skenario blok uronefrologi

42
Skenario Seorang anak laki-laki, umur 12 tahun, datang ke Puskesmas dengan bengkak pada wajah dan perut. Keadaan ini dialami sejak 3 minggu yang lalu, dan saat ini semakin bertambah. Tidak ada demam dan tanda infeksi lain. Kalimat/kata kunci Anak laki-laki 12 tahun Bengkak pada wajah dan perut Sejak 3 minggu yang lalu Semakin bertambah/berat Tidak ada demam dan tanda infeksi yang lain Pertanyaan-Pertanyaan Penting 1. Bagaimana anatomi,histologi, dan fisiologi dari ginjal? 2. Bagaimana patofisiologi dari bengkak? 3. Mengapa terjadi pada wajah dan perut? 4. Mengapa gejala tersebut semakin bertambah/berat? 5. Kenapa tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi? 6. Jenis pemeriksaan apa yang dilakukan saat pasien datang pertama kali? 7. Differential Diagnosis?

Upload: diyan110

Post on 13-Aug-2015

296 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario blok uronefrologi

Skenario

Seorang anak laki-laki, umur 12 tahun, datang ke Puskesmas dengan bengkak pada

wajah dan perut. Keadaan ini dialami sejak 3 minggu yang lalu, dan saat ini semakin

bertambah. Tidak ada demam dan tanda infeksi lain.

Kalimat/kata kunci

• Anak laki-laki 12 tahun

• Bengkak pada wajah dan perut

• Sejak 3 minggu yang lalu

• Semakin bertambah/berat

• Tidak ada demam dan tanda infeksi yang lain

Pertanyaan-Pertanyaan Penting

1. Bagaimana anatomi,histologi, dan fisiologi dari ginjal?

2. Bagaimana patofisiologi dari bengkak?

3. Mengapa terjadi pada wajah dan perut?

4. Mengapa gejala tersebut semakin bertambah/berat?

5. Kenapa tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi?

6. Jenis pemeriksaan apa yang dilakukan saat pasien datang pertama kali?

7. Differential Diagnosis?

Page 2: Skenario blok uronefrologi

Jawaban

1. Anatomi, histologi, dan fisiologi dari ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai

bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah

dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk

urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan

penyakitnya disebut nefrologi.

Letak

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di

belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan

dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di

bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal

(juga disebut kelenjar suprarenal).

Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di

belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar

vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk

memberi tempat untuk hati.

Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua

ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang

membantu meredam goncangan.

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5

cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan

lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus

yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter.

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla.

Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula

dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus

oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula. Unit fungsional dasar dari ginjal

adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal

manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama

Page 3: Skenario blok uronefrologi

elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan

molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.

Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus

dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron

terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi)

yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung

gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman.

Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari

glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring

melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman

karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan

akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal

lewat arteri eferen. Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam

kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:

1. kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus

2. lapisan kaya protein sebagai membran dasar

3. selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)

Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati

ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam

bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun

molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam

filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2

liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan

glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal.

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan

filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian

selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.

Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di

awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan

arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak

mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk

menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air

Page 4: Skenario blok uronefrologi

(97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui

osmosis. Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang

terdiri dari:

tubulus penghubung

tubulus kolektivus kortikal

tubulus kloektivus medularis

Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus

juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular

adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin Cairan menjadi makin kental di

sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke

kandung kemih melewati ureter.

Fisiologi Ginjal

Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan

keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan

tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh;

mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin danamoniak”.

Tiga tahap pembentukan urine :

1)Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler

tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein

plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti

elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal

Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar

seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula

bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).

Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari

perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s,

tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan

ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan

osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan

koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

Page 5: Skenario blok uronefrologi

2)Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan

air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi

zat-zat yang sudah difiltrasi.

3)Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui

tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah

dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh

termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.

2. Bagaimana patofisiologi dari bengkak

Ada lima mekanisme yang berhubungan secara umum : penurunan tekanan osmotic

koloid, peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler,

obstrukso limfatik, dan kelebihan natrium dan air tubuh. Beberapa bentuk edema

diakibatkan oleh lebih dari satu mekanisme.

Penurunan tekanan osmotic koloid. Bila protein plasma di dalam darah menipis,

kekuatan ke dalam menurun, yang memungkinkan gerakan ke dalam jaringan. Ini

menimbulkan akumulasi cairan dalam jaringan dengan penurunan volume plasma

sentral. Ginjal berespons terhadap penurunan volume sirkulasi melalui aktivasi system

aldosteron-renin-angiotensin, yang mengakibatkan reabsorbsi tambahan terhadap

natrium dan air. Volume intravaskuler meningkat sementara. Namun, karena defidit

protein plasma belum diperbaiki, penurunan tekanan osmotic koloid tetap rendah dalam

proporsi terhadap tekanan hidrostatik kapiler. Akibatnya cairan intravaskuler bergerak

kedalam jaringan, memperburuk edema dan status sirkulasi.

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Penyebab paling umum dari peningkatan

tekanan kapiler adalah gagal jantung kongestif dimana peningkatan tekanan vena

sistemik dikombinasi dengan peningkatan volume darah. Manifestasi ini adalah

karakteristik untuk gagal ventrikel kanan, atau gagal jantung kanan. Bila tekanan ini

melebihi 30mmHg terjadi edema paru. Penyebab lain dari peningkatan tekanan

hidrostatik adalah gagal ginjal dengan peningkatan volume darah total, peningkatan

kekuatan gravitasi akibat dari berdiri lama, kerusakan sirkulasi vena, dan obstruksi hati.

Page 6: Skenario blok uronefrologi

Obstruksi vena biasanya menimbulkan edema local daripada edema umum karena hanya

satu vena atau kelompok vena yang terkena.

Peningkatan permeabilitas kapiler. Kerusakan langsunga pada pembuluh darah, seperti

pada trauma luka bakar, dapat meyebabkan peningkatan permeabilitas hubungan

endothelium. Edema local dapat terjadi pada  respons terhadap allergen, seperti sengatan

lebah. Pada individu tertentu, allergen ini dapat mencetuskan respons anafilaktik dengan

edema luas yang ditimbulkan oleh reaksi tipe histamine. Inflamasi menyebabkan

hyperemia dan vasodilatasi, yang menyebabkan akumulasi cairan, protein, dan sel pada

area yang sakit. Ini mengakibatkan pembengkakan edema (eksudasi) area yang terkait.

Obstruksi limfatik. Penyebab paling umum dari obstruksi limfatik adalah pengangkatan

limfonodus dan pembuluh darah melalui pembedahan untuk mencegah penyebaran

keganasan. Terapi radiasi, trauma, metastasis keganasan, dan inflamasi dapat juga

menimbulkan obstruksi luas pada pembuluh darah. Obstruksi limfatik menimbulkan

retensi kelebihan cairan dan protein plasma dalam cairan interstisial. Pada saat protein

mengumpul dalam ruang interstisial, lebih banyak air bergerak ke dalam area. Edema

biasanya lokal.

Kelebihan air tubuh dan natrium. Pada gagal jantung kongestif, curah jantung menurun

pada saat kekuatan kontraksi menurun. Untuk mengkompensasi, peningkatan jumlah

aldosteron menyebabkan reytensi natrium dan air. Volume plasma meningkat, begitu

juga tekanan kapiler intervaskular vena. Jantung yang gagal ini tidak mampu memompa

peningkatan aliran balik vena ini, dan cairan dipaksa masuk ke dalam interstisial.

Dari skenario diatas bengkak yang dialami anaka tersebut akibat dari peningkatan

tekanan onkotik koloid.Hal ini dikarenakan akibat reaksi antigen antibody pada

glomerulus menyebabkan permeabilitas MBG meningkat dan setelah itu terjadilah

proteinuria. Karena terjadi proteinuria maka dalam darah terjadi kekurangan protein

(hipoproteinemia) akibat terjadinya hipoproteinemia maka tekanan koloid plasma

menurun sehingga terjadi ekstravasasi. Akibat dari ekstravasasi tersebut maka volume

plasma dan CO menurun. Dan di kelenjar suprarenal mengakibatkan mineralokortikoid

meningkat dan produksi aldosteron meningkat. Dan ADH meningkat sehingga

mengakibatkan terjadi retensi Na dan air. Dan terjadilah edema.

Page 7: Skenario blok uronefrologi

Edema juga terjadi karena penurunan GFR yang terjadi akibat dari reaksi antigen

antibody.

3. Mengapa bengkak yang dialami hanya pada wajah dan perut?

Terjadi pada wajah dan perut karena distribusi edema tergantung pada 2 faktor yaitu

gravitasi & tahanan jaringan lokal. Itu sebabnya edema pada muka sangat menonjol

waktu bangun pagi oleh karena adanya jaringan ikat longgar pada daerah tersebut dan

adanya gaya gravitasi dimana cairan akan menempati daerah yang rendah dan pada perut

karena banyaknya rongga-rongga pada perut dan juga karena rendahnya tekanan di

daerah perut sehingga cairan dapat memasuki bagian perut.

4. Mengapa semakin hari edemanya semakin bertambah besar?

Jawab:

Karena aliran darah ke ginjal terus menerus ada, maka proses filtrasi dalam glomerulus

terus menerus berlangsung. Jika proses filtrasi ini terus menerus terjadi maka protein

dalam darah akan terus menerus di saring dan keluar dalam urin. Sehingga konsentrasi

protein dalam tubuh akan terus berkurang dan akan mengakibatkan ekstravasasi cairan

plasma ke ruang intertitial akan semakin bertambah dan akan semakin menambah

besarnya edema.

5. Mangapa tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi?

Jawab:

Tidak adanya demam dan tanda-tanda infeksi hal yang dapat terjadi kemungkinan pasien

sebelum dibawa kerumah sakit sudah pernah mengkonsumsi obat sebelumnya sehingga

ketika pasien dibawa ke rumah sakit tidak dalam keadaan demam.

6. Jenis pemeriksaan apa yang dilakukan saat pasien datang pertama kali :

Langkah diagnostik pada pasien

1. Anamnesis

• Riwayat penyakit sekarang : tidak terdapat tanda – tanda infeksi

• Riwayat penyakit terdahulu : riwayat 1-2 minggu sebelumnya à malaria ?

faringitis ? tonsilitis ? ISPA ? Piodermi ?

• Kebiasaan makan : intake protein ? alergi ? diet garam ?

Page 8: Skenario blok uronefrologi

2. Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi :

edema (pitting nail ?, lokasi ?), anemia/ikterus (diduga terjadi hemolisis RBC

à proteinuria fisiologis)

Sklera : melihat Status Gizi (mata cekung? Sembab ?)

• Palpasi :

Edema, asites sesuai dengan letak yang diduga

• Perkusi :

Melakukan perkusi untuk memastikan adanya asites à Shifting Dullness,

Puddle Sign, Blumberg Sign

3. Pemeriksaan Penunjang

• Patologi Klinik : Urinalisis à Kadar Protein

Tes Fungsi Ginjal

Kadar Kreatinin

• Radiologi : BNO

7. Differential Diagnostic

Syndrome nefrotik

Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,

merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,

hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria

masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari

atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl.

Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri,

bahkan kadang-kadang azotemia.1

Epidemiologi

Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-

85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-

laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak

nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan

laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun

sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. 1,2

Page 9: Skenario blok uronefrologi

Etiologi

Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto

imun. Jadi merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi

menjadi 2 golongan, yaitu :1,2,4

1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom

nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan

pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering

dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom

nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak

anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif

autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan.

Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa

neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien

meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan

menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in

Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan

mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan

mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan

klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan

terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases

in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).

Tabel  1.  Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer3

            Kelainan minimal (KM)

            Glomerulosklerosis (GS)

                        Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

                        Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

            Glomerulonefritis kresentik (GNK)

            Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

Page 10: Skenario blok uronefrologi

                        GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

                        GNMP tipe II dengan deposit intramembran

                        GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

            Glomerulopati membranosa (GM)

            Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom

nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan

minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda

dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan

minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di

Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom

nefrotik primer yang dibiopsi.

2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik

atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.

Penyebab yang sering dijumpai adalah :

a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom

Alport, miksedema.

b.  Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,

AIDS.

c.  Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun

serangga, bisa ular.

d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura

Henoch-Schönlein, sarkoidosis.

e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Patofisiologi

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom

nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori

Page 11: Skenario blok uronefrologi

yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di

sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif

tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar

kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari  proteinuria yang

hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan

turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma

ke ruang interstitial.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh

penurunan aktivitas degradasi lemak  karena hilangnya -glikoprotein sebagai

perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan

ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma

intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding

kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.

Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya

retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha

kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal.

Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian

menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya  mempercepat ekstravasasi

cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang  memicu

rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan

air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah.

Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill.3 Dalam teori ini dijelaskan bahwa

peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.

Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut.

Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma

dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep

baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi

karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer.

Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan

ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam

Page 12: Skenario blok uronefrologi

kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan  volume plasma yang

meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron  rendah sebagai akibat

hipervolemia.

Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang

dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill  berlangsung bersamaan

atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit

glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3

Mekanisme hipoalbuminemia secara jelas dapat pada Sindrom nefrotik adalah

sebagai berikut :

Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan

ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000.

Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah

protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk

meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein

dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).

Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat

hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini mungkin

disebabkan beberapa factor :

a. kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus (protein

losing enteropathy)

b. Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan menurun

dan mual-mual

c. Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal

Gejala Klinis

Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang

tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara

lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab

sering bersifat intermiten;  biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang

mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau

labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).

Page 13: Skenario blok uronefrologi

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka

pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas

bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan

(pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan

mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM

dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena

proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.

Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian

International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien

SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur. Tanda

utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50

mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya

mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.

Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5

g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,

berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL

meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-

3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun

tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.

Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi

pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.

Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada

pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut

berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan

kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat

normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan

ekogenisitas yang normal.

Penegakkan diagnosis

Page 14: Skenario blok uronefrologi

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

I. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, 

perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang

berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna

kemerahan.

II. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua

kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-

kadang  ditemukan hipertensi

III.Pemeriksaan penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai

hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),

hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio

albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya  normal

kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20

eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sclerosis glomerulus

fokal).

Komplikasi

Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia

Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas

Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptokokus,

Stafilokokus

Hambatan pertumbuhan

Gagal ginjal akut atau kronik

Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan emosi

dan perilaku’

Penatalaksanaan

Page 15: Skenario blok uronefrologi

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-

gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10%

kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari

PROTOKOL PENGOBATAN

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk

memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis

maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan

sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4

minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

A. Sindrom nefrotik serangan pertama

1. Perbaiki keadaan umum penderita

a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian

gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan

fungsi ginjal. Batasi asupan natrium sampai ± 1 gram/hari, secara praktis dengan

menggunakan garam secukupnya dalam makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3

gram/kgBB/hari.

b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau

albumin konsentrat

c. Berantas infeksi

d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi

e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.

Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. biasanya

furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons

pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50

mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan hipokalemia,

alkalosis metabolic, atau kehilangan cairan intravascular berat Jika ada hipertensi,

dapat ditambahkan obat antihipertensi.

2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan,

prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi

pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu  14 hari

Page 16: Skenario blok uronefrologi

B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan

2. Perbaiki keadaan umum penderita

GNAPS

Definisi

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi

sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang

menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas.

Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering

infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-

kutan, pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaan

serologis, glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satu contoh

dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik sindroma nefritik akut

dengan awitan grosshematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal akut. Walaupun

penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan  kesembuhan yang sempurna, pada sebagian kecil

kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan pemantauan.

Pembagian Klinik Glomerulonefritis Berdasarkan Perjalanan Penyakit

1. Kongenital atau herediter

Sindrom Alport, Sindrom Nekrotik Congenital (tipe finlandia), Hematuria Familial,

Sindrom Nail Patella.

2. Didapat

a. Primer atau Idiopatik

Penyakit Kelainan Minimal

Glomerulonefritis Proliferatif Mesangial

Glomerulonefritis Fokal Segmental

Glomerulonefritis Membranoproliferatif Tipe I, II, III

Glomerulopati Membranosa, Nefropati IgA

Glomerulonefritis Progresif cepat

Glomerulonefritis Proliferatif Difus

Glomerulonefritis Kronik yang lain (tak terklasifikasi)

Page 17: Skenario blok uronefrologi

b. Sekunder

Akibat Infeksi

- Glomerulonefritis pasca streptokok, hepatitis B, endokarditis bakteril subakut

- Nefritis pirau, glomerulonefritis pasca pneumokok, sifilis congenital, malaria

- Lepra, schistosomiasis, filariasis, AIDS, dll

Berhubungan dengan Penyakit Multisistem

- Purpura Henoch Schonlein, Lupus Eritematosus Sistemik, Sindrom Hemolitik

Uremik

- Diabetes Mellitus Sindrom Goodpasture, amiloidosis, dll

- Penyakit kolagen vascular lainnya : poliarteritis nodosa, penyakit jaringan ikat

campuran, granulomatosis Wegener, vaskulitis, arthritis rheumatoid

Obat

Penisilamin, obat anti-radang nonsteroid, kaptopril, garam emas, Street geroin,

trimetadion, litium, merkuri, dll.

Neoplasia

Leukemia, limfoma, karsinoma

Lain-lain

Rejeksi transplantasi ginjal kronik, nefropati refluks, penyakit sel sabit, dll

Kuman Penyebab GNAPS

Bakteri

Streptokokus ß hemolitikus grup A

Streptokokus grup C (Streptococcus zooepidemicus)

Pneumococcus (Pneumonia)

Streptococcus viridians (endokarditis bacterial sub akut)

Staphylococcus aureus (endokarditis bacterial sub akut pneumonia)

Staphylococcus albus (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)

Diphteroids (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)

Meningococcus (sepsis)

Klebsiella pneumonia (pneumonia)

Organisme gram negatif (sepsis)

Gonococcus (endokarditis)

Salmonella thypi (demam tifoid)

Page 18: Skenario blok uronefrologi

Mycoplasma pneumonia (pneumonia)

Leptospira

Treponema pallidum (sifilis kongenital)

Mycobacterium leprae

Di negara berkembang, glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS)

masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada

anak.  Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini menjadi

berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam

gagal ginjal akut (GGA) dan yang sembuh sempurna. Manifestasi klinis yang bervariasi

menyebabkan insiden penyakit ini secara statistik tidak dapat ditentukan. Diperkirakan

insiden berkisar 0- 28% pasca infeksi streptokokus. Pada anak GNAPS paling sering

disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group A tipe nefritogenik.

Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik. Serotipe streptokokus beta

hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang

didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang- kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49

paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit / pioderma,

walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi. Protein streptokokus galur

nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag),

nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic

plasmin binding protein (NPBP).

Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau

sporadic paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5

Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di Indonesia, penelitian multisenter

selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit

pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),

dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak

menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).

Patogenesis dan Gambaran Histologis

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diduga berperan

dalam terjadinya  penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR. Periode laten antara

Page 19: Skenario blok uronefrologi

infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang

peran penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun

pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan

terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus.

Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik

neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak

glomerulus.

Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan

mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang

telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi,

kemudian mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop

cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang

dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan

sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan

lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan

untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi

interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam

mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler

glomerulus didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapatdilihat dengan

mikroskop imunofluoresen. Mikroskop  elektron menunjukkan deposit padat elektron atau

humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab

kompleks.

Anamnesis

Identitas pasien

Keluhan utama

Keluhan tambahan

Riwayat penyakit

Riwayat pengobatan

Gambaran Klinis dan kelainan fisik

Page 20: Skenario blok uronefrologi

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan

infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya

sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.

Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross

hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa

dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu.1,4

Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya

ringan atau sedang.7,15 Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari.

Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa

berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites

dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata

dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).

Laboratorium

Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume

urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging.

Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit

khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria

biasanya sebandingdengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi

2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti

gambaran nefrotik.

Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,

menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya

permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anakyang dirawat

dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin.

Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik

bila edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup

eritrosit. Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan

berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus.

Page 21: Skenario blok uronefrologi

Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus

diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit

penting untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak

mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen streptokokus.

Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari setelah

infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat

antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya 

terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti

deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang

terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95%

kasus. Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi

streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus.

Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama,

sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar

sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG seringmeningkat lebih dari 1600

mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai

krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.

Hampir sepertiga pasien menunjukkan pembendungan paru. Di Ujung Pandang pada

tahun 1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan gambaran radiologis berupa kardiomegali

84,1%, bendungan sirkulasi paru 68,2 % dan edem paru 48,9% . Gambaran tersebut lebih

sering terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem yang berat. Foto abdomen

menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.

Diagnosis

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa

hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi

streptokokus.Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi

streptokokus secaralaboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk

menegakkan diagnosis.

Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti:

Page 22: Skenario blok uronefrologi

Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut

Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal

Hematuria idiopatik

Nefritis herediter (sindrom Alport )

Lupus eritematosus sistemik

Tata laksana

1. Pengobatan

Suportis

Pengobatan GNAPS umumnya bersifat suportis. Tirah baring umumnya

diperlukan jika pasien tampak sakit, misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema.

Diet nefritis diberikan terutama pada keadaan dengan retensi cairan dan penurunan

fungsi ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi ensefalopati,

gagal jantung, edema paru, maka tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang

terjadi.

Dietetik

Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah

garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan

makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka

diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi

pemberian cairan disesuaikan denan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti

gagal jantung, edema, hipertensi, dan oligouria, maka jumlah cairan yang diberikan

harus dibatasi.

Medikamentosa

Golongan Penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan

Amoksisilin 50mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan

penisilin, diganti dengan Eritromisin 30mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)

Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati,

hipertensi, gagal jantung.

2. Pemantauan

Terapi

Page 23: Skenario blok uronefrologi

Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan

dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat

mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara

berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan.

Tumbuh Kembang

Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika

terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele.

Komplikasi GNAPS

Oligouria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat

berkurangnya filtrasi glomerolus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,

hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. Walaupun oligouria atau anuria yang lama

jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).

Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat

gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan

karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, kardimegali,

dan meningkatnya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi

juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi

gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping eritropoetik yang

menurun.

Kwashiorkor

Definisi

Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak yang kekurangan

kasih sayang ibu”. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang

disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal atau

tinggi.Dibedakan dengan Marasmus yang disebabkan oleh intake dengan kualitas yang

normal namun kurang dalam jumlah .

Etiologi

Page 24: Skenario blok uronefrologi

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis.

Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain :

1. Pola makan

Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan

berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua

makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui

umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak

memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain)

sangatlah dibutuhkan (6). Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak

berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke

makanan pengganti ASI .

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik

tidak stabil , ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah

berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor .

3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan

berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak

dapat mencukupi kebutuhan proteinnya .

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat

apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat

ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

Epidemiologi

Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat

pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan

Page 25: Skenario blok uronefrologi

berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju

sepeti Amerika Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka .

Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita

menderita gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) .

PATOGENESIS

Pada kwashiorkor yang klasik, terjadi edema dan perlemakan hati disebabkan gangguan

metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita

defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan, karena persediaan

energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun, kekurangan

protein dalam dietnya akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang

dibutuhkan untuk sintesis

Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat

dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan

disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebabnya kurang

pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema

Perlemakan hati disebabkan gangguan pembentukan lipoproteinbeta sehingga transportasi

lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam

hepar

Gejala Klinis

Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan Malnutrisi protein berat-Kwashiorkor,

antara lain :

* Gagal untuk menambah berat badan

* Pertumbuhan linear terhenti.

* Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit)

* Diare yang tidak membaik

* Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo).

* Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut.

Page 26: Skenario blok uronefrologi

* Penurunan masa otot

* Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi.

* Perubahan lain yang dapat terjadi adala perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan

anemia.

* Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock, coma dan berakhir

dengan kematian

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamesis

Keluhan yanga sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang, seperti berat badan

yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat). Bisa juga didapatkan keluhan anak yang

tidak mau makan (anoreksia), anak tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan sering

menderita sakit yang berulang .

2. Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain

* Perubahan mental sampai apatis

* Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut)

* Atrofi otot

* Ganguan sistem gastrointestinal

* Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut)

* Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit)

* Pembesaran hati

* Tanda-tanda anemia

3. Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolit

serum, transferin, feritin, profil lemak. Foto thorak, dan EKG.

Komplikasi

Page 27: Skenario blok uronefrologi

Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya

sistem imun .Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat

dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa

kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ

secara permanen

Penatalaksanaan/ terapi

Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak. Keadaan

shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan

mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula

sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat

menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.

Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama,

memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian

makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/

perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose

intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase .

Penatalaksaan gizi buruk menurut standar pelayanan medis kesehatan anak – IDAI (ikatan

dokter anak Indonesia) :

Prognosis

Penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil yang baik.

Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki status kesehatan anak

secara umum, namun anak dapat mengalami gangguan fisik yang permanen dan gangguan

intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau

penanganannya yang terlambat, akanmemberikan akibat yang fatal

Page 28: Skenario blok uronefrologi

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI jilid 2

Catatan kuliah Nefrologi Anak,dr.Syarifuddin Rauf