fermentasi kecap_ melia a.s._12.70.0140_a1

15
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan mengenai fermentasi kecap dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Fermentasi kecap Kel. Perlakuan Aroma Warna Rasa Kekentalan A1 Kedelai hitam 0,5% inokulum ++ ++ +++ ++ A2 Kedelai hitam 0,75% inokulum ++ + ++ + A3 Kedelai hitam 0,75% inokulum + + ++ + A4 Kedelai hitam 1% inokulum + + ++ ++ A5 Kedelai hitam 1% inokulum ++ ++ +++ ++ Keterangan: Aroma Kekentalan + : kurang kuat + : kurang kental ++ : kuat ++ : kental +++ : sangat kuat +++ : sangat kental Rasa Warna + : kurang kuat + : kurang hitam ++ : kuat ++ : hitam +++ : sangat kuat +++ : sangat hitam Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa kecap dengan aroma terbaik adalah kelompok A1 dengan 0,5% inokulum, A2 dengan 0,75% inokulum, dan A5 dengan 1% inokulum, yaitu kuat (++). Sedangkan warna kecap terbaik adalah kelompok A1 dengan 0,5% inokulum dan A5 dengan 1% inokulum, yaitu hitam (++). Kelompok A1 dengan 0,5% inokulum dan A5 dengan 1% inokulum, juga memiliki rasa kecap terbaik yaitu sangat kuat (+++). Kekentalan terbaik diperoleh kelompok A1 dengan 0,5% inokulum, A4 dan A5 yang masing-masing menggunakan 1% inokulum, yaitu kental (++). 1

Upload: james-gomez

Post on 15-Sep-2015

12 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fermentasi kecap dari kedelai hitam melalui 2 tahapan yaitu fementsi koji dan fermentasi moromi. fermentasi koji adalah pembuatan tempe dari kedelai, dan fermentasi moromi adalah proses setelah fermentasi koji, yaitu perendaman dalam larutan garam, dan menghasilkan kecap manis.

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai fermentasi kecap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Fermentasi kecapKel.PerlakuanAroma Warna Rasa Kekentalan

A1Kedelai hitam 0,5% inokulum +++++++++

A2Kedelai hitam 0,75% inokulum ++++++

A3Kedelai hitam 0,75% inokulum +++++

A4Kedelai hitam 1% inokulum ++++++

A5Kedelai hitam 1% inokulum +++++++++

Keterangan:AromaKekentalan+: kurang kuat+: kurang kental++: kuat++: kental+++: sangat kuat+++: sangat kental

RasaWarna+: kurang kuat+: kurang hitam++: kuat++: hitam+++: sangat kuat+++: sangat hitam

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa kecap dengan aroma terbaik adalah kelompok A1 dengan 0,5% inokulum, A2 dengan 0,75% inokulum, dan A5 dengan 1% inokulum, yaitu kuat (++). Sedangkan warna kecap terbaik adalah kelompok A1 dengan 0,5% inokulum dan A5 dengan 1% inokulum, yaitu hitam (++). Kelompok A1 dengan 0,5% inokulum dan A5 dengan 1% inokulum, juga memiliki rasa kecap terbaik yaitu sangat kuat (+++). Kekentalan terbaik diperoleh kelompok A1 dengan 0,5% inokulum, A4 dan A5 yang masing-masing menggunakan 1% inokulum, yaitu kental (++).

10

2. 11

3. PEMBAHASAN

Kecap merupakan produk pangan tradisional hasil fermentasi dengan menggunakan bahan dasar kedelai hitam ataupun jenis kacang-kacangan lainnya (Rahman, 1992). Lim, et al. (2009) dalam jurnal Physicochemical Characteristic and Production of Whole Soymilk from Monascus Fermented Soybeans menjelaskan bahwa kedelai hitam yang melalui proses fermentasi memiliki karakteristik organoleptik yang khas dan meningkatkan aktivitas antioksidan yang berkaitan dengan konversi isoflavon dari glikosida menjadi aglicones. Dalam jurnal Purwoko (2007) yang berjudul Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Permentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus dijelaskan mengenai cara pembuatan kecap yang terbagi menjadi 3 cara yaitu melalui fermentasi, hidrolisis, serta kombinasi antara fermentasi dan hidrolisis asam. Kecap hasil fermentasi memiliki citarasa dan aroma yang lebih diminati konsumen. Proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan kecap adalah terjadi penguraian protein, lemak, dan karbohidrat menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakarida. Kasmidjo (1990) menambahkan bahwa proses fermentasi kecap meliputi tahap fermentasi kapang (koji), tahap fermentasi dalam larutan garam (moromi), tahap filtrasi dan pasteurisasi, serta tahap pematangan.

Proses pembuatan kecap dapat dilakukan dengan cara mula-mula kedelai hitam yang masih memiliki kulit ari direndam dalam air hingga terendam seluruhnya selama 12 jam. Perendaman bertujuan untuk menghidrasi biji kedelai dengan air, sehingga biji kedelai menjadi lebih lunak karena air terserap kedalamnya, dan proses pemasakan menjadi lebih singkat (Tortora et al., 1995). (Atlas, 1984) menambahkan bahwa perendaman juga meningkatkan aktivitas air (Aw) kedelai, sehingga kondisi kedelai lembab, dan mudah ditumbuhi mikroorganisme khususnya dari jenis kapang. Selanjutnya dilakukan proses pencucian dan penirisan biji kedelai hingga kering. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran pada biji kedelai (Astawan & Astawan, 1991). Lalu kedelai direbus hingga lunak, dan ditiriskan diatas tampah hingga kering. Perebusan bertujuan untuk melunakkan kedelai, menghilangkan bau langu, menginaktifkan zat antinutrisi, membunuh kontaminan pada permukaan kedelai, serta memecah protein menjadi lebih sederhana tanpa kerusakan (Tortora et al., 1995). Sedangkan penirisan bertujuan untuk menurunkan Aw agar tidak terlalu tinggi, sehingga tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Gambar . Penirisan kedelai

Kemudian, kedelai dimasukkan dalam besek dengan dialasi daun pisang yang masing-masing telah disemprot alkohol untuk menghilangkan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada besek dan daun pisang. Lalu kedelai ditambahkan inokulum komersial untuk pembuatan tempe, sambil diaduk hingga merata. Inokulum yang ditambahkan ke kelompok A1 sebesar 0,5%, kelompok A2 dan A3 sebesar 0,75%, dan kelompok A4 dan A5 sebesar 1%. Menurut Astawan & Astawan (1991), jumlah inokulum yang ditambahkan akan mempengaruhi kecepatan kapang dalam mendegradasi protein dan karbohidrat pada kedelai.

Gambar . Penambahan inokulum sebelum diinkubasi

Setelah diinokulasi, besek ditutup dan diinkubasi selama 3 hari dalam suhu ruang. Hal tersebut sesuai dengan teori Rahayu et al. (1993) bahwa suhu 35-40oC merupakan kondisi yang tepat untuk pertumbuhan kapang. Wu et al. (2010) dalam jurnal Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soysauce with Intermittent Aeration juga menyebutkan bahwa inkubasi bertujuan agar nantinya kapang dapat beradaptasi dahulu untuk menghasilkan enzim pemecah, sehingga saat fermentasi moromi, kapang dapat bekerja maksimal sehingga enzim yang dihasilkan juga dapat menghasilkan substrat yang sesuai. Selanjutnya, kedelai yang sudah berjamur dipotong-potong dan dikeringkan dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Pengeringan tersebut bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga dapat menghambat pertumbuhan kapang pada permukaan kedelai, karena kapang sudah tidak dibutuhkan lagi pada tahap selanjutnya (Peppler & Perlman, 1979). Hasil koji (tempe) semua kelompok pada praktikum ini tidak ada yang terkontaminasi serta hasilnya sangat bagus, karena terbentuk kekompakan tekstur dan semua miselium berwarna putih, yang sesuai dengan teori Santoso (1994), bahwa tempe yang baik memiliki miselium berwarna putih di permukaan kedelai. Sumague et al. (2008) dalam jurnal Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans, menambahkan bahwa kontaminasi pada kecap dipengaruhi kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan kontaminan, kebersihan peralatan, fermentasi kurang sempurna, serta proses inkubasi terlalu lama. Gambar . Hasil koji (tempe) yang akan dikeringkan

Kemudian, kedelai yang sudah kering dimasukkan dalam toples plastik. Lalu ditambahkan larutan garam 20%, yang dibuat dengan melarutkan 100 gram garam dalam 500 ml air. Hal tersebut sesui dengan teori (Astawan & Astawan, 1991) bahwa konsentrasi larutan garam yang ideal dalam pembuatan kecap sebesar 15-20%. Perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk mengawetkan kecap, memberi rasa asin, membatasi atau menghindari pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, serta mengekstraksi senyawa yang dihasilkan dari fermentasi sebelumnya. Gambar . Penjemuran dan perendaman dalam larutan garamPerendaman dalam air garam tersebut dilakukan selama 1 minggu, sambil dilakukan pengadukan dan penjemuran di bawah sinar matahari setiap hari. Pengadukan bertujuan untuk memberi udara sehingga khamir dan bakteri yang diinginkan dapat tumbuh, menghomogenkan larutan garam agar kontak dengan semua permukaan kedelai, serta sebagai proses aerasi selama fermentasi. Sedangkan penjemuran dibawah sinar matahari bertujuan untuk memberikan temperatur lebih panas dari suhu ruang, sehingga menghasilkan kecap yang lebih hitam dengan kandungan etanol yang lebih rendah dari fermentasi pada suhu ruang (Wu, et al., 2010).

Setelah 1 minggu, dilakukan pengepresan dan penyaringan, lalu diambil 250 ml filtrat hasil saringan dan diencerkan dengan 750 ml air. Kemudian larutan tersebut dimasak hingga mendidih dan dimasukkan 1 kg gula jawa serta diaduk hingga larut. Lalu bumbu lainnya seperti 20 gram kayu manis, 3 gram ketumbar, 1 jentik laos, dan 1 buah bunga pekak dimasukkan. Selanjutnya ditambahkan bumbu-bumbu yang berbeda tiap kelompok, yaitu kelompok A1 dan A2 ditambah 1 gram cengkeh, kelompok A3 dan A4 ditambah 1 buah daun sere yang digeprek, dan kelompok A5 ditambah 1 buah pala yang diparut. Pemasakan dilakukan hingga larutan kecap cukup mengental, lalu disaring dan ditempatkan dalam wadah steril untuk diuji sensori yang meliputi aroma, warna, rasa dan kekentalan. Gambar . persiapan bahan dan proses pemasakan kecap

Berdasarkan tabel 1 pada hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa kecap dengan aroma terbaik adalah kelompok A1 dengan 0,5% inokulum, A2 dengan 0,75% inokulum, dan A5 dengan 1% inokulum, yaitu kuat (++). Tortora et al. (1995) menjelaskan bahwa saat pemanasan, terjadi reaksi kimiawi yang mempengaruhi aroma dan flavor kecap, yaitu komponen nitrogen pendukung seperti kadaverin, arginin, putresin, histidin dan amonia, yang akan membentuk senyawa garam dan asam glutamat, sehingga menghasilkan aroma dan flavor kecap yang enak. Selain itu, selama fermentasi mikroorganisme akan mendegradasi senyawa kompleks dan menghasilkan senyawa-senyawa volatil. Oleh karenanya, semakin banyak ragi yang digunakan, semakin banyak pula senyawa-senyawa volatil pembentuk aroma yang dihasilkan, sehingga aroma kecap akan semakin kuat (Apriyantono, 2004). Teori tersebut tidak sesuai dengan hasil pengamatan aroma yang diperoleh, karena seharusnya kelompok A4 dan A5 dengan inokulum terbanyak yaitu 1%, yang memperoleh aroma kecap terbaik. Ketidaksesuaian tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan bahan-bahan tambahan dan proses pemasakan yang dilakukan tiap kelompok sehingga mempengaruhi pembentukan aroma kecap, serta keterbatasan indera penciuman praktikan.Selanjutnya, hasil pengamatan mengenai warna kecap terbaik yaitu kelompok A1 dengan 0,5% inokulum dan A5 dengan 1% inokulum, yaitu hitam (++). Selama fermentasi dalam larutan garam, asam amino yang dihasilkan ragi juga akan mempengaruhi warna kecap, karena terjadi reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein, sehingga warna larutan kecap akan menjadi coklat tua. Oleh karenanya, semakin banyak ragi yang digunakan, maka semakin coklat/gelap pula kecap yang dihasilkan (Astawan & Astawan, 1991). Kasmidjo (1990) menambahkan bahwa pada gula jawa akan terjadi reaksi antara gula pereduksi dengan asam-asam amino dari kedelai, sehingga menghasilkan warna coklat karamel pada produk akhir kecap. Dari segi jumlah penggunaan gula, seharusnya semua kelompok memiliki warna kecap yang sama, karena jumlah gula yang digunakan semua kelompok adalah sama yaitu 1 kg. Perbedaan hasil tersebut disebabkan oleh jumlah ragi, dimana seharusnya kelompok A4 dan A5 dengan inokulum terbanyak yaitu 1%, menghasilkan kecap dengan warna terbaik. Ketidaksesuaian mungkin disebabkan oleh uji sensori yang dilakukan praktikan kurang akurat.

Sedangkan untuk hasil pengamatan rasa, kelompok A1 dengan 0,5% inokulum dan A5 dengan 1% inokulum, memiliki rasa kecap terbaik yaitu sangat kuat (+++). Hal tersebut juga tidak sesuai dengan pernyataan Amalia (2008) bahwa semakin banyak ragi yang digunakan, maka jumlah mikroorganisme juga banyak, sehingga asam amino yang dihasilkan semakin banyak dan rasa kecap juga semakin enak. Yanfang & Wenyi (2009) dalam jurnal Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese Solid Fermented Soy Sauce juga menambahkan bahwa proses fermentasi kedelai dalam pembuatan kecap akan menghasilkan asam amino bebas, yang bersifat pahit, asin, umami serta manis. Dari kedua teori tersebut, seharusnya yang memperoleh rasa kecap terbaik adalah kelompok A4 dan A5 yang menggunakan inokulum terbanyak yaitu 1%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan bumbu bumbu tambahan dan proses pemasakan tiap kelompok. Selain itu, waktu fermentasi yang hanya 1 minggu, mungkin menyebabkan proses fermentasi kurang maksimal, karena tidak sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991), bahwa proses moromi seharusnya berlangsung selama 2 4 minggu.

Hasil pengamatan kekentalan terbaik diperoleh kelompok A1 dengan 0,5% inokulum, A4 dan A5 yang masing-masing menggunakan 1% inokulum, yaitu kental (++). Hal tersebut juga kurang sesuai dengan penjelasan Kasmidjo (1990) bahwa viskositas kecap tidak berhubungan dengan jumlah ragi yang digunakan, namun viskositas kecap akan meningkat dengan adanya penambahan gula jawa dalam jumlah besar, serta lamanya waktu pemasakan. Semakin lama pemasakan maka semakin banyak air yang teruapkan sehingga kecap menjadi lebih kental. Dari segi jumlah penggunaan gula, seharusnya semua kelompok memiliki tingkat kekentalan yang sama, karena jumlah gula yang digunakan semua kelompok adalah sama yaitu 1 kg. Perbedaan hasil mungkin disebabkan oleh perbedaan waktu pemasakan tiap kelompok.

4. 5. KESIMPULAN

Tempe (koji) yang baik memiliki miselium berwarna putih di permukaan kedelai. Semakin banyak ragi yang digunakan, semakin banyak pula senyawa-senyawa volatil pembentuk aroma yang dihasilkan, sehingga aroma kecap akan semakin kuat. Semakin banyak ragi yang digunakan, sehingga asam amino yang dihasilkan semakin banyak daan rasa kecap juga semakin enak. Semakin lama pemasakan maka semakin banyak air yang teruapkan sehingga kecap menjadi lebih kental. Semakin banyak ragi dan gula yang digunakan, maka semakin coklat/gelap pula kecap yang dihasilkan.

Semarang, 16 Juni 2015Asisten Dosen:Praktikan, - Abigail Sharon- Frisca Melia

(Melia Ardiani Suganda)12.70.0140

6. 7. DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.

Amalia, Tika. (2008). Pengaruh Kkarakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Apriyantono, Anton, Gono Dewi Yulianawati. (2004). Perubahan Komponen Volatil selama Fermentasi Kecap.Jurnal Teknol dan Industri Pangan. Vol XV p 100-112.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Feng, J.; Xiao-Bei Zhan; Zhi-Yong Zheng; Dong Wang; Li-Min Zhang; and Chi-Chung Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce.Czech J. Food Sci. Vol. 31, No. 3: 292305.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi Dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya. P. A. U. UGM. Yogyakarta.

Lim, J. Y., J. J. Kim, D. S. Lee, G. H. Kim, J. Y. Shim, I. Lee & J. Y. Imm. (2009). Physicochemical Characteristic and Production of Whole Soymilk from Monascus Fermented Soybeans. Food Chemistry. Diakes pada tanggal 23 Juni 2013.

Peppler, H.J. & Perlman, D. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Purwoko, Tjahjadi, Noor Soesanti Handajani. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus. Biodiversitas Vol. 8, No.2, Hal: 223-227.

Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Santosa, H. B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sumague, M. J. V; Reynaldo C. M.; Erlinda I. D; Ernesto V.C.; and Ninfa P. R. (2008). Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans. Philippine Journal of Science 137(3) : 105-114.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu, Ta Yeong, Mun Seng Kan, Lee Fong Siowand Lithnes Kalaivani Palniandy. (2010). Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soysauce with Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology Vol. 9(5), p. 702-706.

Yanfang, Zhang & Tao Wenyi. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese Solid Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology.

8. 9. LAMPIRAN

9.1. Laporan Sementara