fermentasi nata de coco_steven george candra_11.70.0045_universitas katolik soegijapranata
DESCRIPTION
Nata adalah sejenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa (dietary fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi yang melibatkan jasad renik/ mikroorganisme yang selanjutnya menjadi bibit nataTRANSCRIPT
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Steven George Candra
11.70.0045
Kelompok C2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2014
1
Acara III
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan mengenai fermentasi nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de Coco
KelTinggi Media
Awal (cm)
Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata
0 7 14 0 7 14
C1 3 0 0,75 1,5 0 25 50
C2 1,8 0 0,7 1,1 0 38,89 61,11
C3 1 0 0,7 0,5 0 70 50
C4 2 0 0,5 1,8 0 25 90
C5 1,6 0 0,75 2 0 46,88 125
Berdasarkan tabel diatas diketahui tinggi media awal, tinggi ketebalan nata pada hari ke
0, 7 dan 14 serta % lapisan nata pada hari ke 0, 7 dan 14. Pada kelompok C1 memiliki
tinggi media awal sebesar 3 cm, pada hari ke 0 belum terbentuk lapisan nata, pada hari
ke 7 terbentuk 0,75 cm nata dan pada hari ke 14 lapisan nata menjadi 1,5 cm ; % lapisan
nata yang terbentuk pada hari ke 0 belum terbentuk, pada hari ke 7 terbentuk 25%
lapisan nata dan pada hari ke 14 mengalami peningkatan menjadi 50%. Pada kelompok
C2 memiliki tinggi media awal sebesar 1,8 cm, pada hari ke 0 lapisan nata belum
terbentuk , pada hari ke 7 terbentuk setinggi 0,7 cm dan pada hari ke 14 menjadi 1,1
cm ; % lapisan nata pada hari ke 0 lapisan nata belom terbentuk , pada hari ke 7
terbentuk sebesar 38,89 % dan pada hari ke 14 menjadi 61,11 %. Pada kelompok C3
memiliki tinggi media awal sebesar 1 cm, pada hari ke 0 belum terbentuk lapisan nata,
pada hari ke 7 terbentuk 0,7 cm nata dan pada hari ke 14 lapisan nata menjadi 0,5 cm ;
% lapisan nata yang terbentuk pada hari ke 0 belum terbentuk, pada hari ke 7 terbentuk
70% lapisan nata dan pada hari ke 14 mengalami penurunan menjadi 50%. Pada
kelompok C4 memiliki tinggi media awal sebesar 2 cm, pada hari ke 0 lapisan nata
belum terbentuk , pada hari ke 7 terbentuk setinggi 0,5 cm dan pada hari ke 14 menjadi
1,8 cm ; % lapisan nata pada hari ke 0 lapisan nata belom terbentuk , pada hari ke 7
terbentuk sebesar 25 % dan pada hari ke 14 menjadi 90%..
2
Pada kelompok C5 memiliki tinggi media awal sebesar 1,6 cm, pada hari ke 0 belum
terbentuk lapisan nata, pada hari ke 7 terbentuk 0,75 cm nata dan pada hari ke 14
lapisan nata menjadi 2 cm ; % lapisan nata yang terbentuk pada hari ke 0 belum
terbentuk, pada hari ke 7 terbentuk 46,88% lapisan nata dan pada hari ke 14 mengalami
peningkatan menjadi 125%.
Hasil Pengamatan Uji Sensori dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.Uji Sensoris Nata de coco
Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa
C1 +++ ++ ++ +++
C2 ++++ ++ ++ +++
C3 ++++ ++ +++ +++
C4 ++++ ++ +++ ++++
C5 ++++ ++ +++ ++++Keterangan:Aroma Warna Tekstur Rasa++++ : tidak asam ++++ : putih ++++ : sangat kenyal ++++ : sangat manis+++ : agak asam +++ : putih bening +++ : kenyal +++ : manis++ : asam ++ : putih agak bening ++ : agak kenyal ++ : agak manis+ : sangat asam + : bening + : tidak kenyal ++ : tidak manis
Dari hasil pengamatan uji sensori nata de coco yang dihasilkan yaitu pada kelompok C1
nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma agak asam, warna putih agak bening,
tekstur agak kenyal dan rasa yang manis ; pada kelompok C2 nata yang dihasilkan tidak
asam, warna putih agak bening, tekstur agak kenyal dan rasa manis ; kelompok C3
menghasilkan nata dengan aroma tidak asam, warna putih agak bening, tekstur kenyal,
rasa manis ; pada kelompok C4 dan C5 nata yang dihasilkan tidak asam, warna putih
agak bening, tekstur kenyal dan rasa sangat manis.
3
2. PEMBAHASAN
Nata adalah sejenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa (dietary
fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi yang melibatkan jasad
renik/ mikroorganisme yang selanjutnya menjadi bibit nata. Nata dapat dibuat menjadi
banyak bahan yang mengandung banyak gula, protein, dan mineral seperti dari air kelapa
(nata de coco), sari kedelai (nata de soya), sari mangga (nata de mango), sari buah nanas
(nata de pina). Mikroba yang digunakan dalam pembuatan bibit nata adalah Acetobacter
xylinum. Nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Pembentukan nata
terjadi karena terjadi adanya proses konsumsi glukosa yang terkandung oleh substrat sel
Acetobacter xylinum yang kemudian glukosa membentuk gabungan precursor dengan
asam lemak pada membrane sel. Precursor kemudian dikeluarkan dlam bentuk ekskresi
dan bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel.
Acetobacter xylinum dapat membentuk nata karena dalam substrat air kelapa terkandung
91,23% air; 0,29% protein; 0,15% lemak; 7,27% karbohidrat; serta 1,06% abu
(Pambayun, 2002 & Palungkun,1996).
Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat nata menurut Pambayun, ( 2002 ) adalah:
1. Bahan utama, yaitu sari yang digunakan dalam pembuatan nata, dalam praktikum ini
digunakan air kelapa sebagai substrat pertumbuhan mikroba untuk proses
fermentasi.
2. Sumber karbon. Sumber karbon yang biasa digunakan meliputi monosakarida dan
disakarida. Monosakarida merupakan senyawa karbohidrat yang sederhana.
Senyawa karbohidrat yang sederhana tersebut ada dalam bentuk glukosa, sukrosa,
fruktosa, laktosa, manosa, dan maltosa. Diantara senyawa – senyawa tersebut,
sukrosa yang paling banyak digunakan. selain karena merupakan sumber
karbohidrat sederhana, secara ekonomis, sukrosa paling murah dan mudah
ditemukan. Salah satu contoh dari senyawa sukrosa adalah gula pasir.
3. Sumber nitrogen. Sumber nitrogen dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan
aktivitas bakteri nata. Sumber nitrogen dapat diperoleh dari protein maupun ekstrak
yeast ( nitrogen organik ) atau dari ammonium fosfat ( ZA ), urea dan ammonium
sulfat ( nitrogen anorganik ). Yang sering digunakan adalah ammoniun fosfat ( ZA )
4
karena dibandingkan dengan urea, ZA dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter
acesi yang merupakan pesaing Acetobacter xylinum.
4. Tingkat keasaman. Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 – 7,5, bakteri
Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam ( pH 4,3 ). Pada
kondisi basa, Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh. Untuk itu dibutuhkan asam,
dan asam yang digunakan adalah asam asetat atau asam cuka yang digunakan untuk
menurunkan pH atau meningkatkan keasaman.
5. Temperatur. Aetobacter xylinum dapat tumbuh pada suhu ruang. Di Indonesia, suhu
ruang rata – rata adalah 28oC. Jika bakteri diinkubasi pada suhu diatas atau dibawah
suhu tersebut, maka pertumbuhan akan terhambat. Dan jika diinkubasi pada suhu
40oC, maka bakteri ini akan mati.
6. Oksigen. Bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerobik, yaitu yang
membutuhkan O2. Tetapi O2 yang masuk ke dalam substrat tidak boleh bersentuhan
langsung dengn permukaan nata dan tidak boleh terlalu kencang. Oleh sebab itu
penutup yang diigunakan harus mempunyai ventilasi yang cukup baik.
Acetobacter xylinum dapat membentuk nata karena komponen selulosa dari glukosa
yang membentuk myofibril panjang dalam cairan fermentasi. Jika terdapat gangguan
seperti terdapat goncangan dalam proses fermentasi maka cairan akan turun ke bawah
dan nata tidak terbentuk. Dalam pembuatannya juga diperlukan sumber nitrogen dalam
pertumbuhan protein dan asam nukleat yang berfungsi sebagai sumber energy dalam
pertumbuhan bakteri (Rahayu, 1993 & Sanchez et al ,1998).
Dalam praktikum nata de coco, air kelapa yang digunakan terlebih dahulu dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kain saring yang bertujuan untuk memisahkan
kotoran dan juga gumpalan kelapa yang masih terkandung. Kemudian dilakukan
pemanasan dan ditambahkan gula sebanyak 10% yaitu sebanyak 100 gram , hal ini
sesuai dengan pernyataan Rahayu (1993) bahwa dalam pembuatan nata diperlukan gula
yang berguna untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum membentuk precursor dengan
asm lemak pada membrane sel sehingga akan timbul polimer dan menjadi lapisan nata.
Setelah dilakukan penambahan gula kemudian dilakukan ammonium sulfat sebanyak
0,5% dan asam cuka glacial untuk membuat pH air kelapa menjadi 4-5 , hal ini
5
dilakukan untuk mencapai pH optimal dalam pertumbuhan Acetobacter xylinum yaitu 4-
5 (Rahman,1992). Penggunaan ammonium sulfat dalam penyesuaian pH larutan
berguna sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan bakteri, selain penggunaan
ammonium sulfat juga dapat digunakan berbagai sumber nitrogen lain seperti protein,
ekstrak yeast , urea dan juga ammonium fosfat . Sumber nitrogen akan lebih baik bila
menggunakan ammoniun fosfat ( ZA ), sebab dibandingkan dengan urea, ZA dapat
menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang merupakan pesaing Acetobacter
xylinum. Dari sini dapat dimungkinkan pertumbuhan bakteri yang terhambat karena
adanya kontaminasi dari bakteri lain (Pambayun,2002).
Gambar 1. Penyaringan air kelapa, pengukuran pH dan pemasakan air kelapa dengan
gula. Sumber : Dokumentasi pribadi
Kemudian dilakukan kembali pemanasan dan disaring kembali sebelum dilakukan
inokulasi yang berguna untuk mengurangi jumlah total mikroba dalam larutan yang
dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum.Kemudian larutan yang telah
dipanaskan dimasukkan kedalam wadah plastic dan dilakukan inokulasi sebantak 10%
dari volume air kelapa yaitu sebanyak 10 ml , hal ini sesuai dengan teori Rahayu et al
(1993) bahwa bakteri yang digunakan untuk membuat nata tergantung pada jumlah dan
umur inokulum. Jumlah inokulum yang ditambahkan untuk membuat nata berkisar 1 –
10 %. Inokulum memanfaatkan gula untuk pertumbuhannya sehingga gula harus dalam
jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah inokulum. Kemudian setelah dimasukkan
dalam wadah plastic maka dilakukan penutupan dengan menggunakan kertas coklat yan
kemudian dilakukan inkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang tanpa mengalami
penggoyangan sama sekali untuk menghindari gagalnya nata yang terbentuk. Inkubasi
yang terbaik yaitu pada suhu 28°C karena merupakan suhu optimum pertumbuhan
6
Acetobacter xylinum , penutupan dengan menggunakan kertas coklat berfungsi agar
tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan sehingga kontaminasi dapat diperkecil,
tetapi penggunaan kertas coklat juga bertujuan agar terjadinya pertukaran udara dan
tetap terdapat oksigen yang ada dalam lingkungan fermentasi (Pambayun,2002).
Gambar 2. Inkubasi dan pencucian nata de coco Sumber : Dokumentasi pribadi
Sebelum dilakukan inkubasi dilakukan pengukuran tinggi media awal, kemudian pada
hari ke 7 dilakukan pengukuran lapisan nata yang terbentuk dan juga pada hari ke 14.
Pada hari ke 7 dilakukan pencucian nata yang telah terbentuk dengan air dan kemudian
dilakukan perendaman dalam air, hal ini dilakukan untuk mencuci asam yang terbentuk
dan juga asam yang ditambahkan pada awal fermentasi sehingga hasil nata de coco pada
akhir fermentasi tidak asam. Setelah hari ke 14 juga kembali dilakukan pecucian dengan
air dan setelah dicuci dilakukan pemotongan pada nata hingga berbentuk dadu dan
dilakukan pemasakan dengan menggunakan gula yaitu pada kelompok 1 menggunakan
100 gram gula, pada kelompok 2 menggunakan 125 gram, kelompok 3 menggunakan
150 gram, kelompok 4 175 gram dan kelompok 5 200 gram. Setelah dilakukan
pemasakan maka dilakukan uji sensori meliputi rasa, aroma, tekstur dan warna nata
yang terbentuk.
7
Gambar 3. Pemasakan nata de coco dengan gula dan Nata de coco yan telah jadi.
Sumber : Dokumentasi pribadi
Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada awal dilakukan pengukuran media awal
berbeda dari tiap kelompok karena perbedaan pada wadah plastic yang digunakan pada
tiap kelompok. Selanjutnya pada hari ke 7 lapisan nata yang terbentuk paling rendah
pada kelompok C4 dengan ketinggian 0,5 cm danlapisan tertebal yaitu pada kelompok
C1 dan C5 yaitu 0,75 cm. Pembentukan nata terjadi karena terjadi adanya proses
konsumsi glukosa yang terkandung oleh substrat sel Acetobacter xylinum yang
kemudian glukosa membentuk gabungan precursor dengan asam lemak pada membrane
sel. Precursor kemudian dikeluarkan dlam bentuk ekskresi dan bersama enzim
mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel (Pambayun,2002). Selajutnya
pada hari ke 14 juga dilakukan pengukuran ketinggian yang didapatkan hasil yang
berbeda beda yaitu pada semua kelompok mengalami peningkatan tebal lapisan nata
kecuali pada kelompok C3 nata yang bterbentuk pada hari ke 14 menurun ketebalannya.
Nata tertebal yang diperoleh yaitu pada kelompok C4 yaitu 1,8 cm dan yang terendah
pada kelompok C3 yaitu 0,5 cm, penurunan ketebalan nata dapat disebabkan karena
selama proses fermentasi terjadi guncangan atau goyangan dalam wadah sehingga
permukaan cairan yang telah terbentuk lapisan nata menjadi turun ke bawah
(Rahayu,1993).
Dari hasil pengamatan pengujian sensori dalam hal aroma pada kelompok C1
menghasilkan aroma yang agak asam dan pada kelompok C2-C5 aroma yang dihasilkan
tidak asam, aroma yang dihasilkan pada nata de coco yang dihasilkan sangat
berhubungan dengan perlakuan pencucian nata yang dilakukan bertujuan untuk
menjadikan nata de coco tidak asam, sehingga keasaman pada kelompok 1 terjadi
karena pencucian yang kurang bersih. Hal ini jga dapat terjadi karena penambahan gula
yang dilakukan pada kelompok C1 merupakan jumlah gula yang paling sedikit dari
semua kelompok.
Pada uji sensori pada warna nata de coco yang dihasilkan pada kelompok semua sama
yaitu warna putih agak bening, warna yang dihasilkan dalam pembuatan nata de coco
8
berhubungan dengan bahan yang digunakan dalam pembuatan nata de coco. Air kelapa
yang digunakan sangat berpengaruh, karena air kelapa juga terdapat berbagai banyak
jenis dan juga warna. Warna air kelapa yang lebih jernih dan bersih akan menghasilkan
nata yang lebih bening tetapi air kelapa yang agak keruh akan mengakibatkan nata yang
dihasilkan juga lebih putih.
Tekstur yang dihasilkam dari kelompok C1 dan C2 agak kenyal dan pada kelompok C3-
C5 kenyal. Kekenyalan pada nata de coco berhubungan dengan ketebalan lapisan nata
yang dihasilkan dalam fermentasi yang terjadi seharusnya didapatkan semakin tebal
nata yang dihasilkan maka tekstur yang dihasilkan kenyal, tetapi semakain tipis akan
semakin lunak (Herman,1979). Dari hasil yang didapatkan pada kelompok C3 dengan
lapisan nata yang tertipis memiliki tekstur yang kenyal, hal ini dapat dipengaruhi oleh
fermentasi yang dilakukan dimana pada kelompok C3 lebih tenang tapa goncangan
sehingga lapisan yang terbentuk lebih kokoh.
Rasa yang dihasilkan pada kelompok C1-C3 manis dan pada kelompok C4-C5 rasa
yang dihasilkan sanat manis. Rasa yang timbul snagat dipengaruhi oleh gula yang
digunakan pada pemasakan akhir nata de coco, pada kelompok C4 dan C5 merupakan
gula terbanyak yang digunakan.
Dari Jurnal Mineral Consumption by Acetobacter xylinum on Cultivation Medium on
Coconut Water diteliti konsumsi mineral yang terkandung dalam air kelapa berupa K,
Na, Fe, P, S-SO4, boron, nitrogen total Kjedahl (NTK), NO3-N dan NH4+-N dalam
produksi selulosa karena aktivitas Acetobacter xylinum. Nitrogen memegang peranan
penting dalam metabolisme sel dan menyusun 8-14% berat kering sel. Fermentasi jenis
kelapa yang berbeda juga berbeda dalam konsumsi mineralnya yaitu selama proses
fermentasi konsumsi mineral teresar yaitu Na dan NO3-N, selama proses fermentasi air
kelapa matang konsumsi terbesar hanya NO3-N dan pada fermentasi air kelapa hijau
konsumsi mineral terbesar yaitu Na dan NH4+-N.
Dari jurnal The Effect of pH, Sucrose, and Ammonium Sulphate Concentration on the
Production of Bacterial Cellulose (Nata de Coco) by Acetobacter xylinum diketahui efek
9
keasaman dan produksi nata de coco dengan penggunaan konsentrasi ammonim sulfat
dan sukrosa. Ketebalan nata yang maksimal didapatkan pada konsentrasi ammonium
sulfat 0,5% dan pH 4. Ketebalan nata sangat berpengaruh terhadap kemampuan
mengikat air dan kekerasan pada akhir pemasakan nata. Kemampuan mengikat air
sangat penting karena komposisi nata terbesar adalah air, konsentrasi gula yang terbaik
untuk menghasilkan nata yang tebal dan memmiliki rasa yang baik yaitu pada
konsentrasi 10% dengan pH 4. Efisiensi produksi selulosa tidak memiliki efek yeng
besar dengan penggunaan gula dengan konsentrasi diatas 5%. pH optimal dipengaruhi
oleh jenis bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi nata de coco.
Jurnal selanjutnya yaitu Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of
Nata de Coco Fibers/Resin Filled SiO2 and Al2O3 , dalam pembuatan nata de coco
perlu dilakukan pengontrolan pada kondisi fermentasinya yaitu komposisi asam yang
ditambahkan (pH), penambahan gula (sumber karbon) dan juga urea sebagai sumber
nitrogen. Penambahan SiO2 and Al2O3 berguna sebagai pengisi yang berfungsi untuk
meningkatkan modulus elastisitas dari nata de coco menjadi 3 kali lebih besar. Setelah
ditambah dengan filler maka dilakukan pencampuran dengan resin seperti epoksi,
polyester, dan vinyl ester yang kemudia dilakukan pengujian fisik dan mekanis. Dari
hasil penelitian maka didapatkan setiap 700 ml air kelapa dapat menghasilkan nata de
coco dengan ketebalan 14,57 cm dan massa 595 gram dengan penggunaan 0,3% v/v
asam asetat, 2% w/v gula dan 0,5% w/v urea.
Jurnal Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local
Food Industries as as Source of Cellulose dilakukan untuk mempelajari karakteristik
nata de coco dari industry pangan local sebagai sumber selulosa alami yang dikasji
dalam kelarutan dan analisa pH. Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang
menggunakan glukosa sebagai sumber karbon dan mengubah menjadi selulosa
ekstraseluler sebagai metabolit. Selulosa yang dihasilkan dari metabolisme bakteri
banyak digunakan untuk membuat nata. pH selulosa berkisar antara 5-6 dan bersifat
tidak larut dalam NaOH, methanol dan aseton ; tetapi larut hanya pada pelarut selulosa
yaitu cuprietilemdiamin /cuen. Etilendiamin bekerja dengan menggembungkan selulosa
yang telah terbentuk dengan memutuskan ikatan hydrogen melalui penetrasi solven.
10
Jurnal kelima yaitu Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in
Making of Fiber-Rich Instant Beverage from Nata de Coco, bertujuan mengerti
pengaruh penambahan dekstrin dan juga CMC terhadap produksi nata de coco. Dari
penelitian yang dilakukan semakin tinggi penggunaan dekstrin dan juga CMC maka
kelarutannya juga semakin tinggi dan penambahan yang dilakukan dapat meningkatkan
serat kasar dari minuman nata de coco yang dihasilkan. Kandungan kadar air dalam nata
de coco yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh penambahan CMC pada kadar rendah
tetapi pada kadar 12,5% dapat menurunkan kadar air nata de coco. Pengaruh
penambahan sekstrin dapat meningkatkan kadar air pada nata de coco pada kadar
penambahan 15%.
11
3. KESIMPULAN
Nata adalah sejenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa
(dietary fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi yang
melibatkan jasad renik/ mikroorganisme yang selanjutnya menjadi bibit nata
Mikroba yang digunakan dalam pembuatan bibit nata adalah Acetobacter xylinum
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Pembentukan nata
terjadi karena terjadi adanya proses konsumsi glukosa yang terkandung oleh substrat
sel Acetobacter xylinum yang kemudian glukosa membentuk gabungan precursor
dengan asam lemak pada membrane sel.
Acetobacter xylinum dapat membentuk nata karena dalam substrat air kelapa
terkandung 91,23% air; 0,29% protein; 0,15% lemak; 7,27% karbohidrat; serta
1,06% abu
Sumber nitrogen dapat diperoleh dari protein maupun ekstrak yeast ( nitrogen
organik ) atau dari ammonium fosfat ( ZA ), urea dan ammonium sulfat ( nitrogen
anorganik ).
Bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam ( pH 4,3 ).
Pada kondisi basa, Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh.
Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada suhu ruang. Di Indonesia, suhu ruang rata –
rata adalah 28oC
Bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerobik, yaitu yang membutuhkan
O2. Tetapi O2 yang masuk ke dalam substrat tidak boleh bersentuhan langsung
dengn permukaan nata dan tidak boleh terlalu kencang
Bakteri yang digunakan untuk membuat nata tergantung pada jumlah dan umur
inokulum. Jumlah inokulum yang ditambahkan untuk membuat nata berkisar 1 – 10
%.
Kekenyalan pada nata de coco berhubungan dengan ketebalan lapisan nata yang
dihasilkan dalam fermentasi yang terjadi seharusnya didapatkan semakin tebal nata
yang dihasilkan maka tekstur yang dihasilkan kenyal.
12
Semarang, 20 Juni 2014 Asisten Dosen,
Praktikan, - Chrysentia Archinitta
Steven George Candra
11.70.0045
13
4. DAFTAR PUSTAKA
Almeida, D.M., Rosilene Aparecida Prestes, Adriel Ferreira da Fonseca, Adenise L.
Woiciechowski, Gilvan Wosiacki. (2013). Mineral Consumption by Acetobacter
xylinum on Cultivation Medium on Cococut Water. Brazillilan Journal of Microbiology
44,1,197-206 (2013)
Halib, N., Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin. (2012). Physicochemical Properties and
Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as as Source of
Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205-211
Herman, A.H. (1979). Pengolahan Air Kelapa. Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi
Pangan Indonesia 4(1) Halaman 9 – 17.
Jagannath, A., A. Kalaiselvan, S.S. Manjunatha. (2008). The Effect of pH, Sucrose, and
Amonium Sulphate Concentration on the Production of Bacterial Cellulose (Nata de
Coco)by Acetobacter xylinum. World J. Microbiology Biotechnol (2008) 24:2593-2599.
Palungkun, R. ( 1996 ). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pambayun, R. ( 2002 ). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Rahayu, E. S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. ( 1993 ).
Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.
Sanchez, C; S. Prissilla & Yeshida. T. (1998). Microbial Cellulose Productions &
Utilization. The Institue of Physical and Chemical Research (RIKEN). Science and
Technology Agency. Japan.
Santosa, B. Kgs. Ahmadi, Domingus Taeque. (2012). Dextrin Concentration and
Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata
de Coco. International Journal of Science and Technology Vol 1 No 1, Mar 2012,6-11.
14
Saputra, A.H., Darmansyah. (2010). Evaluation of Physical and Mechanical Properties
Composite of Nata de Coco Fibers/Resin Filled SiO2 and Al2O3. ISCAFChE 2010
November 3-4,2010, Bali-Indonesia.
15
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rumus:
Persentase Lapisan Nata =
Tinggi Ketebalan NataTinggi Media Awal
x 100%
Kelompok C1
H0 Persentase Lapisan Nata =
03
x 100% = 0 %
H7 Persentase Lapisan Nata =
0,753
x 100% = 25 %
H14 Persentase Lapisan Nata =
1,53
x 100%
= 50 %
Kelompok C2
H0 Persentase Lapisan Nata =
01
x 100% = 0 %
H7 Persentase Lapisan Nata =
0,71,8
x 100% = 38,89 %
H14 Persentase Lapisan Nata =
1,11,8
x 100%
= 61,11 %
Kelompok C3
H0 Persentase Lapisan Nata =
01
x 100% = 0 %
H7 Persentase Lapisan Nata =
0,71
x 100% = 70 %
H14 Persentase Lapisan Nata =
0,51
x 100%
= 50 %
16
Kelompok C4
H0 Persentase Lapisan Nata =
02
x 100% = 0 %
H7 Persentase Lapisan Nata =
0,52
x 100% = 25 %
H14 Persentase Lapisan Nata =
1,82
x 100%
= 90 %
Kelompok C5
H0 Persentase Lapisan Nata =
01,6
x 100% = 0 %
H7 Persentase Lapisan Nata =
0,751,6
x 100% = 44,88%
H14 Persentase Lapisan Nata =
21,6
x 100%
= 125%
5.2. Jurnal
5.3. Laporan Sementara
17
18
19