laporan skenario a blok 10 2014

99
SKENARIO A BLOK 10 TAHUN 2014 Dodi, laki-laki, 18 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam. Demam terjadi sejak 9 hari yang lalu. Doni sudah pernah minum obat penurun panas yang dibeli di warung, tetapi demam hanya turun beberap jam kemudian naik lagi. Demam meningkat terutama saat malam hari dan turun disiang hari tetapi tidak sampai suhu normal. Doni juga mengeluh demamnya semakn tinggi, tidak menggigil, serta mengeluh mual dan muntah. Doni menyangkal berpergian keluar kota dalam beberapa bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik ditemukan: Keadaan umum: tampak sakit sedang, TD: 110/80 mmHg, RR:24x/menit, Nadi: 92x/menit, Suhu: 38,5 o C. Keadaan spesifik: Kepala: rhagaden, coated tongue, Thoraks: paru dalam batas normal, Jantung: HR: 92x/menit, Abdomen: datar lemas, nyeri tekan epigastrium, bising usus menurun, hepar lien tidak teraba, Ekstremitas dalam batas normal. Pemeriksaan Laboratorium: Hb:12,5 gr%, Leukosit: 4.800/mm 3, Ht: 37%, LED: 8mm/jam. Dokter melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Setelah melihat hasilnya, Dokter menyimpulkan bahwa Doni menderita demam tifoid

Upload: abram-lordkhetsa

Post on 26-Dec-2015

70 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

FIX

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario A Blok 10 2014

SKENARIO A BLOK 10 TAHUN 2014

Dodi, laki-laki, 18 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam. Demam terjadi sejak 9

hari yang lalu. Doni sudah pernah minum obat penurun panas yang dibeli di warung, tetapi

demam hanya turun beberap jam kemudian naik lagi. Demam meningkat terutama saat malam

hari dan turun disiang hari tetapi tidak sampai suhu normal. Doni juga mengeluh demamnya

semakn tinggi, tidak menggigil, serta mengeluh mual dan muntah.

Doni menyangkal berpergian keluar kota dalam beberapa bulan terakhir.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

Keadaan umum: tampak sakit sedang, TD: 110/80 mmHg, RR:24x/menit, Nadi: 92x/menit,

Suhu: 38,5 oC.

Keadaan spesifik: Kepala: rhagaden, coated tongue, Thoraks: paru dalam batas normal, Jantung:

HR: 92x/menit, Abdomen: datar lemas, nyeri tekan epigastrium, bising usus menurun, hepar lien

tidak teraba, Ekstremitas dalam batas normal.

Pemeriksaan Laboratorium: Hb:12,5 gr%, Leukosit: 4.800/mm3, Ht: 37%, LED: 8mm/jam.

Dokter melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Setelah melihat hasilnya, Dokter

menyimpulkan bahwa Doni menderita demam tifoid

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Demam : penigkatan temperratur tubuh di atas normal

2. Rhagaden : bibir pecah-pecah, retakkan atau jaringan parut berbentuk garis yang halus pada

kulit

3. coated tongue : lapisan berwarna putih, kuning atau kecoklatan di atas permukaan lidah yang

disebabkan oleh adanya akumulasi bakteri, debris makanan, leukosit dari poket periodontal

dan deskuamasih sel epitel.

4. Menggigil : gemetar karena kedinginan, demam, atau ketakutan.

5. konstipasi : evakuasi fases yang jarang atau sulit

Page 2: Laporan Skenario A Blok 10 2014

6. mual : sensasi tidak menyenangkan, ingin muntah dan sering berkaitan dengan keringat

dingin, pucat, nyeri lambung, kontraksi duodenum, da refluks isi usus kecil ke dalam

lambung

7. Bising usus : bunyi dari gerak peristaltic atau gerak alami usus dalam mencerna makanan.

8. LED : Laju Endap Darah, keceptan sel-sel darah merah mengendap di dalam tabung uji

dengan satuan mm/jam, bertujuan untuk memantau keberadaan radang atau infeksi dalam

tubuh.

9. Demam tifoid : penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typi atau paratipi dan

biasanya mengenai saluran pencernaan dengan demam lebih dari satu minggu

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Doni, laki-laki, 18 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam. Demam terjadi sejak 9 hari

yang lalu.

2. Doni sudah pernah minum obat penurun panas yang dibeli di warung, tetapi demam hanya turun

beberap jam kemudian naik lagi.

3. Demam meningkat terutama saat malam hari dan turun disiang hari tetapi tidak sampai suhu

normal.

4. Doni juga mengeluh mual, tidak muntah, nafsu makan menurun, nyeri perut, konstipasi, buang air

kecil biasa, dan nafas bau.

5. Satu hari yang lalu, Doni juga mengeluh demamnya semakin tinggi, tidak menggigil, serta mengeluh

mual dan muntah. (***)

6. Doni menyangkal berpergian keluar kota dalam beberapa bulan terakhir.

7. Keadaan umum: tampak sakit sedang, TD: 110/80 mmHg, RR:24xmenit, Nadi:92x/menit, suhu:38,5 C

8. Keadaan sepesifik: kepala: rhagaden, coated tongue, thorax:paru dalam batasa normal,

jantung:HR:92x/menit, abdomen:datar, lemas, nyeri tekan epigastrium, bising usus menurun, hepar

lien tdak teraba, ekstremitas dalam batas normal

9. Pemeriksaan laboratorium: Hb:12,5g%, leukosit:4800/mg3, Ht:37%, LED:8mm/jam

10. Dokter melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Setelah melihat hasilnya dokter

menimpulkan bahwa Doni menderita demam tifoid.

Page 3: Laporan Skenario A Blok 10 2014

ANALISIS MASALAH

1. Doni, laki-laki, 18 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam. Demam terjadi

sejak 9 hari yang lalu.

a. Apa saja jenis-jenis demam?

Jenis demam Penjelasan

Demam septik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi

sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas

normal pada pagi hari.

Demam hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi

sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal

pada pagi hari

Demam remiten Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak

pernah mencapai suhu normal

Demam

intermiten

Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama

beberapa jam dalam satu hari.

Demam Kontinyu Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak

berbeda lebih dari satu derajat.

Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang

diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang

kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

b. Apa hunungan demam dengan waktu (terjadi sejak 9 hari yang lalu)?

Lamanya demam, berhubungan dengan masa inkubasi. masa inkubasi adalah waktu dari

saat paparan agen menular sampai tanda-tanda dan gejala penyakit muncul. Pada demam

tifoid, selang waktu antara masuknya bakteri ke dalam tubuh hingga munculnya gejala

(masa inkubasi) berlangsung selama 8-14 hari, serta bergantung pada banyaknya bakteri

yang masuk ke dalam tubuh. Pada minggu pertama, gejalanya menyerupai penyakit

infeksi akut pada umumnya seperti demam (suhu tubuh meningkat terutama sore dan

malam hari), sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare pada

anak-anak, atau sembelit pada orang dewasa. Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih

Page 4: Laporan Skenario A Blok 10 2014

jelas yaitu demam yang tinggi terus-menerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering,

rambut kering, bibir kering pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor, pembesaran

hati dan limpa serta terasa nyeri bila diraba, perut kembung.

c. Bagaimana patofisiologi terjadinya demam?

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen

adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen

adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah

produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu

pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri

gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen

yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-

6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit,

neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika

terstimulasi.

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan

neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun.

Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen

endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan

merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin

yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi

hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu

patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan

panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti

memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan

pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan

yang baru tersebut.

Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase

pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai

dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha

untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase

Page 5: Laporan Skenario A Blok 10 2014

kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan

kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase

kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh

darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan

berwarna kemerahan.

2. Doni sudah pernah minum obat penurun panas yang dibeli di warung, tetapi demam hanya

turun beberap jam kemudian naik lagi.

a. Apa saja jenis-jenis obat-obat penurun panas yang dijual dipasaran serta kandungan yang

ada di dalamnya?

Asetil Salisilat (Aspirin)

Page 6: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Aspirin (asetil salisilat) adalah agen antiinflamasi yang tertua. Aspirin merupakan

penghambat prostaglandin yang dapat mengurangi proses inflamasi, dan dulu merupakan

agen antiinflamasi yang paling sering dipakai sebelum dikenal adanya ibuprofen. Aspirin

memiliki berbagai efek yang berbeda bagi suatu tubuh manusia. Aspirin mampu

menghambat inflamasi, menurunkan demam, mencegah pembekuan, menurunkan

produksi prostaglandin dan tromboksan. Aspirin mampu menurunkan

produksi prostaglandin dan tromboksan melalui proses inaktivasi enzim siklooksigenase

secara irreversible. Aspirin mampu menghambat secara non selektif enzim

siklooksigenase 1 (COX1) dan siklooksigenase 2 (COX2). Penghambatan produksi

tromboksan A2 oleh aspirin akan menurunkan

kemampuan proses pembekuan darah. Salisilat, secara umum menunjukan aksi

antipiretika pada pasien demam dengan menaikkan eliminasi panas badan melalui

mobilisasi air dan berakibat pengenceran darah. Aspirin menyebabkan perubahan

permeabilitas sel mukosa, mengakibatkan difusi balik lambung yang dapat merusak

kapiler. Karena aspirin dalam dosis tinggi biasanya diperlukan untuk meredakan

inflamasi, maka rasa tidak enak pada lambung sering merupakan masalah. Aspirin juga

diangap sebagai obat antiplatelet untuk klien yang mengalami gangguan jantung atau

pembuluh darah otak.

Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara.

Ibuprofen juga telah diberikan untuk mengatasi demam pada anak-anak selama hampir

dua dekade terakhir ini dan telah disetujui oleh FDA AS sebagai obat tanpa resep

(nonprescription drugs) untuk bayi usia ≥ 6 bulan. Obat ini bersifat analgesik dengan

daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.

Begitu halnya dengan aspirin, ibuprofen memiliki potensi untuk menghambat enzim

siklooksigenase 1 (COX 1) dan siklooksigenase 2 (COX2), namun masih bersifat

reversible. Ibuprofen memang merupakan antipiretika yang penggunaannya

dikontraindikaskan (dilarang) pada kasus DBD karena ibuprofen dapat menyebabkan

perdarahan pada lambung dan mengganggu proses pembekuan darah. Oleh sebab itu, jika

Page 7: Laporan Skenario A Blok 10 2014

pada awal timbulnya demam pada anak dimana belum dapat dipastikan penyebab

demam, sebaiknya menggunakan Parasetamol

Parasetamol (Asetaminofen)

Merupakan derivat paraaminofenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai

analgesik dan antipiretika, telah menggantikan penggunaan salisilat. Untuk penurun

panas (antipiretika) pada anak yang direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 1997

hingga kini adalah Parasetamol, karena Parasetamol relatif lebih aman dibandingkan

dengan obat antipiretika yang lain untuk anak. Parasetamol dapat diberikan secara oral,

rectal, maupun intravena. Parasetamol tidak menghambat fungsi dari platelet dan tidak

menyebabkan perdarahan gastrointestinal sehingga parasetamol dianggap lebih aman

dibandingkan dengan aspirin dan AINS lainnya. Antipiretikaa ini masih dianggap sebagai

drug of choice yang aman bagi anak – anak, namun dosis dan lama pemberian dari obat

ini harus tetap di monitor secara hati-hati yaitu kurang dari 1,3 gram selama 2 minggu.

Mekanisme kerja dari parasetamol masih belum diketahui dengan jelas sampai pada

akhirnya ditemukan isozim baru yaitu Enzim Siklooksigenase 3 (COX3). Parasetamol

diketahui secara selektif mampu menghambat kerja COX3 sehingga sintesis

prostaglandin pun dapat dihambat. Sejumlah besar COX-3 terdapat di dalam korteks

serebral manusia, dan parasetamol sendiri memiliki kemampuan untuk menembus blood-

brain barrier, sehingga hal ini dapat menjelaskan mengapa parasetamol lebih efektif

dalam melawan demam dibandingkan dengan AINS lainnya.Karena spesifik

menghambat COX-3, tidak menghambat COX-2, maka efeknya sebagai anti radang di

jaringan jadi kecil. Di sisi lain, karena juga tidak menghambat COX-1, maka efeknya

terhadap gangguan lambung juga kecil dan tidak memiliki efek mengencerkan darah.

Parasetamol relatif aman terhadap efek samping lambung, perdarahan, asma, dan juga

sindrom Reye sehingga dapat menjadi pilihan tepat untuk menurunkan demam pada

anak-anak.Parasetamol digunakan pada anak dalam dosis 3-4 X 250 mg per hari atau

sampai 3-4 X 500 mg per hari. Jika dosis terapi tidak member manfaat, biasanya dosis

lebih besar tidak menolong COX : Enzim siklooksigenase

Page 8: Laporan Skenario A Blok 10 2014

b. Bagaimana mekanisme obat penurun panas?

Mekanisme kerja utama sebagian besar antipiretika adalah melalui penghambatan sintesis

prostaglandin. Prostaglandin merupakan substansi yang diproduksi oleh asam arakidonat

melalui kerja enzim siklooksigenase (COX). Pertama, asam arakidonat akan diubah oleh

COX active site menjadi endoperoksida siklik yang selanjutnya akan membentuk

prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan A2. Seluruh antipiretika diketahui bekerja

dengan cara menghambat kerja COX pada COX active site. Dengan adanya hambatan ini,

maka prostaglandin tidak terbentuk sehingga mencegah kenaikan temperatur pada set

point di hipothalamus sehingga demam tidak terjadi.

Pada awal tahun 1990-an telah diketahui bahwa mekanisme kerja antipiretika yang

terdapat dalam obat anti radang non-steroid yaitu melalui penghambatan enzim

siklooksigenase yang terdapat dalam dua bentuk isoform siklooksigenase-1 (COX-1) dan

siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform tersebut memliki distribusi yang berbeda

pada jaringan dan fungsi regulasi yang berbeda pula. COX-1 merupakan enzim

Page 9: Laporan Skenario A Blok 10 2014

konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai

jaringan, terutama pada selaput lendir gastrointestinal, ginjal, platelet, dan epitel

pembuluh darah. Bertolak belakang dengan COX-1, COX-2 dianggap sebagai enzim

regulator yang memiliki fungsi fisiologis, maupun patofisiologis. Pada kondisi fisiologis,

ekspresi konstitutif COX-2 ditemukan pada ginjal, pembuluh darah, paru-paru, tulang,

pankreas, sumsum tulang belakang dan mukosa lambung Mayoritas antipiretika pada

obat anti randang non-steroid bekerja secara tidak selektif menghambat COX-1 dan

COX-2. Penghambatan secara tidak selektif pada COX-1 dan COX-2 akan menyebabkan

supresi sintesis prostaglandin di jaringan-jaringan tertentu. Padahal prostaglandin

sebenarnya juga berperan dalam menjaga homeostasis. Prostaglandin bekerja melindungi

mukosa traktus gastrointestinal dan membatasi sekresi asam lambung, serta menunjang

kerja dari platelet. Penghambatan sintesis prostaglandin oleh antipiretika melalui

hambatan COX-1 akan dapat menyebabkan efek samping berupa erosi mukosa dan

perdarahan pada traktus gastrointestinal. Selain itu hambatan kerja pada platelet juga

akan dapat menimbulkan efek samping perdarahanStrategi berikutnya yang digunakan

untuk mengurangi efek samping dari penghambatan COX-1 adalah dengan memproduksi

antipiretika yang secara selektif menghambat COX-2, contohnya celecoxib dan

rofecoxib. Namun, antipiretika inhibitor selektif COX-2 ini juga menimbulkan efek

merugikan yaitu adanya kecenderungan terjadi peningkatan tekanan darah.

Perkembangan berikutnya ternyata selain terdapat COX-1 dan COX-2, juga ditemukan

COX-3. COX-3 lebih banyak terdapat di otak dan sistem saraf pusat sehingga inhibitor

COX-3 akan bekerja menghambat sintesis prostaglandin yang mengacaukan termostat di

hipothalamus. Obat dengan mekanisme penghambatan COX-3 ini contohnya adalah

parasetamol. Parasetamol, aspirin dan ibuprofen adalah obat antipiretika yang paling

sering digunakan pada populasi anak- anak. Aspirin merupakan jenis antipiretika yang

tertua namun penggunaannya pada anak-anak telah ditinggalkan karena telah terbukti

dapat menjadi faktor risiko yang dapat menimbulkan sindrom Reye. Saat ini perannya

telah digantikan oleh ibuprofen dan parasetamol. Meskipun demikian, pada kenyataannya

aspirin saat ini masih banyak digunakan di beberapa Negara.

c. Mengapa demam hanya turun beberapa jam kemudian naik lagi?

Page 10: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Mungkin karena sudah habisnya kerja dari obat penurun panas yang dikonsumsi Doni.

Obat penurun panas memiliki efek terapi sebagai antipiretik maupun analgesik, tetapi

tidak memiliki efek antiinflamasi, hanya bekerja untuk menurunkan panas dengan cara

menghambat sekresi prostaglandin dengan cara memhambat enzim Cyclooksigenase

(COX) dimana prostaglandin berperan dalam meningkatkan suhu tubuh.

3. Demam meningkat terutama saat malam hari dan turun disiang hari tetapi tidak sampai suhu

normal.

a. Mengapa demam meningkat terutama pada malam hari dan turun saat siang haritetapi

tidak sampai suhu normal?

Sifat demam yang remiten terjadi akibat siklus agen infeksius, dalam hal ini bakteri, dan

ritme aktivitas host. Seperti misalnya, demam terjadi di sore hingga malam hari karena

pada waktu tersebut metabolisme tubuh telah menurun, sehingga suhu tubuh ikut

menurun. Akibatnya, tubuh mengkompensasi set point “palsu” yang di set oleh bakteri

dengan mekanisme demam. Sedangkan menggigil adalah salah satu mekanisme

termogenesis dalam usaha meningkatkan suhu.  Pada umumnya menggigil terjadi pada

demam yang suhunya jauh dari nilai normal.

b. Apa jenis demam berdasarkan disripsi di atas?

Kesimpulan pasien demam tipe sepsis dan remiten

4. Doni juga mengeluh mual, tidak muntah, nafsu makan menurun, nyeri perut, konstipasi,

buang air kecil biasa, dan nafas bau.

a. Apa hubungan gejala yang dialami doni dengan demam?

1. Mual menurut Sylvia A. Price (2005) adalah perasaan yang sangat tidak enak

dibelakang tenggorokan dan epigastrum yang sering menyebabkan muntah. Tanda

dari mual itu antara lain meningkatnya saliva, hendak muntah, hendak pingsan,

berkeringat, dan takikardi. Mual tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu

impuls iriatif yang datang dari traktus gastrointestinal, dari bawah otak yang

berhubungan dengan motion sickness, dan dari korteks serebri untuk mencetuskan

Page 11: Laporan Skenario A Blok 10 2014

muntah (Guyton and Hall, 2008). Mual memang sangat berkaitan dengan muntah.

Muntah itu sendiri merupakan suatu refleksi yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi

lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price, 2005).

Mual terjadi akibat bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa,

akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi

rasa mual.

2. Nafsu makan menurun akibat berkurangnya saliva yang melapisi lidah

mengakibatkan hilangnya rasa haus dan nafsu makan

3. Nyeri abdomen, disebabkan oleh infeksi dari bakteri salmonella typhi yang

menyerang usus halus.

4. Konstipasi terjadi akibat infiltrsi monosit yang mengakibatkan terjadinya inflamasi

pada bintik payeri dan penyemppitan lumen usus.

5. Nafas bau terjadi akibat Salmonella typhi sebagai bakteri gram negatif merupakan

bakteri anaerob yang tidak membutuhkan oksigen bebas untuk bertahan hidup.

Bakteri gram negatif memiliki kemampuan untuk mengonsumsi protein dalam jumlah

besar dan mengekskresikan sulfur yang berbau tidak sedap.

b. Apa saja kemungkinan penyakit yang dialami doni jika dilihat dari gejala yang dialami?

Dari gejala mual dan muntah, kemungkinan penyakit tersebut berhubungan dengan

system pencernaannya. Kemudian dari demam itu bisa diperkirakan adanya infeksi. Agen

infeksi menyebabkan timbulnya reaksi peradangan atau inflamasi. Sedangkan tanda

inflamasi adalah tumor, rubor, kalor, dolor, dan funsiolase. Makna kalor di sini adalah

menimbulkan panas. Inflamasi ini bertujuan agar infeksi tidak menyebar (Guyton and

Hall, 2008). Selain itu bakteri juga mempunyai endotoksin yang merangsang pelepasan

zat pirogen dari sel-sel makrofag dan sel leukosit PMN (Staf Pengajar Fakultas

Kedokteran Universitas Indonmesia, 1994). Untuk melakukan analisa selnajutnya perlu

dilakukan pemeriksaan fisik. Ternyata didapatkan lidah kotor dan ada

hepatosplenomegali. Hal ini bisa disebabkan virus tersebut memang menyerang atau

sampai ke bagian hepar dan lien atau memang terjadi destruksi sel darah. Dari ciri-ciri

tersebut memang sangat spesifik dengan demam typhoid, tetapi tidak bisa didiagnosis

begitu saja.

Page 12: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Ada kemungkinan doni menderita penyakit leptospirosis, tetapi pada penderita

leptospirosis urin penderita berwarna kehitaman, dan gejala tersebut tidak ada pada doni.

Selain itu, gejala yang ada juga mirip dengan penyakit malaria, tetapi doni tidak

mengalami menggigil yang biasa dialami penderita malaria lainnya dan doni dari riwayat

perjalanannya, doni tidak bepergian ke daerah endemic malaria

c. Bagaimana mekanisme terjadinya mual, penurunan nafsu makan, nyeri perut, konstipasi,

dan nafas bau?

Mual : Pasien demam tifoid juga sering mengeluhkan mual. Mual adalah pengenalan

secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medulla yang secara erat

berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah, dan mual dapat

disebabkan impuls iritasi yang datang dari traktus gastrointestinal. Pada tahap awal dari

iritasi atau distensi yang berlebihan, antiperistalsis mulai terjadi, sering beberapa menit

sebelum muntah terjadi. Antiperistalsis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus

intestinal, dan gelombang antiperistalsis bergerak mundur naik ke usus halus dengan

kecepatan 2-3 cm/ detik; proses ini benar-benar dapat mendorong sebagian besar isi usus

kembali ke duodenum, lambung dalam waktu 3- 5 menit. Kemudian pada saat bagian atas

traktus gastrointestinal, terutama duodenum, menjadi sangat meregang, peregangan ini

menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah sebenarnya.

Distensi berlebihan atau iritasi traktus gastrointestinal menyebabkan suatu rangsangan

khusus yang kuat untuk muntah. Impuls ditransmisikan, baik oleh saraf aferen vagal

maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla, yang terletak dekat

traktus solitaries lebih kurang pada tingkat nucleus motorik dorsalis vagus. Impuls-

impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui

saraf kranialis V, VII, IX, X & XII ke traktus gastrointestinal bagian atas & melalui saraf

spinalis bagian atas.

Konstipasi : Didalam plague peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi karena erosi pembuluh darah sekitar

plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel

Page 13: Laporan Skenario A Blok 10 2014

mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang ke

lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Nafas bau

Penyebab utama nafas berbau adalah terbentuknya lapisan

pucat (bio film) pada lidah yang menjadi tempat

berkumpulnya ribuan bakteri yang memproduksi gas. S.

typhi merupakan organisme yang menghasilkan gas

H2S( seperti bau kentut). Gas H2s yang dihasilkan oleh s.

typhii itulah yang membuat nafas menjadi bau.

5. Satu hari yang lalu, Doni juga mengeluh demamnya semakin tinggi, tidak menggigil, serta

mengeluh mual dan muntah. Doni menyangkal berpergian keluar kota dalam beberapa bulan

terakhir.(***)

a. Mengapa demamnya semakin tinggi setelah 8 hari?

Masa inkubasi bakteri selama 8-14 hari jadi setelah 8 hari bakteri salmonella typi

menyebabkan reaksi inflamasi ini akan menghasilkan pirogen endogen sehingga set point

tubuh meningkat, dan suhu tubuh pun meningkat

b. Mengapa Doni tidak menggigil?

Demam umumnya terjadi akibat adanya rangsangan untuk meningkatkan suhu tubuh atau

adanya gangguan pada pusat pengatur suhu, yaitu hipotalamus. Pada pasien, demam

terjadi akibat adanya rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat oleh pirogen

endogen (IL-1) yang dirangsang oleh pirogen eksogen yang ada pada toksin bakteri atau

agen infeksius lainnya. Sifat demam yang remiten terjadi akibat siklus agen infeksius,

dalam hal ini bakteri, dan ritme aktivitas host. Seperti misalnya, demam terjadi di sore

hingga malam hari karena pada waktu tersebut metabolisme tubuh telah menurun,

sehingga suhu tubuh ikut menurun. Akibatnya, tubuh mengkompensasi set point “palsu”

yang di set oleh bakteri dengan mekanisme demam. Sedangkan menggigil adalah salah

Page 14: Laporan Skenario A Blok 10 2014

satu mekanisme termogenesis dalam usaha meningkatkan suhu. Pada umumnya

menggigil terjadi pada demam yang suhunya jauh dari nilai normal.

Pada kasus ini, Doni memiliki suhu 38,5 C, dimana pada suhu tersebut Prostaglandin

tidak meningkatkan patokan thermostat di hipotalamus sehingga hipotalamus

menganggap suhu patokan dan suhu sekarangnya sama sehingga tidak terjadi proses

menggigil (mekanisme peningkatan panas).

c. Mengapa Doni mengeluh mual dan muntah pada hari ke-8?

Adanya infeksi dari S. typhi baik pada saluran cerna maupun organ lain, akan

menyebabkan reaksi inflamasi. Rasa tidak nyaman pada bagian perut juga merupakan

hasil reaksi inflamasi pada saluran cerna yang menghasilkan bradikinin. Adanya

bradikinin akan menimbulkan sensasi nyeri. Sedangkan endotoksin yang dihasilkan S.

typhi dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular, gangguan neuropsikiatrik, dan

gangguan pernafasan (Sudoyo, 2006).

Page 15: Laporan Skenario A Blok 10 2014

d. Apa hubungan berpergian keluar kota dengan demam?

Berhubungan dengan Penegakan Diagnosis

6. Keadaan umum: tampak sakit sedang, TD: 110/80 mmHg, RR:24xmenit, Nadi:92x/menit,

suhu:38,5 C

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan (keadaan umum) yang dilakukan?

Dari keadaan umum yag diderita oleh Doni tersebut diketahui :

Keadaan Normal Pada Kasus

Tekanan Darah 120/80 mmHg 110/80 mmHg (normal)

Denyut Nadi 60- 100x/menit 92x/menit (normal)

Respiration Rate 16-24x/menit 24x/menit (normal)

Suhu 36,5-37,5°c 38,5°c (tidak normal)

Dari data diatas disebutkan bahwa keadaan umum yang tidak normal adalah suhu dan

tampak sakit sedang. Dalam kasus ini, suhu tampak tinggi diakibatkan pada penderita

demam tifoid akan terjadi peningkatan suhu. Pada keadaan ini demam biasa berlangsung

selama 3 minggu. Suhu tinggi ini merupakan salah satu tanda bahwa tubuh terkena

infeksi atau mengalami peradangan dan hal ini lebih sering terjadi pada saat malam hari .

Kemudian untuk keadaan umum tampak sakit sedang dapat diketahui bahwa Doni

seharusnya dirawat untuk tindakan selanjutnya, karena pada kasus penderita demam

tifoid ada tingkatan sakit yaitu tampak masih sakit ringan, sakit sedang , dan sakit berat.

7. Keadaan sepesifik: kepala: rhagaden, coated tongue, thorax:paru dalam batasa normal,

jantung:HR:92x/menit, abdomen:datar, lemas, nyeri tekan epigastrium, bising usus menurun,

hepar lien tdak teraba, ekstremitas dalam batas normal

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan (keadaan spesifik) yang dilakukan?

Rhagaden merupakan pertanda dari dehidrasi, kekurangan nutrisi dan sindrom Sjögren.

Sindrom itu adalah penyakit autoimun yang menyerang kelenjar penghasil kelembapan.

Hal lain juga dapat disebabkan radang pada kulit bibir akibat penetrasi substansi asing ke

Page 16: Laporan Skenario A Blok 10 2014

dalam kulit. Namun pada kasus ini, kemungkinan besar adalah dehidrasi karena

banyaknya cairan tubuh yang keluar ke lumen usus akibat peradangan dinding usus.

Coated Tongue hasil dari peradangan pada jari-seperti proyeksi (papila) pada permukaan

lidah Anda. Munculnya lapisan putih disebabkan oleh bakteri dan sel-sel mati yang

terdapat diantara papilla yang radang.

Nyeri tekan epigastriumkemungkinan adanya kelainan organ pada area epigastrium

seperti perbesaran hati.

Bising Usus Menurun kemungkinan diakibatkan oleh efek proses peradangan dan

aktivitas enzim pada motilitas usus. Hal ini memperberat ketidakseimbangan cairan pada

penyakit ini.

Hepar dan Lien tidak teraba memberi arti bahwa kedua organ tidak mengalami

perbesaran. Sehingga pada kasus demam tifoid ini, Doni belum mengalami perbesarah

hepar ataupun lien.

b. Bagaimana cara pemeriksaan fisik?

i. Pemeriksaan Kepala

Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi.

Mulut

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, mencium bau nafas, dan dengan bantuan alat

(spatula lidah)

Bibir : bibir pecah-pecah, retakkan (Rhagaden)

Lidah : diperiksa apakah berselaput ( demam tifoid), bergetar

(tremor), basah atau kering (dehidrasi)

ii. Pemeriksaan Thorax (Paru dan Jantung)

Pemeriksaan Thorax saat pasien duduk

Inspeksi

o Melihat bentuk dada anterior dan posterior

o Melihat ada tidaknya deviasi

o Melihat ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada

Palpasi

Page 17: Laporan Skenario A Blok 10 2014

NOTE : Mulai dari palpasi hingga auskultasi, Posisi kedua skapula harus dalam

keadaan terbuka untuk memperluas lapang pemeriksaan. *minta pasien untuk

meletakkan kedua tangannya pada bahu

o Membandingkan gerakan dada posterior kanan - kiri

o Merasakan fremitus taktil suara dengan cara meminta pasien

mengucapkan "tujuh - tujuh"

Posisi kedua tangan pada pemeriksaan dada posterior

Perkusi

Tujuan dari perkusi adalah berusaha menangkap getaran suara yang dihasilkan dari

phalange (tulang jari). ada beberapa jenis suara yang mungkin dihasilkan dari perkusi

Prosedur perkusi

o Tempatkan jari pleksimeter pada dinding dada yang akan diperiksa untuk

menghasilkan bunyi perkusi yang lebih keras, tekan jari dengan kuat. Cara ini

lebih baik daripada melakukan pengetukan lebih keras

Page 18: Laporan Skenario A Blok 10 2014

o Pada tangan lainnya, lakukan pengetukan tanpa pergerakan siku(lakukan

pengetukan dengan cepat dan seperti refleks)

o Pengetukan dilakukan di bagian paling ujung (pada gambar), kemudian pindahkan

jari dengan cepat agar getaran tidak teredam.

Pemeriksaan :

Menentukan batas bawah paru

Membandingkan bunyi perkusi paru kanan dan

kiri secara berurutan

Page 19: Laporan Skenario A Blok 10 2014

NOTE (secara normal : orang Indonesia batas bawah pulmo dextra posterior terletak

sejajar dengan processus spinosus thoracal IX atau thoracal X, batas bawah pulmo

sinistra posterior terletak sejajar dengan processus spinosus thoracal VIII atau IX)

Auskultasi

Auskultasi dinding dada posterior kurang kuat terdengar dibandingkan auskultasi

anterior. (kecuali di triangle of auscultation) walau begitu biasanya, pemeriksaan ini

tetap dilakukan oleh para dokter muda.

Posisi steshoscope sewaktu auscultasi adalah sama seperti pada palpasi fremitus

suara.

Pemeriksaan yang dilakukan sewaktu pasien berbaring

Ada dua jenis pemeriksaan yang dilakukan sewaktu pasien berbaring, yaitu :

o Pemeriksaan Paru anterior

o Pemeriksaan Jantung

1. Pemeriksaan Paru Anterior

Inspeksi

Page 20: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Melihat keadaan sela iga sewaktu bernafas (secara normal : sela iga akan ekspansi

atau meregang saat inspirasi dan kembali ke posisi semula sewaktu ekspirasi)

Palpasi

o Membandngkan gerakan dinding dada sewaktu bernafas

o Merasakan getaran fremitus suara

Posisi kedua tangan sewaktu palpasi thorax anterior

Perkusi

o Membandingkan bunyi perkusi paru kanan - kiri anterior secara berurutan

o Menentukan batas paru – hepar

Perkusi dilakukan di sepanjang garis midklavikula dextra. Batas paru hepar

ditentukan setelah terjadi perubahan suara dari sonor ke pekak.

Page 21: Laporan Skenario A Blok 10 2014

o Menentukan batas paru – lambung

Perkusi dilakukan di sepanjang garis axilla anterior sinistra. Batas paru - lambung

ditentukan setelah terjadi perubahan suara dari sonor ke timpani. (secara normal :

batas paru - lambung orang Indonesia berada di Intercostae VII atau intercostae

VIII).

o Menentukan batas peranjakan paru

Perkusi dilakukan di batas paru - hepar. setelah pasien diminta untuk menahan

nafas, batas paru- hepar yang semula berbunyi perkusi "pekak" akan berganti

menjadi "sonor". Perkusi dilanjutkan sampai ditemukan batas paru - hepar yang

baru, kemudian tentukan seberapa besar batas peranjakan paru. (secara normal :

batas peranjakan paru adalah 2 cm atau sebesar 2 jari orang dewasa).

Auskultasi

Membandingkan bunyi nafas dasar paru anterior dan bronkial pada pasien

Page 22: Laporan Skenario A Blok 10 2014

2. Pemeriksaan Jantung

Inspeksi

o Melihat ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada

o Melihat pulsasi iktus cordis

Palpasi

o Mencari pulsasi iktus cordis (secara normal : iktus cordis terletak di garis

midklavikula sinistra Intercostae V)

o Denyut jantung dapat dihitung pada iktus cordis (walaupun cara ini tidak lazim

dilakukan)

Perkusi

o Menentukan batas kanan jantung

Batas kanan jantung ditentukan setelah batas paru hepar ditemukan

o Menentukan batas kiri jantung

Batas kiri jantung ditentukan setelah batas paru - lambung ditemukan

Auskultasi

Mendengarkan bunyi jantung I (saat katup mitral dan trikuspidal menutup) dan bunyi

jantung 2 (saat katup aorta dan pulmonal menutup) pada masing - masing katup jantung.

8. Pemeriksaan laboratorium: Hb:12,5g%, leukosit:4800/mg3, Ht:37%, LED:8mm/jam

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?

Page 23: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Hemoglobin

Wanita 12-16 gr/dL

Pria 14-18 gr/dL

Anak 10-16 gr/dL

Bayi baru lahir 12-24gr/dL

Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan pemberian cairan intra-

vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obatan

tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin (obat

antiradang).

Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun (COPD),

gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan Hb yaitu

metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada

kulit

Jadi, Hb doni rendah.

Leukosit

Bayi baru lahir 9000 -30.000 /mm3

Bayi/anak 9000 – 12.000/mm3

Dewasa 4000-10.000/mm3

Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi

atau radang akut,misalnya pneumonia (radang paru-paru), meningitis (radang selaput

otak), apendiksitis (radang usus buntu), tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu

Page 24: Laporan Skenario A Blok 10 2014

juga dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol,

antibiotika terutama ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin, dan Iain-Iain.

Penurunan jumlah Leukosit (disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu

terutama virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan obat-

obatan, terutama asetaminofen (parasetamol),kemoterapi kanker, antidiabetika oral,

antibiotika (penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti infeksi

terutama yang disebabkan oleh bakteri).

Jadi, Leukosit doni normal.

b. Hematokrit

Anak 33 -38%

Pria dewasa 40 – 48 %

Wanita dewasa 37 – 43 %

Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut (kehilangan

darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia, leukemia, gagalginjal kronik,

mainutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak

lambung).

Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia (komplikasi pada

kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain.

Jadi, hematocrit doni rendah.

c. LED

Laki-Laki 0-8 mm/jam

Perempuan 0-15 mm/jam

Peningkatan LED terjadi pada infeksi akut lokal atau sistemik (menyeluruh), trauma,

kehamilan trimester II dan III, infeksi kronis, kanker, operasi, luka bakar.

Page 25: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Penurunan LED terjadi pada gagal jantung kongestif, anemia sel sabit, kekurangan faktor

pembekuan, dan angina pektoris (serangan jantung).Selain itu penurunan LED juga dapat

disebabkan oleh penggunaan obat seperti  aspirin, kortison, quinine, etambutol.

Jadi, Led doni normal.

9. Dokter melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Setelah melihat hasilnya dokter

menimpulkan bahwa Doni menderita demam tifoid.

a. Apa hubungan demam tifoid dengan umur?

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara

insiden pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, faktor risiko darInsiden pasien

demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun 10 – 20 %, usia >

40 tahun 5 – 10 %.

Di daerah endemik, anak-anak antara usia 1 dan 5 tahun berada pada risiko tertinggi

perkembangan infeksi S. Typhi karena memudarnya antibodi pasif yang diperoleh dari

ibu dan berkurangnya imunitas yang diperoleh.

b. Apa faktor internal dan eksternal yang dapat menyebabkan demam tifoid?(yola)

1. 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh S. Typhi sisanya disebabkan oleh S.

Paratyphi.

2. Sanitasi lingkungan yang buruk

Sanitasi lingkungan yang buruk meliputi sumber air bersih yang tercemar, kondisi

lingkungan sekitar rumah maupun di dalam rumah yang kotor (sampah bertebaran di

mana-mana), kotoran hewan di jalan umum yang tidak dibersihkan (dibiarkan begitu

saja), dan sebagainya.

3. Personal Hygiene yang buruk

Personal hygiene yang buruk ini dapat berupa perilaku tidak bersih dan sehat oleh

anggota masyarakat, seperti tidak mencuci tangan sebelum maupun sesudah makan,

menggunakan peralatan makan yang sudah dipakai sebelumnya (belum dicuci

langsung dipakai kembali, atau kalaupun dicuci tetapi tidak bersih), tidak

menggunakan jamban atau toilet untuk buang air besar maupun buang air kecil.

Page 26: Laporan Skenario A Blok 10 2014

4. Menjadikan sungai sebagai sapiteng rumah tangga

Hal ini dapat mencemari sungai sehingga bakteri S. typhi dapat menyebar di dalam

sungai. Jika, sungai tersebut dimanfaatkan sebagai tempat untuk mandi, cuci, kakus

maka bakteri S. typhi akan sangat mudah menginfeksi manusia.

5. Pasteurisasi susu yang tidak baik

Pasteurisasi susu yang menggunakan suhu yang tidak sesuai maka dapat memicu

berkembangnya bakteri-bakteri termasuk bakteri S. typhi, apabila terminum oleh

manusia maka akan masuk ke dalam tubuh dan menginfeksi manusia tersebut.

6. Cara pengolahan dan penyajian makanan dan minuman yang tidak baik

Cara pengolahan dan penyajian makanan dan minuman yang tidak sesuai standar

kebersihan, seperti tidak mencuci tangan sebelum mengolah makanan dan minuman,

menggunakan wadah yang tidak bersih, makanan atau minuman dibiarkan terbuka

begitu saja, dan sebagainya. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri mudah

berpindah ke dalam makanan dan minuman kemudian termakan dan menginfeksi

manusia

c. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh dokter?

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan

mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3

metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu

Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada

demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit

lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan

demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.

Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman

Page 27: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90%

penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini

menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%.

Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu

90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur

urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4.

Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan

kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk

jangka waktu yang lama.

Diagnosis serologik

Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin

yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid,

pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah

mendapatkan vaksin demam tifoid.

Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah

dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan

adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.

Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula

kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer

aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling

sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu

memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :

a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Page 28: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini

mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung.

Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.

b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine)

secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji

ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam

spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.

d. Apa ciri-ciri penderita demam tifoid?

Pada minggu pertama ditemukan gejala dan keluhan serupa penyakit infeksi akut pada

umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,

obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan

fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-

lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala tampak

lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti dengan

peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi

dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan

mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang

ditemukan pada orang Indonesia.

e. Bagaimana patofisiologi terjadi demam tifoid?

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui

makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung

dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas

humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel

terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang

biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan

berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum

Page 29: Laporan Skenario A Blok 10 2014

distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus

torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah

(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman

meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang

sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan

bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi

sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.

f. Apa saja bakteri yang dapat menyebabkan demam tifoid? Dan bentuk-bentuk bakterinya?

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi tapi penyakit ini juga dapat

disebabkan oleh S.enteritidis biserotip paratyphi A dan S.enteritidis biserotip paratyphi B

yang disebut oleh demam paraitorid. Kuman berbentuk batang, tidak berspora, pada

pewarnaan gram bersifat negatif Gram, ukuran 1-3.5 µm x 0.5-0.8 µm, besar koloni rata-

rata 2-4 mm, mempunyai flagel peritrikh.

g. Bagaimana masa inkubasi bakteri yang dapat menyebabkan demam tifoid?

Masa inkubasi (masa dari masuknya bakteri ke dalam tubuh sampai menimbulkan

gejala) demam tifoid/paratifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)

bergantung jumlah dan tipe bakteri yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap

dalam keadaan tidak bergejala. Penularan penyakit dapat melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah),

Fly(lalat), dan melalui Feses(tinja).

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya

dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika.

Melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam

sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar

keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Kuman akan

meninggalkan sel-sel fagosit dan akan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid

selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakteremia yang kedua

kalinya yang disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Page 30: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

bersama cairan empedu di eksresikan secara intermitten kedalam lumen usus. Sebagian

kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah

menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, makrofag telah teraktivasi dan

hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa

mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan  gejala reaksi inflamasi sistemik

seperti demam, malise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan

mental, dan koagulasi.

Didalam plague peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi karena erosi pembuluh darah sekitar

plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel

mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang ke

lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat

menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti

gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.

Pada minggu pertama, gejalanya menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti

demam (suhu tubuh meningkat terutama sore dan malam hari), sakit kepala, mual,

muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare pada anak-anak, atau sembelit pada

orang dewasa.

Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas yaitu demam yang tinggi terus-menerus,

nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecah-pecah, lidah

ditutupi selaput putih kotor, pembesaran hati dan limpa serta terasa nyeri bila diraba,

perut kembung.

h. Bagaimana patogenesis bakteri penyebab demam tifoid?

1. Penempelan dan invasi sel – sel M Peyer’s patch

2. Bakteri bertahan hidup dan bermultifikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus

limfatikus mesenterikus, dan organ – organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial

3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah

4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal

Page 31: Laporan Skenario A Blok 10 2014

i. Bagaimana penatalaksanaan demam tifoid?

Sudoyo (2006) menyarankan untuk menggunakan trilogi penatalaksanaan demam tifoid,

yakni istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang, serta pemberian antimikroba.

1. Istirahat dan perawatan

Istirahat dengan tirah baring sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi.

Perawatan kebersihan dari tempat pasien juga menjadi sangat penting. Posisi pasien

harus diperhatikan guna mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik.

2. Diet dan terapi penunjang

Diet yang buruk dapat menurunkan keadaan umum pasien sehingga memperlambat

proses penyembuhan. Pemberian makanan halus dulu dipercaya berguna untuk

mengurangi beban kerja saluran cerna. Namun, penelitian menunjukkan bahwa

pemberian makanan padat dini rendah selulosa tidak member efek buruk pada pasien.

3. Pemberian antimikroba

Pilihan antibiotik yang biasa digunakan adalah Kloramfenikol, Tiamfenikol,

Kotrimoksazol, Ampisillin dan Amoksisillin, Sefalosporin generasi ketiga, serta

golongan Fluorokuinolon. Kombinasi dua antimikroba atau lebih hanya bisa

diindikasikan pada keadaan seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok

septik, yang pernah terbukti ditemukan dua jenis mikroorganisme dalam kultur darah

selain Salmonella.

Page 32: Laporan Skenario A Blok 10 2014

KERANGKA KONSEP

Page 33: Laporan Skenario A Blok 10 2014

KESIMPULAN

Doni laki-laki 18 tahun menderita demam tifoid karena terinfeksi bakteri Salmonella sp.

Page 34: Laporan Skenario A Blok 10 2014

LEARNING ISSUE

A. Bakteri Salmonella sp

Salmonella

Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di dalam

usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan ke dalam enterobacteriaceae (Brooks,

2005).

Isolasi dari mikroorganisme Salmonella pertama sekali dilaporkan pada tahun 1884 oleh Gaffky

dengan nama spesies Bacterium thyposum. Kemudian, pada tahun 1886 perkembangan

nomenklatur semakin kompleks karena peranan Salmon dan Smith serta sempat menjadi bahan

pembicaraan yang rumit. Bahkan dalam perkembangannya, Salmonella menjadi bakteri yang

paling kompleks dibandingkan enterobacteriacea lain, oleh karena bakteri ini memiliki lebih dari

2400 serotipe dari antigen bakteri ini (Winn, 2006).

Walaupun begitu banyak serotip dari Salmonella, namun telah disepakati bahwa hanya terdapat

dua spesies, yakni S. bongori dan S. enterica dengan enam subspesies .

Klasifikasi spesies dan subspesies Salmonella

Spesies : Salmonella enterica

Subspesies :

S. enteric subsp. enteric (I)

S. enteric subsp. salamae (II)

S. enteric subsp. arizonae (IIIa)

S. enteric subsp. diarizonae (IIIb)

S. enteric subsp. houtenae (IV)

S. enteric subsp. indica (VI)

Salmonella bongori (V)

Page 35: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Klasifikasi Salmonella terbentuk berdasarkan dasar epidemiologi, jenis inang, reaksi biokimia,

dan struktur antigen O, H, V ataupun K. Antigen yang paling umum digunakan untuk Salmonella

adalah antigen O dan H.

Antigen O, berasal dari bahasa Jerman (Ohne), merupakan susunan senyawa lipopolisakarida

(LPS). LPS mempunyai tiga region. Region I merupakan antigen O-spesifik atau antigen dinding

sel. Antigen ini terdiri dari unit-unit oligosakarida yang terdiri dari tiga sampai empat

monosakarida. Polimer ini biasanya berbeda antara satu isolat dengan isolat lainnya, itulah

sebabnya antigen ini dapat digunakan untuk menentukan subgrup secara serologis. Region II

merupakan bagian yang melekat pada antigen O, merupakan core polysaccharide yang konstan

pada genus tertentu. Region III adalah lipid A yang melekat pada region II dengan ikatan dari 2-

keto-3-deoksioktonat (KDO). Lipid A ini memiliki unit dasar yang merupakan disakarida yang

menempel pada lima atau enam asam lemak. Bisa dikatakan lipid A melekatkan LPS ke lapisan

murein-lipoprotein dinding sel (Dzen, 2003).

Antigen H merupakan antigen yang terdapat pada flagela dari bakteri ini, yang disebut juga

flagelin. Antigen H adalah protein yang dapat dihilangkan dengan pemanasan atau dengan

menggunakan alkohol. Antibodi untuk antigen ini terutamanya adalah IgG yang dapat

memunculkan reaksi aglutinasi. Antigen ini memiliki phase variation, yaitu perubahan fase

salam satu serotip tunggal. Saat serotip mengekspresikan antigen H fase-1, antigen H fase-2

sedang disintesis (Chart, 2002).

Antigen K berasal dari bahasa Jerman, kapsel. Antigen K merupakan antigen kapsul polisakarida

dari bakteri enteric (Dzen, 2003). Antigen ini mempunyai berbagai bentuk sesuai genus dari

bakterinya. Pada salmonella, antigen K dikenal juga sebagai virulence antigen (antigen Vi).

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, antigen menentukan klasifikasi dari Salmonella, yakni

ke dalam serogrup dan serotipnya.

Demikian banyaknya serotip dari Salmonella, namun hanya Salmonella typhi, Salmonella

cholera, dan mungkin Salmonella paratyphi A dan Salmonella parathypi B yang menjadi

penyebab infeksi utama pada manusia. Infeksi bakteri ini bersumber dari manusia, namun

kebanyakan Salmonella menggunakan binatang sebagai reservoir infeksi pada manusia, seperti

Page 36: Laporan Skenario A Blok 10 2014

babi, hewan pengerat, ternak, kura-kura, burung beo, dan lain-lain. Dari beberapa jenis

salmonella tersebut di atas, infeksi Salmonella typhi merupakan yang tersering.

SALMONELLA TYPHII

Penamaan yang umum digunakan, seperti Salmonella typhi sebenarnya tidak benar. Taksonomi

S. typhi adalah sebagai berikut.

Phylum : Eubacteria

Class : Prateobacteria

Ordo : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Species : Salmonella enterica

Subspesies : enteric (I)

Serotipe : typhi

Karena itu, penamaan yang benar adalah S. enterica subgrup enteric serotip typhi, ataupun sering

dipersingkat dengan S. enteric I ser. typhi. Namun penamaan Salmonella typhi telah umum

digunakan karena lebih sederhana sehingga penamaan ini lebih sering digunakan dalam tulisan

ini.

Morfologi

S. typhi merupakan bakteri batang gram negatif dan tidak membentuk spora, serta memiliki

kapsul. Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan sering disebut sebagai facultative intra-cellular

parasites. Dinding selnya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida

(LPS) dan tersusun sebagai lapisan-lapisan (Dzen, 2003).

Page 37: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Ukuran panjangnya bervariasi, dan sebagian besar memiliki peritrichous flagella sehingga

bersifat motil. S. typhi membentuk asam dan gas dari glukosa dan mannosa. Organisme ini juga

menghasilkan gas H2S, namun hanya sedikit (Winn, 2006). Bakteri ini tahan hidup dalam air

yang membeku untuk waktu yang lama (Brooks, 2005).

S. typhi di bawah mikroskop

Sumber: Kunkel (2001) dalam Pollack, 2003

S. typhi pada McConkey

Sumber: Kelleher, 2004

Page 38: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Penentu Patogenitas, Patogenesis dan Patologi

S. typhi yang menginfeksi manusia dan menyebabkan demam enterik, yakni demam tifoid.

Jumlah organisme dalam makanan dan minuman yang terkontaminasi menentukan infection rate.

a. Penentu patogenitas

Antigen Vi dari serotip S. typhi merupakan bentuk antigen K. Sejumlah penelitian menunjukkan

bahwa Vi mempunyai sifat antiopsonik dan antifagositik, mengurangi sekresi TNFα terhadap S

enterica ser. Thypi oleh makrofag inang, meningkatkan resistensi bakteri terhadap oxidative

killing (Wain, 2005). Antigen Vi meningkat infektivitas dari S. thypi dan keparahan penyakitnya.

Antigen O menurunkan kepekaan bakteri terhadap protein komplemen, host cationic proteins,

dan interaksi dengan makrofag. Antigen O memberikan perlindungan dari serum normal karena

adanya complement-activating A dan LPS core polysaccharides. Selain itu, antigen O juga

mencegah aktivasi dan deposisi faktor komplemen (Dzen, 2003).

Plasmid virulensi untuk Salmonella hanya ditemukan pada beberapa serotip dari subgrup I saja,

salah satunya S. typhi. Plasmid virulensi ini penting untuk multiplikasi bakteri di sistem

retikuloendotelial. Namun, beberapa mengatakan bahwa plasmid tidak menentukan keparahan

dari invasi bakteri karena perannya yang hanya bekerja di luar sel-sel intestinal. Berdasarkan

penelitian, plasmid ini hanya membantu replikasi bakteri di makrofag (Rotger, 1999).

S. typhi juga diduga memiliki adhesion yang berasal dari Outer Membrane Protein (OMP)

dengan berat molekul sekitar 36kDa, yang kemudian dikenal sebagai Adh036. Adh036 ini

bersifat imunogenik dan mampu menginduksi respon imun mucosal dengan terbentuknya SIsA

protektif pada mencit (Dzen, 2003).

Seperti halnya semua bakteri basil enterik, S. typhi juga menghasilkan endotoksin. Endotoksin

merupakan senyawa lipopolisakarida (LPS) yang dihasilkan dari lisisnya sel bakteri. Di

peradaran darah, endotoksin ini akan berikatan dengan protein tertentu kemudian berinteraksi

dengan reseptor yang ada pada makrofag dan monosit serta sel-sel RES, maka akan dihasilkan

IL-1, TNF, dan sitokin lainnya. Selain itu, S. typhi juga menghasilkan sitotoksin, namun hanya

sedikit sekali (Dzen, 2003)

Page 39: Laporan Skenario A Blok 10 2014

S. enterica memiliki region DNA yang berhubungan dengan patogenitasnya dan dimiliki oleh

semua serotipnya. Region ini disebut sebagai Salmonella Patogenicity Island sering disingkat

dengan SPI (Retamal, 2010). SPI berfungsi dalam menambah fungsi virulensi yang kompleks

oleh bakteri terhadap inang yang diinfeksinya (Saroj, 2008). Hensel (2004), Chiu (2005),

Vernikos & Parkhill (2006) dalam Saroj (2008) mengatakan bahwa adalah sekitar 17 jenis SPI

yang sudah dideteksi.

SPI-1 dan SPI-2 mengatur type III secretion system (T3SS) yang membentuk organela berbentuk

syringe. Organela ini akan mempermudah bakteri untuk menginjeksi langsung sitosol dari sel

inang. SPI-1 dan SPI-2 mempunyai peran yang berbeda sesuai dengan organ yang dipengaruhi.

SPI-1 bekerja pada sel enterosit dan menginisiasi inflamasi. SPI-2 bekerja dalam pertahanan dan

multiplikasi bakteri pada sel fagositik. SPI-7 merupakan genom terbesar yang mencapai ukuran

134 kb dan pertama kali ditemukan pada S. typhi (Seth, 2008). S. typhi juga memiliki SPI-8 dan

SPI-10 (Saroj, 2008).

Kemampuan patogen pada manusia untuk mempengaruhi siklus Na+ memungkinkan adanya

faktor virulensi, salah satunya pada S. typhi (Hase, 2011).

b. Patogenesis

Salmonella yang terbawa melalui makanan ataupun benda lainnya akan memasuki saluran cerna.

Di lambung, bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, namun yang lolos akan masuk ke

usus halus. Bakteri ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus

besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka akan berproliferasi. Ketika bakteri ini

mencapai epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi degenerasi brush border.

Kemudian, di dalam sel bakteri akan dikelilingi oleh inverted cytoplasmic membrane mirip

dengan vakuola fagositik (Dzen, 2003). Setelah melewati epitel, bakteri akan memasuki lamina

propria. Bakteri dapat juga melakukan penetrasi melalui intercellular junction. Dapat

dimungkinkan munculnya ulserasi pada folikel limfoid (Singh, 2001). S. typhi dapat menginvasi

sel M dan sel enterosit tanpa ada predileksi terhadap tipe sel tertentu (Santos, 2003).

Evolusi dari S. typhi sangat mengagumkan. Pada awalnya S. typhi berpfoliferasi di Payer’s patch

dari usus halus, kemudian sel mengalami destruksi sehingga bakteri akan dapat menyebar ke

Page 40: Laporan Skenario A Blok 10 2014

hati, limpa, dan sistem retikuloendotelial. Dalam satu sampai tiga minggu bakteri akan menyebar

ke organ tersebut. Bakteri ini akan menginfeksi empedu, kemudian jaringan limfoid dari usus

halus, terutamanya ileum. Invasi bakteri ke mukosa akan memicu sel epitel untuk menghasilkan

berbagai sitokin seperti IL-1, IL-6, IL-8, TNF-β, INF, GM-CSF (Singh, 2001).

c. Patologi

Huckstep (1962) dalam Singh (2001) membagi keadaan patologi di Payer patch akibat S. typhi

menjadi 4 fase sebagai berikut.

1. Fase 1 : hiperplasia dari folikel limfoid.

2. Fase 2 : nekrosis dari folikel limfoid pada minggu kedua yang mempengaruhi mukosa dan

submukosa.

3. Fase 3 : ulserasi sepanjang usus yang memungkinkan terjadinya perforasi dan perdarahan.

4. Fase 4 : penyembuhan mungkin terjadi pada minggu keempat dan tidak terbentuk striktur.

Ileum memiliki jumlah dan ukuran Payer’s patch yang lebih banyak dan besar. Meskipun

kebanyak infeksi berada di ileum, namun jejunum dan usus besar juga mungkin mengalami

kelainan dari folikel limfoid.

Egglestone (1979) dalam Singh (2001) mengatakan bahwa perforasi pada demam tifoid biasanya

sederhana dan mempengaruhi pinggiran antimesentrik dari usus dimana lubang muncul.

Ditemukan pembesaran dan kongesti dari limpa dan kelenjar mesentrik pada sistem

retikuloendotelial. Pada biopsi, kemungkinan ditemukan nekrosis fokal hati yang berhubungan

dengan infiltrasi mononuklear (nodul tifoid) dilatasi dan kongesti sinusoidal dan infiltrasi sel

mononuklear pada area portal.

Gambaran yang penting untuk infeksi S. typhi adalah adanya infiltrat neutrofil dan pada hewan

coba ditemukan dominasi dari leukosit mononuklear (Santos, 2003).

Metode isolasi Salmonella

Kultur merupakan metode pembiakan bakteri dalam suatu media. Salmonella pada umumnya

tumbuh dalam media peptone ataupun kaldu ayam tanpa tambahan natrium klorida atau

Page 41: Laporan Skenario A Blok 10 2014

suplemen yang lain. Media kultur yang sering digunakan dan sangat baik adalah agar

MacConkey (Brooks, 2005)

Media seperti EMB, MacConkey’s atau medium deoksikholat dapat mendeteksi adanya lactose

non-fermenter dengan cepat. Namun lactose non- fermenter tidak hanya dihasilkan oleh

Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus, Serratia, Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram

negatif lainnya.

Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti agar Salmonella-

shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk pertumbuhan Salmonella dan

Shigella. Untuk mendeteksi S. typhi dengan cepat dapat digunakan medium bismuth sulfit

(Wilson & Blair). S. typhi akan membentuk koloni hitam (black jet) karena bakteri ini

menghasilkan H2S (Dzen, 2003).

Kultur pada Enrichment Medium memerlukan tinja sebagai bahan pemeriksaan yang kemudian

akan ditanamkan pada medium cair selenit F atau tetrathionat. Kedua medium ini meningkatkan

pertumbuhan Salmonella dan cenderung menghambat pertumbuhan flora normal yang berasal

dari usus. Pada medium ini, biakan diinkubasi selama satu sampai dua hari, kemudian ditanam

pada media diferensial dan media selektif (Dzen, 2003).

Metode serologi

Page 42: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya Salmonella dengan tes aglutinasi, yakni reaksi

dengan antibodi atau mendeteksi titer antibodi penderita yang terinfeksi Salmonella. Tes

aglutinasi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni tes aglutinasi pada gelas objek dan tes

aglutinasi dilusi tabung yang disebut juga tes Widal (Dzen, 2003).

Blood culture PCR method

Dalam perkembangan PCR dalam mendeteksi S. typhi, Song telah berhasil menggunakan gen

flagellin (fliC-d) sebagai tanda infeksi S. typhi (Zhou, 2010). Pemeriksaan ini mengungguli

kultur darah yang memakan banyak waktu, ataupun tes Widal yang kurang sensitif dan spesifik.

Reaksi biokimia

S. typhi sedikit mengurai glukosa, maltosa dan mannite, tidak mengurai sukrosa dan laktosa.

Tidak menghasilkan urease, oksidase, maupun indol. Bakteri ini bersifar motil dan hanya

menghasilkan sedikit sitrat (Dzen, 2003).

TSI digunakan untuk melihat apakah bakteri gram negatif mengurai glukosa dan laktosa atau

memfermentasi sukrosa dan membentuk hydrogen sulfit (H2S). Pada media ini S. typhi akan

menunjukkan hasil alkalin-asam (K/A) yang berarti hanya memfermentasi glukosa. Bakteri ini

juga menghasilkan bagian hitam di dasar yang menunjukkan adanya penghasilan H2S (Forbes,

2007).

Gambar Bakteri Salmonella

Page 43: Laporan Skenario A Blok 10 2014

B. Demam tifoid

Etiologi

Demam Typhoid disebabkan oleh Salmonella Typhosa, basil gram negative yang bergerak

dengan bulu getar dan tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu

antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi

(kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap

fagositosis. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen

tersebut.

Menurut Rampengan dan Laurent (1993) penyakit ini di sebabkan oleh tiga spesies utama yaitu

Salmonella typosa (satu serotip), Salmonella Choleraesius (satu serotip), dan Salmonella

Enteretidis (lebih dari 1500 serotip). Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia

maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C maupun oleh antiseptik.

Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. Sumber penularan

berasal dari tinja dan urin karier, dari penderita pada fase akut dan penderita pada fase

penyembuhan. Infeksi ini didapat dengan cara menelan makanan atau minuman yang

terkontaminasi, dan dapat pula dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja,

urin, secret saluran pernafasan atau dengan pus penderita yang terinfeksi (Soegijanto, 2002).

Infectious Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus

Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil,

berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup

sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini

dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan

khlorinisasi.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

Page 44: Laporan Skenario A Blok 10 2014

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini

mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan

terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman.

Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak

tahan terhadap panas dan alkohol.

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman

terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula

pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Patofisiologi

Perjalanan penyakit pada penyakit Demam Typhoid berawal dari masuknya kuman Salmonella

Typhosa ke dalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Menurut Soegijanto (2002), pada fase awal Demam Typhoid biasa di temukan adanya gejala

saluran nafas atas. Ada kemungkinan sebagian kuman ini masuk ke dalam peredaran darah

melalui jaringan limfoid di faring. Pada tahap awal ini penderita juga sering mengeluh nyeri

telan yang di sebabkan karena kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup selaput

putih sampai kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan bakteri, kadang-

kadang tepi lidah tampak hiperemis. Bila terjadi infeksi pada nasofaring melalui saluran eustachi

ke telinga tengah dan hal ini dapat terjadi otitis media.

Di lambung sebagian besar organisme akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang

lolos (hidup). Pengosongan lambung yang bersifat lambat merupakan faktor pelindung terhadap

terjadinya infeksi. Setelah melalui barier asam lambung mikroorganisme sampai di usus halus

dan menemui dua mekanisme pertahanan tubuh yaitu motilitas dan flora normal usus.

Penurunan motilitas usus karena faktor obat- obatan atau faktor anatomis meningkatkan derajat

beratnya penyakit dan timbulnya komplikasi.

Page 45: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Flora normal usus berada di lapisan mukus atau menempel di epitel saluran cerna dan akan

berkompetisi untuk mendapatkan kebutuhan metabolik untuk keperluan pertumbuhan,

memproduksi asam amino rantai pendek serta menurunkan suasana asam serta memproduksi zat

antibakteria seperti colicin.

Di usus halus mikroorganisme ini bersinggungan dengan ujung villi usus halus dan berkembang

biak terlebih dahulu selama beberapa hari. Kemudian melakukan penetrasi endotoksin berupa

molekul polisakarida sebagai patogen usus ke dalam mukosa pada manusia berlangsung di

jejunum. Pada saat ini biakan tinja positif beberapa hari setelah menelan mikroorganisme dan

menjadi negative ketika timbul gejala klinis bakteriemia. Di lamina propia organisme mengalami

fagositosis dan berada di dalam sel mononuclear. Mikroorganisme yang sudah berada di dalam

sel mononuclear ini masuk ke folikel limfoid intestine atau nodus peyer dan mengadakan

multiplikasi. Selanjutnya sel yang sudah terinfeksi berjalan melalui nodus limfe intestinal

regional dan duktus thorasikus menuju system sirkulasi sistemik dan menyebar serta menginfeksi

system retikuloendotelial di hati dan limpa.

Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan

berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama

usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan

hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang

mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi

mudah lelah.

Perubahan pada jaringan limfoid di daerah ileocecal yang timbul selama Demam Thypoid dapat

di bagi menjadi empat tahap, yaitu hiperplasi, nekrosis jaringan, ulserasi, dan penyembuhan.

Adanya perubahan pada nodus peyer tersebut menyebabkan penderita mengalami gejala

intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan perforasi. Perdarahan dapat terjadi apabila

proses nekrosis sudah mengenai lapisan mukosa dan submukosa sehingga terjadi erosi pada

pembuluh darah. Ulkus biasanya menyembuh sendiri tanpa meninggalkan jaringan parut tetapi

ulkus dapat menembus lapisan serosa sehingga terjadi perforasi.

Page 46: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Selain itu dapat terjadi degenerasi sel beberapa organ yaitu ginjal, jantung, dan paru. Ginjal

tampak membengkak, tampak pula pyelonefritis, dan pyelitis. Dapat pula terlibat gambaran

glomerulonefritis dan sindroma nefrotik.

Pathogenesis kelainan neuropsikiatri karena endotoksin beredar dan berikatan dengan struktur

basis kranii menimbulkan enselopati dengan cincin perdarahan, thrombus kapiler, mielitis dan

sindroma guillian barre. Gangguan mental dapat terjadi di sebabkan karena sumbatan fibrin pada

pembuluh darah otak (DIC).

Anemia dapat terjadi pada penderita disebabkan antara lain karena pengaruh berbagai sitokin dan

mediator sehingga terjadi depresi sum-sum tulang dan penghentian tahap pematangan eritrosit

maupun kerusakan langsung pada eritrosit yang tampak sebagai hemolisis ringan. Selain itu

anemia bisa di sebabkan karena perdarahan usus. Pengaruh depresi sum-sum tulang yang lain

adalah leukopeni dan trombositopeni.

Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu

pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.23

Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat

atau mencegah orang yang sehaent mjadi sakit.

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain

Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :

a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum

selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita

hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.

b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine

(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenolpreserved).

c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara

intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui,

sedang demam dan anak umur 2 tahun.

Page 47: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan

mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :

a. Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam

tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis

klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari

tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.

b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman

Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90%

penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun

drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun

demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada

minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85%

dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat

ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan

kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.

c. Diagnosis serologik

Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin

yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada

orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin

demam tifoid.

Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi

yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.

Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya

untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis

sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada

Page 48: Laporan Skenario A Blok 10 2014

pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin

empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :

a. Titer O yang tinggi ( >160) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah

menderita infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi.

Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola

hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam

tifoid.

Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca

penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.

C. Demam

DEMAM

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan

dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-

37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral

temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C. Istilah lain yang berhubungan dengan

demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C

yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien

dengan perdarahan sistem saraf pusat.

Etiologi Demam

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi

bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada

umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis,

Page 49: Laporan Skenario A Blok 10 2014

appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis,

selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya

menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam

chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya

menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit

yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis.

Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor

lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll),

penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit

Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,

difenilhidantoin, dan antihistamin). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai

akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal lain yang juga berperan

sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti

perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.

Tipe Demam

Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain:

Tipe-tipe demam Jenis demam Penjelasan

Demam Septik Pada demam ini, suhu badan

berangsur naik ke tingkat yang

tinggi sekali pada malam hari dan

turun kembali ke tingkat di atas

normal pada pagi hari.

Demam hektik Pada demam ini, suhu badan

berangsur naik ke tingkat yang

tinggi sekali pada malam hari dan

turun kembali ke tingkat yang

normal pada pagi hari

Demam Remiten Pada demam ini, suhu badan dapat

Page 50: Laporan Skenario A Blok 10 2014

turun setiap hari tetapi tidak

pernah mencapai suhu normal

Demam Intermiten Pada demam ini, suhu badan turun

ke tingkat yang normal selama

beberapa jam dalam satu hari.

Demam Kontinyu Pada demam ini, terdapat variasi

suhu sepanjang hari yang tidak

berbeda lebih dari satu derajat.

Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan suhu

badan selama beberapa hari yang

diikuti oleh periode bebas demam

untuk beberapa hari yang

kemudian diikuti oleh kenaikan

suhu seperti semula

.

Patofisiologi Demam

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat

yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen

yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme

seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah

endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen

adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh

dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini

pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat

mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi.

Page 51: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan

neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel

darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1,

IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium

hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan

meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan

menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu

mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit

dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi

panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh

naik ke patokan yang baru tersebut. Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase

demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan

suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot

yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan

menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas

dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase

kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah

dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna

kemerahan.

Page 52: Laporan Skenario A Blok 10 2014

D. Pemeriksaan umum dan spesifik

Pemeriksaan Keadaan Umum Pasien

Keadaan umum menunjukkan kondisi pasien secara umum akibat penyakit atau keadaan yang

dirasakan pasien.

Dilihat secara langsung oleh pemeriksa dan dilakukan penilaian. Yang dapat dilakukan saat

kontak pertama, saat wawancara atau selama melakukan pemeriksaan yang lain.

Hal – hal yang perlu dikaji dan dicatat :

1. Penampilan umum :

lemah, sakit akut/kronis.

Tanda distress : merintih, berkeringat, gemetar

warna kulit : pucat, sianosis, icterus

Ekspresi wajah : Tegang, rileks, takut, cemas

2. TB dan BB

3. TTV

4. Tingkat Kesadaran

Secara Kwantitas:

Komposmetis, Apatis, Somnolen, Delirium, Stupor, Supor-koma, Koma

Secara kwantitas Memakai nilai GCS ( Glasgow Coma Scale ) dinilai berdasarkan 3 respon

pasien :

1. Respon membuka mata

2. Respon verbal

3. Respon motorik

Cara Penulisan : GCS = MVK = 456

1. Respon membuka mata  ( nilai 1-4 )

Cara :

Dekati pasien dan perhatikan respon membuka mata pasien dan beri stimula si perintah

dan nyeri pada pemeriksaan berikutnya:

Page 53: Laporan Skenario A Blok 10 2014

4 = membuka spontan

3 = dengan perintah

2 = dengan rangsangan nyeri

1 = dengan nangsangan nyeri tidak membuka mata

2. Respon verbal ( nilai 1-5 )

Cara:

Tanyakan kepada pasien dengan pertanyaan mudah dan sederhana :

5  orientasi baik ( sesuai pertanyaan dan kalimat baik )

4  tidak sesuai dengan pertanyaan, struktur kalimat baik

3  struktur kalimat kacau

2  hanya bersuara

1  tidak bersuara

3. Respon motorik ( nilai 1 – 6 )

Cara :

Perintahkan pasien untuk menggerakkan tangan dan beri stimulasi nyeri pada

pemeriksaan berikutnya :

6  dapat menggerakkan  tangan sesuai perintah

5  Melokalisir dengan stimulasi

4  Menghindar/ menolak / meronta dengan stimulasi

3  Fleksi dengan stimulasi

2  Ekstensi dengan stimulasi

1  Tidak ada respon

VITAL SIGN

•         Tekanan Darah

Dengan mengunakan spignomanometer

Korokrof 1 à systolik

Korokrof 4 à dyastolik

Normal 100-140/70-90 mmHg

Page 54: Laporan Skenario A Blok 10 2014

•         Nadi / HR

Dilakukan dengan meraba nadi : Radialis, brachialis, karotis, maleolus lateraris, dorsalis

pedis.

Hal yang diperhatikan : Frekwensi, kuat lemah, Irama.

Normal 60 – 100 X/mnt

•         RR

–     Dengan cara menghitung gerak napas selama 1 menit

–     Hal yang perlu diperhatikan : Frekwensi, irama dan kedalaman.

–     Normal 16 – 24 X/mnt

•         SUHU

–     Dengan menggunakan termometer

–     Tempat pengukuran : axila, rectar, oral

– Normal 36,5 – 37,5 derajat C

Pemeriksaan Keadaan Spesifik Pasien

Pemeriksaan Kepala

Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi.

Mulut

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, mencium bau nafas, dan dengan bantuan alat

(spatula lidah)

Bibir : bibir pecah-pecah, retakkan (Rhagaden)

Lidah : diperiksa apakah berselaput ( demam tifoid), bergetar

(tremor), basah atau kering (dehidrasi)

Pemeriksaan Thorax (Paru dan Jantung)

Pemeriksaan Thorax saat pasien duduk

Inspeksi

o melihat bentuk dada anterior dan posterior

o melihat ada tidaknya deviasi

o melihat ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada

Palpasi

Page 55: Laporan Skenario A Blok 10 2014

NOTE : Mulai dari palpasi hingga auskultasi, Posisi kedua skapula harus dalam

keadaan terbuka untuk memperluas lapang pemeriksaan. *minta pasien untuk

meletakkan kedua tangannya pada bahu

o membandingkan gerakan dada posterior kanan - kiri

o merasakan fremitus taktil suara dengan cara meminta pasien

mengucapkan "tujuh - tujuh"

Posisi kedua tangan pada pemeriksaan dada posterior

Perkusi

Tujuan dari perkusi adalah berusaha menangkap getaran suara yang dihasilkan dari

phalange (tulang jari). ada beberapa jenis suara yang mungkin dihasilkan dari perkusi

Page 56: Laporan Skenario A Blok 10 2014

NOTE : Jurnal Kedokteran di Indonesia menggunakan istilah dull sebagai "pekak",

karena itu pekak hati bukan di terjemahkan menjadi liver flatness melainkan liver

dullness.

Prosedur perkusi

o Tempatkan jari pleksimeter pada dinding dada yang akan diperiksa untuk

menghasilkan bunyi perkusi yang lebih keras, tekan jari dengan kuat. Cara ini

lebih baik daripada melakukan pengetukan lebih keras

o pada tangan lainnya, lakukan pengetukan tanpa pergerakan siku(lakukan

pengetukan dengan cepat dan seperti refleks)

o pengetukan dilakukan di bagian paling ujung (pada gambar), kemudian pindahkan

jari dengan cepat agar getaran tidak teredam.

Pemeriksaan :

Page 57: Laporan Skenario A Blok 10 2014

NOTE (secara normal : orang Indonesia batas bawah pulmo dextra posterior terletak

sejajar dengan processus spinosus thoracal IX atau thoracal X, batas bawah pulmo

sinistra posterior terletak sejajar dengan processus spinosus thoracal VIII atau IX)

Auskultasi

Auskultasi dinding dada posterior kurang kuat terdengar dibandingkan auskultasi

anterior. (kecuali di triangle of auscultation) walau begitu biasanya, pemeriksaan ini

tetap dilakukan oleh para dokter muda.

Posisi steshoscope sewaktu auscultasi adalah sama seperti pada palpasi fremitus suara

Pemeriksaan yang dilakukan sewaktu pasien berbaring

Ada dua jenis pemeriksaan yang dilakukan sewaktu pasien berbaring, yaitu :

o Pemeriksaan Paru anterior

o Pemeriksaan Jantung

1. Pemeriksaan Paru Anterior

Inspeksi

Membandingkan bunyi perkusi paru kanan dan

kiri secara berurutan

Menentukan batas bawah paru

Page 58: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Melihat keadaan sela iga sewaktu bernafas (secara normal : sela iga akan ekspansi

atau meregang saat inspirasi dan kembali ke posisi semula sewaktu ekspirasi)

Palpasi

o membandngkan gerakan dinding dada sewaktu bernafas

o merasakan getaran fremitus suara

Posisi kedua tangan sewaktu palpasi thorax anterior

Perkusi

o membandingkan bunyi perkusi paru kanan - kiri anterior secara berurutan

o menentukan batas paru – hepar

Perkusi dilakukan di sepanjang garis midklavikula dextra. Batas paru hepar

ditentukan setelah terjadi perubahan suara dari sonor ke pekak.

Page 59: Laporan Skenario A Blok 10 2014

o menentukan batas paru – lambung

Perkusi dilakukan di sepanjang garis axilla anterior sinistra. Batas paru - lambung

ditentukan setelah terjadi perubahan suara dari sonor ke timpani. (secara normal :

batas paru - lambung orang Indonesia berada di Intercostae VII atau intercostae

VIII).

o menentukan batas peranjakan paru

Perkusi dilakukan di batas paru - hepar. setelah pasien diminta untuk menahan

nafas, batas paru- hepar yang semula berbunyi perkusi "pekak" akan berganti

menjadi "sonor". Perkusi dilanjutkan sampai ditemukan batas paru - hepar yang

baru, kemudian tentukan seberapa besar batas peranjakan paru. (secara normal :

batas peranjakan paru adalah 2 cm atau sebesar 2 jari orang dewasa).

Auskultasi

Membandingkan bunyi nafas dasar paru anterior dan bronkial pada pasien

Page 60: Laporan Skenario A Blok 10 2014

2. Pemeriksaan Jantung

Inspeksi

o Melihat ada tidaknya bendungan vena pada dinding dada

o Melihat pulsasi iktus cordis

Palpasi

o Mencari pulsasi iktus cordis (secara normal : iktus cordis terletak di garis

midklavikula sinistra Intercostae V)

o Denyut jantung dapat dihitung pada iktus cordis (walaupun cara ini tidak lazim

dilakukan)

Perkusi

o Menentukan batas kanan jantung

Batas kanan jantung ditentukan setelah batas paru hepar ditemukan

o Menentukan batas kiri jantung

Batas kiri jantung ditentukan setelah batas paru - lambung ditemukan

Auskultasi

Mendengarkan bunyi jantung I (saat katup mitral dan trikuspidal menutup) dan bunyi

jantung 2 (saat katup aorta dan pulmonal menutup) pada masing - masing katup jantung.

Pemeriksaan Fisik Pada Ekstremitas

Page 61: Laporan Skenario A Blok 10 2014

1. Ekstermitas

a) Ekstermitas atas

Inspeksi, bagaimana pergerakan tangan,dan kekuatan otot

Palpasi, apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan

Motorik, untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan tonus

kekuatan otot,dan tes keseimbangan.

Reflex, memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps

Sensorik, apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan,temperature, rasa,gerak

dan tekanan.

b) Ekstremitas bawah

Inspeksi : bagaimana pergerakan kaki,dan kekuatan otot

Palpasi : apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan

Motorik : untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaantonus

kekuatan otot,dan tes keseimbangan.

Reflex : memulai reflex fisiologi seperti biceps dan triceps

Sensorik : apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan,temperature,rasa ,gerak

dan tekanan.

Pemeriksaan Refleks

Repleks biasanya tidak terlalu singkat terjadinya pada klien yang lebih dewasa. Respon

repleks pada ekstremitas bawah berkurang sebelum ekstremitas-ekstremitas atas

terpengaruh (Seidel et al., 1991).

Menimbulkan reaksi repleks memungkinkan perawat untuk mengkaji integritas jalur-jalur

sensori dan gerak dari lengkung repleks dan segmen batang spinal spesifik. Pengujian

refleks tidak berarti menentukan pungsi saraf pusat.

Saat otot dan tendon di regangkan selama pengujian refleks, implus-implus saraf

merambat sepanjang jalur saraf aferen ke bagian dorsal segmen batang spinal. Implus-

implus bergerak ke saraf motor eferen dalam batang spinal. Kemudian sebuah saraf

motor mengirim implus kembali ke otot dan menyebabkan respon refleks terjadi.

Page 62: Laporan Skenario A Blok 10 2014

2.1. Pemeriksaan Refleks Otot Biseps

1. Posisi pasien tidur terlentang dan siku kanan yang akan diperiksa, diletakan diatas

perut dalam posisi fleksi 60 derajat dan rileks.

2. Pemeriksa berdiri dan menghadap pada sisi kanan pasien.

3. Carilah tendon biseps dengan meraba fossa kubiti, maka akan teraba keras bila siku

difleksikan.

4. Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot biseps.

5. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan, diatas jari

telunjuk kiri pemeriksa.

6. Terlihat gerakan fleksi pada siku akibat kontraksi otot biseps dan terasa tarikan

tendon otot biseps dibawah telunjuk pemeriksa.

2.2. Pemeriksaan Refleks Otot Triseps

1. Posisi pasien tidur terlentang.

2. Bila siku tangan kanan yang akan diperiksa, maka diletakan diatas perut dalam posisi

fleksi 90 derajat dan rileks.

3. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien.

4. Carilah tendon triseps 5 cm diatas siku ( proksimal ujung olecranon ).

5. Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot triseps.

6. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas jari

telunjuk kiri pemeriksa.

7. Terlihat gerakan ektensi pada siku akibat kontraksi otot triseps dan terasa tarikan

tendon otot triseps dibawah telunjuk pemeriksa.

2.3. Pemeriksaan Refleks Tendon Patela

1. Posisi pasien tidur terlentang atau duduk.

2. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien.

3. Bila posisi pasien tidur terlentang, lutut pasien fleksi 60 derajat dan bila duduk lutut

fleksi 90 derajat.

4. Tangan kiri pemeriksa menahan pada fossa poplitea.

Page 63: Laporan Skenario A Blok 10 2014

5. Carilah 2 cekungan pada lutut dibawah patela inferolateral/ inferomedial, diantara 2

cekungan tersebut terdapat tendon patela yang terasa keras dan tegang.

6. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas tendon

patella.

7. Terlihat gerakan ektensi pada lutut akibat kontraksi otot quadriseps femoris.

2.4. Pemeriksaan Refleks Tendon Achiles

1. Pasien tidur terlentang atau duduk.

2. Bila pasien tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk pemeriksa

jongkok disisi kiri pasien.

3. Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan diatas kaki

berlawanan, bila pasien duduk kaki menggelantung bebas.

4. Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa memegang/ menahan kaki

pasien.

5. Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa keras dan makin

tegang bila posisi kaki dorsofleksi.

6. Ayunkan reflek hammer diatas tendon achiles.

7. Terasa gerakan plantar fleksi kaki yang mendorong tangan kiri pemeriksa dan tampak

kontraksi otot gastrocnemius.

E. Pemeriksaan Laboratorium

Data Doni Normal Interpretasi

Hemoglobin 12,5 gr% L: 13,5-18,0

P: 12-16

Defisiensi

Menunjukkan adanya suatu masalah pada pembentukan eritrosit atau hemoglobin, dalam kasus ini kemungkinan telah terjadi infeksi di limpa sehingga pembentukan eritrosit terganggu.

Kerusakan langsung pada eritrosit

Page 64: Laporan Skenario A Blok 10 2014

(hemolisis ringan).

Pendarahan pada usus halus.

Leukosit 4800/mm3 4500-10.000/mm3 Normal

Hematokrit 37% laki-laki : 40-52%Perempuan : 38-48%

Kurang dari normal

Menunjukkan adanya penurunan hemoglobin sehinggan hematokrit juga menurun

Laju Endap Darah 8mm/jam 1-10mm/jam Normal

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan leukosit

Pada demam Thypoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif. Lekositosis dapat terjadi

pada kasus berat atau komplikasi.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat dan dapat kembali normal setelah sembuhnya demam

thypoid.

3. Biakan darah

Biakan darah positif memastikan demam thypoid, tetapi biakan darah yang negatif tidak

menutup kemungkinan demam thypoid, hal ini karena biakan darah tergantung beberapa

faktor :

a. Teknik pemeriksaan laboratorium

Jumlah kuman yang berada dalam biakan darah sedikit yaitu kurang dari 10 kuman/ml

darah. Pada pasien dewasa biasanya diambil 5-10 ml darah dana anak-anak 2-5 ml. Bila

darah biakan terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif terutama pada orang yang sudah

mendapat pengobatan spesifik. Dana pada saat pengambilan maka harus segera ditanam

pada media biakan dan harus segera dikirim. Waktu pengambilan darah paling baik adalah

saat demam tinggi pada waktu bakterimia berlangsung.

Page 65: Laporan Skenario A Blok 10 2014

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit Biakan darah terhadap salmonella typhi

positif pada minggu pertama dn berkurang pada minggu berikutnya. Pada saat kambuh

bisa positif lagi.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi trend demam thypoid di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah

pasien dan antibodi ini dapat menekan bakterimia sehingga biakan darah bisa negative.

d. Pengobatan dengan obat antimikroba

Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah dapat obat antimikroba maka pertumbuhan

kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin bisa negatif.

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan

mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode

untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu

a.Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam

tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis

klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari

tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.

b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman

Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90%

penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun

drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun

demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada

minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85%

dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat

Page 66: Laporan Skenario A Blok 10 2014

ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan

kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.

c.Diagnosis serologik

Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang

spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang

yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam

tifoid.

Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan

dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.

Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya

untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis

sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada

pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin

empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :

a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai

dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi

yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.

b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi

Page 67: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara

teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering

dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double

antibody sandwich ELISA.

Page 68: Laporan Skenario A Blok 10 2014

DAFTAR PUSTAKA

Dwijaya, A 2012, Demam,Universitas Sumatera Utara, dilihat 26 Agustus 2014,

<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf>

Anonim 2013, Typhoid fever is a condition in which there is typically fever and marked

abdominal symptoms consisting of ulceration of the bowels, Diagnose Me, dilihat pada 27

Agustus 2014, <http://www.diagnose-me.com/symptoms-of/typhoid-fever.html>

Anonim 2013, Gejala Awal Penyakit Tifus, Sakit Tifus, dilihat pada 27 Agustus 2014

<sakittifus.com>

Brusch, John L 2014, Typhoid Fever, Medscape, dilihat pada 27 Agustus 2014

<http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview>

Beller, Cheryl A 2013, Reasons for a Coated Tongue, eHow, dilihat pada 27 Agustus 2014 <

http://www.ehow.com/list_7301099_reasons-coated-tongue.html>

Price, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed.6 vol.1. EGC: Jakarta

Markum, H.M.S. 2011. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Interna publishing

Karsinah, H.M, Lucky. Suharto. H.W, Mardiastuti. 1994. Batang negative gram dalam staf

pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi, Jakarta: Binarupa Aksara

D.S, Kenneth. A.M, Stephen. 2011. Rangkuman kasus klinik Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi.

Jakarta: karisma publishing group

Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2003. Pathophysiology : clinical concepts of disease

processes. 6th ed. Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V Jilid III.

Jakarta: Interna Publishing

Anto, L. 2010. Demam Tifoid. http://milissehat.web.id/?p=42. Diunduh pada tanggal 26 Agustus

2014.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Ed 3. Jakarta: InternaPublishing.

Page 69: Laporan Skenario A Blok 10 2014

Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting. Fever:

Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36

Zainal, Amalia Purnamasari. 2012. ETNOFARMAKOLOGi. Fakultas Farmasi Univeritas

Indonesia.

dr. Eddy Karta, SpKK, Joan Liebmann-Smith, Ph.D. dan Jacqueline Nardi Egan.

Faiz, Omar, dkk. 2004. At a Glance Anatomi. Erlangga: Jakarta

Gibson, John. 1981. Modern Physiology and Anatomy for Nurses. Blackwell Science Limited:

Oxford

Jawetz, dkk; Alih bahasa, Aryandhito Widhi [et. al]; editor edisi bahasa Indonesia, Adisti

Adityaputri [et al].2012. Mikrobiologi Kedokteran-Ed. 25. Jakarta: EGC.

Dwijaya, A. 2012. Demam. [online] Tersedia:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf

2012. Demam Tifoid. [online] Tersedia: http://indonesianbacktrack.or.id/forum/printthread.php?

tid=2307

Dinar, Agatha. 2009. Demam Tifoid, Diagnosis Mual dan Muntah serta Demam terkait Penyakit

Tropis dan Infeksi. [online]

Raflizar. Herawati, Maria Holly. 2010. Association of Determinant Factors with Prevalence of

Typhoid in Java Ocean. [online]

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/download/1600/pdf