hiperbilirubinemia

29
TUTORIAL JULI 2015 “BAYI HIPERBILIRUBINEMIA” Oleh: Micheline Brigita Bolang Ribka Elda Patandianan Sulistyawati N 111 14 012 N 111 14 048 N 111 14 017 Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

Upload: windy-mentarii

Post on 15-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ikterus neonatorum

TRANSCRIPT

Page 1: Hiperbilirubinemia

TUTORIAL JULI 2015

“BAYI HIPERBILIRUBINEMIA”

Oleh:

Micheline Brigita Bolang

Ribka Elda Patandianan

Sulistyawati

N 111 14 012

N 111 14 048

N 111 14 017

Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2015

Page 2: Hiperbilirubinemia

TUTORIAL

Skenario

Bayi laki-laki lahir secara spontan, letak belakang kepala. Bayi lahir pada

pukul 18.55 tanggal 8 Juli 2015 dengan berat badan lahir 2000 gram dan panjang

39 cm. Bayi lahir tidak langsung menangis, merintih (+) dan sianosis (+) hilang

dengan O2. Air ketuban berwarna putih jernih. Nilai Apgar score menit ke 1 yaitu

3 (warna tubuh seluruh biru/pucat [0], denyut jantung <100x/menit [1], refleks

tidak bereaksi [0], tonus otot ekstremitas fleksi sedikit [1], pernapasan lambat [1]),

skor pada menit ke 5 yaitu 5 (warna tubuh kemerahan ekstremitas biru [1], denyut

jantung <100x/menit [1], refleks gerakan sedikit [1], tonus otot ekstremitas sedikit

[1], pernapasan lambat [1]), skor pada menit 10 yaitu 7 (seluruh tubuh

kemerahan[2], denyut jantung ≥ 100x/menit [2], refleks tidak bereaksi [0],

aktivitas ekstremitas fleksi sedikit [1], usaha bernapas menangis kuat [2]) dengan

kehamilan kurang bulan. Riwayat maternal ibu G3P2A0 dengan usia ibu 28 tahun.

Anak pertama laki-laki lahir aterm secara spontan, letak belakang kepala, usia

anak sekarang 8 tahun. Anak kedua perempuan lahir aterm secara spontan, usia

anak sekarang 1 tahun. Ibu rutin mengikuti Antenatal Care dengan bidan.

Pemeriksaan fisik bayi saat masuk ke ruangan perinatologi resiko tinggi

yaitu denyut jantung 136x/menit, pernapasan 78 x/menit, dan suhu aksila 36,8°C.

Skor Downe 3 (tidak ada gawat napas). Skor Ballard 29 dengan estimasi

kehamilan 32-34 minggu. Refleks fisiologis baik. Bunyi jantung I dan II murni

reguler, tidak ada murmur atau gallop. Kulit tidak pucat dan tidak ikterus. Tidak

ada muntah, diare, atau residu lambung. Pada palpasi abdomen, hepar dan lien

tidak teraba. Bayi aktif, composmentis, fontanela datar, sutura belum menutup,

refleks cahaya +/+, tidak kejang, dan tonus otot normal. Tidak ditemukan anus

imperforata, hidrokel, hernia, hipospadia, atau epispadia. Testis sudah turun ke

scrotum.

2

Page 3: Hiperbilirubinemia

Bayi pada hari ke 4 (11-7-2015) didapatkan kulit berwarna kuning

(ikterus) dari wajah sampai dada dan punggung / Kramer II. Pada hari ke 5 (13-7-

2015) didapatkan kulit berwarna kuning (ikterus) dari wajah sampai perut hingga

lutut/ Kramer III. Pada hari ke 6 (14-7-2015) didapatkan kulit berwarna kuning

(ikterus) dari wajah sampai telapak tangan dan kaki/ Kramer V dan dilakukan

pemeriksaan bilirubin total didapatkan 14,2 mg/dL. Bayi mulai dilakukan

fototerapi, tetapi hanya 4 jam di fototerapi karena febris (38,8°C).

Bayi pada hari ke 7 (15-7-2015) tampak letargi, sempat apnea selama 1

jam, febris (38,4°C), mengantuk dan mengalami gangguan minum, kulit bayi juga

masih kuning (Kramer V). Kriteria sepsis pada bayi: 2A + 4B (Curiga sepsis).

Bayi dirawat dengan diagnosis Bayi prematur + hiperbilirubinemia + sepsis

neonatorum. Pemeriksaaan penunjang GDS 55 mg/dL, bilirubin total 14,2 mg/dL,

bilirubin direk 0,5 mg/dL, bilirubin indirek 13,7 mg/dL

Pemeriksaan Fisik

Denyut jantung : 136 x/menit

Pernapasan : 78 x/menit

Suhu axilla : 36,8 °C

CRT : 1 detik

Berat badan : 2000 gram

Panjang badan : 39 cm

Sistem pernapasan

- Sianosis : ada

- Merintih : ada

- Apnea : tidak

- Retraksi dinding dada : tidak

- Pergerakan dinding dada : simetris bilateral

- Cuping hidung: tidak

3

Page 4: Hiperbilirubinemia

- Stridor : tidak

- Bunyi napas : bronkovesikuler +/+

- Bunyi tambahan: tidak ada

Skor Downe

- Frekuensi napas : 1

- Retraksi : 0

- Sianosis : 1

- Udara masuk : 0

- Merintih : 1

- Total skor : 3

- Kesimpulan : tidak ada gawat napas

Sistem kardiovaskular

- Bunyi jantung : SI/SII murni reguler

- Murmur : tidak

Sistem hematologi

- Pucat : tidak

- Ikterus : tidak

Sistem gastrointestinal

- Kelainan dinding abdomen: tidak

- Muntah : tidak

- Diare : tidak

- Residu lambung : tidak

- Organomegali : hepar dan lien tidak teraba

- Bising usus : kesan normal

- Umbilikus : kering

o Keluaran : tidak ada

o Warna kemerahan : tidak

4

Page 5: Hiperbilirubinemia

o Edema : tidak

Sistem saraf

- Aktivitas : aktif

- Kesadaran : compos mentis

- Fontanela : datar

- Sutura : belum menutup

- Kejang : tidak

- Tonus otot : baik

Sistem genitalia

- Anus imperforata : tidak

- Laki-laki

o Hipospadia : tidak

o Hidrokel : tidak

o Hernia : tidak

o Testis : sudah turun ke scrotum

Refleks Fisiologi

- Rooting-sucking : +/+

- Babinski : +/+

- Moro : +

- Palmar graps : +/+

- Plantar grasp : +/+

- Tonic neck : +

Pemeriksaan lain

- Ekstremitas : lengkap

- Turgor : 1 detik

- Kelainan kongenital : tidak ada

5

Page 6: Hiperbilirubinemia

- Trauma lahir : tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

- GDS : 55 mg/dL

- Bilirubin total: 14,2 mg/dL

- Bilirubin direk: 0,5 mg/dL

- Bilirubin indirek 13,7 mg/dL

Terapi

- IVFD Dekstrosa 5% 8 tpm

- Inj. Cefotaxim 100mg/12 jam/IV

- Inj. Gentamisin 4 mg/12 jam/IV

- Sanmol drops 4 x 0,3 cc

- ASI 8 x 2 cc

STEP 1

Identifikasi Masalah

- Berat badan lahir 2000 gr

- Bayi kurang bulan

- Asfiksia (skor apgar 3/5/7)

- Napas cepat (78x/menit)

- Ikterus Kramer III pada hari ke 5

- Febris

- Letargi

- Tanda-tanda sepsis

- Bilirubin total 14,2 mg/dL

STEP 2

6

Page 7: Hiperbilirubinemia

Rumusan masalah

1. Masalah-masalah bayi prematur dan patofisiologinya

2. Bagaimana metabolisme bilirubin

3. Definisi dan etiologi hiperbilirubinemia

4. Terapi pada hiperbilirubinemia dan dikaitkan dengan pasien

5. Indikasi, kontraindikasi, efek samping dan kapan penghentian fototerapi

6. Faktor-faktor resiko penyebab kelahiran prematuritas

7. Bagaimana penilaian gangguan napas (klasifikasi)?

8. Penyebab gangguan napas pada bayi ini?

9. Faktor-faktor resiko sepsis dan dikaitkan dengan pasien

10. Estimasi nilai bilirubin berdasarkan Kramer

11. Komplikasi hiperbilirubinemia?

Jawaban

1. Masalah pada bayi prematur:

a) Ketidakstabilan suhu

Bayi preterm memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh

karena:

- Peningkatan kehilangan panas

- Berkurangnya lemak subkutan

- Rasio daerah permukaan terhadap berat badan yang tinggi

- Berkurangnya produksi panas karena tidak memadainya lemak coklat

dan ketidakmampuan untuk menggigil.

b) Kesulitan bernapas

- defisiensi surfaktan paru

- resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks

menghisap dan refleks menelan

- otot pembantu respirasi yang lemah

- pernapasan yang periodik dan apnea

7

Page 8: Hiperbilirubinemia

c) Kelainan GIT dan nutrisi

- refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu

- motilitas usus yang menurun

- pengosongan lambung yang tertunda

- pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak kurang

- defisiensi enzim laktase pada brush border usus

- menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tubuh

d) Imaturitas hati

- konyugasi dan ekskresi bilirubin terganggu

- defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K

e) Imaturitas ginjal

- ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar

- akumulasi asam anoranik dengan asidosis metabolik

- ketidakseimbangan elektolit

f) Imaturitas imunologis

Resiko infeksi tinggi akibat:

- tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester

ketiga

- fagositosis terganggu

- penurunan faktor komplemen

g) Kelainan neurologis

- refleks isap dan telan yang imatur

- pengaturan perfusi serebral yang buruk

- hipotonia

h) Kelainan kardiovaskular

- Patent Ductus Arteriosus (PDA)

i) Metabolisme

- Hipoglikemia

8

Page 9: Hiperbilirubinemia

2. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah hasil akhir dari katabolisme heme melalui proses

oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk oleh

enzim oksigenase. Biliverdin kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh enzimm

biliverdin reduktase. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek/unconjugated)

merupakan zat larut lipid, sehingga kurang mampu larut dalam air pada pH

fisiologis. Oleh karena tidak mampu larut dalam air, maka bilirubin indirek harus

berikatan dengan albumin terlebih dahulu untuk kemudian ditransportasikan.

Ikatan bilirubin-albumin ini kemudian mengalami disosiasi dalam sinusoid hepar,

berdifusi melalui membran sel, kemudian masuk ke dalam sel-sel hepar.

9

Page 10: Hiperbilirubinemia

Konjugasi terjadi antara bilirubin terutama dengan asam glukoronat yang

dikatalisasi oleh enzim mikrosomal bilirubin-uridine diphosphate (UDP)

glukoronil transferase. Asam glukoronat ini sebagian disediakan oleh asam

uridine diphosphoglucoronic (UDPGA) dalam reaksi yang berasal dari oksidasi

uridine diphosphoglucose (UDPG) oleh UDPG dehidrogenase (Fanaroff, 1994).

Bilirubin yang telah terkonjugasi ini kemudian memiliki kelarutan yang baik di

dalam air sehingga mampu diekskresi melalui urine.

Meskipun demikian, sebagian besar bilirubin glukoronida ini diekskresi

melalui ductus biliaris ke organ intestinal. Oleh karena permeabilitasnya yang

rendah terhadap bilirubin direk, maka bilirubin direk ini bergabung dengan feses

untuk diekskresi dari dalam tubuh. Sebaliknya, permeabilitas bilirubin indirek dan

urobilinogen (derivat bilirubin yang dihasilkan oleh bakteri intestial) yang tinggi

dengan usus menyebabkan terjadinya reabsorbsi kembali menuju ke sirkulasi.

3. Penyebab yang sering menyebabkan hiperbilirubinemia:

- Hiperbilirubinemia fisiologis

- Inkompatibilitas golongan darah ABO

- Breast Milk Jaundice

- Inkompatibilitas golongan darah rhesus

- Infeksi

- Hematoma sefal, hematoma subdural, ’excessive bruising’

- IDM (’Infant of Diabetic Mother’)

- Polisitemia / hiperviskositas

- Prematuritas / BBLR

- Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi-asidosis, hipoglikemia

Penyebab yang jarang menyebabkan hiperbilirubinemia:

- Defisiensi G6PD (Glucose 6 –Phosphat Dehydrogenase)

- Defisiensi piruvat kinase

- Sferositosis kongenital

- Lucey –Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial)

10

Page 11: Hiperbilirubinemia

- Hipotiroidism

- Hemoglobinopathy

4. Penatalaksanaan:

- Terapi sinar/fototerapi

Fototerapi merupakan terapi penyinaran dengan panjang

gelombang cahaya 450-460 nm (gelombang sinar biru 425-475 nm atau

sinar putih 380-700 nm) dengan spekrum radiasi 30 W/cm2/nm. Standar

indikasi dilakukannya fototerapi mengikuti grafik peningkatan kadar

bilirubin total menurut American Academy of Pediatric.1

- Status hidrasi dan pemberian minum

Ibu harus menyusui bayinya setidaknya 8 sampai 12 kali setiap hari untuk

beberapa hari pertama. Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat

diberikan melalui pipa nasogastrik atau dengan gelas dan

sendok. 2

- Monitoring kadar bilirubin.

- Tranfusi tukar

11

Page 12: Hiperbilirubinemia

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah darah

pasien yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam

jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar

darah pasien tertukar. Pada pasien hiperbilirubinemia, tindakan tersebut

bertujuan mencegah ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan

bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi hiperbilirubinemia karena

isoimunisasi, transfusi tukar mempunyai manfaat lebih karena akan

membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi darah neonatus.

Hal tersebut akan mencegah terjadinya hemolisis lebih lanjut dan

memperbaiki kondisi anemianya.2

o Indikasi transfusi tukar1

Gagal dengan intensif fototerapi.

Ensefalopati bilirubin akut (fase awal, intermediate, lanjut/advanced)

yang ditandai gejala hipertonia, melengkung, retrocolli, opistotonus,

panas, tangis melengking.

o Darah donor untuk transfusi tukar2

Darah yang digunakan golongan O.

Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood.

12

Page 13: Hiperbilirubinemia

- Obat-obatan :

o Phenobarbital

Memperlihatkan hasil efektif konsentrasi UDPGT dan ligantin

serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin.

o Intravenous immunoglobulin

Digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas

ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindaka

transfuse ganti.

o Mettaloporphyrins

Zat ini adalah analog sintesis heme, inhibitor kompetitif dari heme

oksigenase.

o Cholestyramine

13

Page 14: Hiperbilirubinemia

5. Indikasi fototerapi:

Standar indikasi dilakukannya fototerapi mengikuti grafik peningkatan

kadar bilirubin total menurut American Academy of Pediatric.

Pada bayi prematur (kurang bulan)

Berat badan

KADAR BILIRUBIN TOTAL SERUM (mg/dL)

Sehat Sakit

FototerapiTransfusi

tukarFototerapi

Transfusi tukar

Kurang bulan

< 1000 g 5-7 Bervariasi 4-6 Bervariasi

1001-1500 g 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi

1501-2000 g 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi

2001-2500 g 12-15 Bervariasi 10-12 Bervariasi

14

Page 15: Hiperbilirubinemia

Cukup bulan

>2500 g 15-18 20-25 12-15 18-20

Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar

bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.

Penghentian terapi sinar :

Bayi cukup bulan bilirubin ≤ 12 mg/dL (205 mol/dL)

Bayi kurang bulan bilirubin ≤ 10 mg/dL (171 mol/dL)

Bila timbul efek samping (enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit,

gangguan minum, Bronze baby syndrome, kerusakan retina)

6. Faktor-faktor resiko penyebab bayi prematur:

Maternal : penyakit sistemik berat, infeksi, penyalahgunaan obat, PEB,

trauma

Uterus: Malformasi (uterus bikornuat)

Plasenta : Solusio plasenta, plasenta previa

Cairan Amnion : Oligohidramnion, ketuban pecah dini, polihidramnion,

infeksi intraamnion, korioamnionitis

15

Page 16: Hiperbilirubinemia

Janin : malformasi janin, kehamilan kembar, janin hidrops, gawat janin,

pertumbuhan janin terhambat

Serviks: Inkompetensia servik, servisitis/vaginitis

Lain-lain: iatrogenik

7. Gangguan napas pada bayi baru lahir (BBL) adalah keadaan bayi yang sebelum

nya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi dan

berhasil, tetapi beberapa saat kemudian mengalami gangguan napas , biasanya

mengalami masalah sebagai berikut :

• Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

lebih tanda tambahan gangguan napas.

• Frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit.

• Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).

• Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).

Klasifikasi gangguan napas menurut WHO

SKOR DOWNE

KRITERIA 0 1 2

Pernapasan < 60x/menit 60-80x/menit > 80x/ menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi hilang Retraksi berat

16

Page 17: Hiperbilirubinemia

Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang

dengan pemberian

O2

Sianosis menetap

walaupun dengan

O2

Air Entry Udara masuk bilateral

baik

Penurunan ringan

udara masuk

Tidak ada udara

masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar

dengan stetoskop

Dapat di dengar

tanpa alat bantu

TOTAL

SKOR

DIAGNOSIS

1-3 Tidak ada gawat napas

4-7 Gawat napas

>7 Ancaman gagal napas

8. Penyebab gangguan napas pada bayi dalam kasus karena usia gestasi 32-34

minggu (bayi kurang bulan) dimana terjadi gangguan/kesulitan bernapas akibat

defisiensi surfaktan paru, resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks

batuk, refleks menghisap dan refleks menelan, otot pembantu respirasi yang

lemah dan pernapasan yang periodik dan apnea.

9. Faktor resiko sepsis:

Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang

diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama

kehamilan, persalinan ataupun kelahiran. Berlainan dengan awitan dini, pada

pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat

dalam lingkungan pasien.

Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokkan menjadi:

1. Faktor ibu:

a. Persalinan dan kelahiran kurang bulan

17

Page 18: Hiperbilirubinemia

b. Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam

c. Chorioamnionitis

d. Persalinan dengan tindakan

e. Demam pada ibu (>38,4 derajat celcius)

f. Infeksi saluran kencing pada ibu

g. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu

2. Faktor bayi

a. Asfiksia perinatal

b. Berat lahir rendah

c. Bayi kurang bulan

d. Prosedur invasif

e. Kelainan bawaan

10. Kriteria Kramer dapat dibagi:

Derajat Ikterus

Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubin

I Kepala dan leher 5,0mg%

II Sampai badan atas (diatas umbilicus)

9,0 mg%

III Sampai badan bawah (di bawah umbilicus sampai tungkai atas diatas lutut

11,4 mg%

IV Seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki

12,4 mg%

V Seluruh tubuh 16,0 mg%

11. Ensefalopati bilirubin (EB) merupakan komplikasi ikterus neonatorum non

fisiologis sebagai akibat efek toksis bilirubin tak terkonjugasi terhadap

susunan syaraf pusat (SSP) yang dapat mengakibatkan kematian atau

apabila bertahan hidup menimbulkan gejala sisa yang berat. Istilah bilirubin

18

Page 19: Hiperbilirubinemia

ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang timbul

akibat efek toksis bilirubin pada system saraf pusat yaitu basal ganglia dan

pada berbagai nuclei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama

sesudah bayi lahir dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. 1,2 Kern

ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen

bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama ganglia basalis, pons dan

serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik

dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin. Kern ikterus adalah

diagnosis patologis hasil autopsi pada kasus ensefalopati bilirubin yang

meninggal yaitu pewarnaan kuning pada struktur syaraf yang mengenai

sebagian besar jaringan otak meliputi ganglia basalis (globus pallidus dan

nukleus subthalamik), hippocampus, geniculate bodies, nukleus syaraf

cranial (vestibulokokhlearis, okulomotorius, dan fasialis), nukleus

cerebralis, serebelum.

Sawar darah otak (blood brain barrier) adalah suatu lapisan yang

terdiri dari pembuluh darah kapiler yang mempunyai sel endotel dengan

tight junction khas yang berfungsi membatasi serta mengatur pergerakan

molekul antara darah dan SSP. Pada kondisi sawar darah otak normal yang

dapat menembus barier ini adalah bilirubin indirek bebas (yang tidak terikat

albumin). Pada kondisi abnormal adanya brain injury (trauma serebral)

diperberat keadaan hipoksemia, acidemia, hiperkapnia, hipoalbumin,

bilirubin yang terikat pun dapat melewati/menembus sawar darah otak. 1,2

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati: pada fase awal bayi

dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik dan reflex hisap buruk,

sedangkan pada fase intermediate ditandai dengan moderate stupor,

iritabilitas, dan hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan demam, high-pitched

cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi

hipertonia dapat berupa retrocollis dan opitotonus.

Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin

ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk

19

Page 20: Hiperbilirubinemia

athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, dysplasia

dental-enamel, paralisis upward gaze.

Maisels (1999) melaporkan hasil penelitiannya antara kadar

bilirubin indirek dengan kejadian kern ikterus yaitu kadar bilirubin indirek

30-40 mg/dl, 25-29 mg/ dl, 19-24 mg/dl dan kadar 10-18 mg/dl, berturut-

turut kejadian kern ikterus 73%, 33%, 8%, dan 0. 2

Pada bayi ini kadar bilirubin serum total 14,2 mg/dl pada hari ke-5

disertai dengan bayi tampak letargi, kurang aktif, malam minum dan

hipertonus. Manifestasi klinis dari Ensefalopati bilirubin akut yaitu:

a. Fase awal (early phase)

Timbulnya beberapa hari pertama kehidupan. Klinis BBL tampak

ikterus berat (lebih dari Kramer 3). Terjadi penurunan kesadaran, letargi,

mengisap lemah dan hipotonia. Terapi dini dan tepat akan memberikan

prognosis lebih baik.

b. Fase intermediate (intermediate phase)

Merupakan lanjutan dari fase awal, tindakan terapi transfusi tukar

emergensi dapat mengembalikan perubahan susunan syaraf pusat dengan

cepat. Fase ini ditandai stupor yang moderat/sedang, ireversibel, hipertonia

dengan retrocollis otot-otot leher serta opistotonus otot-otot punggung,

panas, tangis melengking (high-pitched cry) yang berlanjut berubah

menjadi mengantuk dan hipotonia.

c. Fase lanjut (advanced phase)

Fase ini terjadi pada BBL setelah usia 1 minggu kehidupan yang

ditandai dengan retrocollis dan opistotonus yang lebih berat, tangisnya

melengking, tak mau minum/ menetek, apnea, panas, stupor dalam sampai

koma, kadang-kadang kejang dan meninggal. Dalam fase ini kemungkinan

kerusakan SSP ireversibel/menetap.

Ensefalopati bilirubin kronis (chronic bilirubin

encephalopathy/kern icterus) Ensefalopati bilirubin kronis disebut juga

kern ikterus. Perjalanan penyakit berlangsung lamban setelah bentuk akut

terjadi awal tahun pertama kehidupan. Secara klinis dibedakan dalam 2

20

Page 21: Hiperbilirubinemia

fase. Fase awal, terjadi dalam tahun pertama kehidupan dengan gejala

klinis hipotonia, hiperefleksi, keterlambatan perkembangan motorik

milestone dan timbulnya refleks tonik leher. Fase setelah tahun pertama

kehidupan. Gejala klinis refleks tonik leher (tonic-neck reflex) menetap

setelah tahun pertama kehidupan terjadi gangguan ekstrapiramidal,

gangguan visual, pendengaran, defek kognitif, gangguan terhadap gigi,

gangguan intelektual minor dapat terjadi.

21

Page 22: Hiperbilirubinemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim, Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi, Edisi pertama. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014

2. Ganong. Dasar Fisiologi Manusia. EGC: Jakarta. 2003

3. Tim ponek. Hiperbilirubinemia pada neonatus. IDAI. 2010

4. Tim ponek. Bayi Prematur. IDAI. 2010

5. Usman, Ali. Ensefalopati Bilirubin. Sari pediatrik. IDAI. 2007

6. Departemen Kesehatan Indonesia. Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Depkes RI. 2005

7. Fanaroff, A & Martin R. Neonatal-Perinatal Medicine: Disease of Fetus and Infant, 10th Edition. Elsevier Saunders: New York. 2014

22