fermentasi nata de coco_kloter a_yosie nathania_11.70.0075_universitas soegijapranata

27
Acara II FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama: Yosie Nathania NIM : 11.70.0075 Kelompok : A2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Upload: james-gomez

Post on 22-Jun-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata merupakan selulosa yang berbentuk padat dan berwarna putih transparan, bertekstur kenyal dengan kandungan air sekitar 98%, dan pada umumnya nata ini dikonsumsi sebagai makanan ringan. Dalam membuat nata de coco dibutuhkan bahan-bahan untuk membuatnya yaitu alkohol, air kelapa, gula pasir, asam glasial, amonium sulfat, biakan murni Acetobacter xylinum, starter nata de coco, serta aquades.

TRANSCRIPT

Page 1: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

Acara II

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Nama: Yosie Nathania

NIM : 11.70.0075

Kelompok : A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2014

Page 2: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

2

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. PENGAMATAN SENSORI

Hasil pengamatan sensori terhadap aroma, warna, tekstur dan rasa masing-masing

kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Sensori

Kelompok Aroma Warna Tesktur RasaA1 +++ ++ ++ +++A2 ++++ ++ ++ +++A3 ++++ ++ +++ +++A4 ++++ ++ +++ ++++A5 ++++ ++ +++ ++++

Keterangan :Aroma Warna Tekstur++++ : tidak asam ++++ : putih ++++ : sangat kenyal+++ : agak asam +++ : putih bening +++ : kenyal++ : asam ++ : putih agak bening ++ : agak kenyal+ : sangat asam + : bening + : tidak kenyal

Rasa + : tidak manis++ : agak manis+++ : manis++++ : sangat manis

Dari hasil pengamatan sensori terhadap nata de coco yang dihasilkan, terdapat aroma,

warna, tekstur serta rasa untuk setiap kelompok, dimana aroma yang tidak asam

dihasilkan untuk semua kelompok, kecuali pada kelompok A1. Warna putih agak

bening dihasilkan pada semua kelompok, dengan tekstur yang yang agak kenyal pada

kelompok A1 dan A2, sedangkan tekstur yang kenyal pada kelompok A3, A4 dan A5.

Sedangkan untuk rasa yang dihasilkan yaitu rasa yang mais pada kelompok A1, A2 dan

A3, serta rasa yang sangat manis pada kelompok A4 dan A5.

1.2. PENGAMATAN FISIK

Hasil pengamatan terhadap tinggi, ketebalan dan presentase lapisan nata de coco yang

dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 3: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

3

Tabel 2. Pengamatan Fisik Nata de coco

Kel

Tinggi media awal (cm)

Ketebalan Presentase LapisanH0 H7 H14 H0 H7 H14

A1 1 0 0,9 cm 0,9 cm 0 90 % 90 %A2 1 0 1 cm 0,5 cm 0 100 % 50 %

A3 1,2 0 0,7 cm 0,5 cm 0 58,33 % 41,67 %

A4 1 0 0,8 cm 0,5 cm 0 80 % 50 %A5 1 0 1 cm 0,8 cm 0 100 % 80 %

Pada hasil pengamatan nata de coco secara fisik, dihasilkan pengukuran terhadap tinggi

media awal, ketebalan, serta presentase lapisan. Ketebalan pada H0 setiap kelompok

diketahui yaitu 0 cm dan presentase lapisan H0 setiap kelompok diketahui yaitu 0%.

Pada kelompok A1 diperoleh tinggi media awal yaitu 1 cm, dengan pertumbuhan pada

H7 dan H14 menjadi 0,9 cm dengan presentase lapisan H7 dan H14 sebesar 90%. Pada

kelompok A2 dengan tinggi media awal 1 cm, diperoleh ketebalan pada H7 0,7 cm dan

H14 0,5 cm, dengan presentase lapisan pada H7 sebesar 100% dan H14 sebesar 50%.

Pada kelompok A3 yang mempunyai tinggi media awal 1,2 cm, memiliki ketebalan

pada H7 0,7cm dan H14 0,5 cm, dengan presentase lapisan H7 sebesar 58,33% dan H14

sebesar 41,67%. Pada kelompok A4 yang memiliki tinggi media awal 1 cm, memiliki

ketebalan H7 0,8 cm dan H14 0,5 cm, dengan presentase lapisan H7 sebesar 80% dan

H14 sebesar 50%. Dan pada kelompok A5 pada tinggi awal 1 cm, memiliki ketebalan

H7 1 cm dan H14 0,8 cm, dengan presentase lapisan H7 sebesar 100% dan H14 sebesar

80%.

Page 4: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

4

2. PEMBAHASAN

Pembuatan nata de coco dilakukan pada praktikum fermentasi kali ini. Menurut

Anastasia et al. (2008), nata merupakan selulosa yang berbentuk padat dan berwarna

putih transparan, bertekstur kenyal dengan kandungan air sekitar 98%, dan pada

umumnya nata ini dikonsumsi sebagai makanan ringan. Dalam membuat nata de coco

dibutuhkan bahan-bahan untuk membuatnya yaitu alkohol, air kelapa, gula pasir, asam

glasial, amonium sulfat, biakan murni Acetobacter xylinum, starter nata de coco, serta

aquades. Menurut Widayati et al. (2002), air kelapa mengandung gula, protein, asam-

asam amino, bermacam-macam vitamin dan mineral. Air kelapa juga mempunyai

potensi yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar fermentasi asam-asam

organik. Kelebihan air kelapa adalah harganya yang murah, mempunyai kadar

kontaminasi yang lebih kecil sebab termasuk produk alami dan bukan merupakan sisa

suatu proses produksi, dan merupakan produk samping minimum.

Awang (1991) mengatakan bahwa air kelapa mengandung air 91,23%, protein 0,29%,

lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, dan juga kadar abu 1,06%. Juga terkandung sukrose,

dextrose, fruktose, vitamin B kompleks yang terdiri dari asam niotinat 0,01 mikrogram,

asam pentotenat 0,52 mikrogram, biotin 0,02 mikrogram, riboflavin 0,01 mikrogram,

dan asam folat 0,003 mikrogram per mililiter. Dengan adanya berbagai jenis nutrisi

tersebut maka air kelapa merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba

Acetobacter xylinum. Air kelapa di sini digunakan sebagai substrat bagi Acetobacter

xylinum untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam air kelapa dan membentuk nata.

Menurut Pambayun (2002), sumber karbon yang biasa digunakan meliputi

monosakarida dan disakarida. Selain karena merupakan sumber karbohidrat sederhana,

sukrosa juga merupakan bahan paling murah dan mudah ditemukan sehingga paling

banyak digunakan. Salah satu contoh dari sukrosa adalah gula pasir. Hal ini sesuai

dengan apa yang kami lakukan dimana kami menambahkan gula pasir sebagai sumber

karbon dalam pembuatan nata de coco. Gula ini akan digunakan untuk pertumbuhan

bagi Acetobacter xylinum untuk pertumbuhannya. Pambayun (2002) menambahkan

bahwa sumber karbon yaitu gula pasir yang berperan sebagai substrat utama proses

Page 5: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

5

fermentasi. Sunarso (1982) juga menambahkan bahwa konsentrasi optimun gula yang

digunakan untuk 100 ml substrat adalah 10 gram karena jika jumlah gula yang

kurang/berlebih akan membuat Acetobacter xylinum tidak mampu memanfaatkannya

secara optimal. Hayati (2003) menjelaskan bahwa penambahan gula dalam pembuatan

nata bertujuan untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal.

Disamping itu, gula juga dapat berfungsi sebagai pengawet.

Asam asetat glasial 95% juga ditambahkan ke dalam media untuk membuat pH media

menjadi optimal. Pambayun (2002) mengatakan bahwa meskipun bisa tumbuh pada

kisaran pH 3,5–7,5 tetapi bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada

suasana asam (pH 4,3). Pada kondisi basa, Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh.

Untuk itu dibutuhkan asam, dan asam yang digunakan adalah asam asetat atau asam

cuka yang digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman. Tetapi

berdasarkan apa yang kami lakukan asam glasial juga bisa digunakan untuk membuat

pH media menjadi turun. sehingga bisa membuat media menjadi tempat yang baik

untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum.

Pambayun (2002) mengatakan bahwa sumber nitrogen yaitu amonium sulfat bertujuan

untuk mendukung aktivitas bakteri nata. Sumber nitrogen akan lebih baik bila

menggunakan ammoniun fosfat (ZA) sebab dibandingkan dengan urea, ZA dapat

menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang merupakan pesaing Acetobacter

xylinum. Untuk praktikum kali ini digunakan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen

dalam pembuatan nata sehingga Acetobacter xylinum dapat tumbuh baik.

Bahan lain yang digunakan adalah starter nata de coco. Starter nata digunakan agar

proses fermetasi bisa dilakukan sehingga nata dapat terbentuk. Penggunaan starter

nantinya akan dibandingkan dengan penggunaan biakan Acetobacter xylinum. Jumlah

inokulum yang ditambahkan untuk membuat nata berkisar 1–10% (Rahayu et al., 1993).

Hal ini cukup sesuai dengan praktikum ini dimana kita menggunakan inokulum sebesar

10-20%. Palungkun (1996) mengatakan bahwa nata dibentuk oleh mikroorganisme

Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi. Rahman (1992) mengatakan bahwa

bakteri ini bila ditumbuhkan pada media yang mengandung gula, yang nantinya akan

Page 6: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

6

merubah gula menjadi selulosa. Setelah terbentuk selulosa, menurut Rahayu et al.

(1993), selulosa akan diakumulasikan secara ekstraseluler dalam bentuk polikel yang

dapat dilihat selama proses fermentasi berlangsung.

Untuk proses pembuatan nata de coco yaitu pertama-tama air kelapa yang akan

digunakan disaring dahulu untuk memisahkan dari kotorannya, yang kemudian

ditambahkan dengan gula pasir sebanyak 10% dan diaduk sampai larut. Setelah itu

ditambahakan dengan ammonium sulfat sebanyak 0,5%, asam cuka glasial hingga pH 4-

5, dan dipanaskan hingga gula larut dan disaring kembali. Sedangkan untuk proses

fermentasi yaitu pertama suatu wadah yang bersih disiapkan, dan dimasukkan dengan

100 ml media steril pada masing-masing wadah lalu ditutup rapat. Starter nata sebanyak

10% ditambahkan dari media ke dalam masing-masing wadah plastik secara aseptis dan

di gojog perlahan hingga seluruh starter bercampur homogen dan ditutup kembali

dengan kain saring yang telah di oven. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 2

minggu, dimana selama waktu inkubasi tersebut wadah plastik jangan goyang agar

lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Dilakukan pengamatan terhadap nata de

coco yang dihasilkan, meliputi ketika mulai terbentuknya lapisan di permukaan cairan,

dan ketebalan lapisan nata de coco yang terbentuk dihitung pada hari ke 0, ke 7 dan ke

14 untuk menghitung presentase kenaikan ketebalan. Setelah nata jadi, dicuci dengan

air mengalir dan dimasak menggunakan air gula, yang kemudian dilakukan pengamatan

sensori dari nata yang telah dimasak.

Sedangkan Rahman (1992) mengatakan cara pembuatan nata de coco yaitu:

1. Kultur starter. Di dalam labu erlenmeyer 250 ml dicampurkan 50 ml air kelapa dan

2,5 gram sukrosa, diaduk sampai larut semuanya, kemudian ditambahkan asam

glasial sampai mencapai pH 4-5. Diinokulasi dengan kultur murni Acetobacter

xylinum.

2. Prosedur pembuatan. Ke dalam 200 ml air kelapa di dalam gelas piala 500 ml,

ditambahkan 10 gram sukrosa. Dipanaskan sampai sukrosa larut semuanya, disaring

dan dipanaskan lagi. Kemudian ditambahkan asam asetat glasial sampai pH 4.

Setelah dingin, ke dalam larutan ditambahkan 10 ml kultur starter, diaduk sampai

Page 7: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

7

tercampur rata, lalu dituangkan ke dalam wadah bermulut besar, tutup dan biarkan

pada suhu kamar selama 15 menit.

3. Lapisan putih yang terbentuk direndam dan dicuci dengan air beberapa kali, lalu

direbus untuk membuang asamnya. Kemudian dipotong-potong dan direndam dalam

air.

4. Beberapa sifat fisik nata de coco yang berkenaan dengan kualitasnya ialah tingkat

keputihan, tekstur, bau, dan rasa.

Proses fermentasi pada pembuatan nata de coco ini terjadi ketika bakteri Acetobacter

xylinum mengubah glukosa menjadi selulosa secara ekstraseluler. Komponen selulosa

ini kemudian membentuk jaringan mikrofibril yang panjang dalam cairan fermentasi

(Palungkun, 1996). Rahayu et al. (1993) menambahkan bahwa Acetobacter xylinum bila

ditumbuhkan pada media yang mengandung gula akan mengubah gula tersebut menjadi

selulosa yang kemudian diakumulasi ekstraseluler dalam bentuk folikel selama

fermentasi berlangsung. Rahman (1992) mengatakan bahwa pembentukan nata terjadi

karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula atau dalam gula yang terdapat pada

bahan oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa tersebut digabungkan

dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel.

Pambayun (2002) menambahkan bahwa bakteri Acetobacter xylinum akan

menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula

menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang

tumbuh dalam bahan tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa

yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut dengan

sebagai nata tersebut. Palungkun (1996) menambahkan bahwa gelembung-gelembung

gas CO2 yang dihasilkan selama fermentasi mempunyai kecenderungan melekat pada

jaringan selulosa sehingga menyebabkan jaringan tersebut dapat terangkat ke

permukaan cairan. Nata yang telah terbentuk dipermukaan cairan akan turun apabila

terjadi gangguan selama fermentasi, misalnya adanya goyangan proses inkubasi.

Pambayun (2002) mengatakan bahwa proses pembentukan nata ini diawali dengan

pertumbuhan dan pembiakan sel bakteri Acetobacter xylinum di dalam medium. Bakteri

ini akan memanfaatkan sumber karbon dan sumber nitrogen yang berasal dari gula dan

Page 8: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

8

amonium sulfat untuk pertumbuhannya. Dengan banyaknya jumlah inokulum yang ada,

akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat

berwarna putih hingga transparan, yang merupakan nata.

Dari hasil pengamatan sensori terhadap nata de coco yang dihasilkan, terdapat aroma,

warna, tekstur serta rasa untuk setiap kelompok, dimana aroma yang tidak asam

dihasilkan untuk semua kelompok, kecuali pada kelompok A1. Warna putih agak

bening dihasilkan pada semua kelompok, dengan tekstur yang yang agak kenyal pada

kelompok A1 dan A2, sedangkan tekstur yang kenyal pada kelompok A3, A4 dan A5.

Sedangkan untuk rasa yang dihasilkan yaitu rasa yang mais pada kelompok A1, A2 dan

A3, serta rasa yang sangat manis pada kelompok A4 dan A5. Sehingga dapat

disimpulkan pada setiap kelompok dihasilkan nata de coco yang berhasil karena

diperoleh nata dengan tekstur yang kenyal serta rasa yang menis untuk setiap

kelompok.

Pada hasil pengamatan nata de coco secara fisik, dihasilkan pengukuran tinggi media

awal, ketebalan, serta presentase lapisan yang menghasilkan hasil yang berbeda-beda

pada H7 dan H14 antar kelompok. Sedangkan ketebalan awal pada H0 setiap kelompok

diketahui yaitu 0 cm dan presentase lapisan H0 setiap kelompok diketahui yaitu 0%.

Pada kelompok A1 diperoleh tinggi media awal yaitu 1 cm, dengan pertumbuhan pada

H7 dan H14 menjadi 0,9 cm dengan presentase lapisan H7 dan H14 sebesar 90%. Pada

kelompok A2 dengan tinggi media awal 1 cm, diperoleh ketebalan pada H7 0,7 cm dan

H14 0,5 cm, dengan presentase lapisan pada H7 sebesar 100% dan H14 sebesar 50%.

Pada kelompok A3 yang mempunyai tinggi media awal 1,2 cm, memiliki ketebalan

pada H7 0,7cm dan H14 0,5 cm, dengan presentase lapisan H7 sebesar 58,33% dan H14

sebesar 41,67%. Pada kelompok A4 yang memiliki tinggi media awal 1 cm, memiliki

ketebalan H7 0,8 cm dan H14 0,5 cm, dengan presentase lapisan H7 sebesar 80% dan

H14 sebesar 50%. Dan pada kelompok A5 pada tinggi awal 1 cm, memiliki ketebalan

H7 1 cm dan H14 0,8 cm, dengan presentase lapisan H7 sebesar 100% dan H14 sebesar

80%.

Page 9: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

9

Media ini menggunakan starter yang menghasilkan lapisan yang paling tebal, hal ini

karena starter merupakan bahan yang “sudah jadi” sehingga hanya dengan ditambahkan

pada media yang tepat sudah bisa membentuk lapisan. Palungkun (1996) mengatakan

bahwa mikroorganisme Acetobacter xylinum ini akan membentuk gel pada permukaan

larutan yang mengandung gula. Aktivitas dari Acetobacter xylinum ditunjukkan dengan

terbentuknya lapisan yang berwarna putih, yang lama kelamaan akan semakin melebar

dan memadat (Rahman, 1992). Kesalahan ini dapat terjadi karena kesalahan dalam

pengukuran. Timbulnya endapan yang banyak serta warna kuning keruh menunjukkan

adanya perombakan substrat oleh bakteri meskipun dalam jumlah yang terbatas, dimana

dalam proses ini akan terjadi perubahan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 yang

ditunjukkan dengan adanya buih pada medium.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses fermentasi yaitu pH dan suhu

penginkubasian yang kurang sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Seperti dikatakan

bahwa asam yang ditambahkan untuk membuat nata ini harus tepat sehingga dengan pH

yang optimum dapat membuat bakteri bekerja dengan baik. Suhu penyimpanan juga

harus diperhatikan yaitu 28ºC, karena dengan suhu yang terlalu ekstrim akan

membunuh sebagian bakteri yang telah dibiakkan sehingga menghambat proses

fermentasi. Sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan nata yang

dihasilkan terlalu lunak atau tidak terbentuk lapisan sama sekali. Untuk mendapatkan

nata dengan ketebalan yang optimum dan baik maka lama fermentasi berkisar 10-14

hari sedangkan suhu yang sesuai untuk pembuatan nata adalah 28-320C (Rahayu et al.,

1993) sesuai yang dilakukan pada praktikum.

Jumlah oksigen yang tersedia juga mempengaruhi proses fermentasi, dimana bakteri

Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerob yang memerlukan oksigen untuk dapat

tumbuh. Penutupan dengan plastik yang terlalu rapat menyebabkan terbatasnya jumlah

oksigen yang tersedia dalam medium sehingga pembiakan sel bakteri juga dapat

terhambat. Oleh karena itu, proses dalam praktikum digunakan kain saring sebagai

bahan penutup agar terjadi proses aerasi dari lingkungan ke dalam media. Hal lain yang

juga berpengaruh adalah keaseptisan dalam penginokulasian karena dapat

memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme lain sehingga menghambat

Page 10: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

10

proses fermentasi. Terlalu banyak goncangan dari wadah yang berisi media dapat

menjadi faktor yang menentukan keberhasilan nata. Jika terlalu banyak goncangan

menyebabkan serat-serat selulosa yang seharusnya mulai terbentuk menjadi rusak dan

menyebabkan sel bakteri Acetobacter xylinum mati sehingga proses fermentasi tidak

dapat berlangsung.

Pato & Dwiloted (1994) mengatakan bahwa secara umum nata yang tidak terbentuk ini

karena bermacam-macam faktor seperti pada waktu melakukan inokulasi bakteri, umur

kelapa, gula, temperatur, tingkat keasaman, sumber nitrogen, pH awal medium, lama

dan suhu fermentasi serta aktivitas dari bakteri nata sendiri. Sterilisasi dilakukan dalam

pembuatan nata yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak

diinginkan sedangkan penyaringan bertujuan untuk mendapatkan media yang bersih

bebas dari kontaminan.

Dari jurnal “Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis”

dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi sari jeruk nipis yang

dapat menghasilkan nata de seaweed yang bermutu baik. Dalam percobaannya,

digunakan lima perlakuan yaitu konsentrasi sari jeruk nipis sebesar 0%, 1%, 2%, 4%,

dan 5%. Parameter yang digunakan adalah sifat kimia seperti pH dan kadar serat kasar;

sifat fisik seperti ketebalan, bobot, rendemen, dan kekenyalan serta uji hedonik.

Gracilaria spp. merupakan alga merah yang mengandung karbohidrat dalam jumlah

banyak sehingga mampu menghasilkan agar-agar tiga kali lebih banyak dibandingkan

dengan jenis alga yang lain.

Dimana jurnal ini mengatakan bahwa nata merupakan selulosa yang berbentuk padat

dan berwarna putih transparan, bertekstur kenyal dengan kandungan air sekitar 98%,

umumnya dikonsumsi sebagai makanan ringan. Biomassa nata berasal dari

pertumbuhan Acerobacter xylinum selama proses fermentasi cairan yang mengandung

gula dan asam. Gula dalam medium akan dipecah oleh A. xylinum sehingga polisakarida

yaitu selulosa akan membentuk benang-benang serat yang terus menebal membentuk

jaringan kuat yang disebut pelikel nata. Untuk menciptakan pH medium yang sesuai

dengan kebutuhan A. xylinum dapat ditentukan dengan penambahan zat asidulan ke

Page 11: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

11

dalam mediumnya. Jenis asidulan yang ditambahkan adalah asam sitrat. Asam sitrat

alami ini diperoleh dari buah dan sayur yang berasa asam. Salah satunya adalah jeruk

nipis.

Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa pH rendah merupakan syarat

tumbuh bagi A. xylinum. A. xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 sampai 7,5 dan optimum

pada pH 4-5. Peningkatan sari jeruk nipis akan menurunkan pH medium sehingga

aktivitas A. xylinum meningkat. Jika pH makin rendah maka akan meningkatkan

kemampuan A. xylinum dalam membentuk serat. Bila pH medium lebih rendah dari

kisaran akan menyebabkan A. xylinum menggunakan energi secara berlebih untuk

mengatasi stres yang diakibatkan perbedaan pH yang terlalu besar sehingga lama

kelamaan A. xylinum terhenti karena energi yang tersedia telah habis. Semakin tinggi

nilai bobot maka rendemen yang dihasilkan semakin tinggi. Kekenyalan nata ditentukan

dari ketebalan nata yang dihasilkan. Semakin tinggi ketebalan serat kasar yang

dihasilkan maka semakin banyak air yang mengisi rongga-rongga antar selulosa

sehingga nilai kekenyalannya semakin turun. Kenampakan nata de seaweed yang

dihasilkan putih. Sari jeruk nipis hanya berperan dalam penurunan pH untuk

mengendalikan fermentasi. Rasa asam pada nata merupakan hasil perombakan gula

dalam medium fermentasi menjadi asam laktat oleh A. xylinum. Proses pencucian dan

pemasakan bertujuan untuk menghilangkan asam yang terdapat pada nata sehingga rasa

nata menjadi tawar. Aroma yang dihasilkan bersifat netral karena proses pencucian dan

perebusan (Anastasia et al., 2008).

Berdasarkan jurnal “Pengaruh penambahan air limbah tapioka pada proses pembuatan

nata” mengatakan bahwa ubi kayu merupakan salah satu tanaman umbi-umbian yang

digunakan sebagai makanan pokok selain beras. Bahan yang digunakan untuk penelitian

ini adalah limbah cair sisa pati, inokulum Acetobacter xylinum, asam asetat, glukosa,

dan ammonium sulfat dengan metode menyaring limbah cair, kemudian ditambah gula

pasir dan ammonium sulfat, dipanaskan dan didinginkan kemudian inokulasi.

Berdasarkan hasil yang didapatkan maka dengan kadar gula yang semakin tinggi maka

akan menghasilkan nata yang semakin tebal pula pada berbagai pH. Dimana ketebalan

nata de cassava pada pH 3 natta yang tertebal adalah pada gula 10%, sedangkan dari

Page 12: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

12

ketebalan natta dari air juga didapatkan bahwa yang kadar gula tertinggi yang paling

tebal. Hal ini disebabkan karena nata pada dasarnya dapat dihasilkan dari cairan

fermentasi yang mengandung gula sebagai sumber karbon dimana gula ini disintesis

oleh Acetobacter xylinum. Dengan penambahan gula kurang dari 10% maka sumber

karbon yang tersedia kurang atau tidak cukup sehingga menyebabkan terganggunya

metabolisme bakteri sehingga pertumbuhannya terhambat.

Jurnal yang diperoleh dari “Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari

Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent)” dilakukan penelitian

yaitu memilih bakteri asam laktat dari air kelapa, mengetahui aktivitasnya dan

mengetahui konsentrasi asam laktat yang diproduksi. Kelebihan air kelapa adalah

harganya sangat murah, mempunyai kadar kontaminasi yang lebih kecil sebab termasuk

produk alami dan bukan merupakan sisa suatu proses produksi, produk samping

minimum serta terjamin kontinuitas ketersediaanya. Bakteri Streptococcus sp. lebih

banyak dalam mengkonsumsi glukosa sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya

sehingga gula reduksi akan semakin berkurang sedangkan pembentukan asam laktat

dalam medium fermentasi air kelapa tersebut akan semakin bertambah. Semakin tinggi

produk asam laktat yang dapat dibentuk oleh bakteri Streptococcus sp. akan

menyebabkan terjadinya peningkatan gugus H+ sehingga mengakibatkan tingkat

keasaman dalam medium fermentasi semakin tinggi (Widayati et al., 2002).

Pada jurnal “sintesis dan uji kemampuan membran selulosa asetat dari nata de coco

sebagai membran ultrafiltrasi untuk menyisihkan zat warna pada air limbah artifisial”

mengaji membran selulosa asetat dari nata de coco dengan variasi konsentrasi

perendam NaOH 2%, yang menunjukkan air limbah artifisial ini mengandung zat warna

cibacron red dengan konsentrasi 50 ppm, 75 ppm, dan 100 ppm dengan tekanan operasi

yang diberikan pada membran yaitu 2 bar, 4 bar, dan 6 bar. Berdasarkan hasil

didapatkan bahwa kedua selulosa asetat didominasi oleh triasetat dan pelarut yang tepat

untuk dibuat membran selulosa asetat adalah diklorometan. Dimana kedua jenis

membran ini dikategorikan antar membran ultrafiltrasi dengan membran nanofiltrasi,

dan dengan perendaman NaOH dapat mempengaruhi struktur pori-pori membran,

semakin tinggi konsentrasi perendam NaOH maka semakin rapat pori-pori membran.

Page 13: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

13

Dan berdasarkan jurnal “dinamika populasi Acetobacter selama proses fermentasi Nata

de coco” yang menjelaskan tentang dinamika dan aktivitas komunitas bakteri selama

produksi keju dan fermentasi sour cassava dimana ditemukannya perubahan dinamika

populasi mikroorganisme selama proses fermentasi (Ampe et al. 2001 ; Randazzo et al.

2002). Sehingga dapat diketahui dinamika keragaman populasi baktri untuk mengetahui

peran masing-masing mikroorganisme dalam proses fermentasi untuk dapat dirancang

suatu starter yang baik karena akan mempengaruhi kualitas hasil fermentasinya.

Penelitian ini menggunakan teknik amplified ribosomal DNA restriction analysis

(ARDRA). Berdasarkan hasil diperoleh bahwa secara keseluruhan dapat terlihat bahwa

suatu proses fermentasi pada awalnya dimulai dengan galur yang murni yang pada

akhirnya merupakan kultur campuran, dan keberadaan galur tertentu dalam jumlah yang

kecil inilah yang menentukan keberhasilan suatu fementasi. Meskipun demikian ada

pula bakteri yang keberadaannya tidak terlalu berpengaruh dalam menghasilkan nata,

dan bakteri-bakteri kelompok ini yang dapat ditemukan pada nata yang baik atau jelek.

Sehingga untuk dapat mempertahankan stabilitas fermentasi perlu adanya pengontrolan

pertumbuhan kultur yang memberikan hasil negatif.

Page 14: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

14

3. KESIMPULAN

Nata de coco adalah makanan hasil fermentasi dari air kelapa dengan bantuan

Acetobacter xylinum.

Pembentukan nata terjadi melalui perubahan gula menjadi selulosa yang kemudian

diakumulasikan bersama dengan enzim ekstraseluler dalam bentuk polikel yang liat.

Terbentuknya lapisan di permukaan cairan karena gelembung-gelembung gas CO2

yang dihasilkan mempunyai kecenderungan melekat pada selulosa sehingga jaringan

terangkat.

Substrat yang digunakan dalam pembuatan nata harus mengandung unsur C dan N

yang dapat berasal dari penambahan gula dan amonium sulfat.

Sumber karbon yaitu gula pasir berperan sebagai substrat utama proses fermentasi.

Sumber nitrogen yaitu amonium sulfat bertujuan untuk mendukung aktivitas bakteri

nata.

Asam asetat glasial 95% juga ditambahkan ke dalam media untuk membuat pH

media menjadi optimal.

Starter nata digunakan agar proses fermetasi bisa dilakukan sehingga nata dapat

terbentuk.

Penggunaan starter akan dibandingkan dengan penggunaan biakan Acetobacter

xylinum dengan jumlah inokulum untuk membuat nata berkisar 1–10%.

Penutupan dengan kain saring bertujuan untuk mencegah terjadinya kontak

langsung antara medium dengan oksigen.

Sterilisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan

sedangkan penyaringan bertujuan untuk mendapatkan media yang bersih bebas dari

kontaminan.

Timbulnya gelembung gas, endapan dan warna yang semakin keruh menunjukkan

adanya pertumbuhan bakteri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi nata de coco adalah subsrat, tingkat

keasaman, temperatur, gula, sumber nitrogen, oksigen, pH awal medium, lama dan

suhu fermentasi serta aktivitas dari bakteri nata.

pH ideal air kelapa yang digunakan untuk membuat nata adalah 4-5 dan suhu sekitar

28–320C serta lama fermentasi sekitar 10-14 hari.

Page 15: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

15

Aroma nata de coco yang dihasilkan tidak asam, serta memiliki warna yang putih

bening.

Nata de coco yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa yang manis

hingga sangat manis pada semua kelompok.

Diperoleh ketebalan dan presentase lapisan yang semakin berkurang pada

pengamatan H7 ke H14 pada setiap kelompok.

Semarang, 30 Mei 2014 Asisten dosen,

Yosie Nathania Sela

11.70.0075

Page 16: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

16

4. DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, Nadia dan Afrianto, Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland Publishing Company. New York.

Awang, S. A. (1991). Kelapa: Kajian Sosial–Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. & Dwiloted, B. (1994). Proses & Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (A): 70 – 77.

Potter, N. Norman & Hotchkiss, N. Joseph. (1996). Food Science fifth edition. CBS Publisher & Distributor. New Delhi.

Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.

Page 17: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

17

5. LAMPIRAN

5.1. PERHITUNGAN

Persentase Lapisan Nata =

Tinggi Ketebalan NataTinggi Media Awal

x 100%

Kelompok A1

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,91

x 100% = 90 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0 .91

x 100%

= 90 %

Kelompok A2

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

11

x 100% = 100 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,51

x 100%

= 50 %

Kelompok A3

H0 Persentase Lapisan Nata =

01,2

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,71,2

x 100% = 58,33 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,51,2

x 100%

= 41,67 %

Kelompok A4

Page 18: Fermentasi Nata de coco_Kloter A_Yosie Nathania_11.70.0075_Universitas Soegijapranata

18

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

0,81

x 100% = 80 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,51

x 100%

= 50 %

Kelompok A5

H0 Persentase Lapisan Nata =

01

x 100% = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata =

11

x 100% = 100 %

H14 Persentase Lapisan Nata =

0,81

x 100%

= 80 %

5.2. LAPORAN SEMENTARA

5.3. JURNAL