fermentasi kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar_frisca melia...

31
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun Oleh : Frisca Melia Mardiana 11.70.0081 Kelompok B3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN 0 Acara I

Upload: james-gomez

Post on 28-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktikum ini tentang fermentasi minuman vinegar dari sari apel yang difermentasi dengan S.cereviceae dan diinkubasi selama 4 hari.

TRANSCRIPT

Page 1: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

KINETIKA FERMENTASI DALAM

PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun Oleh :

Frisca Melia Mardiana 11.70.0081

Kelompok B3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

0

Acara I

Page 2: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil percobaan kinetika fermentasi dalam vinegar (cider apel) dapat dilihat pada tabel dan

grafik di bawah ini

Tabel 1.Kinetika Fermentasi dalam Minuman Beralkohol

Kel Perlakuan WaktuΣ Mikroorganisme tiap

perlakuanRata-rata / Σ Mo tiap

petak

Rata-rata / Σ tiap cc

OD pHTotal Asam

(mg/ml)1 2 3 4B1

B2

B3

B4

B5

Sari apel +S. cereviceae

Sari apel +S. cereviceae

Sari apel +S. cereviceae

Sari apel +S. cereviceae

Sari apel +S. cereviceae

N0

N24

N48

N72

N96

N0

N24

N48

N72

N96

N0

N24

N48

N72

N96

N0

N24

N48

N72

N96

N0

N24

N48

N72

N96

192140704342625868732321608113262678990100038326850

14205060444460616578263354921384960649288040355860

1821424040456473707524446610913044556395114038287171

12354563254368607568275467951334762626784032389270

15,7524,25

4458,25

3843,563,563

69,573,52538

61,7594,25133,2550,561

69,586

96,5037

33,2572,2562,75

6,3.104

9,7.104

17,6.107

23,3.107

15,2.107

1,74 x 108

2,54 x 108

2,52 x 108

2,78 x 108

2,94 x 108

108

15,2 x 107

24,7 x 107

3,77 x 108

5,33 x 108

2,02 x 108

2,44 x 108

2,78 x 108

3,44 x 108

3,86 x 108

01,48 x 108

1,33 x 108

2,89 x 108

2,51 x 108

0,1776-0,1453-0,2194-0,5796-0,30090,1124-0,1453-0,2194-0,5796-0,13040,21710,0476-0,2155-0,57930,21910,14500,6964-0,2179-0,36290,03590,3116-0,1453-0,02600,21550,0359

2,963,113,133,203,293,013,093,123,133,322,943,153,193,243,572,283,123,123,163,532,523,123,123,183,68

18,0520,1620,5417,0916,3219,9720,1620,5420,7422,0818,0518,2418,6216,3215,3615,3616,3218,2415,3616,3219,3919,5820,1620,1621,50

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata /∑ tiap petak dan tiap cc cider untuk B2

sampai B4 mengalami peningkatan dari hari ke-0 hingga hari ke-4 namun untuk B1 dan B5

mengalami peningkatan dari hari ke-0 sampai hari ke-3 dan untuk hari ke-4 mengalami

penurunan. Namun nilai optical density (OD) untuk B1 sampai B5 mengalami fluktuasi dari

hari ke-0 sampai hari ke-4. Untuk pH pada B1 sampai B3 untuk hari ke-0 sampai ke-4

mengalami peningkatan pH sedangkan pada B4 dan B5 pada hari ke-0 mengalami

peningkatan, hari ke-1 dan ke-2 sama yaitu 3,12 dan untuk hari selanjutnya yaitu hari ke-3

sampai ke-4 mengalami peningkatan. Kemudian untuk total asam untuk B1, B3, dan B4 pada

1

Page 3: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

hari ke-0 sampai ke-2 mengalami peningkatan kadar total titrasi namun pada hari ke-3 sampai

ke-4 mengalami penurunan. Kemudian untuk B2 pada hari ke-0 sampai ke-3 mengalami

peningkatan namun pada hari ke-4 mengalami penurunan. Sedangkan untuk B5 pada hari ke-

0 sampai ke-2 mengalami peningkatan, untuk hari ke-2 dan ke-3 volumenya tetap, dan pada

hari ke-4 mengalami peningkatan.

N0 N24 N48 N72 N960

200000000

400000000

600000000

Hubungan Jumlah Sel VS Waktu

B1

B2

B3

B4

B5

Waktu

Jum

lah

Sel

N0 N24 N48 N72 N96

-1.0000

-0.5000

0.0000

0.5000

1.0000

Grafik Hubungan OD dengan Waktu

B1

B2

B3

B4

B5

Waktu

OD

Grafik 1. Hubungan Waktu dan Jumlah Sel/cc

N0 - N24: B1 sama dan B2-B5 meningkatN24-N48: B2,B3 dan B4 meningkat, B1 dan B5 menurunN48-N72: B1-B5 meningkatN72-N96: B2-,B3, meningkat;

B1, B4-B5 menurun

Grafik 2. Hubungan Waktu dan ODN0 – N24 = B1-B3

menurun, B5 meningkatN24 – N48= B1-B4

menurun, B5 meningkatN48 – N72 = B1-B4

menurun, B5 meningkatN72 – N96 = B1-B4

meningkat, B5 menurun

2

Page 4: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.80

100000000200000000300000000400000000500000000600000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD

B1

B2

B3

B4

B5

OD

Jum

lah

Sel

2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.80

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Hubungan Jumlah Sel dengan pH

B1

B2

B3

B4

B5

pH

Jum

lah

Sel

15 16 17 18 19 20 21 22 230

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

B1

B2

B3

B4

B5

Total Asam

Jum

lah

Sel

Grafik 3. Hubungan OD dan Jumlah Sel/cc

B1-B6 nilainya sangat fluktuatif dan acak

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dan pH

B1-B5 nilainya fluktuatif

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dan Total Asam

B1-B5 nilainya sangat fluktuatif dan acak

3

Page 5: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

2. PEMBAHASAN

Fermentasi adalah suatu proses metabolisme yang melibatkan aktivitas mikroba dalam

memecah gula menjadi alkohol dan CO2. Hasil fermentasi berbeda-beda tergantung

dengan jenis bahan pangan atau substrat, macam-macam jenis mikroba dan proses

metabolismenya. Pada prinsipnya semua mikroorganisme menggunakan karbon

sebagai substrat utamanya dan kemudian baru menggunakan nitrogen. Cider adalah

salah satu hasil fermentasi yang menggunakan bahan dasar sari apel atau bahan

lainnya yang mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula dengan bantuan

yeast (Winarno et al., 1980).

Apple wine mengandung banyak sumber gula, termasuk fruktosa, glukosa, dan

sukrosa. Dari semua jenis gula yang terkandung tersebut maka sebanyak 70% akan

terfermentasi yaitu digunakan yeast untuk melakukan metabolismenya. Yeast yang

digunakan dalam pembuatan apple wine adalah Saccharomyces cereviceae karena

mampu bermetabolisme dengan cepat, efisien, dan dapat mengubah gula menjadi

alkohol tanpa menghasilkan off-flavor. Namun kelemahan

dari Saccharomyces cereviceae adalah proses konversi gula

menjadi alkohol yang terkadang tidak berjalan lengkap

sehingga masih terdapat sisa residu gula di akhir fermentasi.

Hal ini menjadikan kecepatan dalam produksi alkohol akan

sangat dipengaruhi oleh keberadaan gula pada awal

fermentasi. Gula jenis glukosa dan juga fruktosa akan digunakan terlebih dahulu

(Wang et al., 2004).

Langkah pertama dalam pembuatan cider yaitu pasteurisasi sari apel yang bertujuan

untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan dalam proses fermentasi.

Kemudian setelah dingin, starter S. cereviceae diinokulasikan pada sari apel tersebut

secara aseptis agar yeast tersebut tidak langsung mati akibat suhu yang tinggi

(Muljohardjo, 1988). Yeast banyak digunakan dalam memproduksi minuman

beralkohol, biomassa, dan beberapa produk metabolit. Saat ini yeast yang digunakan

sudah spesifik karena disebabkan sudah diisolasi dan diidentifikasi terlebih dahulu

sebelum digunakan untuk produksi. Keberadaan yeast ini berfungsi juga untuk

kesehatan, yaitu sebagai sumber protein, seperti protein sel tunggal (PST). Mikroba

memiliki kandungan protein yang tinggi dan juga dapat tumbuh dengan cepat. Hal ini

4

Page 6: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

menyebabkan biomassa yang dihasilkan juga tinggi. Selain substrat jus apel yang

digunakan dalam praktikum, terdapat pula sumber lain yang dapat digunakan sebagai

substrat pertumbuhan yeast, antara lain adalah molase dari gula bit dan dari tebu.

Pemilihan substrat tersebut karena mengandung gula dan sumber energi yang berguna

bagi pertumbuhan yeast. (Damtew et al., 2012).

Saccharomyces cereviceae merupakan kategori yeast ascoporogenous yang

menghasilkan sel berbentuk ovoid, spherical, dan elongate. Yeast akan

memfermentasi glukosa pada suatu substrat menjadi karbondioksida dan juga etanol.

Mikroba ini mampu membentuk pelicle pada suatu substrat cair. Yeast ini tumbuh

baik pada kondisi air yang cukup dengan batas Aw minimum 0,88-0,94. Kisaran suhu

untuk pertumbuhannya sekitar 25-30° C dengan suhu pertumbuhan maksimum 35-

47°C. Yeast ini bersifat aerobik namun juga dapat tumbuh secara lambat pada kondisi

yang anaerobik. Pada kondisi anaerob akan melakukan fermentasi. Selama proses

fermentasi, yeast ini dapat menimbulkan kekeruhan di dasar tabung karena sifatnya

yang tidak menggerombol melainkan menyebar pada seluruh bagian dari medium

pada tabung reaksi (Fardiaz, 1992).

Proses berikutnya adalah inkubasi selama empat hari yang dilakukan pada shaker

incubator. Inkubasi disini berfungsi untuk memacu pertumbuhan dari starter,

menghindari kontaminasi luar, dan menjaga kondisi anaerob. Kondisi anaerob

dibutuhkan karena fermentasi alkohol hanya berlangsung dalam keadaan anaerob.

Menurut Said (1987), shaker inkubator berfungsi sebagai media aerasi dan juga

agitasi. Gerakan berputar pada shaker menyebabkan media bergejolak sehingga

terjadi aerasi. Selama proses fermentasi utama, S. cereviceae mengkonversi gula

menjadi etanol, CO2, dan produk metabolit lain seperti alkohol, ester, aldehid, dan

asam. Setelah itu, etanol difermentasi kembali oleh yeast dan menjadi gliserol (dalam

proses fermentasi lanjutan). Gliserol ini tidak mempengaruhi aroma produk akhir.

Konsentrasi gliserol yang dihasilkan bervariasi, sekitar 1-15 g/L dan rata-rata 7 g/L

(Yalcin & Ozbas, 2008; Arpah, 1993).

Sampel cider diambil

setiap hari dari hari

ke-0 hingga hari ke-4

5

Page 7: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

secara aseptis kemudian dilakukan uji kepadatan sel menggunakan haemocytometer

dan spektrofotometer (panjang gelombang 660 nm), uji total asam menggunakan

titrasi, dan pengujian pH. Pengukuran laju kinetika dalam pertumbuhan yeast selama

fermentasi berfungsi untuk mengetahui sejauh apakah gula akan direduksi dan

seberapa banyak etanol yang dihasilkan yang merupakan produk metabolitnya. Selain

itu, proses ini juga dapat digunakan untuk memprediksi dan untuk mengontrol

masalah pada fermentasi serta untuk membantu dalam memahami suatu proses

fermentasi (Wang et al., 2004). Metode yang dilakukan oleh Wang et al. (2004)

dalam proses pendahuluan sama dengan yang dilakukan dalam praktikum, yaitu

dengan proses inokulasi kultur yeast dalam medium yang telah dipasteurisasi dalam

suhu ruang. Medium yang digunakan yaitu sari apel dan dilakukan pada suhu ruang,

yaitu sekitar 25oC. Kemudian, cider yang dihasilkan secara periodik diambil sebagian

untuk dilakukan pengukuran berat sel.

Spektrofotometri digunakan untuk mengukur

kekeruhan (metode turbidimetry) dari suatu sel. Alat

ini merupakan alat ukur analisis kuantitatif dan

pencirian suatu zat kimia dimana dilakukan suatu

studi terinci mengenai penyerapan energi cahaya

oleh suatu spesies kimia. Nilai yang terbaca melalui

alat ini adalah absorbansi. Pelczar & Chan (1986)

menambahkan bahwa jika penentuan massa sel dapat ditentukan melalui metode ini

dan berdasar atas sinar yang dilewatkan pada suspensi sel. Menurut Day &

Underwood (1992), jika konsentrasi semakin meningkat maka besar nilai

absorbansinya juga akan semakin meningkat pula. Menurut Fardiaz (1992), intensitas

cahaya yang ditransmisikan dan diabsorbansi oleh larutan dapat ditentukan melalui

hukum Beer-Lambert, dimana rasio intensitas yang diteruskan (I) dengan intensitas

cahaya mula-mula (I0) disebut persen transmitansi (%T). Semakin keruh suatu

suspensi maka semakin kecil %T-nya. Secara matematis hukum Beer-Lambert

dinyatakan sebagai: A = log (I0/It) = – log(I0/It) = – log T = abc.

Hasil pembacaan absorbansi pada spektrofotometer adalah optical density (OD) untuk

B1 sampai B5 mengalami fluktuasi dari hari ke-0 sampai hari ke-4 dan cenderung

mengalami penurunan. Hasil absorbansi rata-rata tiap kelompok minus, hal itu

6

Page 8: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

menandakan bahwa larutan yang dipakai lebih bening atau jernih dari larutan control

yang digunakan. Namun hal itu tidak sesuai dengan pernyataan bahwa saat

fermentasi, terjadi pertumbuhan yeast dan perombakan substrat khususnya unsur gula

sehingga menimbulkan kekeruhan dan terbentuk endapan di dasar erlenmeyer

(Satuhu, 1993). Jadi, seharusnya pada awal fermentasi ini terjadi peningkatan

absorbansi akibat pertumbuhan yeast. Selain itu hasil minus pada rata-rata tiap

kelompok juga tidak sesuai dengan pernyataan bahwa jumlah sinar yang dihambat

sebanding dengan massa sel yang dideterminasi melalui hukum Beer-Lambert.

Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa besarnya absorbansi sebanding dengan

jumlah partikel yang efektif dalam radiasi absorpsi pada panjang gelombang tertentu.

Semakin banyak massa sel yang ada dalam suspensi maka sinar yang dihamburkan

akan semakin banyak (absorbansi semakin besar) (Ewing, 1976; Pelczar & Chan,

1986).

Kesalahan hasil yang minus dan fluktuasi pada semua kelompok dapat disebabkan

karena kesalahan praktikan dalam penggunaan spektrofotometer. Seharusnya nilai OD

berbanding lurus dengan jumlah sel yang ada. Tetapi berdasar hasil yang diperoleh

terdapat beberapa sampel dengan nilai perbandingan OD dengan jumlah sel yang tidak

sebanding. Kesalahan dalam penggunaan spektrofotometer antara lain: kuvet kotor

atau tergores, ukuran kuvet tidak seragam, penempatan kuvet kurang tepat, ada

gelembung gas dalam larutan, penyiapan sampel kurang sempurna, serta penggunaan

panjang gelombang yang tidak sesuai (Pelezar & Chan, 1986).

7

Page 9: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

Sedangkan haemocytometer (untuk metode counting chamber)

adalah suatu alat yang digunakan untuk menghitung sel dengan

konsentrasi yang rendah secara cepat. Alat ini terdiri dari dari dua

chamber yang terbagi menjadi sembilan area dan terpisahkan oleh

tiga garis. Deck glass

digunakan

untuk menutup

bagian atas

dengan

ketebalan 0,1 mm. Haemocytometer diletakkan diatas spesimen pentas (tempat objek)

yang digunakan untuk menghitung jumlah suspensi sel. Ketelitian alat ini dikata

cukup tinggi, yaitu sekitar 84,6%. Untuk meletakkan sampel pada haemacytometer,

sampel diambil dengan menggunakan pipet pasteur dan tip kemudian diletakkan di

atas cekungan alat tersebut. Lalu berikutnya, permukaan cekungan tersebut ditutup

dengan menggunakan penutup kaca tipis dan diletakkan di mikroskop untuk dihitung

jumlah sel mikrobanya (Atlas, 1984). Sel yang dihitung adalah sel yang terdapat pada

suatu kotak 4x4 yang dibatasi oleh tiga garis lurus pada masing-masing tepinya.

Namun menurut Chen & Chiang (2011) sel yang terletak pada tiga garis lurus tidak

perlu dihitung.

Menghitung kepadatan sel dari suatu substrat berfungsi untuk mengetahui laju

pertumbuhan dari suatu mikroba. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan

hemocytometer, yaitu alat yang berbahan dasar gelas optik dimana suspensi sel

diinjeksi dalam alat ini sehingga jumlah sel dapat dihitung menggunakan mikroskop.

Keunggulan dari metode ini yaitu murah, dapat dilakukan untuk skala kecil, namun

seringkali menimbulkan bias, yaitu penghitungan yang kurang akurat (Chen &

Chiang, 2011). Dari setiap pengamatan di bawah mikroskop dapat dilihat jumlah sel

secara langsung seperti gambar-gambar di bawah ini.

N0 N24 N48 N72 N96

8

Page 10: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat disebabkan karena keterbatasan alat

haemocytometer dalam menampilkan sel yeast pada mikroskop. Kelemahannya antara

lain adalah:

1. Tidak dapat membedakan sel mati dan sel hidup

2. Sulit untuk menghitung sel yang berukuran kecil karena sulit terlihat di bawah

miroskop

3. Metode ini tidak cocok untuk suspensi sel dengan kepekatan/kekentalan rendah

(Chen & Chiang, 2011).

Pengukuran kepadatan sel dilakukan dengan merata-rata jumlah empat buah kotak

4x4 dan didapat nilai rata-rata /∑ tiap petak. Volume setiap petaknya adalah 0,05 mm

x 0,05 mm x 0,1 mm. Nilai rata-rata /∑ tiap cc ditentukan dengan cara membagi rata-

rata /∑ tiap petak dengan volume petak. Jadi nilai rata-rata /∑ tiap petak sebanding

dengan rata-rata /∑ tiap cc.

Nilai rata-rata/ ∑ tiap petak dan tiap cc cider untuk B2 sampai B4 mengalami

peningkatan dari hari ke-0 hingga hari ke-4 namun untuk B1 dan B5 mengalami

peningkatan dari hari ke-0 sampai hari ke-3 dan untuk hari ke-4 mengalami

penurunan.

Menurut Fardiaz (1992), mula-mula mikroba mengalami fase lag dimana

pertumbuhannya mulai meningkat. Kemudian terjadi peningkatan jumlah mikroba

yang sangat pesat pada fase log. Diperkirakan selama 24 jam pertama inkubasi, yeast

telah mengalami fase lag dan fase log. Fase berikutnya adalah fase pertumbuhan

diperlambat (fase stasioner), dimana terjadinya peningkatan jumlah mikroba yang

tidak signifikan, bahkan jumlahnya mulai menurun/ berkurang. Menurut Wang et al.

(2004), pada fase eksponensial terjadinya peningkatan produksi etanol yang pesat

seiring dengan peningkatan biomassa. Kemudian pada fase stasioner pertumbuhan

yeast dan produksi etanol berjalan dengan lambat.

Pada hari ke-1 sampai ke-3 semua kelompok mengalami peningkatan, hal itu bisa

dikatakan bahwa semua kelompok masih dalam fase log maupun fase stationer.

Namun pada hari ke-4 inkubasi kelompok B2 – B4 masih mengalami peningkatan

namun kelompok B1 dan B5 mengalami penurunan jumlah mikrobanya namun tidak

secara signifikan. Hal itu menunjukan bahwa kelompok B1 dan B5 mengalami fase

9

Page 11: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

stationer dimana jumlah mikrobanya mengalami penurunan. Setelah mengalami fase

stasioner, yeast mengalami fase kematian (death phase) dimana jumlahnya menurun

secara signifikan (Fardiaz, 1992).

Saat semua gula telah digunakan yeast serta etanol berada pada konsentrasi

maksimum, pertumbuhan yeast berhenti dan memasuki fase stasioner. Jadi pada tahap

ini, peningkatan jumlah mikroba sangat sedikit bahkan tidak meningkat secara

signifikan. Proses fermentasi yang baik berjalan pada suhu ruang, yaitu sekitar suhu

25oC. Bila suhu terlalu rendah maka pertumbuhan yeast akan terhambat dan laju

konsumsi gula serta produksi etanol juga berjalan lebih lambat. Suhu dapat

mempengaruhi sensitivitas yeast terhadap alkohol, kecepatan tumbuh, laju fermentasi,

panjang fase lag, enzim, serta fungsi membran. Saat suhu rendah, ketahanan mikroba

terhadap alkohol menurun dan memanjangkan durasi fase log namun menurunkan

juga kecepatan fermentasi. Pada suhu tinggi akan mengganggu kerja enzim dan fungsi

membran sehingga menghambat fermentasi (Şener et al., 2007).

Dari uraian di atas diperoleh hasil yang berbeda pada tiap sampel dan dapat dikatakan

bahwa pertambahan jumlah yeast S. cereviceae mengalami peningkatan setiap hari

tetapi akan menurun pada titik tertentu. Menurut Damtew et al. (2012), selama

fermentasi terjadi peningkatan konsumsi gula karena yeast menggunakannya sebagai

substrat dalam konversi menjadi etanol dan produk metabolit lainnya. Misalnya yeast

menggunakan lebih dari 60% gula selama 72 jam proses fermentasi. Hal ini berarti

yeast dapat tumbuh maksimum hingga 72 jam (antara N24 hingga N72) pada fase log,

kemudian setelah itu pertumbuhannya tidak terlalu banyak dan akan menurun.

Peningkatan kadar hasil metabolit yeast berbanding lurus dengan jumlah biomassa

yeast yang dihasilkan. Jadi, semakin banyak etanol yang dihasilkan, yeast akan

meningkat jumlahnya serta kepadatannya juga meningkat. Teori ini sesuai dengan

hasil masing-masing sampel dimana terjadi peningkatan dari N0 hingga N72, dengan

peningkatan yang bervariasi.

Berdasarkan pernyataan Damtew et al. (2012), dapat dikatakan pula bahwa setelah 72

jam fermentasi tidak terjadi peningkatan jumlah mikroba, atau bahkan mengalami

penurunan. Dalam praktikum ini sampel B1 dan B5 berarti sudah sesuai dimana dari

N72 ke N96 terjadi penurunan jumlah. Namun untuk sampel B2 sampai B4 kurang

10

Page 12: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

sesuai karena mengalami peningkatan. Seharusnya setelah peningkatan secara cepat

(fase log), hanya tersisa sedikit gula yang menjadi sumber makanan bagi yeast yang

mengakibatkan peningkatan pertumbuhannya melambat (fase stasioner akhir) bahkan

mengalami penurunan jumlah (fase kematian). Nilai yang meningkat pada beberapa

sampel dapat disebabkan karena kesalahan praktikan, seperti praktikan tidak segera

melakukan pengamatan setelah pengambilan sampel sehingga yeast akan mengendap.

Oleh karena itu, sebelum pengambilan sampel diperlukan penggojokan perlahan agar

yeast tersebar lebih merata pada sampel.

Kemudian untuk pengukuran total asam dengan cara titrasi menggunakan 3 tetes

indicator dan menggunakan larutan NaOH. Titrasi dihentikan ketika warna sampel

sudah berubah menjadi merah bata. Metode titrasi yang digunakan sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Kwartiningsih & Nuning (2005) yang menyatakan uji

kuantitatif asam asetat dapat dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1

N dan indikator PP yaitu dengan metode alkalimetri. Indikator PP ( Phenolphtalein)

dapat bereaksi dengan basa dan membentuk warna merah bata (Sudarmadji et  al .,

1989). Pada hasil titrasi untuk total asam untuk B1, B3, dan B4 pada hari ke-0 sampai

ke-2 mengalami peningkatan kadar total titrasi namun pada hari ke-3 sampai ke-4

mengalami penurunan. Kemudian untuk B2 pada hari ke-0 sampai ke-3 mengalami

peningkatan namun pada hari ke-4 mengalami penurunan. Sedangkan untuk B5 pada

hari ke-0 sampai ke-2 mengalami peningkatan, untuk hari ke-2 dan ke-3 volumenya

tetap, dan pada hari ke-4 mengalami peningkatan. Hal itu menyatakan bahwa semakin

tinggi kadar total titrasi maka semakin banyak asam asetat yang dihasilkan. Jadi pada

kelompok B1, B3, dan B4 pada hari ke-0 sampai ke-2 mengalami peningkatan kadar

asam asetatnya sedangkan pada hari ke-3 sampai ke-4 mengalami penurunan kadar

asam asetat. Untuk kelompok B2 pada hari ke-0 sampai ke-3 mengalami peningkatan

kadar asam asetat namun pada hari ke-4 mengalami oenurunan kadar asam asetatnya.

Untuk kelompok B5pada hari ke-0 sampai ke-2 mengalami peningkatan kadar asama

asetatnya, untuk hari ke-2 dan ke-3 kadar asam asetatnya tetap, dan pada hari ke-4

mengalami peningkatan kadar asam asetat.

Selanjutnya untuk pengukuran pH, sampel diukur pHnya menggunakan pH meter

(Sugiharto, 1987). Sebelum dilakukan pengukuran dengan pH meter maka diperlukan

kalibrasi. Prinsip  pengukuran keasaman dengan pH meter adalah melihat kadar

11

Page 13: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

hidrorgen yang dapat diketahui dari goyangan jarum yang ada alat penera

(potensiometer). pH meter terdiri dari potensiometer dan juga tersusun dari dua buah

elektroda (Suhardi, 1991). Untuk pH pada B1 sampai B3 untuk hari ke-0 sampai ke-4

mengalami peningkatan pH sedangkan pada B4 dan B5 pada hari ke-0 mengalami

peningkatan, hari ke-1 dan ke-2 sama yaitu 3,12 dan untuk hari selanjutnya yaitu hari

ke-3 sampai ke-4 mengalami peningkatan. Jadi rata-rata semua kelompok mengalami

peningkatan pH jadi semakin hari keasamannya menurun.

2.1. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Waktu

Hubungan jumlah mikroorganisme dengan waktu sesuai dengan kurva pertumbuhan

dimanakurva pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan grafik pertumbuhan

mikroorganisme dengan empat macam fase, yaitu fase lag, log, stasioner, serta

kematian. Jadi laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme akan menurun saat waktu

fermentasinya berjalan lama. Pada fase lag, yeast mulai tumbuh dan mengkonversi

gula sehingga jumlah mikroba dan OD-nya meningkat perlahan. Pada fase lag, yeast

telah mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya sehingga kecepatan

pertumbuhannya meningkat pesat (Shuler, 1989). Pada fase ini kecepatan

pertumbuihannya dipengaruhi oleh medium, pH, nutrisi, suhu dan kelembaban udara.

Pada fase ini pula mikroba membutuhkan lebih banyak energi dibanding fase lainnya

(Fardiaz, 1992).

Fase berikutnya yaitu fase stasioner dimana

pertumbuhan mulai konstan/ mulai menurun.

Hal ini terjadi karena nutrisi dalam medium

mulai menipis akibat dikonsumsi oleh

mikroba tersebut dan terbentuk metabolit

yang menghambat pertumbuhan mikroba tersebut, namun jumlah sel hidup masih

lebih banyak dibanding sel mati (Thontowi et al  , 2007). Selain itu juga dikarenakan

semakin banyaknya konversi gula yang menjadi alcohol, yang dihasilkan oleh jumlah

yeast yang bertambah banyak sehingga alkohol akan menjadi toksik atau racun bagi

yeast. Peningkatan jumlah alkohol mencapai 6-8% saat terjadi peningkatan jumlah sel

yeast  (Sevda & Rodrigues, 2011). Pada fase ini, sel bersifat lebih tahan atau resisten

terhadap keadaan yang ekstrim, misal suhu panas, suhu dingin, radiasi dan bahan

kimia. fase terakhir yaitu fase kematian, dimana setiap sel akan mati bila kondisi

12

Page 14: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

lingkungan sudah tidak mendukung bagi pertumbuhannya. Kecepatan kematian

berbeda-beda tergantung dari spesies mikroorganisme dan kondisi lingkungan

(Fardiaz, 1992).

Menurut Elevri & Surya (2006), Saccharomyces cerrevisiae mempunyai fase log yang

singkat. Pada jam inkubasi yang ke-20, Saccharomyces cerevisiae sudah mencapai

pertengahan fase log dan pada jam inkubasi ke-30, Saccharomyces cerrevisiae

memasuki fase stasioner. Berdasarkan teori Thontowi et al. (2007), proses fermentasi

dapat dihentikan setelah jam ke-84 hal itu dikarenakan Saccharomyces

cerrevisiae telah memasuki fase kematian.

 

Berdasarkan teori tersebut maka yang sesuai dengan terori adalah kelompok B1 dan

B5 yaitu pada hari inkubasi ke-4 mengalami penurunan. Sedangkan untuk kelompok

B1 sampai B4 mengalami peningkatan dari hari ke-0 sampai ke-4 jadi tidak sesuai

teori. Hal itu disebabkan substrat pada proses fermentasi vinegar  tersebut terlalu

banyak sehingga  yeast  masih berada dalam fase log.

2.2. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Absorbansi

Teori Pelezar and Chan (1986) menyatakan bahwa jumlah mikroorganisme sebanding

dengan nilai absorbansinya. Hal ini dikarena semakin banyak jumlah sel di dalam

suatu suspensi, maka sinar yang dihamburkan semakin banyak karena kekeruhan yang

semakin meningkat. Hal itu tidak sesuai dengan hasil praktikum yang dilakukan

karena hasil absorbansi semua kelompok berfluktuasi. Ketidaksesuaian dengan teori

dapat disebabkan oleh kurang bersihnya kuvet serta penempatan kuvet kurang tepat,

dan juga karena adanya gelembung dalam larutan (Sudarmadji & Suhardi, 2000).

2.3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan pH

Nilai pH yang tinggi akan menurunkan laju produksi biomassa karena yeast tumbuh

optimum pada pH 4. pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah menyebabkan stress

pada sel yeast sehingga bisa mati (Yalcin & Ozbas, 2008). Perubahan  pH pada sari

apel dapat dikarenakan oleh aktivitas sel  yeast juga memproduksi asam-asam organik

seperti asam malat, asam tartarat, asam sitrat, asam asetat, asam butirat, dan asam

propionat sebagai hasil sampingan selain etanol yang dihasilkan (Susanto & Bags,

2011). Fermentasi vinegar  meliputi dua tahapan yaitu fermentasi pembentukan

13

Page 15: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

alcohol dan fermentasi pembentukan asam asetat dan air. Pada fermentasi

pembentukan alkohol melibatkan Saccharomyces cerevisiae. Sedangkan fermentasi

pembentukan asam asetat dan air melibatkan  Acetobacter aceti (Kwartiningsih &

Nuning, 2005). Jadi pH yang tinggi akan menurunkan jumlah mikroorganisme.

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa kelompok B1 sampai B5 tidak

begitu diketahui hubungan antara jumlah mikroorganisme dan pH karena jumlahnya

yang berfluktuasi. Ketidaksesuaian antara hasil dengan teori dikarenakan fermentasi

tahap kedua dengan  Acetobacter aceti belum dilakukan sehingga hanya dapat

berlangsung fermentasi pembentukan alcohol oleh Saccharomyces

cerevisiae sedangkan fermentasi asam asetat belum berlangsung.

2.4. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Total Asam

Keasaman juga mempengaruhi proses fermentasi, dimana pH yang tinggi akan

menurunkan laju produksi biomassa karena yeast tumbuh optimum pada pH 4. pH

yang terlalu tinggi atau terlalu rendah menyebabkan stress pada sel yeast sehingga

bisa mati. Produksi gliserol dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, pH, suhu,

konsentrasi substrat, laju aerasi, serta sumber nitrogen. Suhu yang tinggi (22-32oC)

dan pH mendekati netral (6,46) akan meningkatkan produksi gliserol, dan suhu

optimumnya sekitar 22-32oC (Yalcin & Ozbas, 2008). Jadi total asam yang rendah

akan menurunkan jumlah mikroorganisme yaitu total asam sebanding dengan jumlah

mikroorganisme. Hal itu sesuai dengan hasil praktikum dimana rata-rata semua

kelompok jika total asamnya tinggi maka jumlah mikrooganismenya juga tinggi dan

sebaliknya.

2.5. Hubungan Absorbansi dengan Waktu

Menurut Fardiaz (1992), jumlah sel  yeast  akan meningkat sebanding dengan

lamanya waktu fermentasi dan akan menurun pada fase kematian. Semakin banyak

jumlah koloni sel yeast , maka akan semakin keruh suatu larutan dan nilai absorbansi

akan semakin tinggi. Nilai absorbansi lebih berhubungan dengan jumlah koloni sel

yeast dibandingkan dengan lamanya waktu inkubasi yeast.

Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa nilai absorbansi semua kelompok

mengalami  fluktuasi dan cendeung mengalami penurunan. Hasil yang diperoleh tidak

sesuai dengan teori yang diungkapkan Fardiaz (1992). Ketidaksesuaian hasil dengan

14

Page 16: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

teori disebabkan kesalahan praktikan dalam saat menggunakan spektrofotometri yaitu

kuvet kurang bersih, penempatan kuvet kurang tepat, dan terdapat gelembung dalam

larutan (Sudarmadji & Suhardi, 2000)

15

Page 17: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

3. KESIMPULAN

Cider adalah salah satu hasil fermentasi sari apel dengan bantuan yeast

Saccharomyces cereviceae mengkonversi gula pada sampel menjadi ethanol dan

karbondioksida selanjutnya etanol akan dikonversi menjadi gliserol

Selama fermentasi yeast akan menimbulkan kekeruhan pada dasar tabung

Langkah pertama dalam pembuatan cider adalah pasteurisasi sari apel yang bertujuan

untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan

Shaker incubator digunakan untuk media aerasi dan agitasi sampel

Pengukuran massa (kepatadan) sel menggunakan alat haemocytometer

Pengukuran kekeruhan sampel menggunakan spektrofotometer

Jumlah mikroorganisme dan absorbansi (Optical Density) sebanding dengan waktu

inkubasi

Jumlah mikroorganisme sebanding dengan dengan OD

Total asam sebanding dengan jumlah mikroorganisme

pH yang tinggi akan menurunkan jumlah mikroorganisme

Fase pertumbuhan yeast adalah fase lag, log, stasioner, dan kematian

Nilai OD dan massa sel sedikit meningkat pada fase lag, meningkat tajam pada fase

log, konstan pada fase stasioner, serta menurun pada fase kematian

Kekurangsesuaian teori dengan pengamatan yang ada dapat disebabkan karena

kelemahan dari alat yang digunakan serta kesalahan praktikan dalam penggunaan alat

ukur

Semarang, 02 Juni 2014Praktikan: Asisten Dosen:

- Andrian Cintya- Stella Maris

Frisca Melia Mardiana (11.70.0081)

16

Page 18: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

4. DAFTAR PUSTAKA

Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Chen, Y. W. & P. J. Chiang. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58 2011.

Damtew, W.; S. A. Emire; & A. B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948

Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.Jakarta.

Elevri, P.A dan Surya R.P. (2006). Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces cerevisiae yang Diamobilisasi dengan Agar Batang. Akta Kimia Indonesia 1(2) : 105-114.

Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemichal Analysis. Mc Grow Hill Book Company. USA.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pengolahan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kwartiningsih, E dan Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium 4(1) : 8-12.

Muljohardjo, M. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Pelczar, M. J. & E.C.S Chan. (1986). Microbiology. McGraw Hill Book Company. New York

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Satuhu, S. (1993). Penanganan & Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Şener, A.; A. Canbaş; & M. Ü. Ünal. (2007). The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk J Agric For 31 (2007) 349-354.

17

Page 19: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

Sevda SB and Rodrigues L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Processing and Technology 2(4) : 1-9.

Shuler, L. M. (1989). Bioprocess Engineering Basic Concepts. Prentice Hall International Incorporation. London.

Sudarmadji S. & B.H. Suhardi. (2000). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Susanto, W.H dan Bags R.S. (2011). Pengaruh Varietas Apel ( Malus sylvestris) dan Lama Fermentasi Oleh Khamir Saccharomyces cerevisiae Sebagai Perlakuan Pra- pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian 2(3):135-142.

Thontowi, A; Kusmiati; Sukma N. (2007). Produksi β– Glukan Saccharomyces cerevisiae  dalam Media dengan Sumber Nitrogen Berbeda pada  Air-Lift Fermentor . Biodiversitas 8(4) : 253-256.

Wang, D.; Y. Xu; J. Hu & G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of the Institute of Brewing (2004) Publication no. G-2004-1304-255

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yalcin, S. K.; Z. Y. Ozbas. (2008). Effects of pH And Temperature on Growth and Glycerol Production Kinetics of Two Indigenous Wine Strains of Saccharomyces Cerevisiae from Turkey. Brazilian Journal of Microbiology (2008) 39:325-332

18

Page 20: Fermentasi Kinetika Fermentasi Dalam Produksi Minuman Vinegar_Frisca Melia Mardiana_11.70.0081_Universitas Soegijapranata

5. LAMPIRAN

5.1. HASIL PERHITUNGAN

Perhitungan :

Rata-rata / Σ tiap cc : Total Asam :

Jumlah sel/cc = 1

vol . petak x rata-rata jumlah MO/petak Total asam (mg/ml) =

ml NaOH x N NaOH x19210 ml sampel

N0 25

2,5 x 10−7 = 108 N0 9,4 x 0,1 x 192

10 =

18,05 mg/ml

N24 38

2,5 x 10−7 = 15,2 x 107 N24 9,5 x0,1 x192

10 =

18,24 mg/ml

N48 61,75

2,5 x 10−7 = 24,7 x 107 N48 9,7 x0,1 x192

10 = 18,62

mg/ml

N72 94,25

2,5 x 10−7 = 3,77 x 108 N72 8,5 x0,1 x192

10 = 16,32

mg/ml

N96 133,25

2,5 x 10−7 = 5,33 x 108 N96 8 x0,1 x192

10 = 15,36 mg/ml

5.2. Laporan Sementara

5.3. Jurnal

19