produksi etanol oleh saccharomyces cerevisiae var ... · sisa total gula dalam substrat dan nilai...

65
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN Oleh : DICKA AR RAHIM. F34104121 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: vancong

Post on 27-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Etanol oleh

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan

belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Februari 2009

Dicka Ar Rahim

NRP F34104121

Dicka Ar Rahim F34104121 Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu 2009

RINGKASAN

Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia 2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta industri Jika dibudidayakan produktivitas pati sagu kering mencapai 25 tonhatahun lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu 15 tonhatahun kentang 25 tonhatahun maupun jagung 55 tonhatahun (Sumaryono 2007)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol melihat potensi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil etanol serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan

Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18 24 30 dan 36 serta perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm Dari beberapa perlakuan tersebut terpilih konsentrasi 30 dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik untuk pertumbuhan khamir Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi yaitu 298 gl dengan nilai μmaks 029 jam-1 Pada jam ke-6 khamir tersebut masih mengalami fase log hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai masuk ke fase stasioner Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami penurunan selama proses fermentasi Penurunan kandungan total gula dalam substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin Sedangkan perubahan pH terjadi karena adanya pelepasan H+ selama konsumsi NH4

+ penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat

Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian aerasi pada jam ke-6 Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak 2494plusmn016 gl Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 2125plusmn055 gl Pada jam ke-24 rata-rata pH pada aerasi penuh mencapai 305 sedangkan rata-rata pH pada aerasi yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 315 pH yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal

Dicka Ar Rahim F34104121 Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp) Using Full and Stopped Aeration Method Supervised by Khaswar Syamsu 2009

SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago with the area around

1 million ha or 50 of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia 2006) The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally Thus far only about 10 of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements When sago is cultivated properly itrsquos dried starch productivity would reach 25 tonhayear much higher as compared to cassava 15 tonshayear potatoes 25 tonshayear and corn 55 tonshayear (Sumaryono 2007)

This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus as the ethanol producer also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation More over this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production

In the first study conducted fermentation was treated at different substrate concentrations (18 24 30 36 wv) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm) It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30 substrate concentration and 1 vvm aeration rate which produced the highest amount of biomass (298 gl) with the value of μmaks was 029 hour-1 For the first six hour cultivation biomass growth was still in log phase The residual sugar content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate While changes in pH was due to the release of H+ during the consumption of NH4

+ also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism

Bioprocess engineering was done on the treatment selected with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation In 24 hours of fermentation ethanol produced was 2494plusmn016 gl This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 2125plusmn055 gl The pH at the end of fermentation in full aeration reached 305 while in stop aeration was 315 The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986

Di Jakarta

Tanggal lulus 23 Februari 2009

Menyetujui

Bogor Maret 2009

Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing

Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol

Palimanan Cirebon Jawa

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

Saccharomyces cerevisiae

(Metroxylon sp) Menggunakan Me

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5

Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa

dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu

Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA

78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian

melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II

Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol

cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati

Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

pada tanggal 5

bersaudara

dan Ibu Irmiza

A Negeri

dan pada tahun yang sama lulus seleksi

Seleksi Penerimaan

ih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Mempelajari

PG Rajawali Unit II PSA

Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Produksi Etanol oleh

Pati Sagu

hentikan di

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan

Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara

moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada

1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan

dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian

skripsi ini

3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan

seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis

4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik

Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini

5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu

persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik

penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran

dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun

memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang

Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukannya Amiin

Bogor Februari 2009 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 2: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Etanol oleh

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan

belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Februari 2009

Dicka Ar Rahim

NRP F34104121

Dicka Ar Rahim F34104121 Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu 2009

RINGKASAN

Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia 2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta industri Jika dibudidayakan produktivitas pati sagu kering mencapai 25 tonhatahun lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu 15 tonhatahun kentang 25 tonhatahun maupun jagung 55 tonhatahun (Sumaryono 2007)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol melihat potensi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil etanol serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan

Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18 24 30 dan 36 serta perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm Dari beberapa perlakuan tersebut terpilih konsentrasi 30 dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik untuk pertumbuhan khamir Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi yaitu 298 gl dengan nilai μmaks 029 jam-1 Pada jam ke-6 khamir tersebut masih mengalami fase log hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai masuk ke fase stasioner Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami penurunan selama proses fermentasi Penurunan kandungan total gula dalam substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin Sedangkan perubahan pH terjadi karena adanya pelepasan H+ selama konsumsi NH4

+ penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat

Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian aerasi pada jam ke-6 Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak 2494plusmn016 gl Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 2125plusmn055 gl Pada jam ke-24 rata-rata pH pada aerasi penuh mencapai 305 sedangkan rata-rata pH pada aerasi yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 315 pH yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal

Dicka Ar Rahim F34104121 Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp) Using Full and Stopped Aeration Method Supervised by Khaswar Syamsu 2009

SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago with the area around

1 million ha or 50 of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia 2006) The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally Thus far only about 10 of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements When sago is cultivated properly itrsquos dried starch productivity would reach 25 tonhayear much higher as compared to cassava 15 tonshayear potatoes 25 tonshayear and corn 55 tonshayear (Sumaryono 2007)

This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus as the ethanol producer also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation More over this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production

In the first study conducted fermentation was treated at different substrate concentrations (18 24 30 36 wv) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm) It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30 substrate concentration and 1 vvm aeration rate which produced the highest amount of biomass (298 gl) with the value of μmaks was 029 hour-1 For the first six hour cultivation biomass growth was still in log phase The residual sugar content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate While changes in pH was due to the release of H+ during the consumption of NH4

+ also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism

Bioprocess engineering was done on the treatment selected with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation In 24 hours of fermentation ethanol produced was 2494plusmn016 gl This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 2125plusmn055 gl The pH at the end of fermentation in full aeration reached 305 while in stop aeration was 315 The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986

Di Jakarta

Tanggal lulus 23 Februari 2009

Menyetujui

Bogor Maret 2009

Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing

Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol

Palimanan Cirebon Jawa

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

Saccharomyces cerevisiae

(Metroxylon sp) Menggunakan Me

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5

Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa

dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu

Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA

78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian

melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II

Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol

cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati

Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

pada tanggal 5

bersaudara

dan Ibu Irmiza

A Negeri

dan pada tahun yang sama lulus seleksi

Seleksi Penerimaan

ih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Mempelajari

PG Rajawali Unit II PSA

Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Produksi Etanol oleh

Pati Sagu

hentikan di

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan

Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara

moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada

1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan

dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian

skripsi ini

3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan

seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis

4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik

Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini

5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu

persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik

penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran

dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun

memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang

Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukannya Amiin

Bogor Februari 2009 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 3: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

Dicka Ar Rahim F34104121 Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu 2009

RINGKASAN

Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia 2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta industri Jika dibudidayakan produktivitas pati sagu kering mencapai 25 tonhatahun lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu 15 tonhatahun kentang 25 tonhatahun maupun jagung 55 tonhatahun (Sumaryono 2007)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol melihat potensi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil etanol serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan

Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18 24 30 dan 36 serta perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm Dari beberapa perlakuan tersebut terpilih konsentrasi 30 dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik untuk pertumbuhan khamir Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi yaitu 298 gl dengan nilai μmaks 029 jam-1 Pada jam ke-6 khamir tersebut masih mengalami fase log hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai masuk ke fase stasioner Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami penurunan selama proses fermentasi Penurunan kandungan total gula dalam substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin Sedangkan perubahan pH terjadi karena adanya pelepasan H+ selama konsumsi NH4

+ penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat

Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian aerasi pada jam ke-6 Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak 2494plusmn016 gl Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 2125plusmn055 gl Pada jam ke-24 rata-rata pH pada aerasi penuh mencapai 305 sedangkan rata-rata pH pada aerasi yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 315 pH yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal

Dicka Ar Rahim F34104121 Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp) Using Full and Stopped Aeration Method Supervised by Khaswar Syamsu 2009

SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago with the area around

1 million ha or 50 of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia 2006) The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally Thus far only about 10 of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements When sago is cultivated properly itrsquos dried starch productivity would reach 25 tonhayear much higher as compared to cassava 15 tonshayear potatoes 25 tonshayear and corn 55 tonshayear (Sumaryono 2007)

This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus as the ethanol producer also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation More over this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production

In the first study conducted fermentation was treated at different substrate concentrations (18 24 30 36 wv) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm) It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30 substrate concentration and 1 vvm aeration rate which produced the highest amount of biomass (298 gl) with the value of μmaks was 029 hour-1 For the first six hour cultivation biomass growth was still in log phase The residual sugar content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate While changes in pH was due to the release of H+ during the consumption of NH4

+ also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism

Bioprocess engineering was done on the treatment selected with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation In 24 hours of fermentation ethanol produced was 2494plusmn016 gl This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 2125plusmn055 gl The pH at the end of fermentation in full aeration reached 305 while in stop aeration was 315 The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986

Di Jakarta

Tanggal lulus 23 Februari 2009

Menyetujui

Bogor Maret 2009

Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing

Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol

Palimanan Cirebon Jawa

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

Saccharomyces cerevisiae

(Metroxylon sp) Menggunakan Me

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5

Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa

dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu

Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA

78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian

melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II

Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol

cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati

Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

pada tanggal 5

bersaudara

dan Ibu Irmiza

A Negeri

dan pada tahun yang sama lulus seleksi

Seleksi Penerimaan

ih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Mempelajari

PG Rajawali Unit II PSA

Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Produksi Etanol oleh

Pati Sagu

hentikan di

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan

Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara

moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada

1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan

dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian

skripsi ini

3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan

seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis

4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik

Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini

5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu

persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik

penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran

dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun

memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang

Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukannya Amiin

Bogor Februari 2009 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 4: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

Dicka Ar Rahim F34104121 Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp) Using Full and Stopped Aeration Method Supervised by Khaswar Syamsu 2009

SUMMARY Indonesia is known as the largest owner land of sago with the area around

1 million ha or 50 of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia 2006) The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally Thus far only about 10 of the total national sago area that has been used to meet food and industry requirements When sago is cultivated properly itrsquos dried starch productivity would reach 25 tonhayear much higher as compared to cassava 15 tonshayear potatoes 25 tonshayear and corn 55 tonshayear (Sumaryono 2007)

This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate for ethanol production to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus as the ethanol producer also the selection of aeration rate and total sugar concentration for fermentation More over this research also aims to determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to biomass and ethanol production

In the first study conducted fermentation was treated at different substrate concentrations (18 24 30 36 wv) and two regimes of aeration (1 vvm and 2 vvm) It is found that the best treatment was obtained from fermentation at 30 substrate concentration and 1 vvm aeration rate which produced the highest amount of biomass (298 gl) with the value of μmaks was 029 hour-1 For the first six hour cultivation biomass growth was still in log phase The residual sugar content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that consumed dextrin as substrate While changes in pH was due to the release of H+ during the consumption of NH4

+ also the use of amino acids as nitrogen source and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate metabolism

Bioprocess engineering was done on the treatment selected with the stop of aeration after its first 6 hours cultivation In 24 hours of fermentation ethanol produced was 2494plusmn016 gl This results was much higher than the treatment with full aeration which only produced ethanol as much as 2125plusmn055 gl The pH at the end of fermentation in full aeration reached 305 while in stop aeration was 315 The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms The stop of aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation conditions from aerob to be anaerob so that the fermentation process for the formation of ethanol can be maximized

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986

Di Jakarta

Tanggal lulus 23 Februari 2009

Menyetujui

Bogor Maret 2009

Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing

Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol

Palimanan Cirebon Jawa

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

Saccharomyces cerevisiae

(Metroxylon sp) Menggunakan Me

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5

Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa

dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu

Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA

78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian

melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II

Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol

cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati

Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

pada tanggal 5

bersaudara

dan Ibu Irmiza

A Negeri

dan pada tahun yang sama lulus seleksi

Seleksi Penerimaan

ih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Mempelajari

PG Rajawali Unit II PSA

Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Produksi Etanol oleh

Pati Sagu

hentikan di

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan

Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara

moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada

1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan

dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian

skripsi ini

3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan

seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis

4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik

Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini

5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu

persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik

penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran

dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun

memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang

Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukannya Amiin

Bogor Februari 2009 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 5: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986

Di Jakarta

Tanggal lulus 23 Februari 2009

Menyetujui

Bogor Maret 2009

Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing

Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol

Palimanan Cirebon Jawa

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

Saccharomyces cerevisiae

(Metroxylon sp) Menggunakan Me

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5

Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa

dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu

Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA

78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian

melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II

Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol

cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati

Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

pada tanggal 5

bersaudara

dan Ibu Irmiza

A Negeri

dan pada tahun yang sama lulus seleksi

Seleksi Penerimaan

ih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Mempelajari

PG Rajawali Unit II PSA

Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Produksi Etanol oleh

Pati Sagu

hentikan di

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan

Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara

moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada

1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan

dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian

skripsi ini

3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan

seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis

4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik

Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini

5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu

persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik

penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran

dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun

memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang

Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukannya Amiin

Bogor Februari 2009 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 6: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN

METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DICKA AR RAHIM

F34104121

Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986

Di Jakarta

Tanggal lulus 23 Februari 2009

Menyetujui

Bogor Maret 2009

Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc Dosen Pembimbing

Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol

Palimanan Cirebon Jawa

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

Saccharomyces cerevisiae

(Metroxylon sp) Menggunakan Me

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5

Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa

dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu

Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA

78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian

melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II

Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol

cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati

Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

pada tanggal 5

bersaudara

dan Ibu Irmiza

A Negeri

dan pada tahun yang sama lulus seleksi

Seleksi Penerimaan

ih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Mempelajari

PG Rajawali Unit II PSA

Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Produksi Etanol oleh

Pati Sagu

hentikan di

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan

Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara

moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada

1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan

dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian

skripsi ini

3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan

seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis

4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik

Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini

5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu

persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik

penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran

dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun

memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang

Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukannya Amiin

Bogor Februari 2009 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 7: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquo

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol

Palimanan Cirebon Jawa

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

Saccharomyces cerevisiae

(Metroxylon sp) Menggunakan Me

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5

Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersa

dari pasangan Bpk Syafrul Bustamam dan Ibu

Gusti Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA

78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi

masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) Penulis memilih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian

melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ldquoMempelajari

Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanolrdquo di PT PG Rajawali Unit II

Jawa Barat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol

cerevisiae var ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati

Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan

bawah bimbingan Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc

pada tanggal 5

bersaudara

dan Ibu Irmiza

A Negeri

dan pada tahun yang sama lulus seleksi

Seleksi Penerimaan

ih Program

Studi Teknologi Industri Pertanian Departemen

Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Mempelajari

PG Rajawali Unit II PSA

Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Produksi Etanol oleh

Pati Sagu

hentikan di

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan

Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara

moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada

1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan

dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian

skripsi ini

3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan

seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis

4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik

Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini

5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu

persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik

penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran

dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun

memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang

Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukannya Amiin

Bogor Februari 2009 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 8: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu

(Metroxylon sp) oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Menggunakan

Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan Skripsi ini disusun sabagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri

Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara

moril maupun materil dari semua pihak Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada

1 Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

2 Dr Ir Titi Candra Sunarti M Sc dan Drs Purwoko M Si atas masukan

dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian

skripsi ini

3 Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti) dan

seluruh keluarga besar penulis atas doa pengorbanan dukungan dan

semangat yang telah diberikan kepada penulis

4 Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun Edy Azhar Hanik

Rita dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini

5 Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu

persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik

penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini Oleh sebab itu saran

dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun

memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang

Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukannya Amiin

Bogor Februari 2009 Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 9: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN 1

A LATAR BELAKANG 1

B TUJUAN 3

II TINJAUAN PUSTAKA 4

A PATI SAGU helliphelliphellip 4

B SIRUP DEKSTRIN helliphellip 5

C Saccharomycess cerevisiae var ellipsoideus 6

D FERMENTASI helliphellip 7

E KINETIKA FERMENTASI 12

III METODOLOGI PENELITIAN 14

A BAHAN DAN ALAT 14

B METODE PENELITIAN 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A PERSIAPAN FERMENTASI 18

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK 19

C REKAYASA BIOPROSES 27

V KESIMPULAN DAN SARAN 35

A KESIMPULAN 35

B SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 41

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 10: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu 4

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 26

Tabel 3 Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm 27

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan 33

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 11: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba 6

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (b) 7

Gambar 3 Embden Meyerhof-Parnas pathway helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 10

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 14

Gambar 5 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 1 vvm 20

Gambar 6 Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus pada laju aerasi 2 vvm 20

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 23

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 24

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama helliphelliphelliphelliphellip 25

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada penelitian lanjutan 28

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphellip 29

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan 30

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan helliphelliphelliphelliphelliphelliphellip 32

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 12: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll 40

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu 41

Lampiran 3 Analisis Total Gula Sirup Dekstrin hellip 42

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi 44

Lampiran 6 Data Total Biomassa 47

Lampiran 7 Data Kadar Etanol 49

Lampiran 8 Data pH 50

Lampiran 9 Data Total Gula 51

Lampiran 10 Analisis Ragam Kinetika Fermentasi 52

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 13: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

1

I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat dan

diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali

digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) Etanol

merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi

kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM Selain dapat diperbaharui etanol

juga bersifat ramah lingkungan Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun

2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5

(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar

nabatibiofuel sebagai bahan bakar alternatif) Selain digunakan sebagai bahan

bakar etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia kosmetika serta

industri lainnya

Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah

molasses Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas sehingga

Indonesia mengimpor molasses dari India Data dari BPS menunjukkan bahwa

impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52861 ton dengan nilai

8038 juta US$ Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih

potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol yaitu sagu

Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah Di dunia diperkirakan terdapat

2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di

Indonesia Sekitar 90 di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia

2006) Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal

Selama ini baru sekitar 10 dari total area sagu nasional yang telah

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan Jika dilihat dari

potensi sagu yang tersedia Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan

sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar

tiga juta ton bioetanol (Anonim 2007) Pemanfaatan pati sagu untuk industri

bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 14: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

2

Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan

daerah lain

Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil

karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi Sagu mampu

menghasilkan pati kering 10-25 tonhatahun Produktivitas pati kering padi

hanya 6 tonhatahun sedangkan pati kering jagung hanya 55 tonhatahun

Produktivitas sagu setara dengan tebu namun lebih tinggi dibandingkan dengan

ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 tonhatahun

(Sumaryono 2007)

Menurut Akyuni (2004) pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati

sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi

sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi

untuk menghasilkan etanol Suyandra (2007) melakukan pemanfaatan pati sagu

untuk produksi etanol Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang

berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi

Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada

fermentasi adalah sirup glukosa Namun untuk memproduksi sirup glukosa

dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama Hal ini

menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup

glukosa menjadi mahal dan boros energi

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu dapat dilakukan dengan

mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin Sirup dekstrin

merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada

proses pembuatan sirup glukosa

Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin

menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Saat

fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi dengan

harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama

fermentasi berlangsung

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 15: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

3

B TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk

melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati

sagu sebagai bahan baku Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan

laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi

yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa

total gula dan pH) Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar

etanol yang dihasilkan jumlah biomassa sisa total gula dan pH

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 16: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

4

II TINJAUAN PUSTAKA

A PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan

bahan makanan Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu

dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional Pati berbentuk butiran

atau granula yang berwarna putih mengkilat tidak berbau dan tidak mempunyai

rasa Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 14 α-glukosa

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai

karbonnya (Haryato dan Pangloli 1992)

Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp) dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Karakteristik Pati Sagu

Karakterisasi Komposisi ()

Kadar Pati

sect Amilosa

sect Amilopektin

Kadar Serat

Kadar Air

Kadar Abu

Kadar Lemak

Kadar Protein

8213

2775

7225

001

576

012

036

038

Sumber Hartoto et al (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam

umumnya berbentuk bola atau elips Pati sagu berbentuk elips (prolate

ellipsoidal) mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar

daripada pati serealia Pati sagu mengandung sekitar 27 amilosa dan sekitar 73

amilopektin Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu

sendiri Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering kurang lekat

dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et

al 1986)

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 17: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

5

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas Fraksi terlarut

disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin Amilosa

mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(14)-D-glukosa sedangkan

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(16)-D-glukosa sebanyak 4-5

dari berat total (Winarno 1997)

B SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan

menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase Tahap likuifikasi

dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan

larutan iodium Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-14 glikosidik

oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga

dihasilkan glukosa maltosa maltodekstrin dan alfa limit dekstrin Enzim α-

amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam

dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-

14 glikosidik pada amilosa amilopektin dan glikogen Ikatan α-16 glikosidik

tidak dapat di putus oleh α-amilase tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang

yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick 1991) Enzim α-amilase

umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens B Licheniformis Aspergillus

oryzae dan Aspergillus niger Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar

6 dengan suhu optimum 60oC Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum

pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo 1986)

Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang

memiliki aktivitas tinggi sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 05-06

kgton pati atau 1500 Ukg substrat kering (Chaplin dan Buckle 1990) Enzim α-

amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS Antara lain dengan nama

Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC Stabilitas

Termamyl tergantung pada suhu konsentrasi Ca2+ kandungan ion dan ekuivalen

dekstrosa Dosis α-amilase yang biasa digunakan 05-06 kg Termamyl 102 ton

pati kering Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 18: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

6

dapat menghidrolisis 526 pati (gram standar) per jam suhu 37oC pH 56 pada

kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic 1995)

C Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang

memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi Mikroba ini biasanya

dikenal dengan bakerrsquos yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik

Produk metabolik utama adalah etanol CO2 dan air sedangkan beberapa produk

lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit Khamir ini bersifat fakultatif

anaerobik Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 40-46 agar

dapat tumbuh dengan baik Selama proses fermentasi akan timbul panas apabila

tidak dilakukan pendinginan suhu akan makin meningkat sehingga proses

fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg 1983)

Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff 1978) pH pertumbuhan khamir

yang baik antara 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil

samping fermentasi Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas

fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn 1959) Pertumbuhan mikroba di dalam

suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1 Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker 1984)

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah mudah tersedia

dan efisien penggunaannya Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 19: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

7

Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di

dalamnya Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri

fermentasi Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber

karbon karena mahal harganya Beberapa proses fermentasi dalam skala besar

menggunakan garam amonium urea atau gas amonia sebagai sumber nitrogen

(Fardiaz 1988)

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus merupakan galur khamir yang

biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu

menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff 1978) Pada awal

klasifikasi khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan

morfologi selnya Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari

industri bir di Jerman dan Inggris sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus

merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal Pada

klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja tidak cukup untuk

membedakan dua spesies khamir sehingga nama khamir anggur menjadi

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan

Campbell 1999) Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Morfologi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus (A) dan

Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan 1986)

D FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981) etanol dapat diproduksi dari gula

melalui fermentasi pada kondisi tertentu Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya

dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol

yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 20: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

8

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber

karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme

Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembang-biakannya Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan

adalah karbon hidrogen oksigen fosfor zat besi dan magnesium Unsur karbon

banyak diperoleh dari gula sumber nitrogen didapatkan dari amonia asam amino

peptida pepton nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir Fosfor merupakan

unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari

gula

Pada permulaan proses fermentasi khamir memerlukan oksigen untuk

pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob Setelah terbentuk

CO2 reaksi akan berubah menjadi anaerob Alkohol yang terbentuk akan menekan

fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15 volume

Terhalangnya proses fermentasi juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir

yang digunakan (Prescot dan Dunn 1981)

Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik walaupun demikian beberapa

khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik Proses respirasi pada kondisi

aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena

tidak tersedia lagi oksigen Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan

yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar

dibandingkan pada proses fermentasi (Barnett et al 2000) Bila terdapat udara

pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi

respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel

karbondioksida dan air

Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan

maksimum pada 35-47oC Sedangkan pH optimum 4-5 Batas minimal aw untuk

khamir biasa adalah 188-192 Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir

yang baik adalah pada rentang 3-6 Perubahan pH dapat mempengaruhi

pembentukan hasil samping fermentasi Nilai pH pertumbuhan behubungan positif

dengan pembentukan asam piruvat Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih

singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat Pengaruh pH pada pertumbuhan

khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol Nilai pH dapat

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 21: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

9

diturunkan menggunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH dapat

digunakan natrium benzoat

Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-

72 jam Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol

adalah 3-7 hari Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan

gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir Secara teoritis konversi

molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan

Gay Lussac sebagai berikut

C6H12O6 agrave 2C2H5OH + 2CO2

(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 511 gula

diubah menjadi etanol dan 499 diubah menjadi karbondioksida Akan tetapi

hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan Pada

kenyataanya hanya 90-95 dari nilai ini yang dapat dicapai Konsentrasi alkohol

yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan

kadar gula Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu aerasi

kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey 1954) Produk samping yang

dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat

Pada kondisi anaerob metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui

jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi

fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat

reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi reaksi oksidasi-

reduksi dan reaksi dekarboksilasi Gukosa mengalami fosforilasi menjadi

glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat Fruktosa-6-P

kemudian dirubah menjadi fruktosa-16-di-P kemudian dipecah mencadi 2

molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-

P Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat

kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder

Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 13-difosfogliserat kemudian

mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan

akseptor fosfat ADP membentuk ATP

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 22: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

Gambar 3 Embden

Selanjutnya 3-P

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

gliseraldehid

gliseraldehid

13-bifosfo gliserat

3-fosfo gliserat

2-fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

piruvat

dekarboksilase

Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan 2007

P-asam gliserat membentuk 2-P-asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

Glukosa

glukosa-6-fosfat

fruktosa-6-fosfat

fruktosa-16-bifosfat

gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat

gliseraldehid-3-fosfat

bifosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo gliserat

fosfo enol piruvat

piruvat

asetaldehid etanol

heksokinase

fosfoglukosa isomerase

fosfofrukto kinase

aldolase

triose fosfat isomerase

gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

fosfogliserat kinase

fosfogliserat mutase

enolase

piruvat kinase

piruvat dekarboksilase

alkohol dehidrogenase

10

Diwan 2007)

asam gliserat kemudian

terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP Melalui reaksi

triose fosfat isomerase

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 23: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

11

dekarboksilasi asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang

kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol

Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk

diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering Banyaknya suspensi

khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 (Prescott dan

Dunn 1959) sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10

(vv)

Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain Zat

makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon nitrogen dan

mineral terutama fosfat Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen penyusun media pertumbuhannya Pasokan sumber karbon merupakan

faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal tetapi pada

kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum Jika

konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan

terhambat (Casida 1968)

Dalam fermentasi skala industri sumber karbon yang biasa digunakan

adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung serealia

kentang dan sagu Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian

yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi tongkol jagung bagas

limbah kayu dan kertas Sebelum digunakan bahan-bahan tersebut harus

dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto 1992)

Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

diantaranya corn step liqour ekstrak gandum atau tauge hidrolisat kasein dan

ekstrak khamir Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber

organik dan anorganik Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step

liqour urea protein ekstak khamir dan tepung ikan Sedangkan sumber nitrogen

anorganik adalah amonia amonium hidroksida dan amonium sulfat

Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk

fermentasi skala besar adalah garam amonium urea atau amonia Pemilihan

amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga

yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 24: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

12

E KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa

sel sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan

kimianya (Reed dan Rehm 1983) Kinetika fermentasi mempelajari

perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa

karena konsumsi substrat Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk baik

metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani 1994)

Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) fermentasi semi

sinambung (fed batch) dan sistem sinambung (continous) Pada fermentasi curah

pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi

penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung

Fermentasi secara curah pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti

pola seperti berikut Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak

inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi Pada fase lag terjadi

pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan

sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat Cepat atau lambatnya fase lag

tergantung kepada kualitas kuantitas dan umur kultur yang dinokulasikan

(Moat1988)

Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah

secara eksponensial terhadap waktu Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase

eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi

sementara metabolik dihasilkan

Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk

penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan Pada fase stasioner

konsentrasi biomassa mencapai maksimum Setelah fase tersebut terjadi fase

kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey

dan Olis 1991)

Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan

dengan persamaan berikut

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 25: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

13

dx = μx-αx dt

Keterangan

x konsentrasi sel

t waktu fermentasi

μ laju pertumbuhan spesifik

α laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan

Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga

α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi

dx= μx dt

Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel

pada suatu selang waktu tertentu adalah

x1intx2 dx = t1intt2μ dt x

akan diperoleh persamaan

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada

kondisi lingkungan fisik kimianya Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi

pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik

yang menghambat pertumbuhan masih rendah

Menurut Wang et al (1979) koefisien hasil sel hidup terhadap sumber

karbon dinyatakan sebagai Yxs Koefisien konversi nutrien dalam substrat

menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yps Sedangkan

koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Ypx Perhitungan

yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan

pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala

yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk

menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu Informasi tersebut

digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 26: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

14

III METODOLOGI

A BAHAN DAN ALAT

1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven

inkubator timbangan analitik autoclave pH-meter jarum ose desikator

tabung eppendorf sentrifuge gas chromatography spektrofotometer

sparger selang silikon dan peralatan gelas seperti erlenmeyer labu ukur

pipet gelas ukur tabung reaksi gelas piala cawan conway dan botol

kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor) Skema instalasi bioreaktor dapat

dilihat pada Gambar 4

Sumbat Karet

Bioreaktor (500 ml)

Sumbat Kapas(Udara Keluar)

Air Steril

Pompa Udara

Udara Masuk

Sparger

SamplingValve

Flowmeter

Gambar 4 Skema Instalasi Bioreaktor

2 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu

yang di peroleh di Pasar Bogor serta Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fateta-

IPB Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 27: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

15

antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri NaOH

dan CaCO3

Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak maltosa

glokosa pepton (NH4)2SO4 trace element dan Ca(OH)2 Bahan kimia untuk

analisa antara lain H2SO4 pereaksi Luff HCl NaOH Na2S2O3 indikator

kanji etanol larutan iod CaCO3 K2Cr2O7 Na2CO3 glukosa standar dan

larutan fenol

B METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan

penelitian utama

1 Persiapan Bahan

a Karakterisasi Pati Sagu

Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu

menggunakan metode Luff Shcroll Analisis kadar pati dapat dilihat pada

Lampiran 1

b Pembuatan Sirup Dekstrin

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan

sebagai substrat pada fermentasi etanol Proses hidrolisis dilakukan secara

enzimatis menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati

menjadi sirup dekstrin Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada

Lampiran 2

c Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin

Setelah proses hidrolisis dilakukan pengujian total gula terhadap

sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3)

d Penyiapan Inokulum

Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media

YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir 5 g ekstrak malt 5 g pepton

dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades Mula-mula bahan ditimbang sesuai

dengan jumlah yang ditentukan kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades Media cair diatur pH-

nya dengan menambahkan larutan H2SO4 01 N hingga mencapai pH 45

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 28: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

16

Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil

untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit Setelah sterilisasi selesai erlenmeyer

dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar

Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur

murni khamir Saccharomyces cereviseae var ellipsoideus dengan jarum

ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi lalu erlenmeyer

ditutup kembali Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi

aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm

2 Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat

Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju

pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var

ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula Substrat

fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke

dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda Nilai pH cairan

substrat diatur pada pH 5 Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC

selama 15 menit setelah itu media didinginkan hingga 30oC

Ditambahkan amonium sulfat 1 gl dan trace element 1 Selanjutnya

inokulum sebanyak 10 volume substrat ditambahkan pada media

Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama

fermentasi 24 jam Pengamatan dilakukan tiap 6 jam yang meliputi

analisa biomassa total gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dan

penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan

maksimum (μmaks) Yxs Yps Ypx dan efisiensi pemanfaatan substrat

Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut

Yxs = ∆X Yps = ∆P Ypx = ∆P

∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah

perlakuan konsentrasi gula yang berbeda yaitu 18 (bv) 24 (bv)

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 29: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

17

30 (bv) dan 36 (bv) Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda

yaitu 1 vvm dan 2 vvm Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan

uji total gula (metode fenol) sedangkan laju aerasi diukur menggunakan

flow meter

3 Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik

untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var ellipsoides dari

penelitian pertama kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai

μmaks telah dicapai Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Parameter yang diukur terhadap hasil

fermentasi meliputi analisa biomassa total gula sisa analisa kadar etanol

dan penghitungan kinetika fermentasi Metode analisis pada tiap-tiap

parameter dapat dilihat pada Lampiran 5

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 30: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung

kadar pati rata-rata sebesar 8483 Pati merupakan polimer senyawa glukosa

yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin Pada saat

dilarutkan dalam air pati akan terpisah menjadi dua fraksi Fraksi terlarut yaitu

amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang

memiliki struktur bercabang (Winarno 1997) Sekitar sepertiga bagian dari pati

sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin Perbandingan antara amilosa

dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi Amilopektin yang tinggi

menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan

Oates 1999) Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan

digunakan

Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

substrat dalam fermentasi Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode

enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang

lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan

asam (Tjokroadikoesomo 1986) Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan

pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan sedangkan apabila

menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak

Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu

dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida) disakarida dan sedikit

gula sederhana (monosakarida) Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini

yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol

Setelah proses hidrolisis dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan

total gulanya Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat

sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan Substrat yang digunakan dalam

proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi

total gula yaitu 18 24 30 dan 36 (bv)

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 31: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

19

Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati

sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Jenis khamir ini

biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras Keuntungan

menggunakan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus adalah mempunyai

waktu fermentasi lebih cepat yaitu 20-30 jam Khamir ini mampu menghasilkan

rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan

wine (Frazier dan Westhoff 1978)

B PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan

perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan Pada cairan

fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus

(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18 24

30 dan 36 Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung

(air bubble) Menurut Johnson (2008) aerasi dengan cara air bubble cukup

efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi

Saccharomycess sp bersifat fakultatif aerobik dimana pada kondisi aerobik

oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi

bioenergetiknya Menurut Meyer (1978) pada kondisi aerobik pemanfaatan gula

menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi

C6H12O6 agrave CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus secara maksimal Pada kondisi aerob

gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs energi ini diperlukan

sel untuk memperbanyak diri

1 Biomassa

Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat

dalam cairan fermentasi Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 32: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

20

yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke

waktu Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung

karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis

nitrogen yang cukup untuk sintesis protein dan garam mineral serta faktor

pertumbuhan (Campbell 1999 di dalam Priest dan Campbell 1999) Hasil

pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 1 vvm

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada laju aerasi 2 vvm

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

-1

-05

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

18

24

30

36

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 33: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

21

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa

dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup untuk

kemudian menghasilkan etanol Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah

menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel Pada konsentrasi

substrat 18-30 laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin

yang digunakan Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30 laju

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus menurun Menurut

Wang et al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat

pertumbuhan Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa maltosa sukrosa dan

rafinosa Pertumbuhan khamir dalam disakarida oligosakarida dan

polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim

dan enzim lainnya Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama

pertumbuhan (Griffin 1981)

Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus Hal ini disebabkan

oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang

seharusnya sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus itu sendiri Pemberian aerasi dengan laju yang

tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media Adanya

busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan sehingga mengalami

lisis dan mati

Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6 maka dipilih perlakuan dengan

laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 sebagai perlakuan terbaik

Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30 digunakan

pada penelitian utama karena menghasilkan biomassa paling banyak serta

menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 34: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

22

2 pH

Nilai pH pada awal fermentasi diset 5 Menurut Harrison dan Graham

(1970) pH optimum untuk fermentasi yaitu 45-50 pH diatur dengan

penambahan larutan HCl 3 pada media Hasil pengukuran pH selama

proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8

Gambar 7 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

Gambar 8 Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH Pada 6 jam pertama

fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis Penurunan pH yang

terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama

proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

18

24

30

36

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 35: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

23

Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+ sedangkan khamir

mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3 Sehingga selama metabolisme

berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz 1988)

Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi

produk samping berupa asam piruvat asam sitrat dan asam oksaloasetat yang

dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway

3 Konsumsi Substrat

Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada

berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung

Gambar 9 Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1

vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula

selama fermentasi Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan

dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada

sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat Hal ini ditandai

dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa

fermentasi Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999)

glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi

Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan

Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

050

100150200250300350400

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

18

24

30

36

B

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 36: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

24

semakin rendah Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula

sederhana yang tersedia sangat sedikit Gula sederhana seperti glukosa dan

frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus pada

masa awal pertumbuhannya Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan

terlalu tinggi maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama serta

semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan Moat (1979) menyatakan

bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami

plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel) Dengan terjadinya

plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan

kematian pada sel khamir

Disakarida sukrosa dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir

selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase

yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler

dan Hickey 1954) Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi

oleh khamir pembuat bir Menurut Wang et al (1979) jika mikroorganisme

hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah

amonium dan garam mineral maka pertama kali pati akan dirubah menjadi

glukosa kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk

antara Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai

substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon

Gambar 10 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan

laju aerasi 1 vvm

02468

101214161820

18 24 30 36

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

Kadar Gula Total (bv)

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 37: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

25

Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10

nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah

etanol yang dihasilkan (Gambar 11) Secara umum nilai efisiensi

pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus masih rendah Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung

dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar

dimetabolisme oleh khamir secara langsung

4 Kadar etanol

Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula

seperti glukosa fruktosa dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta

produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida Hasil

pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama

ditampilkan pada Gambar 11

Gambar 11 Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan

kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang

digunakan Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi

substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang

dihasilkan Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

0

5

10

15

20

25

18 24 30 36

Etan

ol (g

l)

Total Gula (bv)

1 vvm

2 vvm

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 38: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

26

yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan

jumlah etanol yang dihasilkan Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi

dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat

tinggi sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi

substrat menjadi etanol Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah

gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob namun belum

maksimal Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat

digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol

5 Kinetika Fermentasi

Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem

batch (tertutup) Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat

menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir

Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan

biomassa rendemen substrat menjadi biomassa (Yxs) rendemen substrat

menjadi produk (Yps) dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa

(Ypx)

Tabel 2 Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18 24 30 36

μmaks (jam-1) 018 021 029 023

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi

dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30 dan

telah dicapai pada jam ke-6 Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan

biomassa yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial Laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi

lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu pH dan ketersediaan

oksigen Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam

nukleat (Fardiaz 1988) Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian

aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 39: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

27

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus berada pada fase

logaritmik yaitu pada jam ke-6

Tabel 3 Rendemen (bb) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm

18 24 30 36

Yps 049 049 033 038

Yxs 011 008 007 006

Ypx 429 600 464 655

Δ ss 012 017 018 014

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per

substrat (Yps) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi

dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang

lebih tinggi sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yxs)

semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat

C REKAYASA BIOPROSES

Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi

yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var ellipsoides yaitu

1vvm pada konsentrasi 30 Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut

digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa

bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat

nilai μmaks telah dicapai) Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan

pengamatan setiap 6 jam Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa total

gula sisa dan pH Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi

1 Biomassa

Menurut Wang et al (2006) mikroba akan tumbuh dan mempunyai

aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya Kinetika

pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel

dalam merespon lingkungan Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik

dan kimiawi tercapai misalnya suhu pH serta ketersediaan nutrisi dan

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 40: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

28

oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba Hasil pengamatan

pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dapat dilihat pada

Gambar 12

Gambar 12 Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus

pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada

perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan

penghentian aerasi pada jam ke-6 Hasil analisis sidik ragam pada selang

kepercayaan 95 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah

biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi

yang dihentikan Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6

mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang

sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae

var ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob Pada kondisi

ini Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus masih dapat tumbuh namun

dengan laju yang lambat

Menurut Neway (1989) Pada kondisi aerob khamir menghasilkan

biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol Pada kondisi aerob

produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal

0

05

1

15

0 6 12 18 24

ln [B

iom

assa

]

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 41: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

29

karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan

dibandingkan pembentukan produk

2 pH

Seperti pada penelitian pertama nilai pH pada awal fermentasi diatur

pada nilai 5 Menurut Harrison dan Graham (1970) pH optimum untuk

fermentasi yaitu 45-55 pH diatur dengan penambahan HCl 3 pada media

Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat

pada gambar 13

Gambar 13 Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda Namun nilai

pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding

perlakuan dengan aerasi dihentikan Hal ini disebabkan karena pada kondisi

aerob Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mengalami pertumbuhan

yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak pH akhir yang

rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-

asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme

karbohidrat pada EMP phatway Selama proses fermentasi dihasilkan juga

gliserol asam asetat asam ester senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya

0

1

2

3

4

5

6

0 6 12 18 24

pH

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 42: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

30

3 Total Gula Sisa

Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian

lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14

Gambar 14 Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama

fermentasi terjadi secara merata Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus dilakukan secara

perlahan atau sedikit demi sedikit Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi

dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh Hal ini

disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar

Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa

(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16) Semakin

rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan sedangkan pada perlakuan

aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan

0

50

100

150

200

250

300

350

-6 0 6 12 18 24

Tota

l Gul

a (g

l)

Waktu (Jam)

Aerasi penuh

Aerasi dihentikan

B

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 43: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

31

Gambar 15 Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian

lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen

gula yang belum dikonsumsi oleh khamir Hal ini disebabkan karena

kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen

oligosakarida sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem

enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut

menjadi gula yang lebih sederhana Semakin sederhana gula yang terdapat

dalam substrat fermentasi semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir

4 Kadar etanol

Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan

memanfaatkan substrat yang tersedia Sumber karbon melalui jalur glikolisis

akan diubah menjadi asam piruvat selanjutnya asam piruvat akan dikonversi

menjadi etanol dan karbondioksida Data kadar etanol yang dihasilkan pada

penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16

Dari Gambar 16 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar

etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Dengan

dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan

fermentasi dari aerob menjadi anaerob Pada kondisi anaerob Saccharomyces

cerevisiae var ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Efis

iens

i pem

anfa

atan

subs

trat (

)

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 44: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

32

Gambar 16 Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan Perlakuan dengan

aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 2125plusmn055 (gl) sedangkan

perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 2494plusmn016

(gl)

Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol

dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua

molekul karbon dioksida

C6H12O6 rarr 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat

melalui proses glikolisis

C6H12O6 rarr 2 CH3COCOOminus + 2H+

Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH

dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul

air Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida

Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal

dari proses glikolisis sebelumnya yang kemudian dikembalikan lagi menjadi

NAD+

CH3COCOOminus + H+ rarr CH3CHO + CO2

CH3CHO + NADH rarr C2H5OH + NAD+

0

5

10

15

20

25

30

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Kad

ar e

tano

l (g

l)

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 45: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

33

Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada

lingkungannya tidak terdapat oksigen Jika masih terdapat oksigen maka

khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan

sepenuhnya Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron

terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat Hasil akhir

dari perombakan tersebut berupa etanol aldehid asam organik dan fussel oil

(Lehninger 1982)

5 Kinetika Fermentasi

Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan

proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker 1972)

Yield atau rendemen biomassa (Yxs) rendemen produk per substrat (Yps)

dan rendemen produk per biomassa (Ypx) merupakan parameter penting

yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau

produk dan biomassa menghasilkan produk Parameter tersebut didefinisikan

sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang

dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam

Bowkamp 1985)

Yxs = Xt-Xo Yps = Pt-Po Ypx = Pt-Po

So-St So-St Xt-Xo

Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal

St= massa substrat saat t So= massa substrat awal

Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4 Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan

Aerasi penuh Aerasi dihentikan Yps 0443plusmn0009 0429plusmn0003 Yxs 0046plusmn0004 0027plusmn0001 Ypx 9704plusmn0681 15678plusmn0308

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 46: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

34

Pada Tabel 4 diketahui nilai Yxs pada aerasi penuh lebih tinggi

dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 Penurunan Yxs pada

aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat

menjadi sel Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak

memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi Nilai Ypx pada

perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi

dibandingkan nilai Ypx pada aerasi penuh Hal ini menunjukkan bahwa pada

kondisi aerasi yang dihentikan konsumsi gula oleh sel lebih banyak

dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya Sedang pada

perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan

sel Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991) dalam kondisi

anaerobik yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang

difermentasi) memiliki nilai yang rendah Pada kondisi anaerob koefisien

yield (Yxs) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0027 sedangkan pada

kondisi aerobik koefisien yield (Yxs) mencapai nilai maksimum sebesar

0046

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 menunjukkan

bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yps) yang

dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

pada jam ke-6 sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yxs) dan

rendemen produk per substrat (Ypx) terdapat beda nyata yang dihasilkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam

ke-6 Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada

Lampiran 10

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 47: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

35

V KESIMPULAN DAN SARAN

A KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu potensial untuk dijadikan

sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var

ellipsoideus Dalam penelitian pertama diketahui perlakuan dengan pemberian

laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30 (bv)

menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan

lainnya Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik

maksimum (μmaks) sebesar 029 yang dicapai saat jam ke-6 Nilai pH pada semua

perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 37 sd

38 Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total

gula 30 (bv)

Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat

pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada

perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6

dan perlakuan dengan aerasi penuh Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan

biomassa sebanyak 219plusmn010 gl serta kadar etanol sebesar 2125plusmn055 gl Pada

perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6 dihasilkan biomassa

sebanyak 160plusmn002 gl dengan kadar etanol sebesar 2494plusmn016 gl Nilai pH

akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan Efisiensi pemanfaatan

substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh

B SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

diantaranya melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan serta menggunakan jenis khamir yang secara

spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti

Saccharomyces diastaticus

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 48: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

36

DAFTAR PUSTAKA

Akyuni D 2004 Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp) Untuk pembuatan Sirup glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Amerine M A dan W V Cruess 1960 The Technology of Wine Making The Avi

Publ co Inc West Port Connecticut Anonim 2007 Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun

httpagribisnisdeptangoid [14 Desember 2007] Anonim 2009 Ethanol Fermentation

httpenwikipediaorgwikiEthanol_Fermentation [12 Februari 2009] AOAC 1995 Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal

Chemistry Washington DC Badan Pusat Statistik (BPS) 2006 Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di

Indonesia httpbpsgoid [22 April 2008] Bailey JE dan DFOllis 1991 Dasar-dasar Biokimia Terjemahan PAU IPB

Bogor Barnett JA RW Payne dan D Yarrow 2000 Yeast Characteristic and

Identification Cambridge University Press New York Campbell I 1999 Systematic of Yeast Di dalam Priest F G dan Campbell L

(eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Casida JR 1968 Industrial Microbiology John Wiley and Sons Inc New York Chaplin MF dan Buckle 1990 Enzym Technology Cambridge University Press

New York Collins W W dan W M Walter 1985 Fresh Roots for Human Consumption di

dalam J C Bouwkamp (ed) Sweet Potato Products A Natural Resource for The Tropics CRC Press Inc Boca Raton

Diwan J 2007 Glycolysis and Fermentation

httprpiedudeptbcbpmolbiochemMBWebmb1part2glycolysishtm [12 Februari 2009]

Dubois M K K A Gilles J K Hamilton P A Rebers F Smith 1956

Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances Analitycal Chemist 28 350-356

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 49: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

37

Fardiaz S 1988 Fisiologi Fermentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Bogor

Frazier WC dan Dc Westhoff 1978 Food Microiology 4th ed McGraw-Hill Book

Publishing CoLtd New York Griffin DH 1981 Fungal Physiology John Wiley amp Sons New York Harrison J S dan J C J Graham 1970 Yeast in Distilery Practice Academic

Press London Hartoto L A Suryani dan E Hambali 2005 Rekayasa Proses Produksi Asam

Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB Bogor

Hartoto L1992 Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi Depdikbud PAU

IPB Bogor Haryanto B dan Pangloli 1992 Potensi dan Pemanfaatan Sagu Kanisius

Yogyakarta Johnson F L dan Cheddington B 2008 Effectiveness of Various Methods of Wort

Aeration httpcdn2libsyncombasicbrewingAerationMethodspdf [24 November 2008]

Kearsley MW dan SZ Dzeidzic 1995 Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivates Blackie Academicsnd Profesional London Lehninger A L 1982 Principles of Biochemistry Worth Publishers Inc New

York Mangunwidjaja D dan A Suryani 1994 Teknologi Bioproses Penebar Swadaya

Jakarta Marsudi B dan I Aprillia 2006 Ragu Menanam Sagu httpkontan-

onlinecom2006116 [ 14 Desember 2007] Mc Nair H M dan E J Bonelli 1988 Dasar Kromatografi Gas Terjemahan

Penerbit ITB Bandung Meyer H L 1978 Food Chemistry Reinhold Publishing Corporation New York Moat AG dan J W Foster 1988 Microbial Physicology Second Edition John

Willey amp Sons Inc New York Neway D R 1989 Fermentation Process Development of Industrial Organism

Mercel Dekker New York

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 50: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

38

Nikolov ZL dan PJ Reilly1991 Enzimatic Depolimerization of starch Di dalam Dordick JS (ed) Biocatalsts for Industry Plenum Press New York

Oura E 1983 Reaction Products of Yeast Fermentation Di dalam H Dellweg (ed)

Biotechnology Volume III Academic Press New York Paturau JM 1991By Product of Cane Sugar Industry An Introduction to their

Utilization Elsevier Publ Co Amsterdam Pelczar M J dan E C S Chan 1986 Dasar-dasar Mikrobiologi I Terjemahan

Universitas Indonesia Press Jakarta Prescot SC dan CG Dunn 1981 Industrial Microbiology McGraw-Hill Book Co

Ltd New York Reed G dan H J Rehm1983 Biotechnology Vol III Industrial Microbiology AVI

Publishing Company Inc Wstport Connecticut Reed G dan Nagodawithana T 1991 Yeast Technology 2nd edition Copyright by

Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog Canada Rinaldy W 1987 Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)

Sebagai Bahan Pembuat etanol Skripsi Fateta IPB Bogor Stanburry P F dan A Whittaker 1984 Principles of Fermentation Technology

Pergamon Press London Stark WH 1954 Alcoholic Fermentation of Grain Di dalam Underkofler L A

dan R J Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical Publishing Co Inc New York

Sumaryono 2007 Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 no 4 3-4 Suyandra I D 2007 Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) sebagai

Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor

Tjokroadikoesomo PS 1986 HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya Gramedia

Jakarta Underkofler LA dan RJ Hickey 1954 Industrial Fermentation Chemical

Publishing Co New York Vogel HC1983 Fermentation and Biochemical Engineering Handbook Noyes

Publication Mill RoadPark Ride New Jersey

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 51: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

39

Wang D X Wu S Bean J P Wilson 2006 Ethanol Production from Pearl Millet Using Saccharomyces cerevisiae Cereal Chem 83(2) 127-131

Wang DIC CL Conney AL Demain P Dunhil AEHumprey dan MD Lily

1979 Fermentation and Enzyme Technology John Wiley and Sons Inc New York

Whitaker J R 1972 Principles of Enzymology for T he Food Science Marcel

Dekker Inc New York Winarno F G 1997 Kimia Pangan dan Gizi Gramedia Pustaka Utama Jakarta Wirakartakusumah MA A Apriantono MS Maarif Suliantri D Muchtadi dan

K Otaka1986 Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar Di dalam FAO (eds) The Development of The Sago Palm and Its Product Report of The FAOBPPT Consultation Jakarta Januari 16-21

Wulandari A 2007 Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi

Bioetanol dengan Ragi Komersial Skripsi Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung

Young T W 1996 The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth di dalam F

G Priest dan I Campbell (eds) 1999 Brewing Microbiology Second Edition Aspen Publishers Gaithersburg

Zhang T dan C G Oates 1999 Relationship Between α-amylase Degradation and

Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches Food Chemistry 65 157-163

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 52: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

40

Lampiran 1 Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang Sampel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3 Sampel kemudian dihidrolisis

selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC Setelah terhidrolisis sampel

selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40 Tetapi sebelumnya sampel harus

didinginkan terlebih dahulu Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar

250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera Sampel sebanyak

10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan

25 ml larutan Luff Schroll Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin

tegak Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok)

Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25 Larutan dititrasi

menggunakan Na2S2O3 01 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang

warnanya Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan

Luff Schroll Kadar pati dihitung dengan rumus

Kadar pati () = a x 09 x p x 100

mg contoh Keterangan

a jumlah mg glukosa fruktosa dan gula invert (C6H12O6)

p faktor pengenceran

(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara

blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

ml selisih titrasi tiosulfat 01 N

jumlah mg C6H12O6

1 24 13 330 2 48 14 357 3 72 15 385 4 97 16 413 5 122 17 442 6 147 18 471 7 172 19 500 8 198 20 530 9 224 21 560 10 250 22 591 11 276 23 622 12 303 24 -

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 53: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

41

Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni 2004)

Pati Sagu

Pencampuran Air CaCO3 200 ppm

Suspensi Pati Sagu 30 (bv)

Pengaturan pH 62 NaOH

α-amilase (147812 Ukg pati)

Gelatinisasi (105oC 5 menit)

Likuifikasi (90oC pH 62 210 menit)

Sirup Dekstrin

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 54: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

Lampiran 3 Analisis Total Gula

a Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunaka

fenol) adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

pada 490 nm

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

b Total Gula (Metode Fenol)

Total gula pada sirup

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et al 1956)

Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

standar fenol yang digunakan Pembuatan kurva standar total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

Gambar 17 Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)

Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel

42

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva

total gula (metode

adalah sebagai berikut 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0

masing dimasukkan ke dalam

Kemudian 5 ml

asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat Biarkan selama 10 menit kocok

lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit Absorbansinya diukur

sagu diukur dengan menggunakan Metode

Fenol Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 55: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

43

Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup Dekstrin

Sterilisasi 121oC 15 menit

Inokulum 10 vv

Sumber N Trace Elemen

Pengaturan pH 5

Sampel Fermentasi (30oC 24 Jam)

Analisa

Hasil Analisa

Etanol

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 56: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

44

Lampiran 5 Analisis Hasil Fermentasi

a Total Biomassa (Hartoto 1992)

Sebanyak 15 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang

telah diketahui bobot awalnya Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan

13000 rpm selama 5 menit Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan

dengan biomassanya Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan

akuades steril sebanyak 15 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali

Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan kemudian tabung eppendorf

yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam Bobot kering

biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan

dikurangi dengan bobot awal tabung

Bobot sel kering (gl) = bobot biomassa kering

ml sampel

b Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli 1988)

Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas

Chromatography Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi standar etanol Standar etanol yang diinjeksikan

memiliki konsentrasi 998 (vv)

Menurut Wulandari (2007) Pengukuran kadar etanol juga dapat

dilakukan dengan metode Conway sebagai berikut

1) Buat larutan

Larutan A Na2CO3 jenuh

Larutan B 037 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades Tambahkan 28

ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan

menggunakan magnetic stirrer Encerkan sampai 50 ml Larutan

ini dapat disimpan lama

Larutan C larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol

PA dengan aquades hingga 250 ml

2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret

a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades

b) 2ml Larutan B + 02 ml Larutan C + 08 ml aquades

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 57: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

45

c) 2ml Larutan B + 04 ml Larutan C + 06 ml aquades

d) 2ml Larutan B + 06 ml Larutan C + 04 ml aquades

e) 2ml Larutan B + 08 ml Larutan C + 02 ml aquades

f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C

3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan

4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan) 1ml larutan A dan 2 ml

larutan B Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut

Larutan A Larutan B Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil

fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan

6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC

7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro

untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 605 nm Apabila warna larutan biru maka contoh harus

diencerkan kembali

8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol

y = 174x + 0029Rsup2 = 1

0

01

02

03

04

05

06

07

08

0 01 02 03 04 05

Abs

orba

nsi

Kadar Etanol ()

Kurva Standar Etanol (Metode Conway)

Linear (Kurva Standar Etanol (Metode Conway))

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 58: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

46

c pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Sebelum

digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7

Setelah dicuci dengan akuades elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang

akan diukur pH-nya Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah

menunjukkan angka konstan Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali

d Total Gula Metode Fenol (Dubois et al 1956)

Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol Sebelum

melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang

digunakan Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut 2 ml larutan

glukosa standar yang mengandung 0 10 20 30 40 50 dan 60 μg glukosa

masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan

fenol 5 dan dikocok Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan

cepat Biarkan selama 10 menit kocok lalu tempatkan dalam penangan air

selama 15 menit Absorbansinya diukur pada 490 nm Pengujian sampel sama

dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti

dengan 2 ml sampel

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 59: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

47

Lampiran 6 Data Total Biomassa

1 Penelitian Pertama

Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 059 057 040 049

6 170 201 232 193

12 204 242 282 231

18 213 250 291 241

24 219 257 298 247

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

0 049 049 046 033

6 156 171 193 163

12 196 200 234 204

18 204 218 252 225

24 202 217 257 223

2 Penelitian Lanjutan

Total biomassa pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 103 096

6 230 220

12 285 248

18 318 255

24 322 256

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 60: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

48

Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 035 035 6908 001

Error 2 001 001

Total 3 036

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 219 01

Dihentikan 2 16 002

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 61: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

49

Lampiran 7 Data Kadar Etanol

1 Penelitian Pertama

Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (gl)

18 24 30 36

1 vvm 950 1390 1925 2055

2 vvm 820 920 930 850

2 Penelitian Lanjutan

Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (gl)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Ulangan 1 2164 2505

Ulangan 2 2086 2483

Rata-rata 2125 2494

Analisa sidik ragam etanol pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 1362 1362 8292 001

Error 2 033 016

Total 3 1394

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 2125 055

Dihentikan 2 2494 016

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan

aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 62: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

50

Lampiran 8 Data pH

1 Penelitian Pertama

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 501 506 509 508

6 396 396 398 394

12 380 368 372 365

18 384 371 369 366

24 382 378 370 368

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm

Jam ke- 18 24 30 36

0 510 508 509 514

6 423 423 414 412

12 380 379 381 377

18 372 370 369 373

24 366 374 370 369

2 Penelitian Lanjutan

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

0 500 480

6 335 340

12 315 325

18 310 320

24 305 315

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 63: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

51

Lampiran 9 Data Total Gula

1 Penelitian Pertama

Total gula pada laju aerasi 1vvm (gl)

Jam ke- 18 24 30 36

B 19070 22826 29678 36046

0 15786 18856 26849 32578

6 14716 17351 23776 30834

12 14399 17101 22951 29840

18 14175 15881 22702 28727

24 13953 15597 22002 28119

2 Penelitian Lanjutan

Total gula pada penelitian lanjutan (gl)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan

B 30597 30276

0 27851 27553

6 25091 24466

12 24300 23529

18 23392 22779

24 23050 20745

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 64: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

52

Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1 Analisa sidik ragam Yps pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 18210-4 18210-4 431 017

Error 2 08510-4 04210-4

Total 3 26710-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 044 001

Dihentikan 2 043 0

Keterangan

Nilai f-Tabel gt nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan

antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

2 Analisa sidik ragam Yxs pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 34210-4 34210-4 37 003

Error 2 01910-4 00910-4

Total 3 36110-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 005 001

Dihentikan 2 003 0

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

Page 65: PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var ... · Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami ... Kurva Pertumbuhan Mikroba ... Kurva konsumsi substrat pada fermentasi

53

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan

3 Analisa sidik ragam Ypx pada penelitian utama

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat

(JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

f-Hitung f-Tabel

Aerasi 1 3568 3568 12781 001

Error 2 056 028

Total 3 3624

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi

Penuh 2 97 068

Dihentikan 2 1568 031

Keterangan

Nilai f-Tabel le nilai α (005) menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95

terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara

perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan