praktikum fermentasi substrat padat fermentasi kecap

13
FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Nama : Aleksander Boli Wisnu Prase!a"i Lolan NIM : #$%&'%'#() Kelom*ok F) PROGRAM STU+I TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI,ERSITAS KATOLIK SOEGI-APRANATA SEMARANG $'#( #

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kecap merupakan jenis makanan cair hasil fermentasi kedelai

TRANSCRIPT

Fermentasi Kecap

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM teknologi FERMENTASI

Nama : Aleksander Boli Wisnu Prasetyaji Lolan NIM : 12.70.0154 Kelompok F4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG2015

1. HASIL PENGAMATAN

KelompokPerlakuanAromaRasaWarnaKekentalan

F10,5% inokulum + kedelai hitam++++++++

F20,75% inokulum + kedelai putih+++++++++

F30,75% inokulum + kedelai hitam++++++++++++

F41% inokulum + kedelai putih+++++++++++

F51% inokulum + kedelai hitam+++++++++++

Keterangan:AromaRasa Kekentalan+: Kurang Kuat+: Kurang Kuat+ : Kurang Kental++: Kuat++: Kuat++ : Kental+++: Sangat Kuat+++: Sangat Kuat+++ : Sangat Kental

Warna+: Kurang Hitam++: Hitam+++: Sangat Hitam

Dari praktikum pembuatan kecap ini, diperoleh hasil pengamatan yang berbeda untuk tiap kelompok. Untuk kelompok F1 dengan perlakuan penambahan 0,5% inokulum dan kedelai hitam diperoleh aroma yang kurang kuat, rasa yang kuat, warna yang sangat hitam dan kental. Untuk kelompok F2 dengan perlakuan penambahan 0,75% inokulum dan kedelai putih diperoleh aroma yang kuat, rasa yang kuat, warna yang hitam dan sangat kental. Untuk kelompok F3 dengan perlakuan penambahan 0,75% inokulum dan kedelai hitam diperoleh aroma yang sangat kuat, rasa yang sangat kuat, warna yang sangat hitam dan sangat kental. Untuk kelompok F4 dengan perlakuan penambahan 1% inokulum dan kedelai putih diperoleh aroma yang sangat kuat, rasa yang sangat kuat, warna yang sangat hitam dan kental. Untuk kelompok F5 dengan perlakuan penambahan 1% inokulum dan kedelai hitam diperoleh aroma yang sangat kuat, rasa yang kuat, warna yang sangat hitam dan sangat kental.

2. PEMBAHASAN

Kecap merupakan salah satu produk fermentasi yang proses pembuatannya dilakukan secara tradisional yaitu dengan membiarkan kapang tumbuh secara spontan (Astawan & Astawan, 1991). Produk fermentasi kecap dibuat dengan menggunakan kedelai yaitu kedelai kuning, kedelai hitam kedelai coklat dan kedelai hijau. Kedelai yang biasa dilakukan pada fermentasi kecap adalah kedelai hitam karena kulit bijinya berwarna hitam (Santoso, 1994). Kecap berdasarkan rasa dan kekentalan, dibedakan atas dua macam kecap yaitu kecap asin dan kecap manis (Rahman 1992).

Kecap merupakan produk fermentasi dari kedelai dengan ditambahkan dengan gula serta bumbu. Mutu dari produk kecap ditentukan berdasarkan jenis kedelai maupun jenis dari mikroorganisme yang digunakan. Sementara untuk rasa yang sedap pada kecap disebabkan oleh penambahan asam glutamat yang terdapat dalam kondisi bebas. Mikroba yang dapat digunakan dalam pembuatan kecap adalah antara lain Rhizopus sp dan Aspergillus sp. Mikroba yang akan digunakan dalam pembuatan kecap ini perlu ditumbuhkan pada media pemacu berskala kecil disebut starter selama 18-24 jam. Tujuannya adalah untuk untuk mengkondisikan mikroba tersebut berada pada fase eksponential sehingga waktu adaptasi dalam media yang lebih banyak berlangsung lebih cepat (Santoso 1994).

Dalam pembuatan kecap digunakan 2 tahap yaitu fermentasi koji dan moromi. Dalam jurnal Effect of temperature on moromi fermentation of soy sauce with intermittent aeration, dijelaskan bahwa perlakuan fermentasi kecap pada suhu yang berbeda akan berpengaruh pada kandungan pH. Konsentrasi etanol dan pada kandungan nitrogen dari kecap. Fermentasi kecap akan mengalami penurunan pH yang signifikan hingga 4,88 ketika difermentasi pada suhu 25, 35 dan 450 C. selain itu juga, kandungan etanol juga akan berpengaruh. Namun berdasar pada penelitian dari jurnal tersebut, perbedaan temperatur fermentasi tidak akan berdampak pada kandungan total dari nitrogen dari kecap. Pada proses pembuatan kecap ini digunakan 2 jenis kedelai yaitu kedelai hitam dan kedelai putih. Dalam pembuatan kecap, kedelai yang digunakan harus dalam bentuk utuh atau hancur. Kecap dapat digunakan sebagai flavor dan dapat memberikan warna pada makanan selama proses pemasakan. Tahap pembuatan kecap meliputi fermentasi koji, fermentasi moromi dalam larutan garam, ekstraksi dan filtrasi, penambahan gula kelapa dan bumbu, kemudian pembotolan. Dalam pemilihan kedelai tidak dilakukan penghilangan lemak. Hal ini disebabkan karena apabila menggunakan biji kedelai tanpa dihilangkan lemaknya, hasilnya akan lebih stabil, tetapi fermentasi dalam larutan garam memerlukan waktu yang lebih lama karena asam-asam lemaknya menghambat pertumbuhan yeast (Kasmidjo, 1990). Menurut Kasmidjo (1990), pembuatan kecap dapat dilakukan dengan metode kimia namun pada ada percobaan pembuatan kecap ini, digunakan metode fermentasi. Dalam proses fermentasi kecap juga dikenal dengan metode Taguchi. Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan kecap untuk memberikan kualitas kecap yang baik. Menurut Shuler (1989) dalam metode ini digunakan metode pengendalian terhadap kualitas dalam tahap sebelum dilakukan proses produksi kecap atau sebelum tahap desain proses. Metode ini didasarkan atas desain eksperimen pada faktor faktor kendali yang optimal.

Dalam pembuatan kecap, mula-mula dilakukan proses awal sebelum dilakukan perendaman kedelai selama 1 minggu. Pertama kedelai sebanyak 250 gr direndam di dalam air selama 1 malam. Proses Perendaman ini akan menyebabkan terjadinya hidrasi air ke dalam biji kedelai sehingga apabila kedelai tersebut dimasak maka hanya akan memerlukan waktu yang pendek karena kedelai tersebut akan mudah lunak. Kemudian setelah direndam selama 1 malam, kedelai dicuci dan dikeringkan serta direbus selama 10 menit. Adanya proses pemasakan ini bertujuan untuk melunakkan biji kedelai, merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat-zat antinutrisi dan menghilangkan bau langu serta membunuh bakteri yang ada di permukaan kedelai (Tortora et al., 1995).

Kemudian kedelai disimpan di dalam besek yang sudah disemprot dengan alkohol dan dialasi dengan daun pisang. Proses pembuatan kedelai ini tidak dapat dilakukan dalam keadaan panas karena akan menyebabkan jamur akan mati. Menurut Fardiaz (1992), suhu untuk pertumbuhan kapang secara umum hampir sama dengan khamir yaitu 25-30 0C pada suhu optimum dan 37-47 0C pada suhu maksimum.

Kemudian kedelai tersebut dikeringkan dengan tissue. Kemudian ditambahkan dengan inokulum komersial 0,5% ( kelompok 1), 0,75% ( kelompok 2 dan 3) dan 1 % (kelompok 4 dan 5). Adanya penambahan inokulum pada tempe ini bertujuan supaya proses fermentasi jamur dapat berhasil. Menurut Astawan & Astawan (1991), dalam proses pembuatan kecap banyak mikroorganisme yang aktif antara lain : Rhizopus sp dan Aspergillus sp. Kemudian besek ditutup dan diinkubasi selama 3 hari.

Proses inkubasi selama 3 hari yang dilakukan pada praktikum ini menurut Shuler (1989) bertujuan untuk mengeluarkan enzim pemecah agar nantinya biakan yang digunakan dalam pembuatan kecap dapat bekerja secara optimum yaitu dapat merubah substrat. Setelah masa inkubasi ini,mikroba memasuki fase lag. Fase lag yang terjadi merupakan masa dimana mikroba memasuki masa penyesuaian sel pada substrat. Mikroorganisme mengorganisasi kembali molekul mereka ketika mereka dipindahkan ke medium baru (Shuler, 1989). Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan disekitarnya (Fardiaz, 1992). Apabila waktu dan jumlah inokulum yang digunakan sesuai, maka proses pembentukan inokulum akan berhasil. Proses inkubasi dapat dilakukan selama 3 hari. Menurut Astawan & Astawan (1991), fermentasi kapang pada pembuatan kecap adalah 1-3 hari. Bila fermentasi yang dilakukan terlalu cepat maka enzim yang dihasilkan oleh kapang tidak akan menghasilkan komponen yang dapat menimbulkan reaksi penting, karena terlalu sedikit. Sebaliknya semakin lama waktu fermentasi akan semakin banyak dihasilkan enzim sehingga cita rasa yang dihasilkan menjadi kurang baik. Dari proses inkubasi ini dihasilkan miselia. Setelah diinkubasi selama 3 hari, kedelai kemudian dipotong-potong dan dikeringkan di dalam dehumifier selama 2-4 jam.

Kedelai yang sudah kering dimasukkan ke dalam toples plastik dan ditambahkan dengan larutan garam 20%. Setelah itu direndam selama 1 minggu (tiap siang dijemur dan diaduk). Tujuan pengeringan adalah memudahkan penghilangan kapang yang melekat pada permukaan substrat (Tortora et al., 1995) ; (Rahayu et al., 1993). Proses pengeringan juga menurunkan kadar air dari kedelai sehingga kemungkinan jamur yang belum mati akan lambat laun terhambat pertumbuhannya karena jamur tidak dapat tumbuh tanpa air (Peppler & Perlman, 1979). Kemudian pemberian larutan garam 20% bertujuan untuk melihat adanya miselium yang terbentuk di permukaan yang berwarna putih. apabila dilarutkan dalam larutan garam, akan menyebabkan warna air garam keruh (Peppler & Perlman, 1979). Tingginya kadar garam bertujuan agar mikroba alami yang tumbuh pada larutan garam yang berisi kedelai tersebut dapat memanfaatkan nitrogen secara maksimal. nitrogen berasal dari pemecahan protein dalam fermentasi kapang sebelumnya. Nitrogen diekstrak oleh larutan garam agar lebih mudah digunakan oleh mikrobia (Astawan & Astawan, 1991). Perendaman dalam larutan garam dilakukan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana hasil hidrolisis pada tahap fermentasi oleh jamur., menimbulkan rasa asin, dan sebagai medium selektif yang berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikrobia berbahaya tetapi masih memungkinkan pertumbuhan khamir dan bakteri yang diperlukan dalam pembentukan cita rasa (Tortora et al., 1995).

Namun menurut Hendritomo (2012) dalam jurnal PENGARUH PERTUMBUHAN MIKROBA TERHADAP MUTU KECAP SELAMA PENYIMPANAN, masih ada mikroba patogenik yang tetap ada meskipun telah dilakukan penambahan garam pada konsentrasi yang tinggi. Mikroba patogen tersebut seperti Clostridium Botulinums. tetapi menurut Hendritomo (2012) pertumbuhannya dapat dihambat pada penambahan garam 10-12%. Garam juga dapat berpengaruh terhadap aktivitas air (aw ) dari bahan. Beberapa mikroba seperti bakteri halofilik dapat tumbuh dalam larutan garam hampir jenuh, tetapi mikroba ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.

Pada proses perendaman ini harus sering diaduk agar larutan garam dapat homogen menyentuh permukaan substrat dan memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri (Tortora et al., 1995). Selama fermentasi dalam larutan garam, warna larutan kecap akan berubah yang disebabkan oleh warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein (Astawan & Astawan, 1991). Setelah direndam selama 1 minggu, kedelai dipres dan disaring kemudian dimasak bersama gula jawa selama 30 menit. Pemsasakan dengan gula jawa ini bertujuan untuk membentuk proses karamelisasi yaitu terbentuk warna coklat karamel serta adanya peningkatan pada viskositas dari kecap (Kasmidjo, 1990). Rempah yang digunakan pada praktikum ini adalah kayu manis (20 gr), ketumbar (3 gr), laos (1 jentik), bunga pekak (1 biji) dan gula jawa (1 kg). Sementara untuk kelompok 1 dan 2 diberi tambahan cengkeh sebanyak 1 gr, kelompok 3 dan 4 ditambah daun serai 1 buah dan kelompok 5 ditambah dengan pala 1 buah. Proses penambahan rempah pada proses pemasakan ini bertujuan untuk menimbulkan cita rasa yang spesifik pada produk kecap (Astawan & Astawan, 1991). Setelah dimasak, produk kecap dapat diamati untuk atribut aroma, rasa, warna dan kekentalan.

Perubahan pada kedelai setelah dilakukan proses fermentasi ini menurut Tortora et al (1995) disebabkan karena aktivitas dari enzim protease yang dihasilkan dari mikroba yaitu A.oryzae atau A.soyae. Enzim yang dihasilkan tersebut digunakan untuk membentuk asam-asam amino pada kedelai selama fermentasi (Atlas, 1984). Asam amino merupakan komponen yang dihasilkan yang memiliki kemampuan untuk pembentukan aroma dan flavor yang enak dari kecap. Komponen aroma dan flavor dalam kecap ditentukan oleh komponen nitrogen pendukung yaitu kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia. Bila membentuk senyawa garam dengan asam glutamat akan menyebabkan flavor yang enak. Demikian pula arginin, histidin, lisin, putresin dengan asam suksinat juga dapat menyebabkan flavor yang enak (Tortora et al., 1995).

Dari hasil pengamatan diatas, dapat dilihat bahwa untuk atribut warna untuk kelompok F1 dengan perlakuan penambahan 0,5% inokulum dan kedelai hitam diperoleh aroma yang kurang kuat. Untuk kelompok F2 dengan perlakuan penambahan 0,75% inokulum dan kedelai putih diperoleh aroma yang kuat. Untuk kelompok F3, F4 dan F5 dengan perlakuan penambahan 0,75% dan 1% inokulum dan kedelai hitam serta kedelai putih diperoleh aroma yang sangat kuat. Untuk atribut aroma ini, dalam produk kecap disebabkan oleh karena adanya penambahan bumbu selama fermentasi. Penambahan bumbu ini menimbulkan bau dan cita rasa yang spsesifik (Astawan & Astawan, 1991). Selain itu menurut Kim & Lee (2008), pembentukan warna coklat disebabkan oleh reaksi antara asam amino dengan gula reduksi.

Untuk parameter rasa yang diamati diperoleh hasil bahwa kelompok F1 dan F5 dengan penambahan 0,5% dan 1% inokulum serta kedelai hitam. Untuk kelompok F3 dengan penambahan 0,75% dan kedelai hitam diperoleh rasa kecap yang sangat kuat. Untuk kelompok F2 dan F4 dengan perlakuan penambahan 0,75% dan 1% inokulum dan kedelai putih diperoleh rasa kecap yang kuat dan sangat kuat. Atribut warna pada kecap ini berasal dari penambahan bumbu pada proses pemasakan kecap khususnya gula jawa. Semakin banyak gula jawa yang digunakan maka akan mempengaruhi rasa yaitu manis. Kandungan asam glutamate dari kecap akan memberikan manfaat pada rasa. Kecap dapat dibuat dengan kacang gude yang memiliki kandungan asam glutamat ( Muangthai et al. 2007)

Sementara untuk atribut warna yang diamati diperoleh hasil bahwa untuk kelompok F1, F3, dan F5 dengan penambahan 0,5%, 0,75% dan 1% inokulum dan kedelai hitam diperoleh warna kecap yang sangat hitam. Sementara untuk kelompok F2 dengan penambahan 0,75% inokulum dan kedelai putih diperoleh warna kecap yang hitam. Untuk kelompok F4 dengan penambahan 1% inokulum dan kedelai putih diperoleh warna kecap yang sangat hitam. Menurut Atlas (1984), Warna hitam pada kecap setelah mengalami proses fermentasi disebabkan oleh warna yang terbentuk sebagai reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus-gugus amino dari protein. Gugus asam amino diperoleh dari enzim proteinase yang dihasilkan jamur pada tahap koji yang digunakan untuk menguraikan protein kedelai menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu asam-asam amino.

Atribut yang diamati selanjutnya adalah kekentalan. Pada praktikum ini, kelompok F1 dan F4 menghasilkan kecap yang kental sementara untuk kelompok F2, F3 dan F5 menghasilkan kualitas kekentalan kecap yang sangat kental. Menurut teori dari Kasmidjo (1990), atribut kekentalan kecap disebabkan karena adanya penambahan gula jawa selama proses pemasakan kecap. Penambahan gula jawa akan meningkatkan viskositas dari kecap. Sementara untuk perbedaan kekentalan yang diperoleh oleh masing-masing kelompok disebabkan oleh karena lamanya proses pemasakan. Dalam hasil penelitian diatas kekentalan yang diperoleh oleh kelompok F1 dan F4 berbeda dengan kelompok yang lainnya. Hal ini menurut Setiawati (2008) dalam jurnalnya, PENENTUAN KOMPONEN KUALITAS DAN BAHAN BAKU OPTIMAL PRODUK KECAP ORGANIK BERBASIS OFF LINE QUALITY CONTROL dikarenakan oleh karena faktor lamanya proses pemasakan atau perebusan campuran filtrat dengan gula. Berdasar jurnal tersebut, semakin lama proses pemasakan pada kecap akan meningkatkan viskositas karena banyaknya air yang teruapkan pada kecap.

3. KESIMPULAN Kecap merupakan salah satu produk fermentasi yang proses pembuatannya dilakukan secara tradisional yaitu dengan membiarkan kapang tumbuh secara spontan. Perlakuan fermentasi kecap pada suhu yang berbeda akan berpengaruh pada kandungan pH, konsentrasi etanol dan kandungan nitrogen dari kecap. Pada proses pembuatan kecap ini digunakan 2 jenis kedelai yaitu kedelai hitam dan kedelai putih. Metode Taguchi merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan kecap untuk memberikan kualitas kecap yang baik. Proses pemasakan kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai, merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat-zat antinutrisi dan menghilangkan bau langu serta membunuh bakteri yang ada di permukaan kedelai. Adanya penambahan inokulum pada tempe ini bertujuan supaya proses fermentasi jamur dapat berhasil Proses inkubasi bertujuan untuk mengeluarkan enzim pemecah agar nantinya biakan yang digunakan dalam pembuatan kecap dapat bekerja secara optimum yaitu untuk merubah substrat. Pemsasakan dengan gula jawa bertujuan untuk membentuk proses karamelisasi yaitu terbentuk warna coklat karamel serta adanya peningkatan pada viskositas dari kecap Proses penambahan rempah pada proses pemasakan bertujuan untuk menimbulkan cita rasa yang spesifik pada produk kecap Enzim yang dihasilkan tersebut digunakan untuk membentuk asam-asam amino pada kedelai selama fermentasi Untuk atribut aroma ini, dalam produk kecap disebabkan oleh karena adanya penambahan bumbu selama fermentasi Warna hitam pada kecap setelah mengalami proses fermentasi disebabkan oleh warna yang terbentuk sebagai reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus-gugus amino dari protein Atribut kekentalan kecap disebabkan karena adanya penambahan gula jawa selama proses pemasakan kecap

Semarang, 9 juli 2015Asisten Dosen Abigail Sharon Frisca Melia

Aleksander Boli Wisnu P.L 12.70.0154

4. DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. & M. Wahyuni Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akadenika Pressindo. Jakarta.Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.Fardiaz, S. ( 1992 ). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Hendritomo, Henky Isnawan. 2012. PENGARUH PERTUMBUHAN MIKROBA TERHADAP MUTU KECAP SELAMA PENYIMPANAN. BPPT JakartaKasmidjo, R.B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.Kim, Ji-Sang and Young-Soon Lee. (2008). A study of chemical characteristics of soysauce and mixed soy sauce: chemical characteristics of soy sauce. Eur. Food Res.Technol. 227: 9944Muangthai, P.; P. Upajak; and W. Patumpai. (2007). Study of Protease Enzyme andAmino Acid Contents in Soy sauce Production from Peagion Pea and Soy bean.KMITLSci. Tech. J. Vol. 7 No. S2Peppler, H. J. & D. Perlman. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Tauco kedelai. Kanisius. Yogyakarta.Setiawati, Bernadetta Budi. 2008. PENENTUAN KOMPONEN KUALITAS DAN BAHAN BAKU OPTIMAL PRODUK KECAP ORGANIK BERBASIS OFF LINE QUALITY CONTROL. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Volume 4, Nomor 1

Shuler, L. M. ( 1989 ). Bioprocess Engineering Basic Concepts. Prentice Hall international Incorporation. London.Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.Wu, ta yeong et al. 2010. Effect of temperature on moromi fermentation of soy sauce with intermittent aeration. African Journal of Biotechnology Vol. 9(5), pp. 702-706.

5. LAMPIRAN5.1.Laporan Sementara5.2.Jurnal

1