fermentasi nata de coco_lydia novita_11.70.0004_universitas soegijapranata

Upload: lydianovita

Post on 14-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Fermentasi Nata de coco dilakukan dengan menggunakan substrat air kelapa dan inokulum Acetobacter xylinum. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap ketinggian nata yang terbentuk pada hari ke -7 dan ke -14 dan diakhiri dengan proses pemasakan nata de coco.

TRANSCRIPT

17

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

`Disusun oleh:Nama: Lydia NovitaNIM: 11.70.0004Kelompok: D1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara I201416

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1.Hasil Pengamatan Karakter Sensoris Nata de Coco

Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa

D1++++++++++++

D2++++++++++++

D3++++++++++++++

D4+++++++++++++

D5++++++++++++++

Keterangan:Aroma Warna TeksturRasa++++ : tidak asam++++ : putih ++++ : sangat kenyal++++ : sangat manis+++ : agak asam+++ : putih bening +++ : kenyal+++ : manis++ : asam++ : putih agak bening ++ : agak kenyal++ : agak manis+ : sangat asam+ : bening + : tidak kenyal+ : tidak manis

Berdasarkan pada hasil uji sensoris dicantumkan pada tabel 1, dapat dilihat pada karakter sensoris aroma nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma yang tidak asam pada semua kelompok. Sedangkan pada karakteristik warna, mayoritas warna nata de coco yang dihasilkan adalah berwarna putih, hanya pada kelompok D1 yang memiliki warna putih bening. Sedangkan pada tekstur hasil yang dihasilkan cukup bervariasi, pada kelompok D1 dan D2 dihasilkan tektur yang sangat kenyal, sedangkan pada kelompok D3 hingga D5 dihasilkan tektur yang kenyal. Rasa dari nata de coco yang dihasilkan juga bervariasi, nata de coco yang dihasilkan oleh kelompok D1 memiliki rasa yang agak manis, sedangkan kelompok D2 rasanya tidak manis, kelompok D3 rasa nata de coco yang dihasilkan sangat manis, pada kelompok D4 dan D5 karakteristik rasa yang dihasilkan adalah manis dan sangat manis.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Lapisan Nata

KelompokT mediaTinggi ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

D12,802,72,5096,489,28

D21,801,71,6094,4488,8

D31,801,61,4088,8877,77

D41,501,31086,6766,66

D52,502,3209280

2

Lapisan nata yang dihasilkan dapat dilihat hasilnya pada tabel 2. Tinggi media dari masing-masing kelompok memiliki tinggi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Pada kelompok D1 tinggi media yang digunakan adalah 2,8 cm, sedangkan kelompok D2 dan D3 media yang digunakan memiliki tinggi yang sama yaitu 1,8 cm. Pada kelompok D4 dan D5 tinggi media yang digunakan adalah 1,5 cm dan 2,5 cm. Pada pengamatan hari ke-0 tinggi ketebalan nata yang diperoleh masih 0 atau dapat dikatakan belum ada lapisan nata yang terbentuk, oleh sebab itu % lapisan nata adalah 0%. Lapisan nata yang terbentuk pada hari ke-7 diperoleh presentase sebesar 96,4% pada kelompok D1, 94,44% pada kelompok 2, 88,88 dam 86,67 untuk kelompok D3 dan D4, serta 92% untuk kelompok D5. Pada hari ke 14 presentase lapisan nata mengalami penurunan, pada kelompok D1 diperoleh lapisan nata sebesar 89,29%, kelompok D2 memperoleh 88,8%, kelompok D3 memperoleh 77,77%, serta pada kelompko D4 dan D5 diperoleh lapisan nata sebesar 66,66% dan 80%.

2. PEMBAHASAN

Nata merupakan salah satu hasil produk fermentasi oleh bakteri selulosa (bacterial cellulose). Nata pada dasarnya adalah selulosa yang berbentuk padat, berkarakteristik warna putih transparan, dan memiliki tekstur yang kenyal. Nata memiliki kadar air yang tergolong cukup tinggi dan banyak dikonsumsi sebagai makanan ringan atau dicampurkan dengan minuman (Anastasia & Afrianto, 2008). Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai natare yang berarti terapung-apung. Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tahu, atau sari buah (nanas, melon,markisa, jambu, dan lainnya) (Pambayun, 2002). Pada praktikum ini dilakukan pengujian fermentasi menggunakan substrat cair air kelapa.

Pada praktikum ini bahan baku substrat yang digunakan adalah air kelapa, sedangkan starter nata de coco yang digunakan adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan bahan ini sesuai dengan prosedur pembuatan nata de coco dimana dibutuhkan substrat air kelapa dan kultur bakteri Acetobacter xylinum, hal ini didukung oleh teori dari Brown (1992) yang mengatakan bahwa bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif yang dapat memproduksi selulosa dan asam asetat selama proses pertumbuhannya dan akan melepaskan hasil metabolismenya tersebut ke lingkungan tumbuhnya. Hasil metabolisme dari bakteri inilah yang banyak diaplikasikan oleh industri pangan sebagai bahan tambahan termasuk dalam proses pembuatan nata. Berdasarkan pada jurnal Effect of Culture Conditions on BC Production from A. xylinum yang ditulis oleh Suwannapinunt et.al (2007) substrat cair yang digunakan dalam pembuatan nata de coco adalah air kelapa serta dilakukan penambahan gula dan bakteri yang digunakan adalah Acetobacter xylinum hal ini membuktikan bahwa pada praktikum yang dilakukan telah menggunakan bahan serta prosedur yang benar.

Penggunaan air kelapa sebagai substrat dalam pembuatan nata dilatarbelakangi oleh kandungan nutrisi yang terkandung dalam air kelapa, dimana kandungan nutrisi yang ada dalam air kelapa ini sesuai dengan kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri untuk dapat tumbuh. Menurut teori Palungkun (1996) dalam air kelapa tekandung sukrosa, dekstrosa, fruktosa, dan vitamin B kompleks yang dapat merangsang pertumbuhan A.xylinum. Beberapa kelebihan dari penggunaan air kelapa sebagai substrat pembuatan nata de coco adalah harganya yang murah dan efisien, air kelapa merupakan produk alami sehingga tingkat kontaminasi minimal, kemudian ketersediaan juga melimpah.

Dalam pembuatan nata de coco dalam praktikum digunakan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini memiliki karakteristik yang cukup unik dan spesifik, dimana bakteri ini memiliki kemampuan untuk memproduksi layer/ lapisan tipis pada bagian permukaan substrat dimana komponen lapisan tersebut adalah selulosa. Bakteri ini akan tumbuh optimum pada suhu sekitar 30 dan pada range pH 5-6 (Andriolli et.al., 2002). Keberadaan dan ketersediaan karbon dan nitrogen selama proses metabolisme Acetobacter xylinum sangatlah penting. Sumber karbon yang biasa dibutuhkan selama pertumbuhan biasanya dari golongan monosakarida seperti heksosa, D-glukosa, D-fruktosa, sukrosa dan D-manosa. Dalam pembentukan selulosa, sumber karbon yang berperan adalah glukosa dan ethanol. Sumber nitrogen yang digunakan dalam pertumbuhan/ metabolisme Acetobacter xylinum adalah peptone dan ekstrak yeast. Garam ammonium juga biasa digunakan untuk membantu proses fermentasi nata (Rajoka et al., 2006).

2.1. Cara KerjaProses pembuatan nata de coco dalam praktikum ini dibagi menjadi 2 tahapan proses, yaitu: 2.1.1. Pembuatan Media Cara kerja pertama yang dilakukan dalam pembuatan media nata de coco yaitu air kelapa yang digunakan sebagai media disaring terlebih dahulu untuk memisahkan dengan bahan-bahan pengotor. Kemudian ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dari volume media yang digunakan dan diaduk hingga larut. Setelah itu dilakukan penambahan ammonium sulfat sebanyak 0,5%. Setelah itu ditambahkan asam cuka glacial hingga pH mencapai kisaran 4-5. Pada tahap akhir pembuatan media, air kelapa dipanaskan hingga gula larut kemudian disaring kembali. Dalam tahap pembuatan media ini, dipersiapkan seluruh nutrisi yang dibutuhkan selama pertumbuhan bakteri Acetobactre xylinum. Pada pembuatan media harus dipastikan seluruh nutrisi-nutrisi yang diperlukan selama fermentasi cukup. Menurut teori dari Volk & Wheeler (1993) pembuatan media ini bertujuan untuk memberikan makanan, memperoleh biakan murni, menunjang/ menciptakan kondisi lingkungan hidup untuk suatu organisme. Proses pembuatan media ini juga dilakukan dalam kondisi aseptis untuk menjaga tidak terjadinya kontaminasi dan tumbuhnya mikroorganisme lain yang tidak diharapkan.

Pada tahap awal pembuatan media dilakukan proses penyaringan. Tujuan dari proses penyaringan ini adalah untuk memisahkan bahan pengotor sehingga nata yang dihasilkan higienis dan bebas dari kontaminan. Hal ini sesuai dengan teori dari Pato & Dwiloka (1994) yang mengatakan bahwa penyaringan air kelapa bertujuan untuk memperoleh media yang bersih, steril,serta bebas dari kotoran.

Gambar 1. Proses penyaringan air kelapa Setelah proses penyaringan dilanjutkan dengan penambahan gula pasir sebanyak 10%. Penambahan gula ini berfungsi untuk memperkaya sumber karbon bagi bakteri Acetobacter xylinum. Hal ini sesuai dengan teori Lee & Kim (2001) penambahan karbon dalam bentuk monosakarida seperti glukosa, fruktosa, dan manosa atau bentuk disakarida seperti sukrosa merupakan bentuk sumber karbon yang paling mudah digunakan oleh Acetobacter xylimum untuk bertumbuh. Selain itu, Awang (1991) juga mendukung pernyataan tersebut, dimana penambahan gula pasir dalam air kelapa bertujuan untuk memberikan sumber unsur karbon sehingga Acetobacter xylinum dapat menghasilkan turunan selulosa.

Konsentrasi penambahan glukosa sebesar 10% sesuai dengan teori dari Sunarso (1982) yang mengatakan bahwa konsentrasi optimum gula yang ditambahkan dalam pembuatan nata de coco adalah sebesar 10%. Dalam jurnal Effect of culture conditions on bacterial cellulose oleh Suwannapinunt et.al (2007) konsentrasi gula yang ditambahkan juga sebesar 10%, yaitu 100 gram dari total air kelapa yang digunakan sebesar 1 liter. Apabila penambahan konsentrasi gua kurang/ lebih dari 10%, bakteri Acetobacter xylinum menjadi tidak optimum.

Gambar 2. Penambahan gula Setelah penambahan gula pasir dalam air kelapa, kemudian dilakuakn penambahan ammoium sulfat yang berperan sebagai sumber nitrogen (N) bagi bakteri Acetobacter xylinum. Menurut Smith et al., (1975) nitrogen merupakan faktor stimulus utama untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini juga didukung oleh teori dari Awang (1991) yang mengatakan bahwa penambahan sumber nitrogen untuk mendukung aktivitas bakteri pembentuk nata. Garam ammonium juga merupakan bahan tambahan nitrogen yang sering ditambahkan dalam proses fermentasi karena harganya yang terjangkau.

Pada proses pembuatan media dilakukan juga penambahan asam cuka glacial. Penambahan asam asetat berfungsi untuk mengontrol pH lingkungan pertumbuhan bakteri dengan cara menurunkan pH. Selain itu, asam asetat juga berperan dalam sintesis selulosa dimana asam asetat akan terpecah menjadi CO2 dan air serta ATP tambahan sehingga akan mengefisienkan proses pembentukan/ sintesis selulosa dari gula/ glukosa. Lingkungan pH yang sesuai dengan kondisi Acetobacter xylinum adalah sekitar 4-5 oleh karena itu perlu ditambahkan acidulan ke dalam media (Anastasia & Afrianto, 2008).

Apabila telah tercapai pH media sekitar 4-5 maka dilanjutkan dengan proses pemanasan media. Tujuan dari proses pemanasan ini adalah untuk melarutkan gula pasir sekaligus untuk membunuh mikroorganisme kontaminan. Menurut Tortora et al., (1995) pemasakan air kelapa hingga mendidih bertujan untuk mematikan mikroorganisme kontaminan yang ada dalam air kelapa. Selain itu,menurut Astawan & Astawan (1991) pemanasan air kelapa juga untuk melarutkan gula pasir, apabila gula tidak larut secara sempurna, maka gula akan sulit terserap oleh bakteri Acetobacter xylinum sehingga menyebabkan fermentasi terhambat dan tidak dihasilkan selaput yang tebal.

Gambar 3. Proses pemanasan 2.1.2. FermentasiSetelah tahapan persiapan media, dilakukan tahap fermentasi dalam proses pembuatan nata de coco. Tahapan fermentasi adalah media steril yang telah dingin sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam wadah plastik bersih yang telah disiapkan. Kemudian ke dalam media ditambahkan starter nata sebanyak 10% dari jumlah media secara aseptis dan digojog perlahan hingga seluruh starter bercampur homogen. Selanjutnya wadah ditutup dengan kertas coklat dan dilakukan inkubasi pada suhu ruang selama 2 minggu. Selama proses inkubasi, wadah plastik tidak boleh digoyang agar lapisan nata yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Setelah itu, dilakukan pengamatsn terhadap nata de coco ketika mulai terbentuknya lapisan di permukaan cairan, dan ketebalan lapisan nata de coco pada hari ke-7 dan hari ke-14. Persentase kenaikan ketebalan nata dihitung dengan menggunakan rumus :

Setelah proses fermentasi selesai dan nata telah jadi, nata dicuci dengan menggunakan air mengalir sebanyak 3 kali. Kemudian nata dipotong kecil berbentuk dadu dan dimasak dengan menggunakan air gula dengan ketentuan gula yang berbeda pada masing-masing kelompok, yaitu kelompok D1 sebanyak 100 gram, kelompok D2 sebanyak 125 gram, kelompok D3 sebanyak 150 gram, kelompok D4 sebanyak 175 gram, dan kelompok D5 sebanyak 200 gram. Apabila nata telah dimasak, dilakukan pengujian sensori pada nata yang meliputi aspek rasa, aroma, warna, dan tekstur dari nata.

Gambar 4. Proses pemotongan nata

Proses fermentasi nata de coco yang dilakukan pada praktikum ini dilakukan penambahan starter sebanyak 10%, jumlah starter yang ditambahkan dalam pembuatan nata berkisar antara 4-10% (Pato & Dwiloka, 1994). Dalam penambahan starter ini perlu diperhatikan karena apabila jumlah starter yang ditambahkan tidak sesuai, maka akrakteristik nata yang dihasilkan tidak baik. Dalam jurnal Production of biopolymer from Acetobacter xylinum using different fermentation methods yang ditulis oleh (Norhayati et al., 2011) jumlah starter yang ditambahkan juga sebesar 10%, yaitu 100 ml inokulum dengan total media sebanyak 1 liter.

Setelah penambahan starter, wadah plastik ditutup dengan menggunakan kertas coklat. Penutupan wadah dengan kertas ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi pada media. Penggunaan kertas pada penutupan wadah ini juga bertujuan agar masih adanya oksigen yang masuk ke dalam wadah, namun oksigen ini tidak boleh bersentuhan secara langsung dengan substrat. Hal ini dikarenakan untuk proses fermentasi, Acetobacter xylinum hanya menggunakan sedikit oksigen (Andriolli et al., 2002).

Proses inkubasi pada nata dilakukan pada suhu ruang selama 2 minggu. Hal ini didukung oleh teori dari Pambayun (2002) yang mengatakan bahwa Acetobacter xylinum membutuhkan suhu ruang untuk melakukan pertumbuhannya dan apabila suhu inkubasi tidak sesuai misalnya suhu terlalu tinggi (>40) Acetobacter xylinum akan mati,sedangkan apabila suhu inkubasi terlalu rendah, maka proses pertumbuhan akan terhambat. Kondisi yang baik bagi Acetobacter xylinum untuk menghasilkan nata dengan ketebalan yang optimum dan baik, maka fermentasi dilakukan selama 10-14 hari pada suhu 28-32 .

Gambar 4. Proses inkubasi Sebelum dilakukan proses pemasakan, lapisan nata yang terbentuk dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air mengalir, setelah itu dilanjutan dengan pemasakan menggunakan air gula. Tujuan dari perlakuan tersebut adalah untuk menghilangkan flavor asam dari nata. Hal ini sesuai dengan teori dari Rahayu et al (1993) yang menyatakan bahwa setelah lapisan putih terbentuk, maka lapisan yang disebut nata tersebut dicuci dan direndam.

Gambar 5. Pencucian nata dengan air Gambar 6. Pemasakan nata + gula

Akhir dari proses fermentasi ini ditandai dengan terbentuknya lapisan nata pada permukaan substrat. Proses terbentuknya nata de coco adalah sel-sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel, dan keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa. Prekursor ini mengalami polimerisasi dan akan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa. Selama proses fermentasi juga dihasilkan gas CO2 sehingga lapisan nata yang terbentuk akan terangkat ke permukaan cairan (Gunsalus & Staines, 1962). Teori ini juga didukung oleh pernyataan dari Hamad et al (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco yang mengatakan reaksi pembentukan selulosa atau lapisan nata adalah sebagai berikut :

Glukosa Glukosa -6- Fosfat Glukosa -1- fosfat UDP Glukosa Selulosa

2.2. Hasil Pengamatan Tinggi dan % Lapisan Nata Berdasarkan pada hasil pengamatan dapat dilihat tinggi awal media (cm), tinggi ketebalan nata de coco (cm), dan % lapisan nata de coco pada hari 0, 7, dan 14 dimana setiap kelompok memperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada kelompok D1 tinggi media yang digunakan adalah 2,8 cm dan diperoleh nata sebesar 89m,9%, sedangkan kelompok D2 dan D3 media yang digunakan memiliki tinggi yang sama yaitu 1,8 cm namun diperoleh persentase yang berbeda yaitu 88,8% dan 77,77% . Pada kelompok D4 dan D5 tinggi media yang digunakan adalah 1,5 cm dan 2,5 cm sedangkan persentase yang diperoleh yaitu sebesar 66,66% dan 80%.

Pada tinggi media awal setiap kelompok didapatkan hasil yang berbeda-beda disebabkan wadah plastik yang tidak seragam, sehingga tinggi media yang diperoleh juga berbeda-beda. Berdasarkan pada teori yang digagaskan oleh Lapuz et al (1967) ketebalan nata yang diperole akan dipengaruhi oleh lamanya waktu inkubasi. Semakin lama waktu inkubasi, lapisan yang terbentuk akan semakin tebal. Berdasarkan pada hasil yang diperoleh, secara keseluruhan tinggi ketebalan nata serta % lapisan nata mengalami penurunan selama penyimpanan 2 minggu, mulai dari kelompok D1 hingga D5. Hal ini dapat terjadi karena adanya banyak faktor, seperti adanya kontaminasi pada saat fermentasi karena kurang aseptisnya proses penuangan inokulum. Terdapat faktor lain yaitu ketika proses penambahan inokulum media air kelapa yang digunakan belum dingin atau masih dalam kondisi panas, sehingga menyebabkan Acetobacter xylinum mati atau pertumbuhannya terhambat. Berdasarkan pada jurnal Characteristics of Bacterial Cellulose Obtained from Acetobacter xylinum Culture for Application in Papermaking yang ditulis oleh Surma, et al (2008) beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah yield selulosa yang dihasilkan selama proses fermentasi antara lain adalah temperature, waktu, dan relasi antara bagian permukaan dan volume substrat yang digunakan.

2.3. Hasil Pengamatan Uji Sensori Berdasarkan pada hasil uji sensori nata de coco pada aspek aroma, diperoleh hasil aroma nata de coco pada kelompok D1 hingga D5 memiliki aroma yang tidak asam. Hal ini disebabkan sebelum proses pemasakan lapisan nata telah dicuci terlebih dahulu, sehingga aroma asam pada nata telah hilang. Tidak hanya karena proses pencucian saja, menurut teori Arsatmojo (1996) proses perebusan dengan air gula hingga mendidih juga turut menyamarkan rasa dan aroma asam.

Pada aspek warna nata de coco yang diperoleh kelompok D2 hingga D5 memiliki kesamaan warna yaitu putih, sedangkan pada kelompok D1 diperoleh warna yang putih bening. Warna putih benin ini menunjukkan adanya sedikit kekeruhan yang terjadi pada nata de coco yang dihasilkan akibat adanya gula dan asam pada nata. Selain itu, warna keruh juga dapat terjadi karena adanya degradasi substrat oleh bakteri serta adanya reaksi antara gula dan nitrogen terlarut. Pada kelompok D1 diperoleh warna nata de coco yang berbeda dibandingkan kelompok lainnya, hal ini dapat disebabkan karena gula yang ditambahkan pada kelompok D1 pada proses pemasakan hanya 100 gram atau dengan kata lain, penambahan gula pada kelompok D1 paling sedikit dibandingkan dengan kelompok lain. Menurut Mashudi (1993) semakin banyak glukosa yang ditambahkan akan semakin banyak gula yang mengalami browning , sehingga warna nata akan semakin gelap. Jurnal yang ditulis oleh Santosa,et al (2012) yang berjudul Dextrin Concentration and Caarboxyl Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber- Rich Instant Beverage from Nata de Coco turut mendukung pernyataan tersebut, yaitu penambahan gula akan mempengaruhi warna yang dihasilkan oleh nata. Semakin banyak gula yang ditambahkan maka warna dari nata akan semakin berwarna putih. Apabila gula yang digunakan merupakan gula yang berwarna coklat maka akan berpengaruh juga pada nata yang terbentuk, warna nata akan sangat keruh dibandingkan dengan nata yang dibuat dengan ditambahkan gula putih.

Pada parameter tekstur, dapat dilihat pada kelompok D1 dan D2 memperoleh tekstur yang kenyal dan kelompok D3 hingga D5 memperoleh tekstur yang agak kenyal. Perbedaan tekstur nata de coco antar kelompok ini disebabkan karena perbedaan jumlah gula yang ditambahkan selama proses perebusan nata dalam air gula. Menurut Astawan & Astawan (1991) tingkat kekenyalan nata akan mengalami perubahan setelah proses perebusan dalam air gula, dimana nata yang direbus didalam air gula akan mengalami penurunan tingkat kekenyalan. Hal ini dapat terjadi karena selama proses perebusan, komponen air dan gula akan masuk kedalam jaringan selulosa sehingga susunan nata akan menjadi longgar dan mudah putus. Pada kelompok D1 dan D2 jumlah gula yang digunakan pada proses pemasakan adalah sebesar 100 gram dan 125 gram, sedangkan pada kelompk D3 hingga D5 jumlah gula yang ditambahkan tergolong cukup banyak. Oleh sebab itu pada kelompok D3 hingga D5 tekstur yang dihasilkan juga berubah yaitu menjadi agak kenyal. Selain itu, terdapat faktor lain yang berpengaruh dalam tekstur yaitu ketebalan nata. Menurut Anastasia & Afrianto (2008) dalam jurnalnya, mengatakan bahwa kekenyalan nata berbanding lurus dengan ketebalan. Apabila semakin tebal nata, maka akan semakin banyak air yang mengisi rongga diantara selulosa, sehingga tingkat kekenyalan juga akan semakin meningkat.

Pada parameter rasa yang diperoleh pada hasil pengamatan, kelompok D1 dan D2 memperoleh hasil rasa yang agak manis (D1) dan tidak manis (D2). Sedangkan kelompok D3 dan D5 diperoleh hasil yang sangat manis dan kelompok D4 rasanya manis. Perbedaan rasa ini jelas sekali disebabkan karena adanya perbedaan jumlah gula yang ditambahkan pada proses pemasakan. Pada kelompok D1 dan D2 merupakan kelompok yang penambahan jumlah gula yang tergolong sedikit dibandingkan kelompok D3 hingga D5. Namun, seharusnya pada kelompok D4 diperoleh nata yang tingkat kemanisannya lebih manis dibandingkan kelompok D3. Hal ini dapat disebabkan adanya kesalahan dalam pengujian sensori, seperti tidak dilakukannya penetralan rasa dengan menggunakan air putih.

12

3. KESIMPULAN

Nata de coco merupakan produk fermentasi menggunakan bakteri Acetobacter xylinum dengan substrat cair air kelapa. Karakteristik dari nata de coco adalah berbentuk padat, putih bening, bertekstur kenyal. Bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang memiliki kemampuan spesifik dalam membentuk lapisan selulosa pada permukaan cairan fermentasi. Pembuatan nata dibagi 2 tahap, yaitu pembuatan media dan proses fermentasi. Penambahan gula pasir sebanyak 10% berfungsi untuk memberikan sumber karbon (C) bagi bakteri Acetobacter xylinum. Ammonium sulfat 0,5% berfungsi sebagai sumber nitrogen (N) dan penunjang pertumbuhan bagi bakteri Acetobacter xylinum. Penambahan asam cuka glacial bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan pH yang sesuai serta membantu dalam sintesis selulosa. Jumlah starter yang ditambahkan dalam pembuatan nata berkisar antara 4-10%. Penutupan wadah plastik dengan kertas bertujuan untuk menghindari kontaminasi. Penggunaan kertas coklat bertujuan agar oksigen masih dapat masuk ke dalam substrat. Proses inkubasi fermentasi nata dilakukan pada suhu ruang selama 2 minggu. Pencucian nata bertujuan untuk menghilangkan flavor asam dari nata. Perebusan dengan air gula bertujuan untuk menciptakan rasa manis pada nata. Semakin tinggi konsentrasi gula yang ditambahkan, rasa nata akan semakin manis dan warna akan semakin keruh. Semakin lama waktu fermentasi, maka ketebalan nata dan persentase lapisan akan semakin meningkat.

Semarang, 18 Juni 2014Asisten dosen: Stella Mariss Meilisa Lelyana Katharina Nerissa Chrysentia ArchinittaLydia Novita- Andriani Cintya13

11.70.0004

4. DAFTAR PUSTAKAAnastasia, N. dan Afrianto, E. 2008. Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Arsatmodjo, E. 1996. Formulasi Pembuatan Nata de Pina. Skripsi Fateta. IPB. Bogor.

Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Awang, S.A. 1991. Kelapa: Kajian SosialEkonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Brown, Jr.R.M. 1992. Emerging technologies and future prospects for industrialization of microbially derived cellulose. In: Harnessing Biotechnology for the 21st Century. Ladisch,M.R. and Bose.A. (ed). Proceedings of the 9th International Biotechnology Symposium and Exposition. Crystal City, Virginia. American Chemical Society. Washington.D.C., p.76-79

Gunsalus, I.C. and Staines, R.Y. 1962. The Bacteria A Treatise On Structure & Function. Academic Press. New York.

Hamad, A.; Andriyani, N.A.; Wibisono, H. dan Sutopo, H. 2011. Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco. Jurnal Teknik Kimia. Vol 12 (2): 74-77.

Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. and Palo, M.A. 1967. The Nata Organism Cultural. Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.Mashudi. 1993. Mempelajari Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat dan Waktu Penundaan Bahan Baku Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan dan Struktur Gel Nata de coco. Skripsi. Jurusan Teknologi Pandan dan Gizi, Fateta. IPB. Bogor.

Norhayati,P.; Zahan, A.;Muhamad,I.2011.Production of Biopolymer from Acetobacter xylinum Using Different Fermentation Methods. International Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS Vol:11. No: 05.

Palungkun, R. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. dan Dwiloka, B. 1994. Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (A): 70 77.

Rahayu, E.S.; Indriati, R.; Utami, T.; Harmayanti, E. dan Cahyanto, M.N. 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.Rajoka, M.; Akhtar, M.; Hanif, A.; Khalid, A. 2006. Production and Characterization of a Highly Actiive Cellobiase from Aspergillus niger grown in solid state fermentation. World Journal of Microbiology and Biotechnology, Vol 22.p 991-998.

Santosa, B.; Ahmad, K.; and Domingus, T. 2012. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1:6-11.

Sunarso. 1982. Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Surma, B.; Presler, S.; Danielewicz.D.2008.Characteristics of Bacterial Cellulose Obtained from Acetobacter xylinum Culture for Application in Papermaking. Technical University, Vol 16, No. 4. P 108-111.

Suwannapinunt,N.; Burakorn, J.; Thaenthanee,S.2007. Effect of Culture Conditions on Bacterial Cellulose (BC) Production from Acetobacter xylinum TISTR976 and Physical properties of BC Parchment Paper. Ministry og Science and Technology. 14(4):357-365.

Tortora, G.J., Funke, R. and Case, C.L. 1995. Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Volk, W.A. and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.15

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus:

Persentase Lapisan Nata =

Perhitungan:

Kelompok D1Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D2Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D3Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D4Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D5Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

5.2. Laporan Sementara5.3. Abstrak Jurnal