hiperbilirubinemia
DESCRIPTION
ikterus neonatorumTRANSCRIPT
TUTORIAL JULI 2015
“BAYI HIPERBILIRUBINEMIA”
Oleh:
Micheline Brigita Bolang
Ribka Elda Patandianan
Sulistyawati
N 111 14 012
N 111 14 048
N 111 14 017
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015
TUTORIAL
Skenario
Bayi laki-laki lahir secara spontan, letak belakang kepala. Bayi lahir pada
pukul 18.55 tanggal 8 Juli 2015 dengan berat badan lahir 2000 gram dan panjang
39 cm. Bayi lahir tidak langsung menangis, merintih (+) dan sianosis (+) hilang
dengan O2. Air ketuban berwarna putih jernih. Nilai Apgar score menit ke 1 yaitu
3 (warna tubuh seluruh biru/pucat [0], denyut jantung <100x/menit [1], refleks
tidak bereaksi [0], tonus otot ekstremitas fleksi sedikit [1], pernapasan lambat [1]),
skor pada menit ke 5 yaitu 5 (warna tubuh kemerahan ekstremitas biru [1], denyut
jantung <100x/menit [1], refleks gerakan sedikit [1], tonus otot ekstremitas sedikit
[1], pernapasan lambat [1]), skor pada menit 10 yaitu 7 (seluruh tubuh
kemerahan[2], denyut jantung ≥ 100x/menit [2], refleks tidak bereaksi [0],
aktivitas ekstremitas fleksi sedikit [1], usaha bernapas menangis kuat [2]) dengan
kehamilan kurang bulan. Riwayat maternal ibu G3P2A0 dengan usia ibu 28 tahun.
Anak pertama laki-laki lahir aterm secara spontan, letak belakang kepala, usia
anak sekarang 8 tahun. Anak kedua perempuan lahir aterm secara spontan, usia
anak sekarang 1 tahun. Ibu rutin mengikuti Antenatal Care dengan bidan.
Pemeriksaan fisik bayi saat masuk ke ruangan perinatologi resiko tinggi
yaitu denyut jantung 136x/menit, pernapasan 78 x/menit, dan suhu aksila 36,8°C.
Skor Downe 3 (tidak ada gawat napas). Skor Ballard 29 dengan estimasi
kehamilan 32-34 minggu. Refleks fisiologis baik. Bunyi jantung I dan II murni
reguler, tidak ada murmur atau gallop. Kulit tidak pucat dan tidak ikterus. Tidak
ada muntah, diare, atau residu lambung. Pada palpasi abdomen, hepar dan lien
tidak teraba. Bayi aktif, composmentis, fontanela datar, sutura belum menutup,
refleks cahaya +/+, tidak kejang, dan tonus otot normal. Tidak ditemukan anus
imperforata, hidrokel, hernia, hipospadia, atau epispadia. Testis sudah turun ke
scrotum.
2
Bayi pada hari ke 4 (11-7-2015) didapatkan kulit berwarna kuning
(ikterus) dari wajah sampai dada dan punggung / Kramer II. Pada hari ke 5 (13-7-
2015) didapatkan kulit berwarna kuning (ikterus) dari wajah sampai perut hingga
lutut/ Kramer III. Pada hari ke 6 (14-7-2015) didapatkan kulit berwarna kuning
(ikterus) dari wajah sampai telapak tangan dan kaki/ Kramer V dan dilakukan
pemeriksaan bilirubin total didapatkan 14,2 mg/dL. Bayi mulai dilakukan
fototerapi, tetapi hanya 4 jam di fototerapi karena febris (38,8°C).
Bayi pada hari ke 7 (15-7-2015) tampak letargi, sempat apnea selama 1
jam, febris (38,4°C), mengantuk dan mengalami gangguan minum, kulit bayi juga
masih kuning (Kramer V). Kriteria sepsis pada bayi: 2A + 4B (Curiga sepsis).
Bayi dirawat dengan diagnosis Bayi prematur + hiperbilirubinemia + sepsis
neonatorum. Pemeriksaaan penunjang GDS 55 mg/dL, bilirubin total 14,2 mg/dL,
bilirubin direk 0,5 mg/dL, bilirubin indirek 13,7 mg/dL
Pemeriksaan Fisik
Denyut jantung : 136 x/menit
Pernapasan : 78 x/menit
Suhu axilla : 36,8 °C
CRT : 1 detik
Berat badan : 2000 gram
Panjang badan : 39 cm
Sistem pernapasan
- Sianosis : ada
- Merintih : ada
- Apnea : tidak
- Retraksi dinding dada : tidak
- Pergerakan dinding dada : simetris bilateral
- Cuping hidung: tidak
3
- Stridor : tidak
- Bunyi napas : bronkovesikuler +/+
- Bunyi tambahan: tidak ada
Skor Downe
- Frekuensi napas : 1
- Retraksi : 0
- Sianosis : 1
- Udara masuk : 0
- Merintih : 1
- Total skor : 3
- Kesimpulan : tidak ada gawat napas
Sistem kardiovaskular
- Bunyi jantung : SI/SII murni reguler
- Murmur : tidak
Sistem hematologi
- Pucat : tidak
- Ikterus : tidak
Sistem gastrointestinal
- Kelainan dinding abdomen: tidak
- Muntah : tidak
- Diare : tidak
- Residu lambung : tidak
- Organomegali : hepar dan lien tidak teraba
- Bising usus : kesan normal
- Umbilikus : kering
o Keluaran : tidak ada
o Warna kemerahan : tidak
4
o Edema : tidak
Sistem saraf
- Aktivitas : aktif
- Kesadaran : compos mentis
- Fontanela : datar
- Sutura : belum menutup
- Kejang : tidak
- Tonus otot : baik
Sistem genitalia
- Anus imperforata : tidak
- Laki-laki
o Hipospadia : tidak
o Hidrokel : tidak
o Hernia : tidak
o Testis : sudah turun ke scrotum
Refleks Fisiologi
- Rooting-sucking : +/+
- Babinski : +/+
- Moro : +
- Palmar graps : +/+
- Plantar grasp : +/+
- Tonic neck : +
Pemeriksaan lain
- Ekstremitas : lengkap
- Turgor : 1 detik
- Kelainan kongenital : tidak ada
5
- Trauma lahir : tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
- GDS : 55 mg/dL
- Bilirubin total: 14,2 mg/dL
- Bilirubin direk: 0,5 mg/dL
- Bilirubin indirek 13,7 mg/dL
Terapi
- IVFD Dekstrosa 5% 8 tpm
- Inj. Cefotaxim 100mg/12 jam/IV
- Inj. Gentamisin 4 mg/12 jam/IV
- Sanmol drops 4 x 0,3 cc
- ASI 8 x 2 cc
STEP 1
Identifikasi Masalah
- Berat badan lahir 2000 gr
- Bayi kurang bulan
- Asfiksia (skor apgar 3/5/7)
- Napas cepat (78x/menit)
- Ikterus Kramer III pada hari ke 5
- Febris
- Letargi
- Tanda-tanda sepsis
- Bilirubin total 14,2 mg/dL
STEP 2
6
Rumusan masalah
1. Masalah-masalah bayi prematur dan patofisiologinya
2. Bagaimana metabolisme bilirubin
3. Definisi dan etiologi hiperbilirubinemia
4. Terapi pada hiperbilirubinemia dan dikaitkan dengan pasien
5. Indikasi, kontraindikasi, efek samping dan kapan penghentian fototerapi
6. Faktor-faktor resiko penyebab kelahiran prematuritas
7. Bagaimana penilaian gangguan napas (klasifikasi)?
8. Penyebab gangguan napas pada bayi ini?
9. Faktor-faktor resiko sepsis dan dikaitkan dengan pasien
10. Estimasi nilai bilirubin berdasarkan Kramer
11. Komplikasi hiperbilirubinemia?
Jawaban
1. Masalah pada bayi prematur:
a) Ketidakstabilan suhu
Bayi preterm memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh
karena:
- Peningkatan kehilangan panas
- Berkurangnya lemak subkutan
- Rasio daerah permukaan terhadap berat badan yang tinggi
- Berkurangnya produksi panas karena tidak memadainya lemak coklat
dan ketidakmampuan untuk menggigil.
b) Kesulitan bernapas
- defisiensi surfaktan paru
- resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks
menghisap dan refleks menelan
- otot pembantu respirasi yang lemah
- pernapasan yang periodik dan apnea
7
c) Kelainan GIT dan nutrisi
- refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu
- motilitas usus yang menurun
- pengosongan lambung yang tertunda
- pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak kurang
- defisiensi enzim laktase pada brush border usus
- menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tubuh
d) Imaturitas hati
- konyugasi dan ekskresi bilirubin terganggu
- defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K
e) Imaturitas ginjal
- ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar
- akumulasi asam anoranik dengan asidosis metabolik
- ketidakseimbangan elektolit
f) Imaturitas imunologis
Resiko infeksi tinggi akibat:
- tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester
ketiga
- fagositosis terganggu
- penurunan faktor komplemen
g) Kelainan neurologis
- refleks isap dan telan yang imatur
- pengaturan perfusi serebral yang buruk
- hipotonia
h) Kelainan kardiovaskular
- Patent Ductus Arteriosus (PDA)
i) Metabolisme
- Hipoglikemia
8
2. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah hasil akhir dari katabolisme heme melalui proses
oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk oleh
enzim oksigenase. Biliverdin kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh enzimm
biliverdin reduktase. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek/unconjugated)
merupakan zat larut lipid, sehingga kurang mampu larut dalam air pada pH
fisiologis. Oleh karena tidak mampu larut dalam air, maka bilirubin indirek harus
berikatan dengan albumin terlebih dahulu untuk kemudian ditransportasikan.
Ikatan bilirubin-albumin ini kemudian mengalami disosiasi dalam sinusoid hepar,
berdifusi melalui membran sel, kemudian masuk ke dalam sel-sel hepar.
9
Konjugasi terjadi antara bilirubin terutama dengan asam glukoronat yang
dikatalisasi oleh enzim mikrosomal bilirubin-uridine diphosphate (UDP)
glukoronil transferase. Asam glukoronat ini sebagian disediakan oleh asam
uridine diphosphoglucoronic (UDPGA) dalam reaksi yang berasal dari oksidasi
uridine diphosphoglucose (UDPG) oleh UDPG dehidrogenase (Fanaroff, 1994).
Bilirubin yang telah terkonjugasi ini kemudian memiliki kelarutan yang baik di
dalam air sehingga mampu diekskresi melalui urine.
Meskipun demikian, sebagian besar bilirubin glukoronida ini diekskresi
melalui ductus biliaris ke organ intestinal. Oleh karena permeabilitasnya yang
rendah terhadap bilirubin direk, maka bilirubin direk ini bergabung dengan feses
untuk diekskresi dari dalam tubuh. Sebaliknya, permeabilitas bilirubin indirek dan
urobilinogen (derivat bilirubin yang dihasilkan oleh bakteri intestial) yang tinggi
dengan usus menyebabkan terjadinya reabsorbsi kembali menuju ke sirkulasi.
3. Penyebab yang sering menyebabkan hiperbilirubinemia:
- Hiperbilirubinemia fisiologis
- Inkompatibilitas golongan darah ABO
- Breast Milk Jaundice
- Inkompatibilitas golongan darah rhesus
- Infeksi
- Hematoma sefal, hematoma subdural, ’excessive bruising’
- IDM (’Infant of Diabetic Mother’)
- Polisitemia / hiperviskositas
- Prematuritas / BBLR
- Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi-asidosis, hipoglikemia
Penyebab yang jarang menyebabkan hiperbilirubinemia:
- Defisiensi G6PD (Glucose 6 –Phosphat Dehydrogenase)
- Defisiensi piruvat kinase
- Sferositosis kongenital
- Lucey –Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial)
10
- Hipotiroidism
- Hemoglobinopathy
4. Penatalaksanaan:
- Terapi sinar/fototerapi
Fototerapi merupakan terapi penyinaran dengan panjang
gelombang cahaya 450-460 nm (gelombang sinar biru 425-475 nm atau
sinar putih 380-700 nm) dengan spekrum radiasi 30 W/cm2/nm. Standar
indikasi dilakukannya fototerapi mengikuti grafik peningkatan kadar
bilirubin total menurut American Academy of Pediatric.1
- Status hidrasi dan pemberian minum
Ibu harus menyusui bayinya setidaknya 8 sampai 12 kali setiap hari untuk
beberapa hari pertama. Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat
diberikan melalui pipa nasogastrik atau dengan gelas dan
sendok. 2
- Monitoring kadar bilirubin.
- Tranfusi tukar
11
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah darah
pasien yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam
jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar
darah pasien tertukar. Pada pasien hiperbilirubinemia, tindakan tersebut
bertujuan mencegah ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan
bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi hiperbilirubinemia karena
isoimunisasi, transfusi tukar mempunyai manfaat lebih karena akan
membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi darah neonatus.
Hal tersebut akan mencegah terjadinya hemolisis lebih lanjut dan
memperbaiki kondisi anemianya.2
o Indikasi transfusi tukar1
Gagal dengan intensif fototerapi.
Ensefalopati bilirubin akut (fase awal, intermediate, lanjut/advanced)
yang ditandai gejala hipertonia, melengkung, retrocolli, opistotonus,
panas, tangis melengking.
o Darah donor untuk transfusi tukar2
Darah yang digunakan golongan O.
Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood.
12
- Obat-obatan :
o Phenobarbital
Memperlihatkan hasil efektif konsentrasi UDPGT dan ligantin
serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin.
o Intravenous immunoglobulin
Digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas
ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindaka
transfuse ganti.
o Mettaloporphyrins
Zat ini adalah analog sintesis heme, inhibitor kompetitif dari heme
oksigenase.
o Cholestyramine
13
5. Indikasi fototerapi:
Standar indikasi dilakukannya fototerapi mengikuti grafik peningkatan
kadar bilirubin total menurut American Academy of Pediatric.
Pada bayi prematur (kurang bulan)
Berat badan
KADAR BILIRUBIN TOTAL SERUM (mg/dL)
Sehat Sakit
FototerapiTransfusi
tukarFototerapi
Transfusi tukar
Kurang bulan
< 1000 g 5-7 Bervariasi 4-6 Bervariasi
1001-1500 g 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi
1501-2000 g 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi
2001-2500 g 12-15 Bervariasi 10-12 Bervariasi
14
Cukup bulan
>2500 g 15-18 20-25 12-15 18-20
Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar
bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.
Penghentian terapi sinar :
Bayi cukup bulan bilirubin ≤ 12 mg/dL (205 mol/dL)
Bayi kurang bulan bilirubin ≤ 10 mg/dL (171 mol/dL)
Bila timbul efek samping (enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit,
gangguan minum, Bronze baby syndrome, kerusakan retina)
6. Faktor-faktor resiko penyebab bayi prematur:
Maternal : penyakit sistemik berat, infeksi, penyalahgunaan obat, PEB,
trauma
Uterus: Malformasi (uterus bikornuat)
Plasenta : Solusio plasenta, plasenta previa
Cairan Amnion : Oligohidramnion, ketuban pecah dini, polihidramnion,
infeksi intraamnion, korioamnionitis
15
Janin : malformasi janin, kehamilan kembar, janin hidrops, gawat janin,
pertumbuhan janin terhambat
Serviks: Inkompetensia servik, servisitis/vaginitis
Lain-lain: iatrogenik
7. Gangguan napas pada bayi baru lahir (BBL) adalah keadaan bayi yang sebelum
nya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi dan
berhasil, tetapi beberapa saat kemudian mengalami gangguan napas , biasanya
mengalami masalah sebagai berikut :
• Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau
lebih tanda tambahan gangguan napas.
• Frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit.
• Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
• Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).
Klasifikasi gangguan napas menurut WHO
SKOR DOWNE
KRITERIA 0 1 2
Pernapasan < 60x/menit 60-80x/menit > 80x/ menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi hilang Retraksi berat
16
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang
dengan pemberian
O2
Sianosis menetap
walaupun dengan
O2
Air Entry Udara masuk bilateral
baik
Penurunan ringan
udara masuk
Tidak ada udara
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar
dengan stetoskop
Dapat di dengar
tanpa alat bantu
TOTAL
SKOR
DIAGNOSIS
1-3 Tidak ada gawat napas
4-7 Gawat napas
>7 Ancaman gagal napas
8. Penyebab gangguan napas pada bayi dalam kasus karena usia gestasi 32-34
minggu (bayi kurang bulan) dimana terjadi gangguan/kesulitan bernapas akibat
defisiensi surfaktan paru, resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks
batuk, refleks menghisap dan refleks menelan, otot pembantu respirasi yang
lemah dan pernapasan yang periodik dan apnea.
9. Faktor resiko sepsis:
Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang
diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama
kehamilan, persalinan ataupun kelahiran. Berlainan dengan awitan dini, pada
pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat
dalam lingkungan pasien.
Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokkan menjadi:
1. Faktor ibu:
a. Persalinan dan kelahiran kurang bulan
17
b. Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam
c. Chorioamnionitis
d. Persalinan dengan tindakan
e. Demam pada ibu (>38,4 derajat celcius)
f. Infeksi saluran kencing pada ibu
g. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
2. Faktor bayi
a. Asfiksia perinatal
b. Berat lahir rendah
c. Bayi kurang bulan
d. Prosedur invasif
e. Kelainan bawaan
10. Kriteria Kramer dapat dibagi:
Derajat Ikterus
Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubin
I Kepala dan leher 5,0mg%
II Sampai badan atas (diatas umbilicus)
9,0 mg%
III Sampai badan bawah (di bawah umbilicus sampai tungkai atas diatas lutut
11,4 mg%
IV Seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki
12,4 mg%
V Seluruh tubuh 16,0 mg%
11. Ensefalopati bilirubin (EB) merupakan komplikasi ikterus neonatorum non
fisiologis sebagai akibat efek toksis bilirubin tak terkonjugasi terhadap
susunan syaraf pusat (SSP) yang dapat mengakibatkan kematian atau
apabila bertahan hidup menimbulkan gejala sisa yang berat. Istilah bilirubin
18
ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang timbul
akibat efek toksis bilirubin pada system saraf pusat yaitu basal ganglia dan
pada berbagai nuclei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama
sesudah bayi lahir dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. 1,2 Kern
ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen
bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama ganglia basalis, pons dan
serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik
dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin. Kern ikterus adalah
diagnosis patologis hasil autopsi pada kasus ensefalopati bilirubin yang
meninggal yaitu pewarnaan kuning pada struktur syaraf yang mengenai
sebagian besar jaringan otak meliputi ganglia basalis (globus pallidus dan
nukleus subthalamik), hippocampus, geniculate bodies, nukleus syaraf
cranial (vestibulokokhlearis, okulomotorius, dan fasialis), nukleus
cerebralis, serebelum.
Sawar darah otak (blood brain barrier) adalah suatu lapisan yang
terdiri dari pembuluh darah kapiler yang mempunyai sel endotel dengan
tight junction khas yang berfungsi membatasi serta mengatur pergerakan
molekul antara darah dan SSP. Pada kondisi sawar darah otak normal yang
dapat menembus barier ini adalah bilirubin indirek bebas (yang tidak terikat
albumin). Pada kondisi abnormal adanya brain injury (trauma serebral)
diperberat keadaan hipoksemia, acidemia, hiperkapnia, hipoalbumin,
bilirubin yang terikat pun dapat melewati/menembus sawar darah otak. 1,2
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati: pada fase awal bayi
dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik dan reflex hisap buruk,
sedangkan pada fase intermediate ditandai dengan moderate stupor,
iritabilitas, dan hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan demam, high-pitched
cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi
hipertonia dapat berupa retrocollis dan opitotonus.
Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin
ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk
19
athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, dysplasia
dental-enamel, paralisis upward gaze.
Maisels (1999) melaporkan hasil penelitiannya antara kadar
bilirubin indirek dengan kejadian kern ikterus yaitu kadar bilirubin indirek
30-40 mg/dl, 25-29 mg/ dl, 19-24 mg/dl dan kadar 10-18 mg/dl, berturut-
turut kejadian kern ikterus 73%, 33%, 8%, dan 0. 2
Pada bayi ini kadar bilirubin serum total 14,2 mg/dl pada hari ke-5
disertai dengan bayi tampak letargi, kurang aktif, malam minum dan
hipertonus. Manifestasi klinis dari Ensefalopati bilirubin akut yaitu:
a. Fase awal (early phase)
Timbulnya beberapa hari pertama kehidupan. Klinis BBL tampak
ikterus berat (lebih dari Kramer 3). Terjadi penurunan kesadaran, letargi,
mengisap lemah dan hipotonia. Terapi dini dan tepat akan memberikan
prognosis lebih baik.
b. Fase intermediate (intermediate phase)
Merupakan lanjutan dari fase awal, tindakan terapi transfusi tukar
emergensi dapat mengembalikan perubahan susunan syaraf pusat dengan
cepat. Fase ini ditandai stupor yang moderat/sedang, ireversibel, hipertonia
dengan retrocollis otot-otot leher serta opistotonus otot-otot punggung,
panas, tangis melengking (high-pitched cry) yang berlanjut berubah
menjadi mengantuk dan hipotonia.
c. Fase lanjut (advanced phase)
Fase ini terjadi pada BBL setelah usia 1 minggu kehidupan yang
ditandai dengan retrocollis dan opistotonus yang lebih berat, tangisnya
melengking, tak mau minum/ menetek, apnea, panas, stupor dalam sampai
koma, kadang-kadang kejang dan meninggal. Dalam fase ini kemungkinan
kerusakan SSP ireversibel/menetap.
Ensefalopati bilirubin kronis (chronic bilirubin
encephalopathy/kern icterus) Ensefalopati bilirubin kronis disebut juga
kern ikterus. Perjalanan penyakit berlangsung lamban setelah bentuk akut
terjadi awal tahun pertama kehidupan. Secara klinis dibedakan dalam 2
20
fase. Fase awal, terjadi dalam tahun pertama kehidupan dengan gejala
klinis hipotonia, hiperefleksi, keterlambatan perkembangan motorik
milestone dan timbulnya refleks tonik leher. Fase setelah tahun pertama
kehidupan. Gejala klinis refleks tonik leher (tonic-neck reflex) menetap
setelah tahun pertama kehidupan terjadi gangguan ekstrapiramidal,
gangguan visual, pendengaran, defek kognitif, gangguan terhadap gigi,
gangguan intelektual minor dapat terjadi.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim, Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi, Edisi pertama. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014
2. Ganong. Dasar Fisiologi Manusia. EGC: Jakarta. 2003
3. Tim ponek. Hiperbilirubinemia pada neonatus. IDAI. 2010
4. Tim ponek. Bayi Prematur. IDAI. 2010
5. Usman, Ali. Ensefalopati Bilirubin. Sari pediatrik. IDAI. 2007
6. Departemen Kesehatan Indonesia. Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Depkes RI. 2005
7. Fanaroff, A & Martin R. Neonatal-Perinatal Medicine: Disease of Fetus and Infant, 10th Edition. Elsevier Saunders: New York. 2014
22