skenario b blok 18 tahun 2014(1)

109
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 18 Disusun oleh: Kelompok 6 Anggota : Tika Rahma Guci 04111001132 Ekki Kurnia Genio 04121001040 Meirisa Rahma 04121001041 Suci Larasati 04121001058 Nurfitria Rahman 04121001059 Devuandre Naziat 04121001061 Fitri Amaliah 04121001073 Dina Firia 04121001081 Muhamad Arief R H 04121001090 Wahyu Afina Juwita 04121001099 Rebeka Anastasia M 04121001101 Bena Nadhira 04121001114 Ahmad Syaukat 04121001115 Fadhil M Farreyra 04121001132 Nelvin Raesandra 04121001145 Tutor : dr. Mezfi Unita, SpPA(K) 1

Upload: endyapp

Post on 10-Nov-2015

114 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

skenario

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO BBLOK 18

Disusun oleh: Kelompok 6Anggota :Tika Rahma Guci04111001132Ekki Kurnia Genio 04121001040Meirisa Rahma04121001041Suci Larasati04121001058Nurfitria Rahman 04121001059Devuandre Naziat 04121001061Fitri Amaliah04121001073Dina Firia04121001081Muhamad Arief R H04121001090Wahyu Afina Juwita04121001099Rebeka Anastasia M04121001101Bena Nadhira04121001114Ahmad Syaukat 04121001115Fadhil M Farreyra04121001132Nelvin Raesandra04121001145

Tutor : dr. Mezfi Unita, SpPA(K)

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2014KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik.Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3SKENARIO B BLOK 17 41. Klarifikasi Istilah 51. Identifikasi Masalah 61. Analisis Masalah 71. Learning Issue281. Kerangka Konsep 711. Kesimpulan 71DAFTAR PUSTAKA 72

Skenario B Blok 18 Tahun 2014Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuanya ke klinik anak RSMH dengan keluhan sembab.Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung 5 hari yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki. Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging, jumlahnya sekitar setengah gelas perhari.Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan. Setelah berobat, panas hilang dan sakit tenggorokan mereda.Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Pemeriksaan fisik:Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu tubuh 37C, TD 120/90 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit, pernafasan 32 kali/menit. BB 20 Kg, TB 136 cm.Keadaan spesifik: edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai dan telapak kaki. Tenggorokan tidak hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan jantung dalam batas normal.Abdomen cembung, shifting dullness (+), hepar dan lien tidak teraba.

Pemeriksaan penunjang:Darah tepi: Hb 8,5 g/dl, lekosit 14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100 mm/jam.Kimia darah: protein total 6,0 g/dl, abumin 3,0 gr/dl, globulin 3 gr/dl, ureum 59 mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, kolesterol 180 mg/dl.Urinalisis: urin berwarna seperti cucian daging, proteinuria (+2),eritrosit 10-15 sel/LPB, lekosit 5-10 sel/LPB, torak hialin, dan noktah (+)Biakan apusan tenggorok : Streptokokus hemolitikus (+)Imuno-serologi: ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IUI. KLARIFIKASI ISTILAH1.Aloanamnesis:wawancara tidak langsung pada pasien namun melalui sumber lain seperti orang tua atau wali

2.Kencing seperti air cucian daging/ hematuria:didapatkannya sel darah merah >3 sel/LPB pada urin.

3.Sakit tenggorok:radang pada faring/ tenggorok yang menyebabkan rasa sakit

4.Sembab/ edem:penimbunan cairan di dalam jaringan yang disebabkan meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler.

5.Hiperemis:warna merah pada suatu bagian jaringan atau organ yang disebabkan oleh peningkatan pada bagian atau organ tersebut.

6.Tonsil:jaringan limfoid yang terletak pada kerongkongan dan sebelah kiri dan kanan dari rongga mulut.

7.Ureum:hasil akhir metabolisme protein

8.Kreatinin:produk limbah dari metabolisme kreatin yang dibentuk pada saat makanan dibentuk menjadi energi, selain itu juga produk dari otot tubuh yang akan dibuang oleh ginjal melalui urin.

9.Proteinuria:didapatkanya protein dalm urin umunya konsentrasinya > 0,3 gr dalam koleksi urin 24 jam.

10.Toraks hialin:atau silinder hialin, menunjukkan adanya keadaan abnormal pada parenkim ginjal yang berhubungan dengan proteinuria

11.Noktah:

12.ASTO:pemeriksaan Anti Streptolysin merupakan pemeriksaan darah yang dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit jaringan sendi misalnya demam rematik akut yang disebabkan oleh Streptokokus

13.C3:Protein yang merupakan sistem komplemen tubuh yang berfungsi untuk sistem imun. Penurunannya merupakan tanda adanya gangguan ginjal seperti GNAPS atau Shunt Nefritis

14.CRP:C- Reactive Protein merupakan protein yang dihasilkan oleh hati terutama saat terjadi inflamasi atau infeksi.

II. IDENTIFIKASI MASALAHNo.KalimatKeterangan

1.Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuanya ke klinik anak RSMH dengan keluhan sembab.

2.Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung 5 hari yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki.( Chief Complaint )

3.Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging, jumlahnya sekitar setengah gelas perhari.

4.Dua minggu sebelum timbul sembab, Dendi pernah menderita panas dan sakit tenggorokan. Setelah berobat, panas hilangndan sakit tenggorokan mereda.Gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

5.Pemeriksaan fisik:Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu tubuh 37C, TD 120/90 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit, pernafasan 32 kali/menit. BB 20 Kg, TB 136 cm.Keadaan spesifik: edema pada muka, kelopak mata, kedua tungkai dan telapak kaki. Tenggorokan tidak hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan jantung dalam batas normal.Abdomen cembung, shifting dullness (+), hepar dan lien tidak teraba.

7.Pemeriksaan penunjang: Darah tepi: Hb 8,5 g/dl, lekosit 14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100 mm/jam.Kimia darah: protein total 6,0 g/dl, abumin 3,0 gr/dl, globulin 3 gr/dl, ureum 59 mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, kolesterol 180 mg/dl/Urinalisis: urin berwarna seperti cucian daging, proteinuria (+2),eritrosit 10-15 sel/LPB, lekosit 5-10 sel/LPB, torak hialin, dan noktah (+)Biakan apusan tenggorok : Streptokokus hemolitikus (+)Imuno-serologi: ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IU( Main Problem )

III. ANALISIS MASALAH1. Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun, dibawa orang tuanya ke klinik anak RSMH dengan keluhan sembab.Dari aloanamnesis pada ibu penderita didapatkan sembab berlangsung 5 hari yang lalu. Sembab mula-mula muncul di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki. a. Bagaimana kaitan usia dan jenis kelamin pada kasus ini?Umumnya menyerang semua usia, namun terutama laki-laki usia 3 -7 tahun. GNAPS dapat muncul secara sporadik maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4 - 12 tahun dengan puncak usia 5 - 6 tahun, tersering ditemukan pada usia 5-15 tahun. Jarang pada usia < 2 tahun (< 5% dari jumlah kasus). Lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 1,7 -2 : 1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat. Factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor genetik mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus. Anak laki-laki lebih aktif.

b. Bagaimana etiologi, mekanisme dan progesifitas sembab?Etiologi Local Trombosis vena Trauma Popliteal cyst Gastrocnemius rupture Cellulitis Lymphedema Sistemik Peningkatan tekanan hidrostatik CHF Restrictive pericardial disease Constrictive pericardial disease Perubahan permeabilitas kapiler dan dilatasi arteriolar Hypertiroidisme Hypotiroidisme Angioedema Luka bakar Malignancy Obat Penurunan tekanan onkotik Penurunan sintesis albumin Malnutrisi Malabsorpsi Beri-beri syndrome Cirrhois disease Peningkatan kehilangan albumin Penyakit ginjal Inflamasi usus Hypoproteinemic Cushings syndromeMekanisme:1. hematuria dan anemia yang terjadi akibat peradangan glomerulus menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus juga menurun. LFG yang menurun menyebabkan ekskresi air dan natrium juga menurun (retensi air dan garam) sehingga timbul edema2. hematuria dan anemia yang terjadi akibat peradangan glomerulus menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang sehingga perfusi ginjal juga berkurang. Hipoperfusi ginjal menyebabkan aktivasi sistem reni-angiotensin-sldosteron. Angiotensin 2 yang meningkat merangsang kortek adrenal melepakan aldosteron, sehingga terjadi retensi air dan garam sehingga timbul edemaProgesifitasInfeksi streptococcus Glomerulonefritis GFR perfusi ginjal kompensasi sekresi rennin-angiotensin-aldosteron retensi natrium dan air edema mengisi jaringan ikat longgar sembab di mataPada akhirnya akan menyebabkan tekanan hidrostatik intravaskular lebih besar dari tekanan ekstravascular sehingga cairan dapat dengan mudah masuk pada jaringan yang bertipe jaringan ikat longgar, hal inilah yang terjadi pada palpebra. Palpebra tersusun dari jaringan ikat longgar yang memudahkan cairan masuk ke dalamnya edema periorbital

c. Mengapa sembab berlangsung dari bagian tubuh paling atas (kelopak mata)?Endapan kompleks antigen dan antibody di glomerulus merusak glomerulus GFR tumor wilm, tumor grawits, tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan hyperplasia prostat jinak Kelainan bawaan sistem urogenitalia => kista ginjal dan ren mobilis Trauma sistem urogenitalia Batu saluran kemih Nefritis heriditer (sindrom Alport) Nefropati Ig-A Ig-G (Maladie de Berger) Benign recurrent hematuria

d. Apa kriteria urin normal secara makroskopis dan kapan dikatakan oliguria?1. Volume Urin rata-rata : 1-1,5 liter setiap hari; tergantung luas permukaan tubuh dan intake cairan.JUMLAH URINE (PRODUKSI URINE PER 24 JAM)Bayi:30 - 500 mlAnak ( 1-14 th ):500 - 1400 mlDewasa :600 - 1600 mlanuria:100 mloliguria : 100 - 600 mlpoliuria : >1600 mlOliguria 30 mmol/L Ensefalopati uremikum Neuropati/miopati uremikum Perikarditis uremikum Natrium abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L Hipertermia Keracunan obatGGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate.

H. KomplikasiKomplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.Komplikasi sistemik seperti : Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium Gangguan elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis Neurologi: iritabilitas neuromuskular, tremor, koma, gangguan kesadaran dan kejang. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal Hematologi : anemia, diastesis hemoragik Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosokomialDi samping itu hambatan penyembuhan luka dapat terjadi, dimana infeksi merupakan penyebab utama kematian, disusul akibat komplikasi kardiovaskuler.

I. PrognosaMortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.

4. Glomerulonefritis Acute Pasca Streptococus (GNAPS) A. DefinisiGlomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) adalah suatu proses penyakit peradangan yang melibatkan sistem imun dan terutama mengenai glomerulus ginjal dengan penyebab spesifik adalah Streptokokus beta hemolitikus Grup A Nefritogenik.

B. EtiologiInfeksi Streptococcus beta hemolitikus grup A nefritogenikGNAPS biasanya didahului olehinfeksi saluran napas1-2 minggu sebelumnya dengan masa inkubasi 1-5 hari atau infeksi kulit2-4 minggu sebelumnya, dengan masa inkubasi 7-10 hari. Penyebab lain yang dapat menyebabkan terjadinya glomerulonefritis yaitu; non-grup A streptokokus, mycoplasma, staphylococcus, pneumococcus, salmonela, treponema palidum dan infeksi virus (Parvovirus, Hepatitis B, sitomegalovirus, influensa, MUMPS,campak)

C. EpidemiologiGNAPS terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah (2-12 tahun), jarang dibawah usia 2 tahun (5%) dan 10% dapat terjadi pada dewasa. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Sebagian besar bersifat self limiting dengan kesembuhan sempurna dan hanya sebagian kecil yang mengalami perjalanan penyakit yang progresif cepat (5%) . Angka kematian sangat rendah pada anak ( 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)3. Edema paruAnak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.4. Posterior leukoencephalopathy syndromeMerupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.

I. Manifestasi KlinisGejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.1. Periode laten :Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schenlein atau Benign recurrent haematuria.2. Edema :Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan kegiatan fisik. Hal ini terjadi karenagaya gravitasi.Kadang-kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.3. HematuriaHematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.4. Hipertensi :Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-50%.5. OliguriaKeadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350 ml/m 2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.6. Gejala Kardiovaskular :Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.a. Edema paruEdema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaanfisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya kelainan radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan posisi Postero Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan (LDK).6 Glomerulonefritis Akut Pasca StreptokokusBentuk yang tersering adalah bendungan paru. Kardiomegali disertai dengan efusi pleura sering disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa berdiri sendiri atau bersama-sama. Kelainan radiologik paru yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia, pnemonia, atau peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema paru. Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya lebih cepat terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau pneumonia diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan radiologik paru dapat membantu menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik. Kelainan radiologik paru disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh hipervolemia akibat absorpsi Na dan air. Gejala-gejala lain. Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Pucat mungkin disebabkan oleh peregangan jaringan subkutan karena edema atau hematuria yang telah berlangsung lama.

J. Penegakan DiagnosisSNA bagi pasien yang memperlihatkan gejala nefritik saja, misalnya proteinuria dan hematuria atau edema dan hematuria, mengingat gejala nefritik bukan hanya disebabkan oleh GNAPS, tetapi dapat pula disebabkan oleh penyakit lain. Bila pada pemantauan selanjutnya ditemukan gejala dan tanda yang menyokong diagnosis GNAPS (C3, ASO, dll), maka diagnosis menjadi GNAPS. Hal ini penting diperhatikan, oleh karena ada pasien yang didiagnosis sebagai GNAPS hanya berdasarkan gejala nefritik, ternyata merupakan penyakit sistemik yang juga memperlihatkan gejala nefritik.Bila dijumpai full blown cases yaitu kasus dengan gejala nefritik yang lengkap yaitu proteinuria, hematuria, edema, oliguria, dan hipertensi, maka diagnosis GNAPS dapat ditegakkan.

K. Kelainan LaboratoriumUrin :- Proteinuria :Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik, sebab lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria menetap yang menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.- Hematuria mikroskopik :Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus GNAPS. Adanya torak eritrosit ini merupakan bantuan yang sangat penting pada kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini menunjukkan adanya suatu peradangan glomerulus (glomerulitis). Meskipun demikian bentuk torak eritrosit ini dapat pula dijumpai pada penyakit ginjal lain, seperti nekrosis tubular akut.

Darah- Reaksi serologisInfeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit.8 Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus- Aktivitas komplemen :Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik. Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3(B1C globulin) yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah. Beberapa penulis melaporkan 80-92% kasus GNAPS dengan kadar C3 menurun. Umumnya kadar C3 mulai menurun selama fase akut atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal sesudah 4-8 minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar komplemen C3 ini masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik yang dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis lupus.- Laju endap darah :LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik menghilang.

L. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjang GNAPS ; Pada urinalisis ditemukan proteinuria, hematuria, silinder eritrosit. Fungsi Ginjal kreatinin dan ureum umumnya meningkat. Antistreptolisin O (ASTO) meningkat pada 80% pasien APSGN dengan faringitis dan meningkat 50% pada pasien APSGN dengan impetigo atau infeksi kulit. Penegakan bukti adanya infeksi grup A Streptokokal melakui pemeriksaan kultur usap tenggorok (positif pada 60-80% kasus), mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang baik (90-95%). Komplemen C3 menurun pada 70% kasus, mulai minggu 1-2 fase akut (90%)

M. Tatalaksana1. IstirahatIstirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed restsampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama ditempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban psikologik.

2. DietJumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss(20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal(10 ml/kgbb/hari).

3. AntibiotikPemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapatterjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.

4. Simptomatika. Bendungan sirkulasiHal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.b. HipertensiTidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 3 mg/kgbb).c. Gangguan ginjal akutHal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.

N. PencegahanBiasakan Perilaku hidup bersih dan sehat seperti mencuci tangan bersih dengan sabun, merawat kebersihan kulit, segera mengobati infeksi kulit terutama yang disebabkan oleh Skabies. Perlu dilakukan pemeriksaan adanya faktor risiko infeksi GNAPS terhadap siapa saja yang kontak dekat dengan pasien seperti tinggal serumah atau seasrama dalam jangka waktu 2 minggu sebelum onset penyakit.

V. ISPAKERANGKA KONSEP

LED LeukositInfeksi Streptokokus

Deplesi C3Reaksi Ag-Ab

Ureum & Kreatinin plasma

GFRMarket SNAMerusak eritrosit; GBM

Retensi air dan NaProteinuriaHematuria

Hb

EdemaHipertensi

Anemia

VI. KESIMPULANDendi, usia 5 tahun mengalami Sindrome Nefritis Akut pasca infeksi Streptokokus dengan manifestasi klinis hipertensi grade I dengan Acute Kidney Injury (AKI).

REFERENSI Aspelin P, Aubry P, Fransson SG, Strasser R, Willenbrock R, Joachim K, dkk. Efek Nefrotoksik pada Pasien Risiko Tinggi yang Menjalani Angiografi. NEJM 3003; 348 (6):491-9. Available from:URL: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Standar Pelayanan Medik Anak. Makassar. 2009 Basuki B. Purnomo. 2012. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto Buku naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia Palembang, 2001. h. 141-62. Faiz, Umar & David Moffat. 2002. Anatomy At a Glance. Jakarta: Penerbit Erlangga Guidelines for Acute Post-Streptococcal Glomerulonephritis, DEPARTMENT OF HEALTH AND FAMILIES Northern Territory, 2010 Guyton & Hall. 2012. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012. hal 12-13 Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta. Nefrologi dan Gangguan Asam Basa Harrison, 2010, Glomerulonefritis Pascastreptokokus, 151-153, EGC, Jakarta. Noer SM. Glomerulonefritis dalam: Buku ajar nefrologi anak, edisi ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Jakarta. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta. Richard E. Behrman, Victor C. Vaughn : Glomerulonefritis Akut Dalam Nelson Textbook of Pediatrics, Alih Bahasa dr. R.F. Maulana, M.Sc ; EGC, Jakarta, 1992, 89 104. Shroff KJ, Ravichandran RR, Acharya VN. ASO titre and serum complement (C3) in post-streptococcal glomerulonephritis. J Postgrad Med. 1994; 30:27-32. Simckes AM, Spitzer A. Post streptococcal acute glomerulonephritis. Ped Rev. 1995; 16:278-279. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta. Vinen CS, Oliveira DB. Acute glomerulonephritis. Postgrad. Med. J. 2003;79;206-213.

3