fermentasi substrat padat fermentasi kecap_nina setiabudi_12.70.0056_a1

19
FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI ` Disusun oleh: Nina Setiabudi 12.70.0056 Kelompok: A1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Upload: james-gomez

Post on 15-Sep-2015

49 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Kecap manis adalah produk olahan dengan tekstur yang kental, berwarna coklat kehitaman, dan digunakan sebagai penyedap makanan. Proses pembuatan kecap secara fermentasi dapat terjadi dengan sendirinya (tanpa penambahan bahan apapun pada media yang disediakan), dengan penambahan ragi tempe, atau penambahan spora kapang Aspergillus murni .

TRANSCRIPT

10

FERMENTASI SUBSTRAT PADATFERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

`Disusun oleh:Nina Setiabudi12.70.0056Kelompok: A1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

1.

2. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan kecap manis meliputi aroma, warna, rasa dan kekentalan pada kecap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. KelompokBahan dan PerlakuanAromaWarnaRasaKekentalan

A1Kedelai hitam 0,5% inokulum + cengkeh+++++++++

A2Kedelai hitam 0,75% inokulum + cengkeh++++++

A3Kedelai hitam 0,75% inokulum + daun sere+++++

A4Kedelai hitam 1% inokulum + daun sere++++++

A5Kedelai hitam 1% inokulum + pala+++++++++

Keterangan :AromaKekentalan+++: sangat kuat+++: sangat kental++: kuat++: kental+: kurang kuat+: kurang kentalWarnaRasa+++: sangat hitam+++: sangat kuat++: hitam++: kuat+: kurang hitam+: kurang kuat

Dari tabel hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa kelompok A1 dengan penambahan inoculum 0,5% dan kelompok A5 dengan menggunakan penambahan inoculum 1% mempunyai aroma, warna, rasa dan kekentalan yang sama yaitu memiliki aroma yang kuat, warna hitam, rasa yang kuat dan kekentalan yang kental. Kelompok A2 dan kelompok A3 dengan penambahan inoculum sebesar 0,75% memiliki hasil yang sama yaitu warna yang kurang hitam, rasa yang kuat dan kekentalan yang kurang kental, namun pada aroma terdapat perbedaan yaitu kelompok A2 memiliki aroma yang kuat dan kelompok A3 memiliki aroma yang kurang kuat. Untuk kelompok A4 dengan penambahan inoculum 1% mempunyai aroma yang kurang kuat, warna yang kurang hitam, rasa kuat dan kekentalan kental.

1

2. PEMBAHASANKecap manis adalah produk olahan dengan tekstur yang kental, berwarna coklat kehitaman, dan digunakan sebagai penyedap makanan. Proses pembuatan kecap secara fermentasi dapat terjadi dengan sendirinya (tanpa penambahan bahan apapun pada media yang disediakan), dengan penambahan ragi tempe, atau penambahan spora kapang Aspergillus murni (Suprapti, 2005). Pada praktikum dilakukan pembuatan kecap secara fermentasi dengan menggunakan penambahan ragi tempe dan menggunakan kedelai hitam sebagai bahan dasarnya. Proses pembuatan kecap secara fermentasi dari fermentasi kapang atau fermentasi koji dan fermentasi larutan garam atau fermentasi moromi. Kecap dibuat melalui 3 cara, yaitu fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi fermentasi dan hidrolisis asam. Kecap yang dibuat secara fermentasi memiliki citarasa dan aroma yang lebih disukai konsumen. Pembuatan kecap secara fermentasi mempunyai prinsip menguraikan protein, lemak, dan karbihidrat menjadi asam amino, asam lemak dan monosakarida. Pada tahap awal fermentasi yaitu dengan merendam kedelai hitam 250 gram selama 1 malam (Purwoko & Handajani, 2007). Perendaman selama 1 malam mempunyai tujuan untuk menghidrasi air ke dalam biji supaya kedelai menjadi mudah lunak saat pemasakan dan hanya memerlukan waktu yang singkat saja (Torotora et al, 1995).

Kedelai yang sudah mekar, dicuci, dan ditiriskan hingga kedelai kering. Lalu kedelai direbus kembali hingga kedelai matang dan ditiriskan hingga setengah kering. Proses perebusan mempunyai tujuan untuk melunakkan biji kedelai sehingga protein akan terpecah-pecah (namun tidak sampai mengalami kerusakan), merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat-zat antinutrisi, menghilangkan bau langu yang ada pada kedelai, dan membunuh bakteri yang ada di permukaan kedelai (Tortora et al., 1995). Selain itu proses pemasakan kedelai juga memiliki tujuan untuk mendenaturasi protein pada kedelai sehigga protein dapat dicerna oleh enzim dari kapang dengan baik. Langkah selanjutnya adalah meletakan kedelai diatas tampah dan ditambah inokulum ragi tempe pada konsentrasi yang berbeda-beda (Huang & Teng, 2004 dalam Esmelarda, 2008). Untuk kelompok A1 penambahan inokulum komersial tempe 0,5%, kelompok A2 dan A3 penambahan inokulum komersial tempe 0,75% dan kelompok A4 dan A5 penambah inoculum komersial tempe 1%.

Kapang yang digunakan pada fermentasi koji adalah Aspergillus sp. dan Rhizopus sp (Rahayu dkk, 1993). Setelah ditaburi dengan ragi tempe, kedelai ditutup dengan besek yang lain dan disimpan selama 3 hari, penyimpanan 3 hari sesuai dengan teori dari Purwoko & Handajani (2007) yang menyebutkan bahwa fermentasi koji memerlukan waktu 3-5 hari. Tahap-tahap fermentasi koji juga sesuai dengan teori dari Huang dan Teng (2004) bahwa pada tahap ini dilakukan pencampuran kedelai dan starter dalam jumlah tertentu. Kultur kapang yang digunakan harus mempunyai jumlah spora yang tinggi, laju germinasi tinggi, tidak terkontaminasi oleh mikroba yang tidak diinginkan, mampu dikeringkn dan aktivitas protease yang tinggi.

Esmeralda (2008) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang penting dalam proses pembuatan fermentasi koji yaitu kutur kapang. Kultur kapang yang digunakan dapat menghasilkan warna dan flavor kecap yang diinginkan, kemampuan berspora dengan baik, memiliki aktifitas proteolitik dan amilolitik yang tinggi, stabil secara genetic, serta menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat tidak toksik. Ernawati et al (2003), menambahkan kecap dengan kualitas baik yang dapat diperoleh jika menggunakan inoculum kualitas yang baik pula. Penambahan ragi dalam pembuatan kecap pada praktikum adalah dengan menggunakan kapang Aspergillus sp yang sangat berperan dalam proses pembuatan kecap dan merupakan inoculum dengan aktivitas proteolitik yang cukup tinggi dan jumlah spora yang memadai. Menurut Masashi (2006), konsentrasi ragi yang berbeda-beda dapat mempengaruhi kandungan etanol dan asam laktat yang terkandung dalam kecap. Semakin banyak jumlah ragi yang ditambahkan maka etanol akan cepat terbentuk dalam jumlah yang banyak.

Faktor-faktor penting selama proses fermentasi koji yaitu mutu bahan baku, proses pemasakan bahan baku, proses pembuatan kultur kapang dan inokulasi, serta proses pengendalian selama proses fermentasi berlangsung (Esmelrada, 2008). Kadar air selama proses fermentasi berlangsung harus diperhatikan pada tahap awal fermentasi koji sekitar 43% dan pada tahap akhir fermentasi koji sekitar 30% (Yokotsuka dan Sasaki, 1998). Lamanya proses fermentasi menjadi salah satu faktor yang penting dalam fermentasi koji. Menurut Wood (1982), menghentikan inkubasi koji yang terlalu cepat dapat mengakibatkan kurang sempurnanya hidrolisa protein dan polisakarida kedelai. Selain itu menurut Steinkraus (1983) berpendapat bahwa enzim yang dihasilkan oleh kapang akan sedikit dan tidak akan menghasilkan komponen-komponen yang akan membentuk cita rasa khas kecap. Jika masa inkubasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan produksi ammonia berlebihan sehingga terjadi pembentukan flavor yang tidak dapat diterima, yang akhirnya akan memberikan kecap yang bermutu inferior (Wood, 1982).

Ciri-ciri koji yang memiliki mutu yang baik adalah berwarna hijau gelap, beraroma khas, pertumbuhan kapang yang sangat tinggi, dan aktivitas proteolitik dan amilolitik yang tinggi. Fermentasi koji rawan sekali terkontaminasi oleh bakteri seperti Bacillus, hal ini harus dihindari karena bakteri tersebut dapat menghasilkan ammonia, asam iso valerat yang dapat terbawa hingga produk akhir dan menyebabkan off flavor (Amalia, 2008).

Setelah tahap koji dilakukan maka tahap awal moromi dilakukan dngan mengeringkan kedelai yang sudah berjamu didalam dehumidifier selama 2-4 jam. Tujuan dari proses pengeringan yaitu untuk menurunkan kadar air pada kedelai sehingga yang belum mati akan terhambat proses pertumbuhannya (Peppler & Perlman, 1979). Sedangkan menurut Tortora et al (1995) proses pengeringan mempunyai tujuan untuk memudahkan penghilangan kapang yang terdapat pada permukaan substrat karena kapang tersebut sudah tidak digunakan lagi pada tahapan selanjutnya. Rahayu (1985) menjelaskan bahwa mikroba yang mempunyai peran dalam fermentasi moromi yaitu mikroba tahan garam seperti Hansenula sp., Zygosaccharomyces sp., dan Lactobacillus sp. kedelai yang sudah kering, kemudian dimasukkan kedalam toples plastik dan direndam dalam larutan garam 20% selama 1 minggu dimana pda saat siang hari kedelai dijemur dibawah sinar matahari dan diaduk.

Kadar garam yang tinggi pada saat proses fermentasi moromi yang berperan sebagai penghambat selektif pada mikroba pencemar tertentu. Mikroba patogenik yaitu clostridium botulinum dapat dihambat dengan konsentrasi garam 10-12% (Hendritomo, ___). Garam juga berpengaruh pada aktivitas air dari bahan. Selama proses fermentasi berlangsung, pengadukan yang dilakukan setiap hari selama 1 minggu mempunyai tujuan untuk pertukaran udara, memberikan aerasi yang cukup untuk pertumbuhan khamir, menghambat pertumbuhan bakteri anaerobic yang tidak diinginkan, menguapkan gas karbondiaoksida dan hydrogen sulfide, pewarnaan oksidatif dan campuran moromi yang homogen (Huang & Teng, 2004).

Setelah proses perendaman selama 1 minggu, kemudian diperes dan disaring dengan menggunakan kain saring. Setelah itu air hasil perasan sebanyak 300 ml ditambah dengan air sebanyak 700 ml dan dimasak bersama bumbu-bumbu yang telah ditetukan oleh maisng-masing kelompok. Larutan yang dimasak pada suhu 87-89OC dapat menginaktifkan mikroorganisme (Esmelrada, 2008). Proses pemasakan ini bertujuan untuk meningkatkan sejumlah besar kandungan aldehid, asetal, merkaptan, asam organic, pirazin, furfural dan kandungan bahan lain yang memberikan kontribusi terhadap karakteristik aroma dan rasa kecap, meningkatkan karakteristik warna coklat kemerahan, meningkatkan kecerahan dengan mengendapkan koagulan, meningkatkan resistensi terhadap film khamir dengan memproduksi asam organic dan komponen fenolik dan meningkatkan enzim.

Dari hasil pemasakan dengan menambahkan bumbu-bumbu, mendapatan hasil bahwa kelompok A1, A2 dan A5 menghasilkan aroma yang kuat. Sedangkan pada kelompok A3 dan A4 menghasilkan aroma yang kurang kuat. Untuk warna pada kecap kelompok A1 dan A5 mempunyai warna yang hitam, sedangkan pada kelompok A2, A3 dan A4 mempunyai warna yang kurang kitam. Untuk kekentalan pada kecap kelompok A1 dan A5 sangat kental, sedangkan pad kelompo A2, A3 dan A4 kental. Untuk rasa pada kecap pada kelompok A1 dan A5 mempunyai rasa yang sangat kuat dan kelompok A2, A3 dan A4 mempuntai rasa kecap yang kuat. Hendritomo (____) berpendapat bahwa pada proses pembuatan kecap rasa manis atau sedang tidak dapat diartikan bahwa mengurangi kadar gula, namun mengatur jumlah kadar garam yang digunakan. Kadar garam 3% dapat menimbulkan rasa kecap tetap manis, namun jika kadar garam lebih dari 5% dapat menimbulkan rasa kecap yang sedang.

Proses pemasakan merupakan tahapan yang penting dalam menentukan warna dan flavor dari kecap. Hal tersebut disebabkan selama proses pemasakan dapat terjadi reaksi karmelisasi dan reaksi maillard. Kedua reaksi tersebut dapat mempengaruhi peningkatan warna dan flavor. Pada penelitian ini juga mengatakan bahwa total kandungan dari aldehid, diasetil, asetilpropionil, asetilbutiril dan komponen bebas fenolik akan meningkat selama proses pemasakan. Total kuantitas dari komponen dasar senayawa volatile yang ada pada kecap saat dimasak lebih dari 1,5 kali dibandingkan dengan kecap yang tidak dipanaskan. Maka selama proses pemasakan dilakukan pengadukan terus menerus untuk terjadinya pemanasan yang terlalu tinggi dibagian bawah (Nounomura dan Sasaki, 1992).

Gula jawa adalah salah satu bahan yang digunakan pada proses pemasakan kecap oleh semua kelompok. Tahapan pada proses pemasakan gula meruapakan tahapan yang lebih penting dalam menentukan flavor pada kecap. Saat pemasakan dapat mengalami reaksi karmelisasi yang dapat menghasilkan senyawa volatile. Selain itu, pada saat proses karamelisasi juga dapat terjadi pemecahan sukrosa menjadi gula pereduksi (glukosa dan fruktosa). Gula pereduksi dapat bereaksi dengan asam amino yang berasal dari larutan moromi pada saat reaksi maillard. Reaksi maillard dpat terjadi setelah dilakukan proses pencampuran larutan moromi dan gula dalam proses pemasakan. Selain itu juga dapat menghasilkan kompenen volatile, reaksi maillard juga menghasilkan pigmen melanoidin yang berwarna coklat yang menyebabkan kecap mempunyai warna coklat kehitaman (Amalia, 2008).

Bahan lain yang sering digunakan dalam proses pembuatan kecap adalah daun serai, laos, kayu manis, bunga peka, pala, cengkeh, dan ketumbar. Daun serai (Andropogon nardus L) adalah daun tunggal, lengkap dan pelepah daunnya silindris, gundul, seringkali bagian permukaan dalam berwarna merah, ujung berlidah (ligula), helaian, lebih dari separuh menggantung, remasan berbau aromatik. Kandungan utama pada serai adalah minyak atsiri dengan komponen sitronelal 32-45%, geraniol 12-18%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%, sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen, vanillin, limonene, kamfen. Minyak serai mengandung 3 komponen utama yaitu sitronelal, sitronelol dan geraniol (Wardani, 2009). Minyak atsiri pada biji ketumbar mempunyai sifat antimikrobia terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004).

Kecap yang dihasilkan pada kelompok A1 mempunyai aroma yang kuat, warna yang hitam, rasa yang sangat kuat dan kekentalan yang kental. Kelompok A2 mempunyai aroma yang kuat, warna yang kurang hitam, rasa yang kuat dan kekentalan yang kurang kental. Kelompok A3 mempunyai aroma kecap yang kurang kuat, warna yang kurang hitam, rasa yang kuat dan kurang kental. Kelompok A4 mempunyai aroma yang kurang kuat, warna yang kurang hitam, rasa yang kuat dan kental. Kelompok A5 mempunyai aroma kecap yang kuat, warna yang hitam, rasa yang sangat kuat dan kental.

Jika keadaan fermentasi koji kurang baik, kadang timbul gejala adanya pertumbuhan kapang yang umumnya berbulu, namun tetap dalam keadaan warna asli kedelai ditambah denggan adanya lender serta bau tyang menyengat. Maka dapat diperkirakan adanya pertumbuhan bakteri pembusuk atau bakteri lender (bakteri Natto) (Judoamidjojo et al, 1989). Jadi, pertumbuhan kapang dapat dikalahkan oleh pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Keadaan demikian mudah terjadi bila kedelai rebus masih telampau basah, sebaran kedelai terlalu tebal, suhu ruangan terlalu tinggi (lebih dari 35OC), dan jumlah spora kapang yang terlalu sedikit. Bacillus subtilis yang mengkontaminasi koji dapat menyebabkan peningkatan total protease dan aktivatas protease alkali, serta berkontribusi dalam pembentukan salah satu senyawa flavor pirazin (Yokotsuka & Sasaki 1998), Huang & Teng, 2004).

3

3. Kesimpulan Pembuatan kecap secara fermentasi terdiri dari fermentasi koji dan fermentasi moromi. Perendaman selama 1 malam bertujuan untuk menghidrasi air ke dalam biji kedelai. Pemasakan kedelai bertujuan untuk mendenaturasi protein pada kedelai . Kapang yang digunakan dalam proses fermentasi koji adalah Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Fermentasi koji membutuhkan waktu 3-5 hari. Konsentrasi ragi dapat bmempengaruhi kandungan etanol dan asam laktat yang terkandung dalam kecap. Tujuan proses pengeringan untuk menurunkan kadar air kedelai dan menghambat pertumbuhan kapang. Kadar garam yang tinggi pada saat fermentasi moromi sebagai penghambat selektif mikroba pencemar tertentu. Pengadukan saat proses moromi bertujuan untuk pertukaran udara, memberikan aerasi yang cukup untuk pertumbuhan khamir. Pemasakan terdapat reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard. pemasakan gula merupakan tahapan penting dalam menentukan flavor kecap. Daun serai mengontribusi aroma kecap yang dibuat. Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba. Kontaminan yang dapat tumbuh pada proses fermentasi koji yaitu Bacillus subtilis dan Rhizopus nigricans.

Semarang, 17 Juni 2015 PraktikanAsisten Dosen Frisca Melia Abigail Sharon Effendy

Nina Setiabudi12.70.0056

8

4. DAFTAR PUSTAKAAmalia A. (2008). Pengaruh Karakeristik Gula Merah Dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahayu, E.S., R. Indrati,T. Utami, E. Harmayani, dan M.N. Cahyanto. (1993). Bahan pangan hasil fermentasi. PAU Pangan & Gizi, Yogyakarta.Ernawati, Teni; Iskandar, Yetty M; dan Pudjiraharti S. (2003). Isolasi Aspergillus Untuk Pembuatan Inokulum yang Memiliki Aktivitas Protease Tinggi. Pusat Penelitian Kimia-LIPI. Bandung.Esmelrada, Willine. (2008). Optimasi Kultur Pada Proses Fermentasi Kecap. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Fukushima. (2003). Fermented Soy Sauce Production. Di dalam Steinkraus, K.H. Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2nd Ed. Marcel Dekker, Inc., New York.Hendritomo, Henky Isnawan. (___). Pengaruh Pertumbuhan Mikroba Terhadap Mutu Kecap Selama Penyimpanan. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri BPPT. Jakarta.Huang Tzou-Chi dan Der-Feng Teng. (2004). Soy Sauce: Manufacturing and Biochemical Changes. Di dalam Hui Y.H., Lisbeth M.G., se S.H., Jytte J., Wai-Kit Nip, Peggy S.S., dan Fidel T. Handbook of Food and Beverage Fermentation Technology. Marcel Dekker, Inc.,New York.Judoamidjojo, R. M., Gumbira Said, E. dan Hartoto, L. (1989). Biokonversi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.Masashi, Kasuga. (2006). Method of Brewing Soy Sauce. Diakses di http://osdir.com/patents/Food-processes/Method-brewing-soy-sauce-07056543.htmlNunomura, N. dan Sasaki, M. (1992). Japanese Soy Sauce Flavour with Emphasis on Off Flavours. Di dalam : Charalambous, G. (ed.). Off Flavours in Foods and Beverages. Elsevier Science Pub. B. V., Amsterdam.Peppler, H.J. & Perlman, D. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Prabandari, Ending. (1995). Cara Membuat Kecap . Semarang : Balai PustakaPurwoko, Tjahjadi dan Handajani, Noor Soesanti. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus. ISSN : 1412-033X. Biodiversitas Volume 8, Nomor 2 Halaman 223-227.Rahayu, E.S., (1985), Hidrolisis protein kedelai oleh Aspergillus oryzae, A. soyae, dan Rhizopus oligosporus, Tesis Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta

9

Steinkraus K.H. (1983). Handbook of Indigenous Fermented Foods. Marcell Dekker, New York and Basel.Suprapti MS. 2005. Kecap Tradisional. Yogyakarta: Kanisius.Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.Wardani, Sukma. 2009. Uji Aktifitas Minyak Atsiri Daun dan Batang Serai (Andropogon nardus L) Sebagai Obat Nyamuk Elektrik Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. UMS Surakarta.Wood B.J.B. 1982. Soy Sauce and Miso. Di dalam Rose A.H. (ed). Fermented Food, Economic Microbiology. Vol VII. School of Biological Sciences.Universityof Bath, England.Yokotsuka T. dan M. Sasaki. (1998). Fermented Protein Foods in the Orient. Didalam Wood B.J.B. (ed). Microbiology of Fermented Foods 2nd Ed. Vol 1. Blackie Academic & Professional, London.Yuharmen, Y. Eryanti, dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Jurusan Kimia, FMIPA-Universitas Riau, Riau : 1-2