fermentasi kinetika kloter d m.yanesie.w 11.70.0062

36
Acara 1 KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Nama: M. Yanesie W. NIM: 11.70.0062 Kelompok: D5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Upload: james-gomez

Post on 19-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pada tanggal 9 Juni 2014 hingga tanggal 13 Juni 2014 dilaksanakan praktikum dengan materi Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar di laboratorium Mikrobiologi Pangan. Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu sari apel yang ditambahkan dengan yeast yang telah tersedia. Berikut adalah tabel hasil pengamatan kinetika fermentasi sari apel yang ditambahkan dengan yeast Saccharomyces cerevisiae.

TRANSCRIPT

Page 1: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

Acara 1

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :

Nama: M. Yanesie W.

NIM: 11.70.0062

Kelompok: D5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Page 2: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

1. HASIL PENGAMATAN

Pada tanggal 9 Juni 2014 hingga tanggal 13 Juni 2014 dilaksanakan praktikum dengan materi Kinetika Fermentasi dalam Produksi

Minuman Vinegar di laboratorium Mikrobiologi Pangan. Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu sari apel yang ditambahkan dengan

yeast yang telah tersedia. Berikut adalah tabel hasil pengamatan kinetika fermentasi sari apel yang ditambahkan dengan yeast

Saccharomyces cerevisiae.

Tabel 1. Pengamatan Kinetika Fermentasi Sari Apel + Yeast Saccharomyces cerevisiae

Kel Perlakuan Waktu∑ MO tiap petak

Rata-rata /∑ MO tiap petak

Rata-rata /∑ tiap cc

OD (nm) pHTotal Asam

Volume NaOH (ml)1 2 3 4

D1Sari apel + Saccharomyces cereviceae

N0 19 26 20 16 20,25 8,08 x 107 0,0928 3,34 11,52 6

N24 79 67 110 137 98,25 3,39 x 108 0,6167 3,33 11,52 6

N48 160 128 171 179 157,50 6,38 x 108 1,040 3,45 14,44 7,5

N72 72 212 180 77 135,75 5,41 x 108 1,6038 3,46 10,368 7,5

N96 141 130 122 142 135,75 5,35 x 108 1,1195 3,45 11,520 6

D2Sari apel + Saccharomyces cereviceae

N0 25 35 32 69 25 1 x 108 0,0273 3,38 10,944 5,7

N24 48 53 60 57 44 4,32 x 108 0,6882 3,35 11,94 6,2

N48 82 115 114 121 108 1,76 x 108 0,9875 3,45 14,44 7,5

N72 122 117 125 125 122,25 4,89 x 108 0,9958 3,46 10,56 5,5

N96 147 146 151 140 146 5,84 x 108 1,5034 3,54 11,136 5,8

Page 3: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

D3Sari apel + Saccharomyces cereviceae

N0 7 16 18 6 11,75 4,7 x 107 0,0558 3,35 11,52 6

N24 62 58 79 75 68,5 2,74 x 108 0,5095 3,28 12,48 6,5

N48 112 97 133 141 120,75 4,83 x 108 1,0695 3,42 14,40 7,5

N72 104 109 116 120 112,25 4,49 x 108 1,0033 3,41 14,40 7,5

N96 182 193 189 203 191,75 7,67 x 108 1,3080 3,45 10,56 5,5

D4Sari apel + Saccharomyces cereviceae

N0 6 5 7 9 6,75 2,7 x 107 0,0135 3,32 11,52 6

N24 97 90 86 92 91,25 4,76 x 108 0,6189 3,31 13,056 6,8

N48 150 100 136 90 119 3,65 x 108 0,9435 3,39 13,248 6,9

N72 161 159 155 160 158,75 6,35 x 108 0,9108 3,42 13,440 7

N96 99 60 47 67 68,25 2,73 x 108 1,1990 3,45 12,288 6,4

D5Sari apel + Saccharomyces cereviceae

N0 39 32 42 21 33,5 1,34 x 108 0,0087 3,33 12,67 6,6

N24 115 185 174 210 171 7,16 x 108 1,0027 3,32 16,896 8,8

N48 215 256 217 188 219 8,76 x 108 1,3256 3,43 9,792 5,1

N72 271 240 231 181 230,75 9,23 x 108 1,3124 3,45 10,56 5,5

N96 220 204 255 207 221,5 8,86 x 108 1,0482 3,49 11,904 6,2

Keterangan :

OD = optical density ∑ = jumlah MO = mikroorganisme

Page 4: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

Dari tabel pengamatan di atas dapat dilihat bahwa sari apel yang ditambahkan dengan

yeast S. cerevisiae kelompok D1 hingga D5 diberi perlakuan shaker. Kemudian

dilakukan pengamatan pada jam ke-0 (N0), jam ke-24 (N24), jam ke-48 (N48), jam ke-72

(N72) dan jam ke-96 (N96). Pada saat pengamatan dilakukan pengukuran jumlah mo tiap

petak dan OD. Setelah diketahui jumlah mo tiap petak, setelah itu dicari rata-rata per

jumlah tiap petak dan rata-rata per jumlah tiap cc. Pada N0 hingga N48 rata-rata per

jumlah tiap petak terjadi peningkatan. Kemudian pada N72 rata-rata per jumlah tiap

petak akan mengalami peningkatan kecuali D1 dan D3 yang mengalami penurunan.

Pada N96, rata-rata per jumlah tiap petak kembali meningkat, kecuali kelompok D2 dan

D3 yang mengalami penurunan dan D1 yang jumlah rata- ratanya tetap. Rata-rata per

jumlah tiap cc cenderung sebanding dengan rata-rata per jumlah tiap petak. Sedangkan

untuk OD, pH , total asam dan volume NaOH memiliki nilai yang sangat beragam.

Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara OD dengan waktu, rata-

rata jumlah mikroba/cc dengan waktu, rata-rata jumlah mikroba/cc dengan pH, rata-rata

jumlah mikroba/cc dengan OD serta rata-rata jumlah mikroba/cc dengan total asam.

N0 N24 N48 N72 N96 -

0.5000

1.0000

1.5000

2.0000

Grafik Hubungan OD dengan Waktu

D1D2D3D4D5

Waktu

OD

Grafik 1. Grafik Hubungan Antara OD dengan Waktu

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara OD dengan waktu yaitu

semakin lamanya waktu, maka OD akan semakin meningkat walaupun ada beberapa

kelompok pada N48 samapai N96 yang mengalami penurunan. OD mengalami

peningkatan yang tajam dari N0 hingga N48. Akan tetapi OD akan mengalami

Page 5: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

penurunan setelah melewati waktu 48 jam (N48) sampai pada waktu ke 72 jam (N72).

Setelah N72, OD kembali meningkat, kecuali kelompok D1 dan D5.

3.25 3.30 3.35 3.40 3.45 3.50 3.55 3.600

200000000

400000000

600000000

800000000

1000000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pH

D1D2D3D4D5

pH

Jum

lah

Sel

Grafik 2. Grafik Hubungan Antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dengan pH

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah mikroba/cc

dengan pH yaitu terjadi ketidak teraturan karena data yang didapat sangat bervariasi.

Kisaran pH yaitu antara 3,31 sampai 3,54.

- 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 0

200000000

400000000

600000000

800000000

1000000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD

D1D2D3D4D5

OD

Jum

lah

Sel

Grafik 3. Grafik Hubungan Antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dengan OD

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah mikroba/cc

dengan OD yaitu jumlah mikroba/cc semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

OD. Akan tetapi jumlah mikroba/cc akan kembali menurun setelah OD 1.

Page 6: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

9 10 11 12 13 14 15 16 17 180

100000000200000000300000000400000000500000000600000000700000000800000000900000000

1000000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

D1D2D3D4D5

Total Asam

Jum

lah

Sel

Grafik 4. Grafik Hubungan Antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dengan total asam

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah mikroba/cc

dengan total asam yaitu jumlah mikroba/cc semakin meningkat namun dalam total asam

dengan kisaran nilai 10,368 sampai 16,896.

N0 N24 N48 N72 N960

400000000

800000000

Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

D1D2D3D4D5

Waktu

Jum

lah

Sel

Grafik 5. Grafik Hubungan Antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dengan Waktu

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc

dengan waktu yaitu semakin lamanya waktu, maka Rata-rata Jumlah Mikroba/cc akan

semakin meningkat walaupun ada beberapa kelompok pada N48 samapai N96 yang

mengalami penurunan. Rata-rata Jumlah Mikroba/cc mulai mengalami peningkatan dari

N0 hingga N24. Namun untuk waktu yang semakin lama, jumlah sel mengalami ketidak

teraturan, karena ada yang meningkat dan menurun secara tidak seragam.

Page 7: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

2. PEMBAHASAN

Pada pembahasan kali ini praktikan akan membahas mengenai kinetika fermentasi

dalam produksi minuman beralkohol yaitu sari buah apel yang ditambah dengan yeast

Saccharomyces cerevisiae atau yang biasa disebut dengan cider. Menurut Ranganna

(1978), cider merupakan minuman dengan kadar alkohol rendah yang didapat dari

fermentasi sari buah mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula oleh sel

khamir. Sebenarnya, hampir semua jenis buah dapat dibuat cider asal jumlah gulanya

mencukupi (Realita & Debby, 2010). Menurut jurnal yang ditulis oleh Ferreira et al

(2006) pada hal 1, buah-buahan seperti apel mengandung gula dalam jumlah tertentu

yang dapat digunakan oleh yeast selama proses fermentasi berlangsung. Konsentrasi

gula, suhu temperatur, konsentrasi SO2, dan jenis yeast yang digunakan merupakan

beberapa faktor kunci yang menentukan keberhasilan proses fermentasi.

Menurut Rehm & Reed (1983) Baker’s yeast merupakan yeast yang diproduksi secara

industri, yaitu jenis Saccharomyces yang tergolong yeast fermentasi permukaan. Matz

(1992) menerangkan bahwa baker’s yeast ini bersel tunggal dan memiliki lebar rata-rata

4-6 mikron dan panjang 5-7 mikron. Sedangkan yeast itu sendiri dijelaskan oleh Cooney

et al. (1981) yaitu merupakan organisme eukariotik yang termasuk kelompok fungi

yang tidak membentuk spora aseksual dan yang bersifat sel tunggal selama siklus

pertumbuhan vegetatif.

Pada praktikum ini, kultur yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae.

Saccharomyces cereviseae merupakan salah satu yeast yang dapat menfermentasi

glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati akan menghasilkan alkohol dan CO2.

Dalam proses fermentasi alkohol terjadi perubahan-perubahan pada bahan berkadar pati

tinggi seperti sakarifikasi pati oleh enzim amilase dalam tauge yang diproduksi oleh

kapang dilanjutkan dengan fermentasi alkohol oleh khamir (Rahman,1992).

Saccharomyces cerevisiae akan memfermentasi beberapa karbohidrat menghasilkan

alkohol dan CO2. Reaksi fermentasi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Page 8: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Karbohidrat yeast alkohol gas

2.1. Pengukuran Biomassa dengan Haemacytometer (Jumlah

Mikroorganisme/cc)

Hal pertama yang dilakukan adalah proses sterilisasi sari buah apel yang akan

digunakan sebagai media pertumbuhan. Kemudian diambil 30 ml biakan yeast yang

telah tersedia dan kemudian dimasukan ke dalam media pertumbuhan secara aseptis.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hadioetomo (1993) yang

mengatakan bahwa pemindahan kultur dengan cara aseptis sangat penting dilakukan

agar dapat mempertahankan kemurnian kultur selama pemindahan yang dilakukan

berkali-kali. Pemindahan kultur dengan cara aseptis ini bertujuan untuk memindahkan

kultur tanpa terjadi pencemaran dari mikroorganisme yang ada di lingkungan sekitar,

sebab mikroorganisme yang ada di lingkungan dapat masuk melalui kontak langsung

dengan permukaan atau tangan praktikan atau penggunaan perlengkapan yang belum

steril. Tahap selanjutnya, sari buah apel diinkubasi pada suhu ruang dengan perlakuan

shaker. Perlakuan ini dilakukan selama 5 hari dan setiap 24 jam dilakukan pengambilan

sampel sebanyak 10 ml secara aseptis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

pertumbuahan sel yeast. Menurut Said (1987), shaker merupakan metode pengadukan

yang bertujuan untuk mensuplai oksigen pada media dan dalam penggunaannya dengan

sumber karbon untuk membantu pertumbuhan mikrobia secara aerobik. Tujuan utama

dari aerasi adalah untuk menyediakan oksigen yang cukup dalam kebutuhan

metabolisme mikroorganisme dalam kultur terendam, di mana agitasi harus dapat

menjamin homogenitas suspensi sel-sel mikrobia dalam medium nutrient.

Gambar 1. Pasteurisasi dalam waterbath Gambar 2. Proses pendinginan

Page 9: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

Gambar 3. Penambahan inokulum secara aseptis Gambar 4. Proses shaker

Campelo & Isabel (2004) mengatakan bahwa pengadukan ini dilakukan untuk

meningkatkan laju alir udara sehingga yeast tidak kekurangan O2 sehingga densitas

kultur dapat meningkat. Selain itu, terdapat beberapa faktor lingkungan yang telah

diidentifikasi sebagai determinan kapasitas fermentasi, antara lain tekanan osmotik,

kekurangan karbon dan nitrogen. Inkubasi yang dilakukan pada tekanan udara yang

tinggi dapat menstimuliasi pertumbuhan sel. Sehingga, peningkatan aktivitas respirasi

pada sel akan meningkatkan pertumbuhan dibanding pada tekanan udara yang rendah.

Selanjutnya, pertumbuhan jumlah sel yeast yang terdapat pada sari buah apel tersebut

diamati pada hari ke-0 sampai hari ke-4 dengan menggunakan haemocytometer. Jumlah

sel yang diukur dengan haemocytometer merupakan penentuan jumlah sel secara

langsung, sedangkan untuk pengukuran absorbansi merupakan penentuan jumlah sel

secara tidak langsung. Konsentrasi sel yang dapat diukur dengan menggunakan

haemocytometer adalah konsentrasi sel yang rendah (Chen, 2011).

Said (1987) mendefinisikan haemacytometer yaitu alat yang digunakan untuk

menghitung jumlah sel, namun alat ini juga dapat digunakan untuk menghitungan

densitas sel dari alga yang tergolong kecil. Kemampuan haemacytometer ini dapat

digunakan untuk menghitung sel dengan densitas > 104 sel/ml. Haemacytometer

memiliki jumlah ruang yang berbeda namun pada umumnya haemacytometer ini

memiliki bagian berukuran 1x1 mm2 yang kemudian terbagi menjadi sembilan bentuk

persegi. Pada penggunaannya, keakuratan alat tergantung pada keakuratan pencampuran

Page 10: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

sampel (tanpa gelembung), jumlah ruang yang dihitung, dan jumlah sel yang dihitung

(biasanya 200 – 500 per 0.1 mm3) (Said, 1987).

Gambar 5. alat haemacytometer

Kadar gula sari buah merupakan faktor yang penting dalam proses fermentasi, karena

gula mempunyai peranan sebagai sumber karbon dalam metabolisme yeast. Aktivitas

yeast berhubungan dengan konsentrasi gula yang ditambahkan. Karena itu konsentrasi

gula pada sari buah harus dipertahankan dalam keadaan optimum yaitu 15 %. Jika

konsentrasi gula terlalu rendah atau terlalu tinggi, yeast tidak mempunyai aktivitas

dalam cairan buah. Konsentrasi gula yang optimum akan menyebabkan aktivitas yeast

penuh, sehingga yeast dapat mengubah semua zat-zat dalam sari buah secara penuh,

sehingga tidak sempat menggumpal yang dapat membuat cairan keruh. Sari buah yang

benar-benar terbebas dari ampasnya, begitu juga sari air kecambahnya akan

menyebabkan semakin sedikitnya ampas yang ikut terlarut dalam cairan akan

menyebabkan tingkat kekeruhan yang rendah. Dalam fermentasi biasanya digunakan

gula sederhana yang berupa glukosa atau fruktosa yang dihasilkan dari pemecahan

substrat karbohidrat kompeks oleh adanya enzim (Matz, 1992).

Sesuai dengan jenis produksi yang dilakukan, fermentasi yang terjadi adalah fermentasi

batch. Kultur yang diinokulasi akan melalui beberapa fase yaitu fase adaptasi, fase log,

fase dekelerasi dan fase stasioner. Mula-mula yeast akan mengalami fase adaptasi untuk

menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya. Pada fase ini

belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Selain

itu, kecepatan fase lag ini juga ditunjang oleh jumlah inokulum, di mana jumlah awal

sel yang semakin banyak akan mempercepat fase adaptasi (Fardiaz, 1992).

Page 11: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

2.2. Penentuan total asam selama fermentasi

Untuk menentukan total asam selama fermentasi, hal pertama yang dilakukan yaitu

sampel sebanyak 10 ml dititrasi dengan NaOH 0,1 N. titrasi ini dilakukan dengan

penambahan indikator PP, dan segera dihentikan jika larutan sampel berubah menjadi

warna merah muda. Metode ini telah sesuai dengan teori yang diungkapkan

Kwartiningsih & Nuning (2005) bahwa uji kuantitatif asam asetat dapat dilakukan

dengan cara melakukan titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N dengan menggunakan

indikator PP. Penentuan kadar total titrasi dapat digunakan rumus berikut:

Total asam (mg/ml): ml NaOH X Normalitas NaOH X 192

10 ml sampel

2.3. Pengukuran pH Minuman Vinegar

Selanjutnya dilakukan pula pengukuran pH yaitu pertama-tama larutan sampel diambil

sebanyak 10 ml. Kemudian diukur pHnya dengan menggunakan pH meter. Setelah itu

dilakukan pencatatan pH sampel yang terukur.

2.4. Penentuan Hubungan Absorbansi Dengan Kepadatan Sel

Setelah itu untuk menentukan hubungan absorbsi dengan kepadatan sel, pertama-tama

dilakukan pengambilan 30 ml kultur yeast yang telah dibiakan. Kemudian dilakukan

penetuan OD dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.

Pengamatan dilakukan selama 5 hari. Nilai OD yang dihasilkan kemudian dicatat dan

dibandingkan dengan hasil pengamatan kepadatan sel. Nilai absorbansi dari

spektrofotometer menjelaskan konsentrasi dari suatu senyawa berdasarkan kemampuan

senyawa tersebut dalam menyerap berkas sinar yang akan meneruskan sinar dari

spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Nilai absorbansi dari suatu larutan dapat

dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan itu sendiri (Fox, 1991)

2.5. Pembahasan hasil

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa sari apel yang sudah ditambahkan dengan

yeast S. cerevisiae milik kelompok D1 hingga D5 diberi perlakuan shaker. Kemudian

dilakukan pengamatan pada jam ke-0 (N0), jam ke-24 (N24), jam ke-48 (N48), jam ke-72

(N72) dan jam ke-96 (N96). Pada saat pengamatan dilakukan pengukuran jumlah mo tiap

Page 12: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

petak dan OD. Setelah jumlah mo tiap petak diketahui, lalu dicari rata-rata per jumlah

tiap petak dan rata-rata per jumlah tiap cc. Pada hari ke-0 hingga hari ke-2 rata-rata per

jumlah tiap petak akan mengalami peningkatan. Kemudian pada N72 rata-rata per jumlah

tiap petak akan mengalami peningkatan kecuali D1 dan D3 yang mengalami penurunan.

Pada N96, rata-rata per jumlah tiap petak kembali meningkat, kecuali kelompok D2 dan

D3 yang mengalami penurunan dan D1 yang jumlah rata- ratanya tetap. Rata-rata per

jumlah tiap cc cenderung sebanding dengan rata-rata per jumlah tiap petak.

Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh baik pada keadaan aerob tetapi akan melakukan

fermentasi gula jauh lebih cepat pada keadaan anaerob (Winarno et al., 1980). Hal ini

sudah sesuai dengan praktikum, di mana pada perlakuan shaker kelompok semua

kelompok memiliki rata-rata jumlah sel yeast yang makin meningkat mulai jam ke-0

hingga jam ke-48. Namun mulai jam ke-72 hingga jam ke-96 terdapat ketidk seragaman

dari setiap kelompok. Hal ini kemungkinan terjadi karena biomassa mulai mengalami

fase dekelerasi (pertumbuhan lambat). Pada fase ini pertumbuhan mulai menurun

dikarenakan ketersediaan nutrien yang diperlukan mulai habis sehingga tidak terjadi

pembelahan oleh mikroorganisme dan terjadi penumpukan racun. Selama fase ini,

pertumbuhan terjadi pada waktu yang sangat singkat dan akhir fase ini terjadi fase

stasioner dimana pertumbuhan mikroorganisme sama dengan kematian (Shuler,1989).

Pertumbuhan mikroba hanya dimungkinkan apabila kondisi fisik dan kimiawi

lingkungannya sesuai. Kondisi fisik misalnya adalah suhu dan struktur bahan.

Sedangkan kondisi kimiawi untuk pertumbuhan ditentukan oleh komponen yang

menyusun media pertumbuhan seperti air, sumber karbon, sumber energi, sumber

nitrogen, mineral, faktor pertumbuhan, maupun konsentrasi ion hidrogen (pH)

(Hadioetomo, 1993).

N0 N24 N48 N72 N96

Gambar 6. Pengukuran biomassa dengan haemocytometer pada kelompok D5

2.5.1. Hubungan antara Optical Density (OD) dengan Waktu Inkubasi

Page 13: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

Dari grafik Hubungan antara Optical Density (OD) dengan Waktu Inkubasi dapat dilihat

bahwa hubungan antara OD dengan waktu yaitu semakin lamanya waktu, maka OD

akan semakin meningkat walaupun ada beberapa kelompok pada N48 samapai N96

yang mengalami penurunan. OD mengalami peningkatan yang tajam dari N0 hingga

N48. Akan tetapi OD akan mengalami penurunan setelah melewati waktu 48 jam (N48)

sampai pada waktu ke 72 jam (N72). Setelah N72, OD kembali meningkat, kecuali

kelompok D1 dan D5.

Rahman (1992) mengatakan bahwa, aktivitas Saccharomyces cerevisiae berfungsi untuk

mengubah gula menjadi alkohol dan hasil metabolit lain yang menyebabkan warna

substrat menjadi semakin keruh. Semakin keruhnya suatu suspensi maka membuat

semakin kecilnya % transmitansi (%T), yaitu rasio intensitas yang diteeruskan (I)

dengan intensitas cahaya mula-mula (I0) (Fardiaz, 1992). Menurut hukum Lambert-

Beer, A (absorbansi) = – log(I0/It) = – log (%T) = ebc, dimana I0/I = %T sehingga jika

%T semakin kecil maka absorbansi (A) atau OD semakin kecil. Jika nilai OD semakin

kecil maka cahaya yang diteruskan juga akan semakin kecil sedangkan yang

dihamburkan semakin banyak. Data hasil pengamatan juga telah sesuai dengan teori

Jomdecha & Prateepasen (2006), yang mengatakan bahwa semakin lamanya waktu

inkubasi, maka akan semakin meningkatkan sel yeast yang bertunas atau membelah diri

sehingga jumlah sel dalam kultur semakin meningkat. Semakin banyak jumlah sel,

maka akan semakin bertambah tinggi juga nilai ODnya

2.5.2. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Waktu Inkubasi

Dari grafik hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hubungan antara Rata-rata Jumlah

Mikroba/cc dengan waktu yaitu semakin lamanya waktu, maka Rata-rata Jumlah

Mikroba/cc akan semakin meningkat walaupun ada beberapa kelompok pada N48

sampai N96 yang mengalami penurunan. Rata-rata Jumlah Mikroba/cc mulai

mengalami peningkatan dari N0 hingga N24. Namun untuk waktu yang semakin lama,

jumlah sel mengalami ketidak teraturan, karena ada yang meningkat dan menurun

secara tidak seragam. Hasil yang didapat sudah hampir sesuai dengan pernyataan Clark

(2007) bahwa jumlah sel akan meningkat dengan seiringkan lama waktu fermentasi.

Page 14: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

2.5.3. Hubungan antara Jumlah Sel dengan pH

Dari grafik hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah

mikroba/cc dengan pH yaitu terjadi ketidak teraturan karena data yang didapat sangat

bervariasi. Kisaran pH yaitu antara 3,31 sampai 3,54. Hasil yang didapat kurang sesuai

dengan Roukas (1994) yang mengatakan bahwa pH optimum untuk pertumbuhan

Saccharomyces cereviceae yaitu 3,5-6,5. Semakin banyaknya jumlah sel

mikroorganisme maka pH larutan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena

selama fermentasi akan menghasilkan alkohol. Semakin banyaknya alkohol maka pH

yang dihasilkan akan semakin rendah. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces

cereviceae, maka akan menghasilkan alkohol yang banyak pula.

Selain itu hasil yang didapat masih belum sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya

menurut Triwahyuni et al. (2012) selama fermentasi berlangsung, yeast akan

mengalami percepatan pertumbuhan pada jam ke-24 dan jam ke-48. Hal ini juga akan

meningkatkan pH karena semakin banyak senyawa alkohol yang dihasilkan. Namun ,

pada jam ke- 96, jumlah sel yeast akan berkurang karena substrat yang digunakan oleh

yeast semakin sedikit seiring dengan semakin meningkatnya produksi alkohol.

5.2.4. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Optical Density (OD)

Dari grafik hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hubungan rata-rata jumlah

mikroba/cc dengan nilai OD yaitu jumlah mikroba/cc akan semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya nilai OD. Akan tetapi jumlah mikroba/cc akan kembali menurun

setelah OD 1. Hal ini belum sesuai dengan Pelezar dan Chan (1976) yang mengatakan

bahwa nilai OD akan meningkat seiring dengan meningatnya jumlah sel

mikroorganisme. Selain itu jumlah sel yang meningkat akan membuat sinar yang

dihambukan dalam suspensi akan semakin banyak yang akan meningkatkan

kekeruhannya.

5.2.5. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Total Asam

Dari grafik hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah

mikroba/cc dengan total yaitu jumlah mikroba/cc semakin meningkat namun dalam total

asam dengan kisaran nilai 10,368 sampai 16,896. Hal ini belum sesuai dengan teori

Page 15: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

Galaction et al (2010), yang mengatakan bahwa seharusnya saat proses fermentasi akan

menghasilkan pH yang semakin meningkat karena adanya kandungan alkohol. pH yang

meningkat akan menghasilkan total asam semakin menurun. Namun bila total asam

yang dihasilkan terlalu rendah makan dapat terjadi penurunan jumlah sel. Hal ini

disebabkan karena substrat yang digunakan oleh yeast semakin sedikit namun semakin

meningkatnya produksi alkohol.

Gambar 7. pengujian total asam dengan metode titrasi

5.3. Hal terkait

Menurut Nogueira et al. (2008) dalam jurnal Slow Fermentation in French Cider

Processing due to Partial Biomass Reduction, untuk menjadikan proses fermentasi cider

lebih terkontrol dapat dilakukan dengan memperlambat proses fermentasi. Cara yang

dilakukan yaitu dengan mengurangi biomassa dengan melewatkannya pada suatu filter.

Selain menjadi lebih terkontrol, cara ini akan mengurangi kematian yeast yang berguna

dalam fermentasi. Dari grafik hubungan antara jumlah sel dengan waktu dapat dilihat

bahwa bentuk dari setiap grafik berbeda-beda. Hal ini karena adanya aktivitas

mikroorganisme yang berbeda pula. Komposisi substrat dan mikroorganisme yang

mengkontaminasi juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.

Page 16: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

6. KESIMPULAN

Fermentasi merupakan oksidasi anaerobik suatu komponen oleh enzim

mikroorganisme untuk menghasilkan energi.

pH optimum untuk pertumbuhan baker’s yeast ialah pada kisaran pH 4 – 4,5.

Saccharomyces dapat digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena mampu

memecah bahan pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2.

Cider merupakan minuman dengan kadar alkohol rendah.

Media yang tepat ialah yang mengandung gula sederhana yang berupa glukosa atau

fruktosa.

Tujuan dari perlakuan shaker adalah agar mikroorganisme tersuplai oksigen dan

agar sel-sel yeast tersebar merata pada seluruh media.

Semakin tinggi nilai absorbansi yang didapat semkin besar pula jumlah sel yang

terdapat dalam media

Semakin lama waktu fermentasi, makan nilai OD dan jumlah sel juga akan

meningkat

Semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi

maka pH larutan akan semakin rendah karena ada pembentukan alkohol.

Semarang, 30 Juni 2014 Asisten dosen:

- Stella Mariss

- Meilisa Lelyana

- Katharina Nerissa

Merliem Yanesie W. - Chrysentia Archinitta

11.70.0062 - Andriani Cintya

Page 17: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

7. DAFTAR PUSTAKA

Campelo, A.F & Isabel, B.(2004). Fermentative capacity of baker’s yeast exposed to hyperbaric stress. http://www.springerlink.com/content/q4l5653458141315/

Chen, Yu-wei. (2011). Automatic Cell Counting for Haemocytometers Through Image Processing. Taiwan: National Chung – Cheng University.

Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/

Cooney, C. L.; Rehm, H. J. & G. Reed. (1981). Biotechnology volume 1. VCH. Weinheim.

Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ferreira et al. (2006). The Effect of Copper and High Sugar Concentration on Growth Fermentation Efficiency and Volatile Acidity Production of Different Commercial Wine Yeast Strains. Australian Journal of Grape and Wine Research. South Africa.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Galaction, Anca-Irina; Anca-Marcela Lupastzeanu and Dan Cascaval. (2010). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substzrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stired Bed of Immobilized Yeast Cells. The open Systems Biology Journal,3,9-20.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, th – 10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.

Kwartiningsih, E dan Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium 4(1) : 8-12.

Matz, S. A. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3 th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.

Nogueira, A; J.M.Le Quere; P.Gestin; A.Michel; G.Wosiacki and J.F.Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. J.Inst.Brew.114(2),102-110.

Pelezar, M. J. & Chan. E. C. S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT

Page 18: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.

Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung.

Rehm, H. J. & G. Reed. (1983). Biotechnology Volume 9. VCH Verlagsge Sellschaft. New York.

Roukas, T. (1994). Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech. 59: 387-393.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Shuler, L.M. (1989). Bioprocess Engineering Basic Concepts. Prentice Hall international Incorporation. London.

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 – 34

Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 19: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

8. LAMPIRAN

8.1. Perhitungan

pH blanko : 3,33

OD blanko : 0,000

Rumus :

Jumlah selcc

=1volume petak

x rata-rata jumlah mo tiap petak

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm

= 0,00000025 cc

= 2,5x10 -7 cc

Kelompok D1

No Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 20,25

= 8,08 x 107

N24 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 98,25

= 3,39 x 108

N48 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 157,50

= 6,38 x 108

N72 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 135,75

= 5,41 x 108

N96 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 135,75

= 5,35 x 108

Kelompok D2

No Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 25

Page 20: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

= 1 x 108

N24 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 44

= 4,32 x 108

N48 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 108

= 1,76 x 108

N72 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 122,25

= 4,89 x 108

N96 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 146

= 5,84 x 108

Kelompok D3

No Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 11,75

= 4,7 x 107

N24 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 68,5

= 2,74 x 108

N48 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 120,75

= 4,83 x 108

N72 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 112,25

= 4,49 x 108

N96 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 191,75

= 7,67 x 108

Kelompok D4

No Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 6,75

Page 21: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

= 2,7 x 107

N24 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 91,25

= 47,6 x 107

N48 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 119

= 36,5 x 107

N72 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 158,75

= 63,5 x 107

N96 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 68,25

= 27,3 x 107

Kelompok D5

No Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 33,5

= 13,4 x 107

N24 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 171

= 71,6 x 107

N48 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 219

= 87,6 x 107

N72 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 230,75

= 92,3 x 107

N96 Jumlah sel / cc = 1

2,5 x 10-7 x 221,5

= 88,6 x 107

Total asam : ml NaOH X Normalitas NaOH X 192

10 ml sampel

Page 22: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

Kelompok D1

No Total asam = 6 X 0 ,1 X 192

10

= 11,52

N24 Total asam = 6 X 0 ,1 X 192

10

= 11,52

N48 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192

1 0

= 14,44

N72 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192

10

= 10,368

N96 Total asam = 6 X 0 ,1 X 192

10

= 11,520

Kelompok D2

No Total asam = 5,7 X 0 ,1 X 192

10

= 10,944

N24 Total asam = 6,2 X 0 ,1 X 192

10

= 11,94

N48 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192

10

= 14,44

N72 Total asam = 5,5 X 0 ,1 X 192

10

= 10,56

N96 Total asam = 5,8 X 0 ,1 X 192

10

= 11,136

Kelompok D3

Page 23: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

No Total asam = 6 X 0 ,1 X 192

10

= 11,52

N24 Total asam = 6,5 X 0 ,1 X 192

10

= 12,48

N48 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192

10

= 14,40

N72 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192

10

= 14,40

N96 Total asam = 5,5 X 0 ,1 X 192

10

= 10,56

Kelompok D4

No Total asam = 6 X 0 ,1 X 192

10

= 11,52

N24 Total asam = 6,8 X 0 ,1 X 192

10

= 13,056

N48 Total asam = 6,9 X 0 ,1 X 192

10

= 13,248

N72 Total asam = 7 X 0 ,1 X 192

10

= 13,440

N96 Total asam = 6,4 X 0 , 1 X 192

10

Page 24: Fermentasi Kinetika Kloter D M.yanesie.W 11.70.0062

= 12,288

Kelompok D5

No Total asam = 6,6 X 0 , 1 X 192

10

= 12,67

N24 Total asam = 8,8 X 0 ,1 X 192

10

= 16,896

N48 Total asam = 5,1 X 0 ,1 X 192

10

= 9,792

N72 Total asam = 5,5 X 0 ,1 X 192

10

= 10,56

N96 Total asam = 6,2 X 0 ,1 X 192

10

= 11,904

8.2. Laporan Sementara

8.3. Jurnal