blok mpt skenario 3 (2014-2015)

Upload: raditya-prasidya

Post on 06-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Blok MPT Skenario 3

TRANSCRIPT

Skenario

RONA MERAH DI PIPI

Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam yang hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan lainnya mual, tidak nafsu makan, mulut sariawan, nyeri pada persendian, rambut rontok dan pipi berwarna merah bila terkena sinar matahari.Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu subfebris, konjungtiva pucat, terdapat sariawan di mulut. Pada wajah terlihat malar rash. Pemeriksaan fisik lain tidak didapatkan kelainan. Dokter menduga pasien menderita Sistemic Lupus Eritematosus.Kemudian dokter menyarankan pemeriksaan laboratorium hematologi, urin dan marker autoimun (autoantibodi misalnya anti ds-DNA). Dokter menyarankan untuk dirawat dan dilakukan follow up pada pasien ini. Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapi penyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup.

Cat: ds-DNA = double-stranded DNA

Kata-kata sulit

1. Suhu SubfebrisDemam ringan dengan suhu 37,5C-38,5C2. Malar RashMalar: berkenaan dengan atau ditunjukan kepada pipiRash: erupsi sementara pada kulit, seperti pada urtikaria,erupsi obat atau eksantema virus3. Marker AutoimunKompleks antibodi yang dihasilkan akibat adanya inflamasi4.Sistemic Lupus Eritematosus-Penyakit autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menyerang sel tubuh sendiri yang mengakibatkan peradangan dan kerusakan jaringan-Gangguan multisistemik yang sering febril, kronik, reminten, relaps, radang pada jaringan ikat, onset akut/insidosus, ditandai terutama dengan terlihatnya kulit,sendi,ginjal dan membran serosa5.AutoantibodiAntibodi yang ditunjukan terhadap antigennya sendiri terhadap konsituen jaringannormal

Brain storming

1. Apakah SLE hanya terjadi pada wanita?Tidak, laki laki juga bisa terjadi tetapi lebih dominasi perempuan (terutama wanita usia produktif) karena hosmon estrogen pada wanita.2. Kenapa pipi berwarna merah bila terkena sinar matahari?Karena kelainan pada komplemen, penurunan kompleks imun, adanya anti RO3. Mengapa timbul malar rash?Karena terkena paparan sinar matahari dan manifestasi klinis SLE bisa ke beberapa organ (kulit).4. Sebutkan jenis-jenis autoimun!Sistemik (menyerang beberapa organ) dan lokal (terfokus dalam 1 organ)5. Apa kaftor-faktor penyebab SLE?Genetik, lingkungan, hormonal, imunologi6. Kenapa SLE memerlukan penanganan seumur hidup?Karena lupus menyerang ke berbagai organ7. Apakah SLE bisa disembuhkan?Bisa dengan pemberian obat jangka panjang dan bersabar8. Bagaimana cara mendiagnosis SLE?Ruam malar, atrintis, ruam diskoid, fotosensitivitas, ulserasi dari mulut atau nasofaring, sertositic, kelainan neurologik, kelainan hematologik, kelainan imunologik, antibodiantinuklear9. Apasaja gejala dan manifestasi dari lupus?Gejala konstitusional: kelelahan, penurunan BB,demamManifestasi: muskuloskeletal (nyeti otot, nyeri sendi), kulit (ruam pada kulit), paru (pneummoitis, emboli paru), kardiologis (perikardium, miokardium, endokardium), renal (biopsi ginjal), gastrointestinal (penyakit pada esofagus, pankreatitis), neuropsikiatrik10. Apa saja obat obat untuk SLE?Azatiopin (50-150 mg/hari) ,sikofosfomit (50-150 mg/hari) ,metotireksad (7,7-20 mg/minggu) ,siklosforin A (2,5-5 mg/kg BB), mufetil mikrofenolat (2000 mg/hari), talidomid (tidak dianjurkan untuk ibu hamil) 11. Bagaimana hukum bersabar dalam islam?Wajib12. Bagaimana mekanisme terjadinya lupus?Diawali dengan Th2 merangsang sel B plasma, jika berlebihan menghasilkan IgE

Hipotesa

Lupus merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh hiperaktivitas dari sel B, perubahan bentuk dari Th1 ke Th2, pengurangan komplemen, dan berkurangnya T supresor dan T regulator dengan manifestasi ruam malar, artritis, ruam diskoid, fotosensitivitas, ulserasi dari mulut atau nasofaring, sertositic, kelainan neurologik, kelainan hematologik, kelainan imunologik, antibodiantinuklear. Penyakit ini perlu dilakukan penanganan jangka panjang dengan mengonsumsi obat Azatioprin (50-150 mg/hari), siklofosfamid (50-150 mg/hari), metotreksat (7,7-20 mg/minggu), siklosforin A (2,5-5 mg/kg BB), mufetil mikofenolat (2000 mg/hari), talidomid. Maka penderita lupus harus bersabar dan tabah dalam menghadapi penyakit ini.

Sasaran BelajarLI. 1.Memahami dan Menjelaskan Toleransi ImunLO. 1. 1 Definisi Toleransi ImunLO. 1. 2 Mekanisme Toleransi ImunLI. 2.Memahami dan Menjelaskan tentang AutoimunLO. 2. 1 Definisi LO. 2. 2 EtiologiLO. 2. 3 KlasifikasiLO. 2. 4 DiagnosisLI. 3.Memahami dan Menjelaskan tentang LES LO. 3. 1 DefinisiLO. 3.2 EpidemiologiLO 3.3 EtiologiLO 3.4 MekanismeLO 3.5 Manifestasi klinisLO 3.6 Penegakan DiagnosisLO 3.7 PenatalaksanaanLO 3.8 Prognosis

LI. 4Memahami dan Menjelaskan pandangan Islam tentang Sabar dalam menghadapi cobaan

LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Toleransi Imun

1. 1 Definisi imunosupresi yang hanya terhadap pada satu antigen dan tidak disertai oleh adanya gangguan terhadap respons antigen yang lain. Terbentuknya ketidakreaktifan spesifik jaringan limfoid terhadap antigen tertentu yang pada kondisi lain dapat menginduksi kekebalan, terjadi akibat kontak sebelumnya dan antigen tersebut dan tidak berpengaruh pada respons terhadap antigen yang tidak bereaksi silang

1. 2 Mekanisme

Toleransi Imun Toleransi merupakan keadaan tidak adanya respons sel limfoid yang aktif terhadap antigen tertentu. Bahan antigenik yang diinokulasikan kepada janin atau anak baru lahir akan ditolerir oleh resipien yang berarti akan mencegah manifestasi imun. Toleransi merupakan keadaan tidak adanya respons sel limfoid yang aktif terhadap antigen tertentu. Bahan antigenik yang diinokulasikan kepada janin atau anak baru lahir akan ditolerir oleh resipien yang berarti akan mencegah manifestasi imun.

Adanya toleransi ini untuk : Menunjukkan kurangnya responsivitas imun terhadap antigen jaringannya sendiri Inaktivasi atau destruksi yang terjadi di :

1. Toleransi sentral Toleransi sentral terjadi oleh eliminasi limfosit yang memiliki reseptor terhadap antigen : terjadi dalam organ limfoid primer/ timus (sel T) dan sumsum tulang (sel B)

Mekanisme toleransi sentral sel T : Perkembangan Sel T

Terjadi gene arrangement

Menghasilkan TCR yang bervariasi yaitu antigen-independent TCR

Produksi limfosit yang memiliki afinitas tinggi untuk self antigen (self reactive)

Self reactive limfosit berikatan dengan APC didalam timus

ini yang dinamakan seleksi negatif

Self reactive limfosit mati oleh apoptosis

Bertanggung jawab untuk menghilangkan self reactive limfosit dari T-cell pool

Kenapa self reactive limfosit T di apoptosis di timus?

Adanya protein AIRE (Autoimmune regulator)

Yang memicu munculnya self antigen dalam timus supaya berikatan dengan self reactive limfosit T

Sehingga terjadi penghapusan terhadap self reactive limfosit T

Mekanisme toleransi sel B :

Maturasi Sel B di Bone Marrow

Terjadi gen arrangement

Ekspresikan reseptor untuk antigen

Produksi limfosit yang memiliki afinitas tinggi untuk self antigen (self reactive)

Self reactive limfosit B berikatan dengan self antigen di Bone Marrow

Terjadi reseptor editing

Jika reseptor editing berhasil Jika reseptor editing gagal

Berarti masih memiliki self reactive limfosit B

Berhasil membentuk no self reactive limfosit B

Maturasi berlanjutSelf reactive limfosit B akan di apoptosis

Untuk membersihkan limfosit yang berbahaya dari maturasi pool

2. Toleransi perifer Toleransi perifer terjadi karena eliminasi limfosit yang memiliki reseptor terhadap antigen self : terjadi di dalam organ limfoid sekunder. Jika self reactive limfosit lolos dari seleksi negatif (sentral toleransi) mereka akan dihapus di perifer, untuk mencegah kerusakan jaringan.

Mekanisme toleransi perifer : 1. Anergy Inaktivasi fungsional dari limfosit disebabkan oleh pertemuan dengan antigen di bawah kondisi tertentu, disebabkan tidak adanya co.stimulator B7 untuk memberikan second signal ke sel T, akibatnya sel T kehilangan fungsinya.

Pada Sel T :

Penyebab co.stimulator B7 sinyalnya tidak ada Self antigen + APC

APC meningkatkan ekspresi MHC dan co.stimulator B7 (second signal)

Adanya CTLA 4

Mengikat B7Menarik sel T untuk berikatan

Menjadi inhibitor B7

Co.stimulator B7 (second signal) mempengaruhi sel T untuk mengekspresikan CD28 agar berikatan dengan co.stimulator B7 pada APC

Sehingga second signal dari B7 tidak ada

Disini co.stimulator B7 sinyalnya tidak ada atau co.stimulator B7 nya tidak ada

Akibatnya sinyal ke CD28 pada sel tidak ada, tidak terjadi ikatan B7 dan CD28

Akibatnya sel kehilangan fungsi

Anergi

Pada Sel B :

Anergi juga terjadi pada sel B, ketika sel B mengenali self antigen di perifer tetapi tidak ada co.stimulator B7 (disini sel B bertindak sebagai APC) Akibatnya sel T tidak dapat membantu atau kehilangan fungsi (anergi) Akhirnya sel B tidak bisa menanggapi kedatangan self antigen berikutnya Akibatnya sel B dikeluarkan dari folikel limpoid dan mati

2. Activation induced cell death (apoptosis) Sel T mengenali self antigen dan memperoleh sinyal untuk kematian mereka dengan cara apoptosis. Ada dua mekanisme : a. Sel T berikatan dengan self antigen terjadi ekspresi pro-apoptosis

Sel T berikatan dengan self antigen melalui APC

Terjadi ekspresi pro-apoptosis Bcl famili yaitu Bim

Terjadi apoptosis di jalur mitokondria

Sel T di apoptosis karena self reactive

b. Adanya ekspresi Fas dan FasL

Sel T berikatan dengan self antigen dan APC

FasL keluar ketika limfosit diaktifkan

Terjadi interaksi antara Fas dan FasL

Sel T di apoptosis karena self reactive

3. Supresi

Adanya Sel T regulator berperan mencegah reaksi imun terhadap self antigen Sel T regulator berkembang di timus, self reaktive sel T yang berikatan dengan self antigen dalam timus bukannya mati, tapi berkembang menjadi sel T regulator Sel T regulator yang terbaik adalah : CD4 dan CD25 T-cell (chain dari IL-12 reseptor) CD8 T-cell sebagai T supressor Faktor transkripsi Foxp 3

Disini penghambatan atau supresi dimediasi oleh sitokin imunosupresif yaitu IL-10 dan TGF-, yang menghambat aktivitas limfosit dan fungsi efektor.

LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Autoimun

2. 1 DefinisiAutoimun ialah reaksi sistem imun terhadap antigen jaringan sendiri. Antigen tersebutdisebut autoantigen sedang antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi. Penyakit autoimunyaitu ketidakmampuan mengenal dan memberikan respons terhadap antigen asing tetapitidak terhadap antigen sendiri (self-nonself discrimination). Ketidakmampuan sistem imununtuk memberikan respons terhadap antigen tubuh sendiri disebut toleransi diri (self-tolerance).

2. 2 Etiologi Faktor genetik Dasar dari autoimunitas adalah predisposisi genetik. Hubungan genetik dengan predisposisi penyakit autoimun yang paling jelas adalah hubungannya dengan MHC. Hubungan ini karena penyakit autoimun bergantung pada sel T sedangkan seluruh respons imun diperantai sel T bergantung pada MHC.

Ketidakseimbangan sitokin Ketidakseimbangan sitokin yang diproduksi oleh sel Th1 dan Th2 yang disebabkan defek dalam struktur, transkripsi dan fungsi gen sitokin atau gen reseptor sitokin.

Sequestered antigen Antigen sendiri yang karena letak anatominya tidak terpajan dengan sel B atau sel T dari sistem imun. Pada keadaan normal, antigen sekuester dilindungi dan tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. Perubahan anatomik dalam jaringan, seperti inflamasi atau infeksi dapat memajankan antigen sekuester dengan antigen, yang mengakibatkan terbentuknya autoantibodi karena antigen sekuester tersebut dianggap benda asing oleh sistem imun.

Aktivasi dan kelainan pada sel-sel T autoreaktif Yang mengakibatkan aktivasi sel T autoreaktif adalah respons sel Th1 dan pembentukan berbagai jenis epitop atau peptida baru yang tidak pernah diekspresikan sebelumnya oleh sel dendritik kelenjar thymus. Kelaianan pada sel T autoreaktif yaitu tidak memiliki gen yang menyandi CTL-4 (Cytotoxic T lymphocyte antigen-4). Rangsangan molekul poliklonal Terjadi karena molekul poliklonal seperti virus Epstain-Bar dapat merangsang sel B secara langsung dan menimbulkan autoimunitas

Reaksi silang dengan antigen bakteri Reaksi autoimun diduga terjadi akibat respons terhadap antigen yang mempunyai reaksi silang dengan mikroorganisme yang masuk badan.

Kadar sitokin menurun Gangguan MHC Gangguan terhadap respons IL-2

2. 3 Klasifikasi Penyakit Autoimun Organ-SpecificPenyakit autoimun yang melibatkan kerusakan seluler terjadi ketia sel limfosit atau antibodi berikatan dengan antigen membran sel, sehingga menyebabkan lisis ataupun respon inflamasi pada organ terkait. Lama kelamaan, struktur sel yang rusak itu diganti oleh jaringan penyambung (scar tissue), dan fungsi organ nya menurun. Penyakit Autoimun Sistemik (non organ-specific)Pada penyakit autoimun sistemik, respon imunnya diarahkan kepada banyak antigen target, sehingga melibatkan banyak jaringan dan organ. Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan pada regulasi imun, sehingga menyebabkan munculnya sel T dan sel B yang hiperaktif. Kerusakan jaringan terjadi di banyak bagian tubuh. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh cell-mediated immune respone maupun direct cellular damage (seperti yang sudah disebutkan pada penyakit autoimun organ-specific).

Penyakit autoimun sistemik termasuk SLE , sindrom Sjgren , skleroderma , rheumatoid arthritis , dan dermatomiositis . Kondisi ini cenderung berhubungan dengan autoantibodi terhadap antigen yang tidak jaringan tertentu. Jadi meskipun polymyositis kurang lebih jaringan tertentu dalam presentasi, mungkin termasuk dalam kelompok ini karena autoantigens sering mana-mana t-RNA sintetase. Sindrom Lokal yang mempengaruhi organ tertentu atau jaringan: Endokrinologik : Diabetes mellitus tipe 1, tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison Gastrointestinal: penyakit seliaka, Penyakit Crohn, pernicious anemia Dermatologi : Pemphigus vulgaris, Vitiligo Hematologi : anemia hemolitik autoimun, idiopatik purpura thrombocytopenic

Neurologis : Miastenia gravis

2. 4 DiagnosisKarena pasien dengan lupus eritematosus sistemik bisa memiliki gejala yang sangat bervariasi dan kombinasi keterlibatan organ yang berbeda, tidak ada pengujiantunggalyangdapatmendiagnosalupussistemik.Untukmembantu keakuratan diagnosis lupus eritematosus sistemik, sebelas kriteria diterbitkan olehasosiasi reumatik Amerika. Kesebelas kriteria tersebut berkaitan dengan gejala-gejala yang di diskusikan diatas.Beberapa pasien yang dicurigai menderita lupus eritematosus sistemik mungkin tidak pernah memenuhi kriteria yang cukup untuk diagnosis defenitif. Pasienyang lain mungkin mengumpulkan kriteria yang cukuphanya dalam beberapa bulan atau tahun setelah observasi. Jika seseorang memenuhi empat atau lebih kriteria berikut, diagnosis lupus eritematosus sistemiksangat mungkin.Namun demikian, diagnosis lupus eritematosus sistemik dapatditegakkan pada pasien dengan kondisi tertentu dimana hanya sedikit kriteriayang dapat dipenuhi. Pada pasien-pasien tersebut, kriteria yang lain dapatberkembang kemudian, tapi pada kebanyakan kasus tidak demikian

NoKriteriaDefinisi

1Butterfly rash/bercak malarEritema datar atau menimbul yang menetap didaerah pipi dan cenderung menyebar ke lipatan nasolabial

2Bercak diskoidBercak eritema yang menimbul dengan adherent keratotic scaling dan follicular plugging,pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi

3FotosensitifBrcak dikulit yang timbul akibat paparan sinar matahari

4Ulkus mulutBiasanya tidak nyeri

5artritisDitandai dengan nyeri tekan,bengkak atau efusi

6serositifa) PleuritisRiwayat pleuritic pain atau terengar pleural friction rub atau terdapat efusi pleura pada pemeriksaan fisikb) PerikarditisDibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardical friction rub atau terdapat efusi perikardial pada pemeriksaan fisik

7Gangguan ginjala) Proteinuria persisten > 0,5g/hari atau pada pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukanb) Cellular cast : eritrosit,Hb,granular,tubular atau campuran

8Gangguan sarafKejang atau psikosis

9Gangguan darahLeukopenia