fermentasi substrat cair fermentasi nata de coco_buddy kristianto_12.70.0175_c2

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata de coco dapat dibuat dengan menggunakan bahan berupa air kelapa dan difermentasikan dengan bakteri A. xylinum pada kondisi yang telah ditetapkan.

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :Buddy Kristianto12.70.0175C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara II11

2015

HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan lapisan lapisan nata de coco yang dilakukan oleh kloter C pada praktikum fermentasi susbstrat cair nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1, Grafik 1 dan Grafik 2.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de Coco Kloter CKelTinggi mediaawal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)Persentase Lapisan (%)

H0H7H14H0H7H14

C1100,3 0,5 03050

C2100,250,7 02570

C3200,3 0,4 01520

C4200,3 0,9 01545

C52,500,30,3 01212

Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa yang diamati dalam praktikum ini adalah hasil ketebalan (cm) dan persentase lapisan nata de coco pada setiap kelompok. Setiap kelompok menggunakan ukuran wadah yang berbeda-beda. Tinggi awal media nata de coco kelompok satu dengan yang lainnya cukup bervariasi, yaitu 1 cm untuk kelompok C1 dan C2, 2 cm untuk kelompok C3 dan C4, dan 2,5 cm untuk C5.

Tinggi ketebalan nata de coco dan persentasi lapisan nata diukur pada hari ke-0, 7 dan 14. Pada hari inkubasi ke-0, belum terjadi pembentukan lapisan nata. Tinggi ketebalan nata untuk tiap kelompok adalah 0 cm dengan lapisan nata 0%. Pada inkubasi hari ke-7 lapisan nata sudah mulai terbentuk. Kelompok C1, C3, C4, dan C5 memiliki ketebalan nata yang sama, yaitu setinggi 3 cm, sedangkan kelompok C2 memiliki ketinggian yang berbeda yaitu setinggi 2,5 cm. Pada masa inkubasi hari ke-7, persentase lapisan nata yang dihasilkan berbeda-beda tiap kelompok dipengaruhi tinggi ketebalan nata dan tinggi awal media yang berbeda-beda pada masing-masing kelompok. Persentase lapisan nata yang paling besar adalah kelompok C1 sebesar 30%, sedangkan persentase lapisan nata paling kecil dimiliki kelompok C5 sebesar 12%. Pada masa inkubasi hari ke-14, ketebalan nata semakin meningkat, namun hanya pada kelompok C5 yang ketebalan nata tidak berubah. Nata yang paling tebal pada hari ke-14 adalah nata kelompok C4 dengan tinggi ketebalan 0,90 cm, sedangkan lapisan nata paling rendah dimiliki kelompok C5 dengan ketinggian 0,3 cm. Persentase lapisan nata paling besar pada masa inkunasi hari ke-14 dimiliki kelompok C2 dengan nilai persentase sebesar 70%, sedangkan persentase lapisan nata paling kecil dimiliki kelompok C5 yaitu 12%. Secara keseluruhan, semakin lama waktu inkubasi semakin tebal lapisan nata yang dihasilkan. Persentase lapisan nata kelompok C5 tidak mengalami perubahan karena tidak mengalami peningkatan tinggi ketebalan nata.

17

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan fermentasi substrat cair fermentasi Nata de Coco dengan tujuan untuk mengetahui prinsip pembuatan Nata de Coco, memanfaatkan limbah air kelapa sebagai bahan baku pembuatan Nata de Coco, dan mengetahui proses fermentasi Nata de Coco. Produk yang dibuat pada praktikum ini adalah Nata de Coco yang dibuat dengan bahan dasar utama berupa air kelapa. Berdasarkan artikel karya Halib et al. (2012), penggunaan air kelapa dalam pembuatan nata de coco benar adanya. Nata de coco sendiri merupakan hidangan pencuci mulut yang dihasilkan dari fermentasi air kelapa dengan kultur Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum ini merupakan bakteri gram negatif. Acetobacter xylinum akan memetabolisme glukosa sebagai sumber karbon dalam air kelapa menjadi selulosa ekstraseluler sebagai metabolitnya. Seiring berjalannya waktu fermentasi, akan terbentuk lapisan gelatin pada permukaan air kelapa yang difermentasi. Lapisan gelatin berwarna putih tranparan itulah yang merupakan nata de coco.

Pambayun (2002) menjelaskan bahwa nata de coco diberi penambahan komponen dekstrin serta carboxy methyl cellulose (CMC) untuk menstabilkan produk. Selain air kelapa, nata dapat dibuat dari bahan lainnya dengan syarat bahan tersebut memiliki kandungan gula, protein, dan mineral. Nata yang dibuat dari bahan air kelapa akan menghasilkan nata de coco, sari kedelai menghasilkan nata de soya, sari buah mangga menjadi nata de mango, sari buah nanas menjadi nata de pina, dan lain sebagainya.

Dalam artikel karya Rizal et al. (2013), dijelaskan bahwa pembuatan nata tidak begitu sulit. Proses pembuatan nata pada umumnya sama, yaitu meliputi tahapan pengenceran dan penyaringan, perebusa, inokuasi dengan strarter, fermentasi, pemanenan dan penetralan, dan yang terakhir adalah pengemasan. Aktivitas pembentukan nata hanya terjadi pada pH 3,5 hingga 7,5. Dimana kualitas terbaik dan terbanyak diperoleh pada pH 5 dan 5,5 dengan media air kelapa pada suhu kamar, Pelikel atau lapisan tipis nata mulai dapat terlihat setelah 24 jam inkubasi dan cairan dibawahnya akan berubah menjadi bertambah jernih. Jaringan yang terbentuk juga membawa sebagian kecil bakteri yang terperangkap didalamnya. Lapisan tipis yang terbentuk dapat terapung akibat terdorong gas karbon dioksida yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum. Mekanisme pembentukan nata selulosa oleh Acetobacter xylinum dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Nata Selulosa oleh Acetobacter xylinum

Pada praktikum ini dilakukan beberapa tahapan dalam pembuatan nata de coco. Mula-mula air kelapa disaring. Air kelapa disaring untuk memisahkan kotoran, seperti serpihan dari batok kelapa, debu atau benda lainnya yang mungkin mengotori air kelapa ketika air kelapa diambil. Bila tidak dilakukan penyaringan, nata yang dihasilkan akan menghasilkan kualitas yang kurang bagus, seperti warnanya tidak jernih melainkan keruh dan kecoklatan.

Gambar 2Penyaringan Air KelapaAir kelapa selanjunya dipanaskan. Menurut Astawan & Astawan (1991), proses pemanasan dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dengan sterilnya media yang digunakan, akan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum dalam pembentukan nata de coco selama fermentasi.

Gambar 3. Air Kelapa Dipanaskan

Tahap berikutnya adalah penambahan gula pasir sebanyak 10% dari bahan baku air kelapa yang digunakan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dari Awang (1991) yang menyatakan bahwa gula digunakan sebagai substrat oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa yang lebih lanjut kita sebut sebagai nata de coco. Menurut Rizal et al. (2013) dalam jurnalnya, dijelaskan bahwa penambahan gula termasuk dalam faktor utama pembentukan nata yang kokoh, tebal dan kenyal. Selain itu dalam artikel karya Hamad et al. (2011) dijelaskan bahwa jenis sumber karbon yang ditambahkan akan mempengaruhi ketebalan nata yang dihasilkan. Penambahan sumber karbon berupa fruktosa, glukosa, dan sukrosa akan memberikan yield dan ketebalan nata yang lebih besar bila dibandingkan menggunakan sumber karbon berupa maizena dan pati. Hal ini dikarenakan bentuk sumber karbon dari fruktosa, glukosa, dan sukrosa lebih sederhana dan dapat langsung dapat digunakan oleh Acetobacter xylinum, tidak seperti maizena dan pati yang bentuknya yang polisakarida memerlukan waktu lebih lama untuk dihidrolisis hingga diperoleh hasil glukosa. Penggunaan fruktosa sebagai sumber karbon mendapatkan yield nata paling banyak dan tebal dibandingkan sumber karbon lainnya. Penggunaan sukrosa sebagai sumber karbon sudah cukup baik dan cukup efektif sebagai bahan pembuatan nata. Rizal et al. (2013) menambahkan bahwa penambahan gula yang terlalu banyak kurang menguntungkan karena akan berpengaruh terhadap aktivitas bakteri, mengakibatkan penurunan pH fermentasi akibat pengubahan gula jadi asam. Penambahan gula berlebih juga mengakibatkan gula terbuang percuma.

Gambar 4. Penambahan Gula

Tahapan selanjutnya adalah ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5 % dari total volume air kelapa yang digunakan. Penambahan amminium sulfat sesuai dalam artikel karya Hamad et al. (2011), yang menjelaskan bahwa Acetobacter xylinum memerlukan sumber C, H, dan N untuk membentuk nata. Untuk memenuhi sumber nitrogen, dapat ditambahkan urea atau ammonium sulfat serta ekstrak yeast.

Gambar 5. Penambahan Ammonium SulfatLarutan air kelapa yang sudah selesai dipanaskan, selanjutnya ditunggu sampai suhu tidak terlalu panas (hangat). Ketika suhunya larutan air kelapa tidak terlalu panas, diatur pH larutan air kelapa hingga didapatkan pH 4-5 dengan ditambah dengan larutan asam cuka glasial sedikit demi sedikit. Pengaturan pH air kalapa agar memiliki pH 4-5 ini sesuai dengan teori yang ada dalam artikel karya Jagannath et al. (2008) yang menyebutkan bahwa pH ideal untuk pembentukan selulosa adalah antara pH 4 hingga 5. Langkah ini sama seperti langkah yang dilakukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hamad et al. (2011) yang juga mengatur pH air kelapa menjadi 4,5 dengan menggunakan asam asetat glasial. Hal ini juga didukung dengan penelitian Rizal et al. (2013), yang menyebutkan bahwa untuk menghasilkan nata yang kokoh, tebal, kenyal putih dan tembus pandang, memerlukan kondisi optimum, dimana salah satu kondisinya adalah medium memiliki pH 4-4,5.

Gambar 6. Penambahan Asam Cuka Glasial

Dalam artikel penelitian karya Jagannath et al (2008), penambahan sukrosa, ammonium sulfat dan pengaturan pH berpengaruh terhadap produksi nata de coco atau pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa Acetobacter xylinum dapat secara efektif memanfaatkan sukrosa sebagai sumber karbon dan pembentukan selulosa lebih bergantung terhadap pH dibandingkan konsentrasi sukrosa dan nitrogen. Nata dengan ketebalan yang maksimal dapat dibuat dengan pH 4, konsentrasi sukrosa sebesar 10 %, dan konsentrasi ammonium sulfat 0,5 %. Pada kondisi tersebut juga dapat diperoleh nata de coco dengan permukaan yang lembut, lunak dan chewy. Air kelapa selanjutnya dipanaskan kembali. Pemanasan ini dilakukan hingga seluruh bahan homogen dan larut. Selain itu, seperti yang diungkapkan oleh Astawan & Astawan (1991), proses pemanasan dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dengan sterilnya media yang digunakan, akan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum dalam pembentukan nata de coco selama fermentasi. Dengan demikian diharapkan dapat dihasilkan nata de coco dengan kualitas baik.

Gambar 7. Air Kelapa Dipanaskan

Larutan air kelapa kemudian disaring dan siap digunakan sebagai media pertumbuhan starter nata. Langkah yang dilakukan adalah menunggu air kelapa hingga sudah cukup dingin, sambil disiapkan pula wadah plastik bersih untuk masing-masing kelompok. Selanjutnya, sebanyak 200 ml media steril dimasukkan ke masing-masing wadah dan ditutup dengan kertas coklat, namun tidak terlalu rapat agar media bisa cepat dingin.

Gambar 8. Penyiapan Media Steril Setelah media tidak terlalu panas, ditambahkan biang nata (starter). Biang nata yang ditambahkan sebanyak 10% dari media. Penambahan dilakukan ke dalam masing-masing wadah plastik secara aseptis. Sesuai dengan pendapat dari Hadioetomo (1993), apabila menggunakan teknik aseptik, maka kemungkinan terjadinya kontaminasi akan semakin kecil dan organisme yang akan tumbuh dalam media adalah organisme hasil pemindahan yang diinginkan.

Gambar 9. Penambahan 10% Starter Inokulum

Setalah ditambah dengan starter, medium digojog perlahan hingga seluruh starter bercampur homogen dan wadah ditutup dengan kertas cokelat. Menurut Sutarminingsih (2004), penutupan dengan kertas coklat bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Selain itu, alasan penggunaan kertas cokelat adalah pori-pori yang dimiliki oleh kertas coklat memungkinkan adanya pertukaran oksigen dalam jumlah kecil untuk menunjang pembentukan nata. Hal ini juga didukung dengan artikel karya Sutanto (2012) yang menyebutkan bahwa ketika sumber karbon digunakan oleh Acetobacter xylinum memiliki oksigen yang memadai, produksi selulosa akan lebih cepat terjadi.

Media yang sudah diberi starter selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 2 minggu, dan diamati setiap 7 hari masa inkubasi. Penyimpanana dalam suhu ruang sudah sesuai dengan pendapat Mohanty et al (2015), yang menjelaskan bahwa Acetobacter xylinum merupakan mikroorganisme mesofilik yang tumbuh optimum pada suhu kamar 25-30C. Suhu optimum pembentukan bacterial cellulose adalah pada suhu 28-30C. Dalam artikel karya Rizal et al. (2013) dilakukan juga pembuatan nata dengan lama waktu inkubasi 14 hari. Selama inkubasi, wadah plastik tidak boleh digoyangkan agar lapisan nata yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Hal ini seperti yang Wahyudi (2003) ungkapkan, dimana dalam metabolismenya, Acetobacter xylinum akan mengubah gula sederhana menjadi selulosa dan asam asetat. Selulosa tersebut akan membentuk lapisan dan akan terangkat ke permukaan media akibat dihasilkannya gas CO2. Bila terkena goncangan, gas CO2 dapat mengalami perpindahan posisi, dikarenakan tidak ada gas CO2 yang menopang lapisan nata, lapisan tersebut akan turun kembali ke dalam media dan hancur.

Setelah 2 minggu proses fermentasi, jika nata terbentuk sempurna maka diambil dan dicuci di bawah air mengalir dan dimasak menggunakan air gula. Menurut pernyataan dari Wahyudi (2003) dan Sutarminingsih (2004), nata dicuci dengan air untuk menghilangkan metabolit lain yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum, sehingga metabolit tersebut tidak akan meracuni konsumen. Pencucian juga dilakukan dan untuk memisahkan nata dari media. Pemasakan air gula dilakukan untuk memberikan rasa manis pada nata, sehingga nata lebih enak. Tetapi pada praktikum ini nata tidak terbentuk sempurna, sehingga tahap pencucian dan pemasakan tidak dilakukan.

Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi media, mulai terbentuknya lapisan di permukaan cairan, dan tinggi ketebalan lapisan nata de coco. Pengamatan dilakukan pada masa inkubasi hari ke-7 dan ke-14. Selanjutnya dari data yang diperoleh dihitung persentase kenaikan ketebalan nata dengan rumus. Hasil pengamatan kemudian dicatat.

Persentase Lapisan Nata =

Berdasarkan data hasil pengamatan, tinggi awal dari media berbeda-beda disebabkan tiap kelompok menggunakan bentuk dan ukiran wadah yang berbeda-beda. Seperti yang dijelaskan dalam artiikel karya Jagannath et al (2008), lapisan selulosa belum terbentuk hingga hari ke 2-3 masa inkubasi, hanya saja tingkat kekeruhan media semakin besar. Kekeruhan ini menandakan pertumbuhan A. xylinum yang semakin banyak dalam media air kelapa.Pada inkubasi hari ke-7 lapisan nata sudah mulai terbentuk. Kelompok C1, C3, C4, dan C5 memiliki ketebalan nata yang sama, yaitu setinggi 3 cm, sedangkan kelompok C2 memiliki ketinggian yang berbeda yaitu setinggi 2,5 cm. Pada masa inkubasi hari ke-7, persentase lapisan nata yang dihasilkan berbeda-beda tiap kelompok dipengaruhi tinggi ketebalan nata dan tinggi awal media yang berbeda-beda pada masing-masing kelompok. Persentase lapisan nata yang paling besar adalah kelompok C1 sebesar 30%, sedangkan persentase lapisan nata paling kecil dimiliki kelompok C5 sebesar 12%.

C1C3C4C2C5

Gambar 10. Pengamatan Nata de Coco Hari ke-7 Masa Inkubasi

Pada masa inkubasi hari ke-14, ketebalan nata semakin meningkat, namun hanya pada kelompok C5 yang ketebalan nata tidak berubah. Nata yang paling tebal pada hari ke-14 adalah nata kelompok C4 dengan tinggi ketebalan 0,90 cm, sedangkan lapisan nata paling rendah dimiliki kelompok C5 dengan ketinggian 0,3 cm. Persentase lapisan nata paling besar pada masa inkunasi hari ke-14 dimiliki kelompok C2 dengan nilai persentase sebesar 70%, sedangkan persentase lapisan nata paling kecil dimiliki kelompok C5 yaitu 12%. Secara keseluruhan, semakin lama waktu inkubasi semakin tebal lapisan nata yang dihasilkan. Persentase lapisan nata kelompok C5 tidak mengalami perubahan karena tidak mengalami peningkatan tinggi ketebalan nata.

C1C3C4C2C5

Gambar 11. Pengamatan Nata de Coco Hari ke-14 Masa InkubasiHasil yang diperoleh untuk semua kelompok, selain kelompok C5 sudah sesuai teori yang ada, yaitu semakin lama waktu inkubasi, nata yang diperoleh semakin tebal. Semakin tebalnya lapisan nata, maka persentase lapisan nata yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian Rizal et al. (2013) yang menunjukkan peningkatan ketebalan nata seiring berjalannya waktu. Namun setelah kondisi lingkungan tidak memenuhi kelangsungan hidup bakteri, seperti habisnya sumber nutrisi pada media, habisnya oksigen terlarut, berubahnya komposisi media dan berubahnya pH media akan menjadi batasan bakteri untuk melangsungkan hidupnya. Hal tersebut akan menjadikan peningkatan ketebalan nata terhenti. Pada kelompok C5, tidak terjadi perubahan tinggi ketebalan. Ketidaksesuaian ini menurut Pambayun (2002), disebabkan karena kesalahan penambahan gula pasir yakni mungkin tidak tercampur rata sehingga hasil fermentasi menjadi kurang maksimal. Wanichapicart et al. (2002) juga menambahkan bahwa kemungkinan lain yang mungkin terjadi adalah terjadi kontaminasi pada media yang mengakibatkan terhentinya aktivitas Acetobacter xylinum. Kontaminasi dapat terjadi akibat proses inokulasi dan inkubasi yang tidak aseptis. Selain itu, menurut Melliawati (2008), kegagalan terbentuknya nata juga dapat diakibatkan jeleknya kualitas starter yang digunakan. Akibat kualitas starter yang tidak stabil dan atau sudah tidak murni lagi, produksi mudah menurun dan persentase kegagalan tinggi.

Dalam artikel karya Rizal et al. (2013), disebutkan bahwa beberapa faktor untuk dapat menghasilkan nata yang kokoh, tebal, kenyal, putih dan tembus pandang perlu diperhatikan beberapa hal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan nata dengan karakteristik yang baik adalah, seperti berikut:a. Suhu inkubasi 28-30Cb. pH medium 4-4,5c. komposisi dari ammonium sulfat dan sukrosad. serta biang (starter inokulum yang digunakan)

KESIMPULAN

Nata de coco merupakan produk hasil fermentasi air kelapa oleh Acetobacter xylinum. Pada fermentasi nata de coco, Acetobacter xylinum akan mengubah glukosa menjadi selulosa yang nantinya akan membentuk lapisan yang kita sbeut sebagai nata. Lapisan nata berada diatas permukaan media karena terdorong gas CO2 yang dihasilkan Acetobacter xylinum selama proses fermentasi. Lapisan nata akan rusak bila wadah yang menagalami goncangan selama masa inkubasi, dikarenakan berpindahnya gas CO2 yang menopang lapisan nata. Nata de coco yang baik seharusnya memiliki ciri-ciri kokoh, tebal, kenyal, putih dan tembus pandang Penambahan gula atau sukrosa berguna sebagai sumber karbon untuk Acetobacter xylinum melangsungkan fermentasi. Penambahan ammonium sulfat dilakukan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Asam cuka glasial ditambahkan untuk mengatur kondisi pH media. Nilai pH media untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum yang optimum adalah 4-5. Inokulasi dan inkubasi nata dilakukan secara aseptis untuk mencegah kontaminasi. Inkubasi untuk menghasilkan nata yang baik dilakukan pada suhu 28-30C selama minimal 14 hari inkubasi. Karakteristik nata yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti Suhu inkubasi, pH medium, komposisi dari ammonium sulfat dan sukrosa, serta biang (starter inokulum yang digunakan). Starter yang sudah kurang stabil atau tidak murni akan memperbesar kemungkinan terjadinya kegagalan terbentuknya nata. Penggunaan kertas cokelat berfungsi untuk memberikan oksigen untuk menunjang pembentukan nata oleh Acetobacter xylinum.

Semarang, 7 Juli 2015Asisten dosen, Wulan Apriliani Nies MayangsariBuddy Kristianto 12.70.0175DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. & M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

Awang, S. A. (1991). Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.

Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.

Halib, N., Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin, and I. Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2): 205211.

Hamad, A., N.A. Andriyani, H. Wibisono, and H. Sutopo. (2011). Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata de Coco. Jurnal Techno; 12(2): 74-77.

Jagnnath, A., A. Kalaiselvan, S.S. Manjunatha, P.S. Raju, and A.S. Bawa. (2008). The effect of pH, sucrose, and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata de coco) by Acetobacter xylinum. World Journal of Microbiology and Biotechnology; 24: 2593-2599.

Melliawati, Ruth. (2008). Kajian Bahan Pembawa untuk Meningkatkan Kualitas Inokulum Pasta Nata de Coco. Biodiversitas Volume 9, 4: 255-258.

Mohanty, S., S.K. Nayak, and S. Kalia. (2015). Polymer Nanocomposites based on Inorganic and Organic Nanomaterials. John Wiley & Sons. New Jersey.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Rizal, Hardy Mey, Dewi Masria Pandiangan, Abdullah saleh. (2013). Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata de Corn. Jurnal Teknik Kimia No.1 Vol. 19.

Sutanto, Agus. (2012). Pinapple Liquid Waste as Nata De Pina Raw material. Makara, Teknologi, Vol.16, 1:63-67.

Sutarminingsih, C.L. (2004). Peluang Usaha Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Wahyudi. (2003). Memproduksi Nata. http://ww2.pustaka.ictsleman.net/pertanian/agro_industri_pangan/3_memproduksi_nata_de_coco.pdf. Diakses 7 Juli 2015.

Wanichapichart, P., S. Kaewnopparat, K. Buaking, and W. Puthai. (2002). Characterization of cellulose membranes produced by Acetobacter xylinum. Journal of Science and Technology; 24: 855-862.

LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Persentase Lapisan Nata =

Kelompok C1

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 30 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 50 %

Kelompok C2

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 25 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 70 %

Kelompok C3

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 20 %

Kelompok C4

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 45 %

Kelompok C5

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 12 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 12 %

5.2. Jurnal

5.3. Laporan Sementara