fermentasi substrat cair fermentasi nata de coco_johana lanna christabella_12.70.0093_a3

14
1 FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Johana Lanna Christaella !"#$%#%%&' Kelo()o*: A' PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI+ERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG "%!,

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nata merupakan hasil dari produk fermentasi yang berupa selulosa padat. Pada laporan ini, produk yang dibuat adalah nata de coco, sehingga bahan baku yang digunakan adalah air kelapa dengan bakteri yang digunakan adalah Acetobacter xylinum. Atribut yang diuji antara lain tinggi ketebalan nata pada hari ke 7 dan hari ke 14 serta peningkatan % nata pada hari ke 7 dan ke 14, serta faktor yang mempengaruhi peningkatan ketebalan nata.

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Johana Lanna Christabella12.70.0093Kelompok: A3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara II

20152

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de Coco Kloter ADibawah ini terdapat tabel 1. yang merupakan hasil pengamatan lapisan nata de coco kloter A pada praktikum fermentasi susbstrat cair nata de coco.

Tabel 1. Pengukuran Lapisan Nata de coco pada hari ke-0, ke-7, dan ke-14KelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

H0H7H14H0H7H14

A11,400,30,3021,4321,43

A21,200,40,4033,3333,33

A31,400,50,5035,7135,71

A4200,20,6010,0030,00

A51,200,20,3016,6025,00

Berdasarkan tabel pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa tinggi ketebalan nata pada seluruh kelompok di hari ke 0 masih belum terbentuk. Pada hari ke 7 seluruh kelompok mengalami pembentukan nata dengan ketebalan berbeda-beda. Nata paling tebal adalah milik kelompok A3 yaitu 0,5 cm. Sedangkan nata paling tipis adalah milik kelompok A4 dan A5 yaitu 0,2 cm. Pada kelompok A1, A2, dan A3 tidak mengalami peningkatan ketebalan setelah hari ke 7, namun kelompok A4 dan A5 mengalami peningkatan hingga hari ke 14.

1

2. PEMBAHASAN

Nata merupakan hasil dari produk fermentasi yang berupa selulosa padat. Tekstur dari nata ini adalah kenyal, mempunyai warna yang putih dan sedikit transparan, dan memiliki kandungan air sekitar 98% (Rahman, 1992). Berdasarkan Palungkun (1996), nata merupakan bahasa Spanyol yang artinya adalah krim. Krim ini dibentuk olehAcetobacter xylinum melalui proses fermentasi.

Dalam praktikum kali ini, bahan baku yang digunakan adalah air kelapa tua yang digunakan untuk membuat nata de coco. Prades et al (2011) menyatakan bahwa, air kelapa adalah minuman yang berasa manis dan menyegarkan yang diambil langsung dari kelapa. Kandungan dari air kelapa adalah mineral yaitu pottasium, zat besi, klorida, dan sulfur. Selain mineral, juga terdapat gula yaitu sorbitol, glukosa, sukrosa, fruktosa, xylosa, galaktosa, dan mannosa. Terdapat pula asam amino yang berupa arginin, alanin, serin, dan sistein. Dari kandungan yang begitu banyak, pada umumnya air kelapa digunakan sebagai minuman isotonik alami. Disamping itu, kandungan dalam air kelapa yang cukup lengkap, akan sangat tepat apabila digunakan sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum dalam menghasilkan nata de coco. Air kelapa juga memiliki faktor pertumbuhan, dimana faktor pertumbuhan ini dapat menstimulasi strain bakteri yang berbeda dan kultur in vitro tanaman.

Menurut Santosa (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulose in Making of Fiber Rich Instant Beverage from Nata de Coco menjelaskan bahwa nata de coco adalah salah satu bahan pangan yang rendah kalori dan kaya serat, sehinga berfungsi untuk menjaga kesehatan pencernaan. Oleh sebab itu, nata de coco sangat dianjurkan untuk dikonsumsi sebagai makanan dalam diet sehat. Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat kandungan selulosa yang tinggi serta kandungan lemak yang rendah dan tidak ada kandungan kolestrol yang mengganggu kesehatan. Mesomya et al (2006) juga menambahkan berdasarkan jurnal yang berjudul Effects of health food from cereal and nata de coco on serum lipids in human bahwa nata de coco mampu menjaga kestabilan berat badan, selain itu nata de coco juga dapat membantu pencegahan penyakit kanker usus. Nata de coco marupakan komponen selulosa dimana selulosa ini diproduksi selama proses fermentasi dengan bahan baku air kelapa menggunakan mikroba Acetobacter xylinum. Berdasarkan Czaja et al (2004) disampaikan bahwa selulosa merupakan golongan biopolimer yang dapat dihasilkan oleh organisme non-fotosintetik, salah satu contoh organisme non-fotosintetik adalah Acetobacteryang memiliki kemampuan mensintesa selulosa. Selulosa ini punya kekuatan mekanik, kristalinitas serta kapasitas yang tinggi dalam menahan air. Ditambahkan oleh Almeida et al. (2012) dalam jurnal dengan judul Mineral Consumption by Axetobacter xylinum on Cultivation Medium on Coconut Water yang menjelaskan bahwa kandungan gizi pada air kelapa dapat memacu Acetobacter dalam memproduksi selulosa, sehingga pembentukan selulosa dapat menjadi semakin optimal.

Pambayun (2002) menjelaskan bahwa produk nata de coco secara umum sering dijadikan minuman instan kaya serat, diproses dengan metode pengeringan serta penambahan komponen dekstrin serta carboxy methyl cellulose (CMC) untuk menstabilkan produk. Selain air kelapa, dapat digunakan bahan lain untuk membuat nata. Bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan nata harus memenuhi persyaratan yaitu, wajib memiliki kandungan gula, protein, serta mineral. Karakteristik yang berbeda-beda dari bahan baku yang digunakan maka akan menghasilkan nata dengan karakteristik yang berbeda pula. Sebagai contoh adalah dengan bahan baku air kelapa maka akan menghasilkan nata de coco, sari kedelai akan menghasilkan nata de soya, sari dari buah mangga akan menghasilkan nata de mango, serta sari buah nanas akan menghasilkan nata de pina. Cara penyimpanan nata de coco dianggap cukup sulit karena nata de coco memiliki kandungan air yang tinggi. Tingginya kandungan air pada produk akan membuat produk mudah rusak akibat tumbuhnya mikroorganisme pada produk.

2.1. Proses Pembuatan MediaPada praktikum Fermentasi Substrat Cair Nata De Coco ini terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan nata de coco. Persiapan awal yang dilakukan adalah proses penyaringan air kelapa dengan menggunakan kain saring. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang ada pada air kelapa. Kotoran yang biasanya ada pada air kelapa adalah ampas kelapa.Gambar 1. Proses penyaringan air kelapa

Langkah selanjutnya adalah air kelapa diambil 200 ml pada setiap kelompok dan dilakukan perebusan hingga mendidih. Perebusan dilakukan untuk mematikan seluruh mikroorganisme dalam air kelapa, sehingga bakteri Acetobacter xylinum yang nantinya ditambahkan dapat tumbuh secara optimal tanpa mengalami gangguan dari mikroorganisme kontaminan (Tortora et al., 1995). Gambar 2. Proses perebusan air kelapa

Langkah selanjutnya setelah perebusan adalah penambahab gula pasir sebanyak 20 gram untuk menghasilkan air kelapa dengan konsentrasi gula 10 %. Hal yang dilakukan pada praktikum ini sudah sesuai dengan pernyataan dari Awang (1991), bahwa jumlah gula optimum yang ditambahkan pada proses pembuatan nata de coco adalah 10%. Tujuan dari penambahan gula adalah gula akan berperan sebagai substrat untuk Acetobacter xylinum yang akan menghasilkan selulosa, dimana selulosa akan disebut sebagai nata de coco. Hal ini juga sudah sesuai dengan yang disampaikan oleh Halib et al. (2012) dalam jurnal dengan judul Physicochemical Properties and Characterization of Nata de coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose yang menjelaskan bahwa Acetobacter xylinum adalah bakteri asam asetat yang dapat mengoksidasi alkohol dan gula.Gambar 3. Proses penambahan gula

Kemudian dilakukan penambahan ammonium sulfat sebanyak 0,5 %. Pambayun (2002) juga menjelaskan bahwa tujuan dari penambahan ammonium sulfat adalah untuk menyediakan sumber nitrogen. Sumber nitrogen lainnya adalah nitrogen organik yaitu ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganik yaitu urea dan ammonium fosfat. Proses pembuatan nata de coco pada umumnya ditambahkan ammonium fosfat sebagai sumber nitrogen karena memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter acesi.

Gambar 4. Penambahan ammonium sulfatTahap berikutnya adalah penambahan asam cuka glasial 95 % hingga pH air kelapa mencapai 4-5 dan diukur dengan pH meter. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan dari Hayati (2003) bahwa, pH optimal pembuatan nata berkisar antara 4,3 4,5 dimana pH diukur saat penamabahan asam asetat glasial. Pambayaun (2002) menambahkan, Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh pada pH basa. Jika Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh pada pH basa, maka nata de coco tidak akan terbentuk, sehingga pH dari media wajib dikontrol agar sesuai dengan pH optimal untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Jagannath et al (2008) dalam jurnalnya yang berjudul The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum juga memaparkan bahwa dalam proses menghasilkan nata yang optima, maka sebaiknya digunakan sukrosa dengan konsentrasi 10%, ammonium sulfat 0,5%, dengan pH terbaik adalah pH 4.

Gambar 5. Penambahan asam asetat glasial

Gambar 6. Penyesuaian pH media air kelapa dengan pH meter

Setelah penyesuaian pH media yaitu air kelapa dengan pH meter, maka dilakukan pemanasan kembali hingga semua campuran larut sempurna. Berdasarkan Palungkun (1992), dapat terjadi kemungkinan adanya mikroorganisme kontaminan pada media yang digunakan, oleh sebab itu dilakukan perebusan air kelapa kembali setelah penambahan semua bahan, dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan tersebut, sehingga Acetobacter xylinum dapat tumbuh secara optimal. Dengan demikian diharapkan nata de coco dapat dihasilkan dengan kualitas baik.

Gambar 7. Pemanasan kembali media air kelapa

2.2. Proses FermentasiJika tahap dari persiapan awal telah selesai dilakukan, disiapkan 5 wadah plastik bersih untuk masing-masing kelompok. Setelah perebusan air kelapa dilakukan, air kelapa ditunggu hingga suhunya mencapai suhu ruang, kemudian air kelapa sebanyak 250 ml dimasukkan ke wadah plastik. Langkah selanjutnya, sebanyak 10% starter nata, yaitu 25 ml ditambahkan ke dalam masing-masing wadah. Penambahan starter ini dilakukan secara aseptis kemudian digojog secara perlahan supaya seluruh starter dapat bercampur secara homogen dengan media. Hadioetomo (1993) juga menjelaskan hal yang sama bahwa penambahan starter sebanyak 10% harus dilakukan pada kondisi aeptis untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Pato & Dwiloka (1994) menegaskan bahwa jumlah starter untuk pembuatan nata berkisar antara 4% hingga 10%.

Gambar 8. Penuangan air kelapa ke dalam wadah plastikGambar 9. Penambahan bakteri Acetobacter xylinum secara aseptis

Setelah dilakukan penambahan bakteri Acetobacter xylinum ke dalam media secara aseptis, kemudian dilakukan penutupan dengan kertas coklat. Tujuan dari penutupan dengan kertas coklat ini menurut Pambayun (2002), adalah untuk menyediakan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan bakteri aerob yaitu Acetobacter xylinum, namum oksigen yang masuk tidak bersentuhan langsung dengan permukaan nata. Fungsi lain dari penggunaan kertas coklat adalah untuk mencegah kontaminasi silang yang berasal dari lingkungan di sekitar tempat pembuatan nata de coco.

Gambar 10. Penutupan wadah dengan kertas coklat

Media yang berupa air kelapa yang telah ditambah dengan starter kemudian diinkubasi pada suhu ruang (30C) selama 2 minggu (14 hari). Setiap 7 hari dilakukan pengamatan pada wadah yang berisi media dan startet. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan dari Hayati (2003) bahwa, pengontrolan suhu wajib dilakukan, serta suhu yang tepat untuk pertumbuhan optimum bakteri Acetobacter xylinum adalah 30C. Fermentasi dilakukan selama 14 hari, dan telah sesuai dengan jurnal dari Santosa et al (2012) yang berjudul Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulose in Making of Fiber Rich Instant Beverage from Nata de Coco bahwa waktu fermentasi optimal pembuatan nata adalah 10 14 hari. Gambar 11. Inkubasi pada suhu ruang

Setelah proses fermentasi selesai, maka lapisan nata akan semakin terlihat di permukaan media. Lapisan nata terletak di permukaan media karena lapisan nata terangkat oleh gas CO2 (Palungkun, 1992). Berdasarkan Czaja et al. (2004), terdapat 2 metode dalam menghasilkan selulosa bakteri yaitu dengan kultur stasioner dan kultur teragitasi. Pada kultur stasioner, membran selulosa akan berkumpul pada bagian permukaan media, sedangkan pada kultur teragitasi, selulosa bakteri akan disintesa di dalam media dalam bentuk suspensi berserat, pelet, maupun massa yang tidak beraturan. Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa nata de coco yang dibuat pada praktikum ini menggunakan sistem kultur stasioner. Budiyanto (2002) menyebutkan bahwa ketika proses inkubasi dilakukan dalam jangka waktu 2 minggu, perlu diperhatikan bahwa media harus diletakkan pada tempat yang statis, yaitu tempat yang tidak terkena goncangan. Jika nata de coco mengalami goncangan maka akan mengakibatkan lapisan pada permukaan nata yang terbentuk akan tenggelam ke bagian dasar.

Proses pengamatan nata ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat ketebalan dan persentase lapisannya, dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Persentase Lapisan Nata = Gambar 12. Hasil nata de coco

Pada hari ke-0 nata pada seluruh kelompok masih belum terbentuk. Pada hari ke 7, seluruh kelompok mengalami peningkatan ketebalan dan persentase lapisan nata, dengan kelompok A3 memiliki lapisan nata paling tebal yaitu 0,5 cm, dan persentase lapisan paling besar pula yakni 35,71%. Hal ini sesuai dengan teori dari Rahman (1992), yang mengatakan bahwa lapisan nata akan terbentuk karena terdapat aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang terdapat pada media yaitu air kelapa. Pada hari ke-14 kelompok A1, A2, dan A3 tidak menunjukkan peningkatan ketebalan maupun persentase lapisan, sedangkan kelompok A4 dan A5 mengalami peningkatan ketebalan dan persentase lapisan nata. Lapisan nata paling tebal pada hari ke 14 adalah kelompok A4 yaitu 0,6 cm dengan presentase nata tertinggi ada pada kelompok A3 yaitu 35,71%. Peningkatan ketebalan nata tidak terjadi karena menurut Budiyanto (2002), jika saat proses inkubasi terjadi goncangan pada wadah, maka nata yang terbentuk akan tenggelam, sehingga akan terpisah strukturnya dari nata yang telah terbentuk pada proses sebelumnya. Namun, pada kelompok A4 dan A5 mengalami peningkatan, sehingga hal yang terjadi pada kedua kelompok ini sudah sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Rahman (1992), bahwa aktivitas bakteri Acetobacter xylinum seiring berjalannya waktu akan membentuk lapisan putih yang menjadi semakin tebal dan padat.

Dengan adanya peningkatan ketebalan nata selama proses inkubasi, maka hal ini mengindikasikan bahwa bakteri Acetobacter xylinum masih melakukan pemecahan atau penyederhanaan gula yang terdapat di dalam media air kelapa. Ditambahkan lagi oleh Anastasia et al (2008), bahwa polisakarida adalah selulosa yang akan membentuk benang serat dengan struktur jaringan yang kuat dan akan mengalami penambahan maupun peningkatan ketebalah seiring berjalannya waktu. Disamping itu didapatkan hasil pada hari ke 14 terlihat tidak terjadi peningkatan ketebalan nata pada kelompok A1, A2 dan A3. Data yang didapatkan antara hari ke 7 dan hari ke 14 sama, yaitu ketebalan nata pada A1 hari ke 7 dan ke 14 adalah 0,3 cm, kelompok A2 pada hari ke 7 dna ke 14 adalah 0,4 cm, dan kelompok A5 pada hari ke 7 dan 14 adalah 0,5 cm. Hal ini dapat terjadi akibat beberapa faktor, yaitu : pH FermentasiAnastasia et al (2008) menyampaikan bahwa jika pH media tidak sesuai dengan pH optimal pertumbuhan, maka akan mempengaruhi nata yang dihasilkan. Pambayun (2002) dan Pato & Dwiloka (1994) menjelaskan pH optimum untuk pertumbuhan nata adalah 4.3 4.5. Proses penambahan asam asetat glacial yang kurang sesuai akan berpengaruh terhadap pH pada media, dan yang akan terjadi jika pH tidak sesuai maka bakteri Acetobacter xylinum akan bekerja secara berlebihan. Kebersihan AlatSeluruh alat yang digunakan pada proses pembuatan nata de coco seharus dipastikan dalam kondisi yang steril, sehingga tidak terjadi kontaminasi yang dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum (Budiyanto, 2002).

Kondisi AseptisProses pembuatan nata de coco sebaiknya dilakukan secara aseptis. Pada proses persiapan media, dimana dilakukan penambahan gula akan memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh yeast (Jagannath et al., 2008). Pada praktikum yang telah dilakukan ini, proses pembuatan yang tidak aseptis seperti alat-alat yang digunakan yaitu wadah plastik dapat menjadi sumber kontaminasi dan menyebabkan nata de coco yang dihasilkan tidak mengalami kenaikan ketebalan.

12

3.

4. KESIMPULAN

Nata merupakan produk hasil fermentasi yang mengandung selulosa, dengan kandungan air tinggi, dan dapat dibuat dari berbagai macam bahan dengan syarat bahan tersebut mengandung gula, protein, dan mineral. Air kelapa cocok untuk pembuatan nata de coco karena mengandung gula, mineral dan asam amino untuk mendukung pertumbuhan Acetobacter xylinum yang akan mengubah glukosa menjadi selulosa dan asam asetat Penambahan gula pasir optimum adalah 10% pada pembuatan nata yang berfungsi sebagai substrat untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Penambahan ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen Penambahan asam cuka glasial berfungsi untuk mengatur pH media agar optimum yakni antara 4 5. Penambahan starter yang optimum adalah 10 % dari total volume media, dan inkubasi yang tepat adalah pada suhu 30 C selama 10 14 hari. Nata de coco pada praktikum ini menggunakan sistem kultur stasioner dimana nata berkumpul di permukaan medium air kelapa. Proses pembuatan nata de coco harus dilakukan secara aseptis untuk menghindari terjadinya kontaminasi.

Semarang, 7 Juli 2015Asisten Dosen:Praktikan, - Wulan Apriliana Nies Mayangsari

Johana Lanna Christabella12.70.0093

13