungan airnya sangat tinggi yaitu sekitar 98%. Nata dapat dibuat dari air kelapa, limbah cair tahu, limbah industri nanas, air singkong, air cucian beras, atau sari buah jambu (Suryani, 2005). Nata de coco merupakan nata yang dibuat dari bahan baku berupa air kelapa sebagai medianya (Saragih, 2004). Menurut Halib et al. (2012), nata de coco merupakan makanan penutup asli Filipina dan disajikan dalam bentuk kotak-kotak kecil berukuran 1 cm x 1 cm. Santosa et al. (2012) menyatakan bahwa nata de coco sangat baik untuk tujuan diet karena kandungan kalorinya yang rendah. Selain itu, nata de coco ini tinggi serat sehingga dibutuhkan tubuh karena dapat menyehatkan saluran pencernaan dan mencegah penyakit kanker usus besar.Media nata de coco terdiri dari beberapa unsur, yaitu gula pasir sebagai sumber karbon, air kelapa sebagai sumber vitamin dan unsur mikro, dan asam asetat glasial sebagai penyesuai pH asam (Palungkun, 1992). Menurut Awang (1991), kandungan dalam air kelapa meliputi air sekitar 91,23%, karbohidrat 7,27%, protein 0,29%, lemak 0,15%, abu 1,06%, sukrosa, fruktosa, dekstrosa, dan vitamin B kompleks. Oleh karena itu, air kelapa sangat sesuai digunakan sebagai media bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk tumbuh, berkembang, dan membentuk nata. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan nata menurut Effendi (2009), yaitu jenis dan konsentrasi media, kualitas starter, suhu ruang inkubasi, pH (tingkat keasaman), waktu fermentasi, wadah fermentasi, dan kebersihan peralatan yang digunakan. Media yang digunakan untuk membuat nata harus mengandung banyak gula (glukosa) untuk diubah menjadi selulosa oleh Acetobacter xylinum. Kualitas starter yang baik akan menghasilkan nata yang baik pula. Starter tidak boleh terkontaminasi dan berada di lapisan atas pada permukaan media. Suhu ruang inkubasi yang digunakan untuk fermentasi pembuatan nata harus sesuai dengan suhu pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum supaya dapat tumbuh optimal, yaitu 28C (suhu kamar). Fermentasi nata akan optimum pada pH 3-5. Waktu untuk fermentasi nata sekitar 2-4 minggu dan wadah untuk fermentasi tidak 2

boleh terkontaminasi, terkena sinar matahari langsung, atau kontak langsung dengan tanah. Selain itu, peralatan harus dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan supaya pertumbuhan bakteri tidak terhambat.Bakteri golongan Acetobacter mempunyai bentuk sel bulat panjang atau batang, selnya bersifat gram negatif, bernafas secara aerob serta tidak memiliki endospora (Pelczar & Chan, 1988). Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, aerob, dan non motil. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 25-30C (Madigan et al., 1997). Bakteri Acetobacter xylinum dapat mengoksidasi berbagai jenis alkohol dan gula menjadi asam asetat (Trcek, 2005 dalam Halib et al., 2012). Bakteri ini berperan dalam mengubah gula dalam air kelapa menjadi selulosa (Rahman, 1992), lalu diakumulasi secara ekstraseluler dalam bentuk folikel yang liat selama fermentasi berlangsung (Rahayu et al., 1993). Langkah kerja yang dilakukan untuk membuat nata de coco ini terdiri dari dua tahap. Tahap yang pertama adalah pembuatan media. Pertama-tama sebanyak 1 liter air kelapa yang telah disiapkan disaring terlebih dahulu (Gambar 1). Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk memisahkan kotoran/ampas yang masih terdapat di air kelapa. Setelah itu, air kelapa direbus sebentar dengan api kecil (Gambar 2). Perebusan air kelapa ini bertujuan untuk mengurangi mikroorganisme kontaminan yang dapat mengganggu pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum (Palungkun, 1992). Kemudian gula pasir sebanyak 10% ditambahkan ke dalam air kelapa tersebut (Gambar 3) dan diaduk sampai larut (Gambar 4). Penambahan gula pasir sebanyak 10% ini sesuai dengan teori dari Awang (1991) bahwa konsentrasi optimum gula yang ditambahkan yaitu 10 gram dari 100 ml substrat atau dengan kata lain 10% dari substrat yang digunakan. Penambahan gula pasir ini bertujuan sebagai sumber karbon organik yang dibutuhkan bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum untuk menghasilkan tenunan selulosa (Awang, 1991). Rahman (1992) menambahkan bahwa bakteri Acetobacter xylinum akan mengkonversi gula menjadi selulosa. Sumber karbon lain yang dapat digunakan selain gula pasir (sukrosa) adalah glukosa, maltosa, fruktosa, manosa, dan laktosa (Pambayun, 2002).

3

Gambar 1. Penyaringan Gambar 2. Perebusan Gambar 3. Penambahan Air Kelapa Air Kelapa Gula Pasir

Gambar 4. Pengadukan4Selanjutnya, sebanyak 0,5% ammonium sulfat ditambahkan ke dalam air kelapa yang sudah diberi gula (Gambar 5) dan dipanaskan terus sampai larut. Menurut Pambayun (2002), penambahan ammonium sulfat ini bertujuan sebagai sumber nitrogen anorganik bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Sumber nitrogen yang dapat ditambahkan selain ammonium sulfat adalah protein maupun ekstrak yeast yang merupakan nitrogen organik atau urea maupun ammonium fosfat (ZA) yang merupakan nitrogen anorganik. Sumber nitrogen yang paling banyak digunakan adalah ammonium fosfat (ZA) karena dapat menghambat pertumbuhan pesaing dari bakteri Acetobacter xylinum, yaitu Acetobacter acesi. Kemudian api dimatikan dan ditambahkan asam cuka glasial (Gambar 6) sampai pHnya berkisar 4-5 dengan dilakukan pengukuran pH (Gambar 7). Penambahan asam cuka ini bertujuan untuk menurunkan pH karena bakteri Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh pada kondisi basa (Pambayun, 2002). pH air kelapa yang diperoleh setelah ditambah dengan asam cuka glasial adalah 4,94. Menurut Pambayun (2002), bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kisaran pH 3,5-7,5, namun lebih cocok apabila tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Setelah ditambah asam cuka glasial, air kelapa dipanaskan lagi sampai larut (Gambar 8) dan apinya dimatikan. Selanjutnya, air kelapa tersebut disaring kembali (Gambar 9). Tujuan penyaringan ini adalah untuk memperoleh air kelapa yang bebas ampas/kotoran.

Gambar 5. Penambahan Gambar 6. Penambahan Gambar 7. Pengukuran pH Ammonium Sulfat Asam Cuka Glasial

Gambar 8. Pemanasan Kedua Gambar 9. Penyaringan Kedua5Tahap kedua dalam pembuatan nata de coco adalah tahap fermentasi. Air kelapa yang telah disaring tadi diukur sebanyak 200 ml untuk masing-masing kelompok dengan menggunakan gelas ukur (Gambar 10). Kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik (Gambar 11) dan ditutup rapat. Setelah agak hangat, sebanyak 10% starter (biang nata) ditambahkan ke dalamnya secara aseptis (Gambar 12). Hal ini sesuai dengan teori Pato & Dwiloka (1994) bahwa dalam pembuatan nata, jumlah starter yang ditambahkan berkisar 4-10%. Apabila jumlah starter yang ditambahkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, maka nata yang dihasilkan tidak akan sempurna atau bahkan tidak membentuk lapisan nata sama sekali. Setelah itu, diaduk perlahan lalu ditutup menggunakan kertas coklat dan diikat dengan karet. Tujuan penutupan dengan kertas coklat adalah untuk melindungi nata dari kontaminasi lingkungan sekitar. Bakteri Acetobacter xylinum adalah bakteri aerob sehingga membutuhkan oksigen. Akan tetapi, oksigen yang masuk ke dalam substrat tidak boleh bersentuhan langsung dengan permukaan nata (Pambayun, 2002). Oleh karena itu, wadah berisi media tersebut ditutup dengan menggunakan kertas coklat yang memiliki ventilasi cukup baik. Kemudian tinggi media awal diukur menggunakan penggaris. Selanjutnya, dilakukan inkubasi selama dua minggu pada suhu ruang. Hal ini berdasarkan teori dari Pambayun (2002) yang menyatakan bahwa bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada suhu ruang. Suhu di atas atau di bawah 28C dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, sedangkan suhu 40C dapat membunuh bakteri Acetobacter xylinum. Menurut Cannon & Anderson (1991) dalam Jagannath et al. (2008), bakteri Acetobacter xylinum menunjukkan pertumbuhan yang lambat dalam kondisi statis.Selama inkubasi, wadah plastik tidak boleh digoyangkan supaya lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Hal ini sesuai dengan teori dari Czaja et al. (2004) bahwa apabila ada gerakan atau goncangan, selulosa tidak akan membentuk lapisan di permukaan dan menghasilkan serat karena kecilnya kristalin yang terbentuk. Pada hari ke-7 dan ke-14, lapisan nata yang terbentuk diukur ketebalannya dan persentase lapisan nata dihitung dengan menggunakan rumus.% lapisan nata = x 100%

Gambar 10. Pengukuran Gambar 11. Penuangan ke Gambar 12. Penambahan Media Wadah Plastik Starter6

Rahayu et al. (1993) menyatakan bahwa bakteri Acetobacter xylinum akan mengubah gula yang terdapat pada media menjadi selulosa lalu diakumulasi secara ekstraseluler dalam bentuk folikel liat selama proses fermentasi. Sedangkan Rahman (1992) berpendapat bahwa pembentukan lapisan nata diawali dengan pengambilan glukosa dari larutan gula atau dalam gula yang terkandung di dalam bahan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bahan yang dimaksud dalam hal ini adalah air kelapa. Setelah itu glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor (penciri nata) pada membran sel. Selulosa yang dibentuk oleh bakteri Acetobacter disebut bacterial cellulose (BC) (Kamarudin et al., 2013). BC murni merupakan selulosa yang bebas dari hemiselulosa, pektin, dan lignin (Bielecki et al., 2002; Jung et al., 2005 dalam Kamarudin et al., 2013).Berdasarkan hasil pengamatan, tinggi awal media kelompok B1 dan B4 sama, yaitu 2 cm dan kelompok B2 dan B5 sama yaitu 1,5 cm. Sedangkan pada kelompok B3 diperoleh tinggi awal media paling besar, yaitu 2,9 cm. Tinggi ketebalan nata pada hari ke-7 yang diperoleh kelompok B2 dan B5 paling tinggi, yaitu sebesar 0,5 cm sehingga persentase lapisan nata pada hari ke-7 juga paling tinggi, yaitu 33,33%. Tinggi ketebalan nata pada hari ke-7 yang diperoleh kelompok B1 dan B3 sama, yaitu 0,3 cm, padahal tinggi awal medianya berbeda. Hal ini mungkin dikarenakan pada kelompok B3 terjadi goncangan selama proses fermentasi dimana menurut Rahayu et al. (1993), apabila selama proses fermentasi terjadi gangguan berupa goncangan maka nata yang terbentuk di permukaan cairan akan turun ke bawah sehingga lapisan nata akan mengalami penurunan. Tranggono & Sutardi (1990) menambahkan bahwa keberadaan mikroorganisme perusak atau bakteri selain Acetobacter xylinum dapat menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa sehingga nata de coco yang dihasilkan kurang maksimal atau bahkan gagal.7Ketebalan nata paling tinggi pada hari ke-14 diperoleh kelompok B1 dan B5 yaitu sebesar 0,8 cm. Persentase lapisan nata paling tinggi pada hari ke-14 diperoleh kelompok B5, yaitu 53%. Persentase lapisan nata paling rendah pada hari ke-7 dan ke-14 diperoleh kelompok B3, yaitu 10,34% dan 17,24%, padahal tinggi media awalnya paling tinggi dibandingkan kelompok yang lainnya. Menurut Rahayu et al. (1993), ketebalan lapisan nata dipengaruhi oleh waktu dan suhu fermentasi, tingkat keaseptisan (Tranggono & Sutardi, 1990), serta fluktuasi populasi inokulum selama proses fermentasi (Seumahu et al., 2005). Menurut Jagannath et al. (2008), kondisi aseptis perlu diterapkan dalam pembuatan nata de coco karena penggunaan sukrosa (gula pasir) rentan terhadap kontaminasi oleh yeast. Ketebalan nata yang maksimum diperoleh pada kondisi pH media sebesar 4,0 dengan kandungan sukrosa dan ammonium sulfat sebesar 10% dan 0,5%. Saputra & Darmansyah (2010) mengungkapkan bahwa nata de coco dari air kelapa dengan penambahan asam asetat sebesar 0,3% (v/v), gula 2,0% (b/v), dan urea 0,5% (b/v) menghasilkan serat dengan komposisi terbaik, yaitu ketebalan serat basah 14,57 mm dan massa 595 gram untuk setiap 700 ml media air kelapa. Tranggono & Sutardi (1990) menambahkan bahwa aktivitas bakteri Acetobacter xylinum akan optimum apabila keberadaan mikroba perusak dapat dihindari. Hal ini dikarenakan mikroba perusak dapat mengakibatkan konsentrasi glukosa menurun dan nata yang dihasilkan menjadi kurang maksimal atau bahkan tidak dapat terbentuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan nata antara lain tingkat keasaman, temperatur, sumber karbon dan sumber nitrogen (Rachman, 1989), umur kelapa (Pato & Dwiloka, 1994) serta kehadiran mikroorganisme perusak yang dapat mengakibatkan pembusukan pada air kelapa (Tranggono & Sutardi, 1990).

8

3. KESIMPULAN Nata de coco merupakan makanan hasil fermentasi oleh bakteri A. xylinum. Penyaringan air kelapa bertujuan untuk menghilangkan kotoran/ampas dalam air kelapa. Perebusan air kelapa bertujuan untuk mengurangi mikroba kontaminan. Penambahan gula berfungsi sebagai sumber karbon organik. Penambahan ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen anorganik. Tujuan penutupan dengan kertas coklat yaitu untuk mencegah permukaan nata kontak langsung dengan oksigen serta melindungi nata dari kontaminasi lingkungan sekitar. Lapisan nata berada di atas medium karena adanya gas CO2 hasil dari fermentasi yang mempunyai kecenderungan melekat pada selulosa. Tinggi ketebalan nata yang berbeda padahal tinggi media awalnya sama dapat dikarenakan selama proses fermentasi terjadi gangguan berupa goncangan. Nata yang tidak terbentuk disebabkan oleh gangguan selama fermentasi, faktor-faktor pembentukan nata yang tidak mendukung, umur kelapa, dan adanya mikroba perusak. Kontaminasi terjadi karena penambahan starter nata tidak dilakukan secara aseptis.

Asisten Dosen: -Nies Mayangsari - Wulan Apriliana DewiSemarang, 6 Juli 2015

Deanna Suntoro (12.70.0005)

9

4. DAFTAR PUSTAKAAwang, S. A. 1991. Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.Czaja, W., Romanovicz, D. and Brown R.M. 2004. Structural Investigations of Microbial Cellulose Produced in Stationary and Agitated Culture. Journal Cellulose, Springer in Netherlands Volume 11, pp.403411.Effendi, Nurul Huda. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa Pati (Soluble Starch) Pada Pembuatan Nata de coco Dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum. Medan.

Halib, N.; M. C. I. M. Amin & I. Ahmad. 2012. Physicochemical Properties and Characterization of Nata de coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2): 205211.Jagannath, A.; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju & A. S. Bawa. 2008. The Effect of pH, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on The Production of Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol 24:25932599.Kamarudin, S.; M. Sahaid, K.; M. Sobri, T.; W. Mohtar, W. Y.; D. Radiah, A. B. & Norhasliza, H. 2013. Different Media Formulation on Biocellulose Production by Acetobacter xylinum (0416). Pertanika J. Sci. & Technol. 21 (1): 29 - 36.Madigan M.T., Martinko J.M., Parker J. 1997. Brock Biology of Microorganism 8th Edition. New Jersey: Prentince Hall.

Palungkun. R. 1992. Aneka Produk Olahan Kelapa. Cetakan Ketujuh. Penebar Swadaya. Jakarta.Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de coco. Kanisius. Yogyakarta.Pato, U. & Dwiloka, B. 1994. Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de coco. Sains Teks I (4) : 70-77.Pelczar & Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Cetakan pertama. Penerbit UI-Press. Jakarta.Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. PAU IPB. Bogor.Rahayu, E.S., R. Indriati, T. Utami, E. Harmayanti, & M.N. Cahyanto. 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

10

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.Santosa, B. K. Ahmadi, & D. Taeque. 2012. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE) Vol.1 No.1, pp.2252-5297.Saputra, A. H. & Darmansyah. 2010. Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3. The 1st International Seminar on Fundamental and Application of Chemical Engineering.Saragih. Y.P. 2004. Membuat Nata de coco. Puspa Swara. Jakarta.Seumahu, Cecilia. A; Antonius Suwanto & Maggy T. Suhartono. 2005. Dinamika Populasi Acetobacter Selama Proses Fermentasi Nata de coco. Jurnal Mikrobiologi Indonesia Vol. 10, No. 2, hlm. 75-78.Suryani. A. 2005. Membuat Aneka Nata. Cetakan pertama. Penebar Swadaya. Jakarta.Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.Yoshinaga F., Tonouchi N., & Watanabe K. 1997. Research Progress in Production of Bacterial Cellulose by Aeration and Agitation Culture and Its Application as a New Industrial Material. Biosci. Biotech. Biochem., 61:219224.

11

5. LAMPIRAN5.1. PerhitunganRumus:

Persentase Lapisan Nata =

Kelompok B1H0 Persentase Lapisan Nata = x 100% = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40%Kelompok B2H0 Persentase Lapisan Nata = x 100% = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33,33%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40%Kelompok B3H0 Persentase Lapisan Nata = x 100% = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 10,34%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 17,24%Kelompok B4H0 Persentase Lapisan Nata = x 100% = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 20 %12

H14 Persentase Lapisan Nata = = 25%Kelompok B5H0 Persentase Lapisan Nata = x 100% = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33,33%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 53%

5.2. Laporan Sementara5.3. Abstrak Jurnal