fermentasi nata de coco_graytta intannia_12.70.0086_e1

Upload: james-gomez

Post on 16-Mar-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata de coco adalah produk fermentasi dari air kelapa yang terdiri dari komponen selulosa dengan menggunakan peran mikroba Acetobacter xylinum

TRANSCRIPT

16

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :Nama : Graytta IntanniaNim : 12.70.0086Kelompok : E1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Acara I

1.

2. hasil pengamatan

2.1. Lapisan Nata De CocoHasil pengamatan pada ketebalan lapisan dan presentase lapisan nata de coco dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata De CocoKel.Tinggi media awal (cm)Ketebalan (cm)Persentase lapisan (%)

H0H7H14H0H7H14

E12,800,40,4014,2914,29

E22,600,60,4019,2315,38

E31,300,50,8038,4661,54

E4300,40,6013,3320

E52,500,30,301212

Pada table 1. dapat dilihat bahwa nata de coco yang difermentasi selama 2 minggu mengalami peningkatan ketebalan pada minggu pertama. Namun pada minggu kedua terjadi penurunan ketebalan pada kelompok E2 sebesar 0,2 cm, sedangkan pada kelompok E1 dan E5 tidak mengalami perubahan ketebalan pada H7 dan H14. Hasil terbaik didapatkan oleh kelompok E3 dan E4 yang mengalami peningkatan ketebalan pada H14. Presentasi lapisan berbanding lurus pada ketebalan dari nata de coco. Peningkatan ketebalan nata de coco meningkatkan presentasi lapisan begitu pula sebaiknya. Presentase lapisan tertinggi pada H7 adalah 38,46%, sedangkan presentase lapisan tertingga pada H14 adalag 61,54%.

2.2. 1

2.3. Karakteristik Sensori Nata de CocoHasil pengamatan karakteristik sensori Nata de Coco meliputi aroma, warna, dan tekstur dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Karakteristik Sensori Nata de Coco Kelompok Aroma Warna Tekstur

E1++-

E2++-

E3++++++++

E4++-

E5++-

Keterangan : Aroma WarnaTekstur +: sangat asam+: kuning+: tidak kenyal++: asam++: putih bening++: agak kenyal+++: agak asam+++: putih agak bening+++: agak kenyal++++: tidak asam++++: putih++++: sangat kenyal

Pada tabel 2 dapat dilihat karakteristik nata de coco secara sensori yang meliputi aroma, warna, pada tektur. Berdasarkan tabel tersebut karakteristik terbaik didapatkan pada nata de coco kelompok E3 karena memiliki tekstur agak kenyal sedangkan nata de coco lain tidak memiliki tekstur. Untuk aroma, semua kelompok mengahasilkan aroma yang sangat asam, kecuali kelompok E3 yang menghasilkan aroma tidak asam. Sedangkan pada parameter warna, semua nata de coco memiliki warna kuning.

2

PEMBAHASAN

Nata de coco adalah produk fermentasi dari air kelapa yang terdiri dari komponen selulosa dengan menggunakan peran mikroba Acetobacter xylinum (Santosa et al,. 2012). Nata de coco berbentuk padat, kokoh, kuat, berwarna putih transparan, bertekstur kenyal dengan rasa menyerupai kolang-kaling. Pada umumnya nata de coco dikonsumsi dengan dicampurkan pada coctail buah, sirup, es krim, serta berbagai makanan ringan (Astawan & Astawan, 1991). Menurut Anastasia et al. (2008), nata de coco terbentuk oleh selulosa yang memadat dan berwarna putih transpran sehingga terbentuk tekstur yang kenyal dengan kandungan air sekitar 98%, sangat tepat dikonsumsi sebagai makanan ringan. Dengan didominasi kandungan air, nata de coco memiliki nilai nutrisi yang rendah dan cukup susah dalam hal penyimpanan, dan mudah terjadi kerusakan mikrobiologi (Pambayun, 2002). Namun keunggulan dari nata de coco adalah mengandung serat kasar yang berperan dalam proses fisiologi tubuh (Astawan & Astawan, 1991). Menurut Mesomya et al. (2006), nata de coco memiliki kandungan selulosa yang tinggi, rendah lemak dan kalori, serta tidak mengandung kolesterol. Oleh karena itu nate de coco sangat berpotensi menjadi sumber selulosa murni bahkan digunakan pada skala industri (Halib et al., 2012).

Acetobacter xylinum merupakan bakteri asam asetat yang memiliki kemampuan baik dalam mengoksidasi alkohol dan gula yang berbeda menjadi asam asetat. Bakteri asam asetat ini bersifat aerob dan merupakan bakteri gram negatif. Nata de coco beraktivitas dengan membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula (Palungkur, 1996). Acetobacter xylinum berperan dalam proses fermentasi air kelapa untuk menghasilkan nata de coco. Acetobacter xylinum akan bekerja dengan cara memetabolisme glukosa dalam air kelapa. Glukosa di dalam air kepala berperan dalam sebagai sumber karbon yang akan diubah menjadi extracellular selulosa oleh Acetobacter xylinum yang berguna sebagai metabolit.

Penggunaan air kelapa pada praktikum ini merupakan salah satu bahan baku yang tepat dalam pembuatan nata de coco karena memiliki kandungan gula, protein, dan mineral. Kandungan tersebut merupakan kandungan wajib yang harus ada pada bahan baku. 3

Perbedaan karakteristik bahan baku akan menghasilkan nata dengan karakteristik yang berbeda pula. Produk nata lain seperti menghasilkan nata de soya dengan menggunakan bahan baku sari kedelai, nata de mango sari menggunakan bahan baku buah mangga, dan nata de pina dari sari buah nanas. Kamarudin et al. (2013) menjelaskan bahwa pembuatan media untuk nata de coco menggunakan bakteri Acetobacter xylinum dapat dilakukan dengan media selain air kelapa murni seperti CWHSM (Coconut water in Hestrin-Schramm medium), CM (Complex medium), dan HSM (Hestrin-Schramm medium)

2.4. Pembuatan Media PertumbuhanProses pembuatan nata de coco diawali dengan mempersiapkan bahan baku yaitu air kelapa. Air kelapa digunakan karena mengandung gula yang menjadi kandungan utama sebagai substrat yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Kandungan gula di dalam air kelapa sebanyak 7-10%. Selain itu, air kelapa kaya akan nutrisi lain seperti asam amino, vitamin, mineral dan gula protein untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Keuntungan lain dari penggunaan air kelapa adalah tersedia banyak di alam sehingga mudah didapatkan dan harganya murah. Air kelapa yang telah siap disaring menggunakan kain saring. Menurut Tortora et al. (1995) penyaringan perlu dilakukan karena bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang tampak secara visual mata. Kemudian air kelapa sebanyak 1500 ml yang sudah bersih dipanaskan hingga mendidih diatas kompor dengan tujuan untuk mengeliminasi mikroorganisme kontaminan. Adanya mikroorganisme kontaminan yang tumbuh pada bahan baku dapat mempengaruhi hasil akhir nata de coco dengan mengganggu jalannya proses fermentasi.

Gambar 1. Penyaringan air kelapa dan pemanasan di atas komporSaat proses pemanasan, dilakukan penambahan gula sebanyak 10% dan amonium sulfat sebanyak 0,5% dari total volume air kelapa. Gula yang ditambahkan ini bertujuan untuk meningkatkan sumber karbon atau sumber energi yang akan digunakan oleh bakteri Acetobacter xylinum selama proses fermentasi. Penambahan gula sebanyak 10% dari total volume air kelapa merupakan kadar yang tepat untuk memacu proses fermentasi paling optimum dan menghasilkan nata de coco yang tebal. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Almeida et al., (2012) yang menyatakan bahwa Acetobacter xylinum akan tumbuh dengan baik pada substrat yang diperkaya dengan berbagai macam nutrisi seperti protein, vitamin, garam-garaman dan juga karbohidrat termasuk gula. Selain itu gula juga berkontribusi dalam memberikan rasa manis produk akhir dan berperan sebagai pengawet. Jenis gula yang ditambahkan adalah gula pasir. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Hayati (2003) yang menyatakan bahwa gula pasir atau sukrosa gula terbaik yang cocok digunakan untuk fementasi nata de coco.

Gambar 2. Penimbangan gula sebanyak 10% dan ammonium sulfat sebanyak 5% dari total volume air kelapa

Penambahan amonium sulfat sebesar 5% bereran sebagai sumber nitrogen anorganik untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Amonium sulfat merupakan sumber energy yang mudah didapat dengan harga terjangkau dibandingkan dengan sumber nitrogen lain seperti protein atau ekstrak khamir. Menurut (Pambayun, 2002), selama proses fermentasi, amonium sulfat dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang dapat menghambat aktivitas dari Acetobacter xylinum. Setelah penambahan, dilakukan pengadukan untuk melarutkan dan menghomogenkan bahan bahan tersebut dengan air kelapa dengan tetap dipanaskan di atas kompor.

Gambar 3. Penambahan gula dan ammonium sulfat Gambar 4. Proses pengadukan

Setelah air kelapa mendidih dan dapat dipastikan gula dan ammonium sulfat telah tercampur, maka air kelapa didinginkan pada suhu ruang. Selanjutnya dilakukan penambahan asam cuka glasial agar pH dari air kelapa mencapai pH 4-5. Menurut Pambayun (2002), Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kondisi keasaman media pada pada pH berkisar 4,3, bukan pada kondisi basa. Penambahan asam cuka tersebut perlu dikontrol dengan pengukuran pH menggunakan pH meter. Asam cuka glasial yang ditambahkan bertujuan untuk menurunkan pH air kelapa sehingga menjadi kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Pengontrolan yang tidak tepat dapat membuat penambahan asam cuka terlalu banyak. Lingkungan yang terlalu asam akan menghambat aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dalam proses fermentasi karena energi yang dimiliki oleh mikroorganisme tersebut hanya dapat digunakan pada pH optimum pertumbuhan.

Gambar 5. Penambahan asam cuka dan pengukuran pH

Setelah air kelapa mencapai pH 4-5, maka kembali didihkan dengan tujuan untuk mengeliminasi dan membunuh mikroorganisme kontaminan. Selain itu pemanasan dengan pengadukan ini akan menghomogenkan asam cuka yang ditambahkan agar terlarut dengan sempurna pada air kelapa. Setelah proses pemanasan,media pertumbuhan tersebut disaring kembali dengan menggunakan kain saring dengan tujuan untuk membuang sisa kotoran yang masih tertinggal pada air kelapa. Dilakukaknya pemanasan sebanyak dua kali tersebut dapat dijelaskan oleh Pato & Dwiloted (1994) yang menyatakan bahwa pemasakan yang dlilakukan setelah mengsterilkan media pertumbuhan pada pembuatan nata de coco sehingga dapat dipastikan bahwa media benar-benar steril.

2.5. Proses FermentasiAir kelapa yang sudah siap digunakan sebagai media pertumbuhan fermentasi dibagi pada lima wadah plastik yang sudah disterilkan dengan menggunakan alkohol. Menurut Fardiaz (1992), alkohol akan memberikan kondisi aseptis dalam suatu wadah dengan membunuh mikroorganisme yang berasal dari udara luar. Suhu media pertumbuhan harus dipastikan sudah menurun sehingga dilakukan penambahan kultur. Kultur Acetobacter xylinum yang ditambahkan adalah sebanyak 10% dari media pertubuhan (air kelapa) yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rahayu et al. (1993) yang menyatakan bahwa jumlah penambahan inokulum yang tepat dalam pembuatan nata adalah 1-10% dari total media. Penambahan kultur tersebut dilakukan secara aseptis di dalam laminar air flow (LAF) dengan berada dekat pada api bunsen yang menyala dan mneggunakan alat alat yang sudah disterilisasi. Hadioetomo (1993) menambahkan bahwa pada saat melakukan inokulasi pada media, tangan praktikan, meja dan hal yang berkaitan dengan inokulasi tersebut harus dijaga kesterilannya dengan menyemprotnya alkohol. Perlakuan aseptis ini dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kontaminasi dari lingkungan luar.

Gambar 6. Penungan media pada wadah

Gambar 7. Penambahan kultur Acetobacter xylinum

Setelah media pertumbuhan dan kultur Acetobacter xylinum masuk ke dalam wadah, maka wadah tersebut harus ditutup dengan menggunakan kertas coklat. Nata de coco diinkubasi selama dua minggu pada suhu ruang sesuai dengan teori dari Santosa et al. (2012). Menurut Pambayun (2002), suhu ruang merupakan suhu yaitu 28C-30C merupakan suhu yang tepat untuk penumbuhan Acetobacter xylinum. Pengaplikasian suhu merupakan hal yang penting yang mempengaruhi keberhasilan proses fermnentasi karena menurut Hadioetomo (1993), fermentasi pada suhu diatas 40C akan berdampak pada pertumbuhan Acetobacter xylinum yang terhambat bahkan mati. Proses inkubasi merupakan kesempatan bakteri Acetobacter xylinum beradaptasi, beraktivitas, dan menumbuhkan nata dengan cara mengkonversi kandungan gula pada substrat. Selama proses fermentasi, Acetobacter xylinum akan mengubah asam amino menjadi CO2 dan H2O dan serta membebaskan amonia . Setelah diinkubasi selama 14 hari, maka nata de coco yang hasilkan dilakukan pengamatan secara sensori dan pengukuran lapisan nata dengan menggunakan rumus sebagai berikut% Lapisan nata = x 100%

Gambar 8. Kondisi inkubasi selama 14 hari2.6. Lapisan Nata de CocoBerdasarkan dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan, lapisan nata de coco mengalami peningkatan ketebalan pada kelompok E3 dan E4. Peningkatan ketebalan pada hari ke 14 fermetasi tersebut sebesar 0,2 0,3 cm dari ketebalan pada fermentasi hari ke 7. Namun pada kelompok E1, E2, dan E5 tidak didapatkan peningkatan ketebalan, bahkan terjadi penurunan ketebalan. Ketebalan dan peningkatan yang berbeda beda yang didapat oleh setiap kelompok dapat terjadi karena perbedaan ukuran wadah fermentasi yang digunakan. Kelompok E3 yang menggunakan wadah yang memiliki rasio ukuran ketinggian yang lebih besar dibandingkan denga ukuran panjang dan lebarnya mendapatkan ketebalan maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok lain. Lapisan dari nata de coco tersebut dapat terbentuk dan mengalami peningkatan Karena terdapat gelembung dari gas CO2 yang terbentuk selama fermentasi yang melekat pada jaringan selulosa yang kemudian menyebabkan jaringan tersebut terangkat ke permukaan cairan (Palungkun, 1996). Anastasia et al. (2008) menjelaskan bahwa selama proses fermentasi, Acetobacter xylinum akan akan bekerja dengan memecah gula yang terkandung di dalam substrat. Pemecahan tersebut membentuk benang benang serat yang terus menebal selama proses fermentasi berlangsung dan menjadi jaringan kuat yang disebut dengan pelikel nata.

Lapisan nata de coco yang tidak mengalami peningkatan atau bahkan mengalami penurunan dapat disebabkan adanya gangguan selama proses fermentasi berlangsung seperti goncangan yang menyebabkan menurunnya permukaan cairan sehingga ketebalan lapisan menurun atau tidak meningkat. Selain itu Tranggono & Sulardi (1990) menjelaskan bahwa keberhasilan pembentukan dan peningkat dipengaruhi oleh kondisi yang aseptis saat melakukan penambahan kultur. Kondisi yag tidak aseptis akan memberikan mikroorganisme kontaminan tumbuh dan merusak nata de coco.

Gambar 9. Lapisan nata de coco pada N142.7. Karakteristik Sensori Nata de CocoPengujian sensori dilakukan untuk menilai beberapa parameter meliputi warna, aroma dan tekstur. Secara sensori, nata de coco yang dibuat pada praktikum ini tidak berhasil. Pada parameter aroma didapatkan aroma yang agak asam pada kelompok E3, sedangkan pada kelompok lain didapatkan hasil yang sama yaitu sangat asam. Rasa asam yang terbentuk pada nata de coco tersebut merupakan asam asetat yang merupakan oksidasi etanol oleh Acetobacter (Fardiaz, 1992). Selain itu selama fermentasi terjadi proses oksidasi asam amino menjadi CO2 dan H2O diikuti dengan pembebasan ammonia. Hasil yang didapatkan pada praktikum ini sesuai dengan teor Anastasia et al. (2008) yang bahwa semakin tipis lapisan nata yang terbentuk maka akan semakin asam aroma yang tercium.

Pada parameter warna, dihasilkan warna kuning pada nata de coco seluruh kelompok. Warna kuning yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan pernyataan dari Anastasia et al. (2008) yang menyatakan bahwa selulosa padat yang terbentuk pada nata berwarna putih transparan. Menurut Suhardiyono (1988), warna nata de coco dipengaruhi oleh air kelapa yang digunakan sebagai bahan pembuatan media. Ketidaksesuaian hasil yang didapatkan tersebut dapat disebabkan karena nata de coco yang dibuat tidak berhasil dan adanya ketidaktepatan ukuran ammonium sulfat yang diberikan. Hal tersebut dijelaskan oleh Edria et al. (2009) yang menyatakan bahwa kadar ammonium sulfat yang ditambahkan mempengaruhi warna nata, semakin tinggi ammonium sulfat yang ditambahkan maka semakin kuning warna dari nata karena ion hidrolisa dari ammonium sulfat akan bereaksi dengan komponen yang terkandung dalam air kelapa yang mampu memberikan warna lebih gelap atau semakin kuning pekat. Selain itu, warna kuning yang terbentuk juga dipengaruhi oleh penambahan gula yang mendukung reaksi browning. Menurut Davideck et al. (1990), reksi browning pada pemanasan air kelapa dapat membentuk warna kuning.

Pada parameter tekstur, hampir semua nata de coco tidak memiliki tekstur kecuali pada kelompok E3 yang menghasilkan tekstur yang kenyal. Terbentuknya tekstur yangkenyal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Anastasia et al. (2008) bahwa nata yang berasal dari air kelapa akan menghasilkan tekstur yang kenyal. Hal tersebut dapat terbentuk karena konsentrasi starter yang ditambahkan tepat. Selain itu, tekstur juga dipengaruhi oleh tinggi dari nata. Menurut Anastasia et al. (2008), semakin tinggi nata de coco yang dihasilkan, maka kekenyalannya akan semakin rendah. Hal tersebut dapat terjadi pada ketinggian nata yang besar, akan semakin banyak air yang mengisi rongga-rongga antar selulosa sehingga menurunkan tingkat kekenyalan. Suhardiyono (1988) menambahkan bahwa kandungan gula akan mempengaruhi kekenyalan nata. Semakin tinggi kadar gula pada nata, maka kekenyalan juga akan semakin tinggi.

Gambar 10. Nata de coco yang dihasilkan

Ketidakberhasilan dalam pembuatan nata de coco ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang mempengeruhi sebagai berikut:1. Ketersediaan sumber karbon, sumber nitrogen, pH dan keberadaan mikroorganisme kontaminan (Pato & Dwiloted, 1994). 2. pH substrat yang seharusnya diseuaikan dengan pH optimal pertumbuhan Acetobacter xylinum, yaitu pH 4,2 4,3 (Jagannath et al., 2008)3. Keberadaan mikroorganisme kontaminan karena perlakuan yang kurang aseptis. Berdasarkan faktor tersebut, ketidakberhasilan disebabkan oleh kondisi laboratorium pembuatan nata de coco sangat ramai oleh praktikan yang tidak menerapkan perlakuan aseptis.4. Goncangan yang terjadi saat proses fermentasu berlangsung. Guncangan tersebut bias saja terjadi saat praktikan melakukan pengamatan pengukuran ketebalan. Pambayun (2012) menjelaskan bahwa starter yang digunakan sebaiknya diadaptasikan terlebih dahulu pada media baru selama 24 jam sebelum digunakan untuk pembuatan nata de coco.

11

KESIMPULAN

Nata de coco adalah produk fermentasi dari air kelapa yang terdiri dari komponen selulosa dengan menggunakan peran mikroba Acetobacter xylinum Nata tersusun atas jaringan selulosa yaitu mikrofibril atau epelikel Fermentasi oleh Acetobacter xylinum dilakukan pada suhu ruang yaitu 28-32oC dengan pH 4 5. Guncangan selama fermentasi mempengaruhi ketebalan lapisan nata de coco Aroma asam yang terbentuk pada nata de coco berasal dari etanol yang dioksidasi menjadi asam asetat Nata de coco memiliki warna putih kekuningan dengan tekstur yang kenyal. Warna kuning nata de coco berasal dari hidrolisa ion dari ammonium sulfat. Tekstur nata de coco dipengaruhi oleh starter yang ditambahkan, kandungan air, dan kandungan gula. Keberhasilan pembuatan nata de coco dipengaruhi nutrisi substrat, suhu dan pH kondisi fermentasi, dan perlakuan aseptis.

Semarang, 9 Juli 2015Praktikan,Asisten dosen : Nies Mayangsari Wulan AprilianaGraytta Intannia12.70.0086

daftar pustaka

Almeida, M. D; Prestes, A. R; Fonseca; Woiciechowski; & Wosiacki. (2012). Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1) : 197-206

Anastasia; Nadia; dan Afrianto Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.

Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Budiyanto, M.A.K., (2002), Dasar-dasar Ilmu Gizi, Malang: UMM Press.

Edria.D., Wibowo M. dan Elvita, K. (2009). Pengaruh penambahan kadar gula dan kadar nitrogen Terhadap ketebalan, tekstur dan warna nata de coco. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/19932. Diakses pada tanggal 8 Juli 2015 pukul 14:42 WIB.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Halib, N; M. Cairul & I. Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Malaysiana Journal. Malaysia.

Hamad, A., dan Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil Fermentasi Nata De Coco.Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal.62-65.

Jagannath, A.; Kalaiselvan, A.; Manjunatha, S. S.; Raju, P. S.; Bawa, A. S. (2008). The Effect of pH, Sucrose, and Ammonium Sulphate Concentrations on the Production of Bacterial Cellulose (Nata-de-Coco) by Acetobacter xylinum. World Journal Microbial Biotechnology, Vol. 24:pp.2593-2599.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Purwanto, A. (2012). Produksi Nata Menggunakan Limbah Beberapa Jenis Kulit Pisang. Widya Marta No.02 Tahun XXXVI.

Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi.UGM.Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

13

Rossi, E., Usman P., dan S.R. Damanik. (2008). Optimalisasi Pemberian Amonium Sulfat terhadap Produksi Nata De Banana Skin. Sagu, September 2008 Vol.7 No 2. : 30-36.

Suhardiyono, L. (1988). Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sulistyo, D.R. Arief, A. Nur. (2007). Pembuatan Nata dari Limbah Cair dengan Menggunakan Molases Sebagai Sumber Karbon Acetobacter xylinum. Ekuilibrium vol. 6 no 1.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology.The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocosnucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.

14

lampiran

2.8. PerhitunganRumus:% Lapisan nata = x 100%

Kelompok E11. Hari ke-7% Lapisan nata = x 100% = 14,29%

2. Hari ke-14% Lapisan nata = x 100% = 14,29%

Kelompok E21. Hari ke-7% Lapisan nata = x 100% = 19,23%

2. Hari ke-14% Lapisan nata = x 100% = 15,38%

Kelompok E31. Hari ke-7% Lapisan nata = x 100% = 38,46%

2. Hari ke-14% Lapisan nata = x 100% = 61,54%

Kelompok E41. Hari ke-7% Lapisan nata = x 100% = 13,33%

2. Hari ke-14% Lapisan nata = x 100% = 20%

15

Kelompok E51. Hari ke-7% Lapisan nata = x 100% = 12%

2. Hari ke-14% Lapisan nata = x 100% = 12%

2.9. Laporan Sementara2.10. Jurnal