fermentasi nata de coco_frisca melia mardiana_b_11.70.0081_unika soegijapranata semarang

26
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun Oleh : Frisca Melia Mardiana 11.70.0081 Kelompok B3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN 0 Acara II

Upload: james-gomez

Post on 28-Dec-2015

43 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktikum ini tentang pembuatan nata de coco berbahan dasar air kelapa dengan cara fermentasi menggunakan stater Acetobacter xylinum.

TRANSCRIPT

Page 1: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR

FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun Oleh :

Frisca Melia Mardiana 11.70.0081

Kelompok B3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

0

Acara II

Page 2: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

1. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco

Kel

Tinggi MediaAwal (cm)

Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata0 7 14 0 7 14

B1 0,5 0 0,8 0,5 0 160 100B2 1 0 0,9 0,5 0 90 50B3 1,2 0 1,3 1,6 0 108,33 133,33B4 0,5 0 0,8 0,5 0 160 100B5 0,8 0 1 0,7 0 125 87,5

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa ketebalan nata dan persentase lapisan pada hari ke-0

adalah 0 cm dan 0%. Setelah hari ke-7, nata makin menebal dan kelompok yang

mengalami penebalan dan persentase lapisan paling tinggi adalah kelompok B3 yaitu

1,3 cm dan 108,33% dan kelompok yang mengalami penebalan yang paling rendah

adalah kelompok B1 dan B4 yaitu 0,8 cm sedangkan kelompok yang mengalami

persentase lapisan yang paling rendah adalah kelompok B2 yaitu 90%. Kemudian

setelah hari ke-14, nata kelompok B3 mengalami penebalan dan persentase lapisan

meningkat menjadi 1,6 cm dan 133,33%. Sedangkan kelompok B1, B2, B4, dan B5

mengalami penipisan dan persentase lapisan yang menurun. Kelompok yang

mengalami penebalan yang paling rendah adalah kelompok B1, B2 dan B4 yaitu 0,5

cm sedangkan kelompok yang mengalami persentase lapisan yang paling rendah

adalah kelompok B2 yaitu 50% .

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de coco

Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa B1 ++++ +++ +++ ++B2 ++++ ++++ +++ +B3 ++++ ++++ ++ ++++B4 ++++ ++++ ++ +++B5 ++++ ++++ ++ ++++

Keterangan :Aroma Warna Tekstur Rasa++++ : tidak asam ++++ : putih ++++ : sangat kenyal ++++ : sangat manis+++ : agak asam +++ : putih bening +++ : kenyal +++ : manis++ : asam ++ : putih agak bening ++ : agak kenyal ++ : agak manis+ : sangat asam + : kuning + : tidak kenyal + : tidak manis

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kelompok B1 sampai B5 aromanya tidak asam

semua. Sedangkan untuk warna, kelompok B2-B5 warnanya putih sedangkan

kelompok B1 warnya putih bening. Lalu untuk tekstur, teksur kenyal diperoleh

kelompok B1 dan B2 sedangkan tekstur agak kenyal diperoleh kelompok B3-B5.

1

Page 3: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Kemudian untuk rasa, rasa yang sangat manis diperoleh kelompok B3 dan B5, untuk

rasa manis diperoleh kelompok B4, rasa agak manis diperoleh kelompok B1 dan rasa

tidak manis diperoleh kelompok B2.

2

Page 4: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2. PEMBAHASAN

Nata de coco (NDC) yaitu selulosa yang berasal dari bakteri Acetobacter xylinum yang

menggunakan air kelapa sebagai media. Nata de coco memiliki bentuk lapisan

transparan selulosa yang terbentuk di permukaan medium yang akan menjadi tebal

setelah 15-20 hari. Lembaran-lembaran tipis yang tebentuk kemudian dipotong dadu,

dicuci, lalu direbus dengan air sebelum akan digunakan. Menurut Jaganath et al. (2008),

Acetobacter xylinum dapat tumbuh baik di dalam berbagai substrat, seperti sukrosa,

glukosa, gula invert, fruktosa, etanol, dan juga gliserol.

Nata de coco adalah produk jel yang terbuat dari air

kelapa melalui proses fermentasi bakteri. Produk ini

mempunyai serat tinggi sehingga baik dikonsumsi

untuk melancarkan sitem pencernaan serta rendah

kalori dan juga tidak mengandung kolesterol. Nata de

coco juga disebut by-product dari fermentasi bakteri asam asetat yang menggunakan

beberapa senyawa organik. Menurut Castañeda et al. (2007), Nata de coco

mengandung 63,7% air; 10,2% lemak, 36,1% karbohidrat, dan 14,6% kalori.

Proses pembuatan nata de coco dimulai dengan cara pembuatan

media yang berperan sebagai substrat fermentasi. Media dasar

yang digunakan untuk pembuatan nata de coco adalah air kelapa.

Air kelapa yang digunakan mula-mula harus disaring terlebih

dahulu menggunakan kain saring guna untuk memisahkan kotoran.

Air kelapa digunakan karena air kelapa mengandung berbagai

nutrisi, seperti karbohidrat (2,56%), protein (0,55%), mineral

(0,46%), yang diperlukan untuk pertumbuhan starter nata (Pambayun, 2002; Hayati

2003). Pada dasarnya air kelapa merupakan limbah yang mengandung unsur kimia yang

dapat merusak lingkungan apabila dibuang langsung, contohnya membentuk endapan

hitam,mengurangi kesuburan tanah, dan juga berbau menyengat (Hayati, 2003).

Setelah itu gula pasir sebanyak 10% ditambahkan ke dalam air kelapa kemudian diaduk

hingga larut agar homogen. Menurut Pambayun (2002), kerja bakteri Acetobacter

xylinum dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah penambahan sukrosa. Sukrosa

3

Page 5: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

adalah nutrisi yang digunakan sebagai energi pada media fermentasi sehingga

pembentukan nata dapat terjadi maksimal. Amonium sulfat sebesar 0,5% ditambahkan

kemudian dilakukan pengasaman larutan sampai pH 4-5, pengasaman menggunakan

asam asetat glasial. Amonium sulfat (urea) berfungsi untuk mencapai pH menjadi pH

awal medium. pH optimimum untuk pertumbuhan bakteri nata berkisar pH 4-5 (Atlas,

1984). Sedangkan asam asetat glasial digunakan untuk menurunkan pH. Asam asetat

akan membongkar CO2 dan air sehingga menghasilkan ATP yang lebih dan juga

menyebabkan penggunaan gula dalam sintesis selulosa berjalan lebih baik (Jaganath et

al., 2008).

Penggunaan pH 4,0; 10% gula pasir; dan 0,5% amonium sulfat pada media

pertumbuhan tersebut dapat membuat pertumbuhan bakteri A. xylinum menjadi

maksimum dalam menghasilkan selulosa sehingga didapatkan ketebalan nata yang

maksimum juga. Apabila pH ditingkatkan menjadi 4,5; ketebalan nata maka akan lebih

tinggi sehingga menjadi maksimum yaitu 8,1 mm (Jaganath et al. (2008). Kemudian

media ini dipanaskan hingga larut kemudian disaring.

Menurut Pambayun (2002), nata de coco dapat dibuat dengan menggunakan bahan-

bahan sebagai berikut:

Air kelapa sebagai substrat

Sumber karbon yaitu berupa monosakarida dan disakarida. Sukrosa (gula pasir)

adalah sumber karbon yang paling banyak digunakan, hal itu karena murah dan juga

mudah ditemukan

Sumber nitrogen, seperti amonium fosfat (ZA), urea, dan amonium sulfat (nitrogen

anorganik). Nitrogen digunakan untuk mendukung pertumbuhan bakteri nata selain itu

juga, ZA dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang adalah pesaing

Acetobacter xylinum

Keasaman. Bakteri nata sangat baik tumbuh pada pH yang asam (pH 4,3) sehingga

ditambahkan asam asetat ataupun asam cuka

Suhu yang baik untuk digunakan adalah suhu ruang (28oC)

Oksigen karena bakteri nata yang dipakai memiliki sifat aerob. Tetapi oksigen

yang masuk ke dalam substrat tidak boleh bersentuhan secara langsung dengan

4

Page 6: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

permukaan nata sehingga diperlukan penutup yang memiliki ventilasi yang baik, seperti

koran ataupun kain saring.

Larutan tersebut kemudian dipanaskan sampai gula larut dan disaring kembali.

Pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroba yang tidak dikehendaki

dan digunakan untuk melarutkan gula. Kelarutan gula ini mempengaruhi keberhasilan

dalam pembentukan nata, dimana kelarutan gula yang rendah akan membuat gula akan

sulit diserap oleh Acetobacter xylinum sehingga tidak dapat menghasilkan selaput tebal

di permukaan larutan (Astawan & Astawan , 1991).

Tahap berikutnya yaitu fermentasi dengan memasukkan media steril yang telah

dipanaskan tadi sebanyak 100 ml ke dalam wadah plastik. Starter nata berupa

Acetobacter xylinum ditambahkan sebanyak 10% secara aseptis agar tidak

terkontaminasi dan kemudian dikocok perlahan hingga seluruh starter tercampur

homogen. Kemudian wadah plastik tersebut ditutup dengan kertas coklat. Tinggi media

awal diukur dan diinkubasi selama dua minggu pada suhu ruang. Inkubasi dilakukan

selama dua minggu pada suhu ruang sesuai dengan pernyataan Rahayu et al. (1993)

yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan nata dengan ketebalan yang optimimum,

lama fermentasi yang dilakukan berkisar 10-14 hari, sedangkan suhu yang sesuai untuk

pembuatan nata adalah 28-32oC.

A. xylinum juga adalah sumber dari bacterial cellulose karena bakteri ini mampu

menghasilkan polimer berkadar tinggi dari berbagai sumber karbon dan nitrogen

(Chawla et al., 2009). Starter yang ditambahkan dalam media juga memiliki peran

dalam menggumpalkan air kelapa sehingga dapat dihasilkan Nata de Coco (Hakimi &

Daddy, 2006). Selama proses fermentasi, Acetobacter xylinum mengkonsumsi glukosa

Penambahan stater Acetobacter xylinum

Inkubasi Nata de coco

5

Page 7: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

dalam air kelapa sebagai sumber karbon dan mengubahnya menjadi selulosa

ekstraseluler sebagai hasil metabolitnya (Halib et al., 2012). Selulosa ini banyak

dimanfaatkan sebagai biopolimer, kertas elektronik, hidrogel, obat, bahkan sebagai

makanan, yaitu nata de coco (Halib et al., 2012). Menurut Wijayanti et al. (2010),

bakteri Acetobacter xylinum juga akan mengubah gula di dalam media menjadi suatu

substansi yang menyerupai gel di permukaan media.

Air kelapa mengandung nutrisi-nutrisi berupa sukrosa, dekstrosa, fruktosa dan vitamin

B kompleks yang dapat merangsang pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk

membentuk nata de coco. Pembentukan nata de coco terjadi akibat pengambilan sukrosa

dari larutan gula oleh starter nata. Kemudian glukosa tersebut bergabung dengan asam

lemak membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan

dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim yang

mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa ekstraseluler

(Palungkun , 1992).

A. xylinum adalah bakteri asam laktat yang mampu untuk mengoksidasi beberapa jenis

alkohol dan juga gula menjadi asam asetat. Kemudian asam asetat yang diproduksi akan

dioksidasi menjadi karbondioksida dan air melalui aktivitas enzim dalam siklus Krebs.

Bakteri ini juga termasuk dalam golongan bakteri gram negatif dan yang memiliki sifat

aerobik. Jenis lain dari bakteri asam laktat antara lain Acetobacter, Acidomonas, Asaia,

Gluconacetobacter, Gluconobacter, Kozakia, Swaminathania and Saccaharibacter

(Halib et al., 2012). Acetobacter xylinum pertama kali ditemukan di dalam buah busuk.

Bakteri ini dapat tumbuh baik pada suhu 25-30oC dan memiliki pH optimal yaitu 5,4-

6,3. Bakteri ini juga dapat tumbuh pada range pH tinggi, yaitu pH 3-8 dan temperatur

antara 12-35oC dan juga memiliki toleransi terhadap ethanol lebih dari 10% (Castañeda

et al., 2007)

Bakteri ini memiliki bentuk batang termasuk ke dalam jenis

gram negatif, dan menghasilkan nanofiber selulosa yang

lebarnya 40-50 nm (bacterial cellulose ribbons). Selulosa-

selulosa ini akan berkumpul dan menjadi suatu struktur tiga

dimensi pada permukaan media cair. Dalam praktikum ini,

6

Page 8: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Acetobacter xylinum akan ditumbuhkan pada substrat cair berupa air kelapa sehingga

akan terbentuk struktur tiga dimensi berupa nata de coco. Struktur yang terbentuk ini

terdiri dari rantai-rantai paralel yang berasal dari β-1,4-D-glukopiranosa dan

dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Pembentukan struktur tiga dimensi ini sangat

dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di dalam media yang digunakan dan juga

kondisi lingkungan selama proses fermentasi (Hesse & Kondo, 2005).

Selama fermentasi diusahakan agar wadahnya jangan digoyang dan juga digeser karena

hal ini akan membuat struktur selulosa yang sedang dibentuk oleh bakteri nata menjadi

pecah. Kemudian nata tidak akan terbentuk walaupun telah diinkubasi dalam beberapa

waktu (Hesse & Kondo, 2005). Pembentukan nata oleh bakteri A. xylinum diawali

dengan terbentuknya benang-benang selulosa kemudian bakteri akan membentuk

mikrofibril selulosa disekitar permukaaan tubuhnya. Mikrofibril ini akan terus tumbuh

sampai membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan akan mencapai ketebalan

tertentu. Akhirnya susunan selulosa tersebut akan terlihat seperti lembaran putih

transparan dengan permukaan yang licin dan juga halus yang disebut nata (Pambayun,

2002).

Pada hari ke-0; ke -7; dan ke-14, lapisan nata yang terbentuk diukur tingginya.

Polisakarida yang terbentuk oleh aktivitas bakteri Acetobacter xylinum termasuk dalam

jenis polisakarida ekstraseluler (exopolysaccharide). Jenis ini terbagi menjadi dua

bentuk, yaitu loose slime dan mikrokapsul. Selulosa ini tersusun atas banyak mikrofibril

yang terdiri atas rantai glukan yang terikat pada ikatan hirogen. Selulosa yang

dihasilkan terdapat dua bentuk, yaitu selulosa I berupa polimer seperti pita; dan selulosa

II, yang berbentuk polimer amorphous yang lebih stabil (Chawla et al., 2009).

Setelah fermentasi selama dua minggu, akan tampak lembaran nata di permukaan

media. Lembaran nata ini kemudian akan dicuci dengan air mengalir setiap hari selama

Pencucian nata dengan air

Perendaman nata dengan air

Penutupan dengan kertas coklat

7

Page 9: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

tiga hari ke depan. Menurut Jaganath et al. (2008), selama fermentasi Acetobacter

xylinum menggunakan oksigen yang ada di dalam wadah. Lambat laun kandungan

oksigen terlarut menurun dikarenakan dikonsumsi dan membuat bakteri ini berkumpul

di permukaan media. Umumnya inokulum diinkubasi selama 7 hari pada suhu 30oC.

Lembaran tipis nata terbentuk setelah 15-20 hari dengan ketebalan 0,8-1,0 cm.

Kemudian dicuci untuk menghilangkan asam asetat glasial. Lembaran nata dipotong

dadu kemudian direndam air selama 24 jam untuk menghilangkan bau asam. Setelah

dilakukan pencucian, lembaran nata disimpan pada wadah semula, diisi dengan

akuades, kemudian ditutup dengan kertas coklat kembali.

Setelah tiga hari, nata dipotong dadun kemudian dimasak menggunakan air 300 ml dan

gula 250 gram. Gula pasir yang digunakan tidak seragam dalam hal jumlahnya

tergantung ketebalan danketipisan nata yang dihasilkan tiap kelompok. Pemasakan

dengan gula ini bertujuan untuk memberikan rasa pada produk nata de coco serta dapat

membantu melarutkan gula. Kemudian dilakukan uji sensori yang meliputi rasa, aroma,

tekstur, serta warna (Astawan & Astawan, 1991).

2.1. Ketebalan Nata dan Persentase Lapisan

Pada hari ke-0, semua NDC memiliki ketebalan 0 cm dan persentase lapisannya 0%.

Hal ini disebabkan karena fermentasi belum berjalan sehingga selulosa belum terbentuk.

Setelah hari ke-7, nata makin menebal dan kelompok yang mengalami penebalan dan

persentase lapisan paling tinggi adalah kelompok B3 yaitu 1,3 cm dan 108,33% dan

8

Page 10: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

kelompok yang mengalami penebalan yang paling rendah adalah kelompok B1 dan B4

yaitu 0,8 cm sedangkan kelompok yang mengalami persentase lapisan yang paling

rendah adalah kelompok B2 yaitu 90% . Hal ini menunjukan bahwa cairan sudah

mengalami fermentasi dimana Acetobacter xylinum mengkonsumsi glukosa dalam air

kelapa sebagai sumber karbon dan mengubahnya menjadi selulosa ekstraseluler sebagai

hasil metabolitnya (Halib et al., 2012). Ketebalan lapisan nata berbeda-beda karena

penggunaan wadah yang berbeda ukuran dan volumenya.

Kemudian setelah hari ke-14, nata kelompok B3 mengalami penebalan dan persentase

lapisan meningkat menjadi 1,6 cm dan 133,33%. Hal ini berarti aktivitas A. xylinum

mengalami peningkatan sehingga lapisan selulosa semakin menebal. Bila inkubasi terus

dijalankan maka lapisan nata tetap menebal namun tingkat penebalannya tidak sebesar

penebalan di awal inkubasi. Hal ini disebabkan karena gula yang berada di dalam

medium semakin menipis sehingga aktivitas A. xylinum dalam memproduksi selulosa

makin terhambat (Halib et al., 2012). Sedangkan kelompok B1, B2, B4, dan B5

mengalami penipisan dan persentase lapisan yang menurun. Kelompok yang mengalami

penebalan yang paling rendah adalah kelompok B1, B2 dan B4 yaitu 0,5 cm sedangkan

kelompok yang mengalami persentase lapisan yang paling rendah adalah kelompok B2

yaitu 50%. Penurunan lapisan Nata de Coco dapat disebabkan karena adanya goyangan

atau gangguan pada saat proses fermentasi Nata de Coco berlangsung yang mungkin

terjadi pada pengamatan nata di hari ke-7 sehingga membuat permukaan cairan nata

menurun pada hari ke-14 (Pambayun, 2002 & Palungkun, 1996).

Ketebalan NDC juga sangat dipengaruhi oleh banyaknya air yang dapat diserap oleh

nata, dimana jika semakin banyak air yang diserap maka akan semakin tebal dan

semakin kenyal nata yang dihasilkan. Dapat dikatakan pula bahwa nata memiliki sifat

water holding capacity yang baik. Bila gula yang digunakan berkadar lebih dari 5%,

tidak akan mempengaruhi jumlah produksi selulosa (ketebalan nata). Hal ini

dikarenakan gula berfungsi untuk mematikan mikroba kontaminan dan sebagai sumber

karbon dalam fermentasi (Jaganath et al., 2008).

2.2. Analisa Sensori

9

Page 11: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2.2.1. Aroma

Aroma yang dihasilkan semua Nata de coco, kelompok B1 sampai B5 aromanya tidak

asam semua. Aroma asam atau tidak asam yang ditimbulkan disebabkan karena

pemberian asam asetat glasial pada media yang digunakan. Keasamaan ini dapat

mencapai pH 4,2 untuk mendukung pertumbuhan Acetobacter xylinum dan

pembentukan nata. Asam asetat dapat membongkar karbondioksida dan air untuk

menghasilkan ATP serta membantu penggunaan gula untuk sintesis selulosa. Aroma

tidak asam pada nata de coco yang dihasilkan oleh semua kelompok dapt diakibatkan

karena pencucian nata yang sempurna sehingga aroma asama sudah tidak tercium. Hal

itu sesuai teori yang dikemukakan oleh Jaganath et al. (2008) yng mengungkapkan

bahwa pencucian akan melunturkan asam asetat sehingga aroma asam tidak terlalu

terasa.

2.2.2. Warna

Sedangkan untuk warna, kelompok B2-B5 warnanya putih sedangkan kelompok B1

warnya putih bening. Hal ini sesuai dengan teori Pambayun (2002) yang

mengungkapkan bahwa lembaran benang-benang selulosa yang dihasilkan oleh bakteri

Acetobacter xylinum akan tampak berwarna putih sampai transparan dan juga berbentuk

padat. Menurut Wijayanti et al. (2010), semakin tinggi serat kasar nata maka akan

menghasilkan warna nata yang akan semakin cerah. Hal ini dikarenakan serat kasar

yang tinggi menunjukkan pori-pori nata yang akan semakin kecil dan rapat sehingga

menyebabkan pemantulan sinar yang lebih banyak dan menghasilkan nata dengan

tingkat kecerahan yang tinggi atau berwarna lebih putih. Untuk menghasilkan warna

nata yang baik yaitu putih sebaiknya menggunakan sukrosa putih.

Warna dihasilkan sebenarnya tidak sebening air kelapa namun lebih keruh. Kekeruhan

ini disebabkan oleh adanya bahan yang tersuspensi (bahan organik, mikroorganisme,

dan partikel-partikel lain). Kekeruhan adalah sifat optik dari sampel yang menyebabkan

sinar tersebar dan ataupun terserap (Jenie & Rahayu, 1993). Menurut Astawan &

Astawan (1991), warna keruh ini berasal dari air kelapa yang bercampur dengan

inokulum A. xylinum dan juga berasal dari gula dan urea yang larut dalam cairan. Lama

perebusan juga dapat mempengaruhi warna nata de coco yang dihasilkan, dimana

10

Page 12: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

semakin lama pemasakan menyebabkan warna lebih gelap. Hal ini disebabkan karena

reaksi pencoklatan akibat pemakaian gula.

2.2.3. Tekstur

Lalu untuk tekstur rata-rata kenyal, teksur kenyal diperoleh kelompok B1 dan B2

sedangkan tekstur agak kenyal diperoleh kelompok B3-B5. Selulosa dari bakteri

memiliki banyak gugus hidroksil yang mampu berinteraksi dengan air untuk

membentuk ikatan hidrogen. Oleh karena itu, nata de coco memiliki tekstur yang semi

lunak karena banyak mengikat air (Halib et al., 2012). Pernyataan ini juga didukung

oleh Jaganath et al. (2008), bahwa nata de coco memiliki struktur fisik yang dapat

mencegah keluarnya air dari struktur tiga dimensinya.

Apabila air kelapa yang digunakan sedikit akan membuat pertumbuhan starter nata

melambat akibat kurangnya sukrosa. Akan tetapi, jika dosis air kelapa yang digunakan

150-200 ml akan mempercepat starter nata dalam menyusun benang-benang nata

sehingga serat yang dikandung makin keras. Hal ini membuat kekenyalan nata menjadi

tinggi. Sukrosa yang berlebihan akan membuat kekenyalan nata kurang baik yaitu

kurang kenyal (Pambayun, 2002).

2.2.4. Rasa

Rasa yang dihasilkan, rasa yang sangat manis diperoleh kelompok B3 dan B5, untuk

rasa manis diperoleh kelompok B4, rasa agak manis diperoleh kelompok B1 dan rasa

tidak manis diperoleh kelompok B2. Rasa Nata de Coco pada masing-masing kelompok

disebabkan banyak penambahan gula tiap kelompok berbeda sesuai tebal tipsnya nata

yang terbentuk. Sesuai dengan teori Palungkun (1996) yang mengatakan bahwa

penambahan air gula digunakan untuk memberikan rasa manis pada Nata de Coco.

Menurutt Santosa et al. (2012), Nata de Coco banyak diaplikasikan dalam bentuk

minuman instan dalam kemasan, Untuk mencegah minuman instan tersebut tidak

mudah rusak maka ditambahkan penstabil berupa CMC (Carboxy Methyl Cellulosa),

gum arabic, atau gelatin. Tujuan penambahan penstabil tersebut guna untuk membentuk

11

Page 13: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

cairan Nata de Coco dengan viskositas yang stabil dan juga homogen dalam waktu

lama. CMC adalah penstabil yang paling efektif jika dibandingkan gum arabic ataupun

gelatin. Persentase penambahan CMC yang paling tepat yaitu sekitar 0,5-3% untuk

menstabilkan suspense.

12

Page 14: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

3. KESIMPULAN

Nata de coco (NDC) adalah selulosa dari bakteri Acetobacter xylinum yang

menggunakan media air kelapa

Media yang digunakan yaitu campuran air kelapa, gula pasir, amonium sulfat, dan

asam asetat glasial

Langkah dalam pembuatan NDC adalah persiapan media, inokulasi, inkubasi,

pencucian, serta perebusan.

Gula memiliki fungsi sebagai nutrisi (sumber karbon) sedangkan amonium sulfat

(urea) berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan starter nata

Asam asetat glasial berfungsi untuk menurunkan pH dan juga membongkar CO2 dan

air sehingga menghasilkan ATP

Selama proses fermentasi, Acetobacter xylinum akan mengkonsumsi glukosa dan

akan mengubahnya menjadi selulosa ekstraseluler sehingga lama kelamaan terbentuk

lapisan nata yang tebal

Apabila wadah fermentasi digoyang atau digeser, struktur selulosa menjadi pecah

pecah

Pencucian berfungsi untuk menghilangkan asam asetat glasial; sedangkan pemasakan

dengan gula pasir bertujuan untuk memberikan rasa manis pada NDC

Aroma asam dapat dipengaruhi oleh proses pencucian lembaran nata

Warna keruh dapat disebabkan karena adanya bahan tersuspensi pada NDC dan juga

perbedaan jenis gula yang digunakan dalam proses pemasakan

Tingkat kekenyalan Nata de Coco tergantung pada kepadatan dan ketebalan lapisan

nata.

Semakin lama waktu untuk inkubasi maka semakin tebal lapisan natanya sehingga

persentase ketebalannya semakin besar

Rasa Nata de Coco dipengaruhi oleh banyaknya penambahan air gula.

Semarang, 09 Juni 2014Praktikan: Asisten Dosen:

- Chrysentia Archinitta L.M.

Frisca Melia Mardiana (11.70.0081)

13

Page 15: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

4. DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. & M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental & Applications. Mcmilland Publishing Company. New York.

Castañeda, L.; F. G. Pineda; & J. D. G. Dar. (2007). Evaluation of Different Acidifying Agents for Acetobacter xylinum Pellicle (Nata de Coco) Production. The Journal of Tropical Biology Vol 6 April 2007.

Chawla, P. R.; I. B. Bajaj; S. A. Survase; & R. S. Singhal. (2009). Microbial Cellulose: Fermentative Production and Applications. Food Technol. Biotechnol. 47 (2) 107–124 (2009).

Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.

Halib, N.; M. C. I. M. Amin; & I. Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205–211.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Hesse, S. & T. Kondo. (2005). Behavior of Cellulose Production of Acetobacter xylinum in 13C-Enriched Cultivation Media Including Movements on Nematic Ordered Cellulose Templates. Carbohydrate Polymers 60 (2005) 457–465.

Jaganath, A.; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju; & A. S. Bawa. (2008). The Effect of pH, Sucrose, and Ammonium Sulphate Concentrations on the Production of Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J. Microbiology Biotechnology (2008) 24:2593-2599.

Jenie, B. S. L. & W. P., Rahayu. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, E. S.; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Santosa B; Ahmadi K; dan Teque D. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Beverage from Nata de Coco. International Journal of Science and Technology (IJSTE) 1(1) : 6-11.

14

Page 16: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Wijayanti, F; Sri K; dan Mas’ud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industria 1(2) : 86-93.

15

Page 17: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus :

% Lapisan Nata=tinggi ketebalannata (cm)

tinggi mediaawal(cm)x 100 %

Kelompok B1

Hari ke – 0

% Lapisan Nata= 00,5

x 100 %=0%

Hari ke – 7

% Lapisan Nata=0,80,5

x 100 %=160%

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=0,50,5

x 100 %=100%

Kelompok B2

Hari ke – 0

% Lapisan Nata=01

x 100 %=0 %

Hari ke – 7

% Lapisan Nata=0,91

x 100 %=90 %

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=0,51

x 100 %=50 %

Kelompok B3

Hari ke – 0

% Lapisan Nata= 01,2

x100 %=0 %

Hari ke – 7

% Lapisan Nata=1,31,2

x 100 %=108,33 %

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=1,61,2

x 100 %=133,33 %

16

Page 18: FERMENTASI NATA DE COCO_FRISCA MELIA MARDIANA_B_11.70.0081_UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Kelompok B4

Hari ke – 0

% Lapisan Nata= 00,5

x 100 %=0%

Hari ke – 7

% Lapisan Nata=0,80,5

x 100 %=160%

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=0,50,5

x 100 %=100%

Kelompok B5

Hari ke – 0

% Lapisan Nata= 00,8

x 100 %=0 %

Hari ke – 7

% Lapisan Nata= 10,8

x 100 %=125 %

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=0,70,8

x100 %=87,5 %

5.2. Laporan Sementara

5.3. Jurnal

17