fermentasi substrat pada fermentasi kecap_daniel adi sambada_12.70.0135_a4

25
FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun Oleh : Nama: Daniel Adi Sambada NIM: 12.70.0135 Kelompok A4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN 1 Acara III

Upload: james-gomez

Post on 15-Sep-2015

47 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Fermentasi adalah proses perubahan bahan pangan yang di dalamnya melibatkan aktivitas mikrobiologi, sehingga dihasilkan produk modifikasi dari bahan awal. Fermentasi terdiri atas banyak macam. Salah satunya yaitu fermentasi kacang kedelai menjadi kecap.

TRANSCRIPT

15

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASIDisusun Oleh :

Nama: Daniel Adi SambadaNIM: 12.70.0135Kelompok A4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

20151. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan produk kecap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Kecap

KelompokAromaWarnaRasaKekentalan

A1+++++++++

A2++++++

A3+++++

A4++++++

A5+++++++++

Keterangan :Aroma

Warna

Rasa

Kekentalan

+

kurang kuat

kurang hitam

kurang manis

kurang kental++

kuat

hitam

manis

kental+++

sangat kuat

sangat hitam

sangat manis

sangat kental

Pada tabel 1. dapat dilihat bahwa produk kecap diuji dengan parameter aroma, warna, rasa, dan kekentalan. Pada parameter aroma dapat diketahui bahwa aroma paling kuat terdapat pada kelompok A1, A3, dan A5. Sedangkan pada aroma pada kelompok A3 dan A4 kurang kuat. Pada parameter warna dapat dilihat pada kelompok A1 dan A5 memiliki warna paling hitam, sedangkan pada kelompok A2, A3, dan A4 memiliki warna yang kurang hitam. Pada parameter rasa kelompok A1 dan A5 juga memiliki rasa yang sangat manis, sedangkan pada kelompok A2, A3, dan A4 memiliki rasa yang manis. Dan pada parameter kekentalan kelompok A1, A4, dan A5 memiliki viskositas yang sangat kental. Sedangkan pada kelompok A2 dan A3 memiliki viskositaas yang kurang kental.

2. PEMBAHASANFermentasi adalah proses perubahan bahan pangan yang di dalamnya melibatkan aktivitas mikrobiologi, sehingga dihasilkan produk modifikasi dari bahan awal. Fermentasi terdiri atas banyak macam. Salah satunya yaitu fermentasi kacang kedelai menjadi kecap. Pada jurnal yang ditulis oleh Dzogbefia (2007) dengan judul Value Addition to Locally Produced Soybeans In Ghana: Production of Soy Sauce Using Starter Culture Fermentaion mengemukakan bahwa kecap merupakan produk hasil fermentasi kedelai yang umumnya digunakan sebagai bahan penyedap dan pemberi warna pada makanan. Selain itu, dijelaskan pula bahwa produk kecap tinggi asam amino, dengan sedikit rasa alkoholik dengan banyak nilai nutrisi dan dampak kesehatan bagi tubuh.

Dalam produksi kecap, bahan yang umumnya digunakan adalah kedelai hitam, namun tidak menutup kemungkinan penggunaan kacang kedelai kuning sebagai bahan untuk membuat kecap dapat diaplikasikan. Kacang kedelai hitam menurut Santoso (1994) dan Rahman (1992), memiliki ciri berwarna hitam, dan saat akan diproduksi untuk menjadi kecap akan menghasilkan warna produk yang hitam pekat. Menurut Ginting et al. (2009), apabila diamati dari segi kandungan kimianya, kacang kedelai kuning memiliki kadar protein yang memang cenderung lebih rendah daripada kacang kedelai hitam, yaitu kacang kedelai kuning (37-43% bk) dengan intensitas langu yang cukup rendah dan secara fisik ukuran jauh lebih besar, sedangkan kacang kedelai hitam (43-44,60% bk) dan secara fisik ukurannya lebih kecil. Namun Ginting et al. (2009) juga menjelaskan bahwa hingga kini pasokan kacang kedelai hitam semakin terbatas dan pertumbuhan biji kedelai kuning tergolong mudah daripada kedelai hitam, oleh sebab itu, aplikasi kacang kedelai kuning sebagai bahan baku pembuatan kecap tergolong sangat potensial.Menurut Sumague et al. (2008), kecap merupakan cairan yang berwarna coklat terang hingga hitam dengan aroma seperti daging dan memiliki rasa yang asin, yang dihasilkan dari fermentasi kedelai dengan atau tanpa gandum, yang pada dasarnya harus melalui 2 tahap fermentasi. Lebih jauh, Rahman (1992), mengklasifikasikan kecap menjadi 2 jenis yaitu kecap manis dan kecap asin. Santoso (1994) menambahkan bahwa perbedaan dari kedua jenis kecap terletak pada konsentrasi penambahan jumlah gula maupun garamnya. Beliau menjelaskan, saat konsentrasi gula yang ditambahkan lebih banyak maka disebut dengan kecap manis sesuai dengan rasanya yang manis, sebaliknya, ketika konsentrasi gula pada kecap cenderung lebih sedikit mak disebut dengan kecap asin.

Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Muangthai (2009) dengan judul Development of Healty Soy Sauce From Pigeon Pea and Soybean mengatakan bahwa kecap adalah produk perasa yang tergolong populer di Asia. Produk kecap ini merupakan salah satu golongan bumbu dapur yang telah ada dan digunakan di setiap Negara sejak lebih dari 3000 tahun yang lalu. Dahulu, komposisi kecap sangat sederhana yaitu kacang kedelai, tepung, garam, air, dan mikroorganisme, seperti Aspergillus oryzae. Khususnya, di Thailand, kecap merupakan salah satu bumbu yang sangat penting bagi masakannya. Menurut mereka, kacang kedelai merupakan salah satu komponen utama yang berperan penting dalam penentu kualitas kecap yang akan dihasilkan. Pernyataan tersebut mendukung teori yang telah ada sebelumnya oleh Astawan & Astawan (1991), dimana beberapa faktor penentu kualitas kecap adalah jenis kedelai yang digunakan, lama fermentasi ketika di dalam larutan garam, dan kemurnian biakan kapang yang digunakan.Secara umum, kecap dapat dibuat melalui 3 metode yaitu proses fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi fermentasi maupun hidrolisis asam bersamaan (Purwoko & Noor, 2007),. Berdasarkan pengolahannya tersebut, kecap yang dibuat secara fermentasi akan memberikan cita rasa dan aroma yang lebih disukai konsumen. Pada prinsipnya, pembuatan kecap secara fermentasi akan berkaitan dengan menguraikan protein, lemak, karbohidrat, asam lemak, monosakarida menjadi bentuk yang sederhana. Menurut jurnal yang ditulis oleh Chunqi Mao (2013) dengan judul Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bittern mengatakan bahwa dalam pengolahan kecap dengan metode fermentasi tergolong kompleks, dimana dalam prosesnya akan melibatkan sakarifikasi pati, degradasi gula, fermentasi alkohol, proteolisis, formasi aroma, reaksi asam pantotenat, dan reaksi Maillard. Berdasarkan teori yang ada, pengujian yang dilakukan oleh praktikan tergolong ke dalam pembuatan kecap dengan metode fermentasi.Pada fermentasi kecap akan melalui 2 tahap utama, yaitu tahap fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan fermentasi cair (fermentasi moromi). Umumnya, jenis kapang yang digunakan dalam tahap fermentasi padat adalah Aspergillus sp. dan Rhizopus sp (Purwoko & Noor, 2007). Selain itu, pada tahap fermentasi padat kultur akan ditambahkan secara sengaja dalam tahap pembuatan tempe, sedangkan pada fermentasi moromi, fermentasi akan terjadi secara spontan tanpa penambahan kultur khusus oleh manusia. Jenis kapang yang paling umum digunakan pada tahap koji adalah Aspergillus oryzae, dimana tahap fermentasi ini akan memerlukan waktu selama 3 sampai 5 hari. Tahap selanjutnya yaitu tahap moromi, koji yang telah terbentuk akan melalui tahap perendaman dengan air garam dengan konsentrasi 20-30%, dan khusus untuk tahap ini membutuhkan waktu selama kurang lebih 14-28 hari. Mikroba yang telah aktif dalam tahap moromi berupa Hansenula sp., Zygosaccharomyces sp., dan Lactobacillus sp. Cairan hasil fermentasi moromi ini akan dimasak bersama dengan rempah-rempah dan kemudian diberi gula agar menjadi kental sehingga diperoleh kecap, sedangkan ampas dari fermentasi moromi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Purwoko & Noor, 2007)Astawan & Astawan (1991) menjelaskan bahwa ketika fermentasi koji ini berlangsung, Aspergillus oryzae ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim protease, amilase, dan enzim lainnya yang akan berperan dalam proses pemecahan kandungan dalam kacang kedelai menjadi bentuk yang lebih sederhana. Salah satunya, enzim proteolitik yang berperan dalam mengubah protein kedelai menjadi peptida dan asam amino, serta enzim amilase yang akan menghidrolisa pati menjadi gula sederhana. Nutrien yang telah dipecah inilah yang nantinya akan digunakan oleh mikroba pada tahap moromi untuk dijadikan sebagai sumber nutrien, dimana mikroba tersebut berupa bakteri.

2.1 Fermentasi Koji

Pada praktikum ini menggunakan bahan dasar yang digunakan oleh praktikan berupa kacang kedelai hitam. Tahapan yang pertama yaitu bahan berupa kacang kedelai mentah sebanyak 250 gram dicuci dan dibersihkan dengan air mengalir, selanjutnya kacang direndam dengan menggunakan air bersih selama 1 malam. Fungsi perendaman kacang kedelai hitam ini bertujuan untuk menghidrasi/memungkinkan penyerapan air ke dalam biji sehingga biji kedelai akan menjadi lunak dan bisa dipisahkan dari kulit arinya dalam waktu singkat (Rahayu, 1993). Tahap selanjutnya, kacang dikupas dan dipisahkan dari kulit ari hingga bersih. Kemudian kacang direbus dan ditiriskan. Tujuan perebusan yang dilakukan, menurut untuk merusak protein inhibitor/penghambat reaksi tertentu, melunakkan biji kedelai (denaturasi protein), menginaktifkan zat-zat antinutrisi, serta dapat menghilangkan bau langu, disamping itu, proses perebusan juga memiliki tujuan untuk meminimalkan kontaminasi oleh mikroba patogen yang mungkin ada di permukaan kacang kedelai (Tortora, 1995).Lalu kacang yang sudah direbus ditunggu beberapa saat untuk menurunkan suhunya hingga suam-suam kuku. Menurut Santoso (1994), proses penurunan suhu ini perlu dilakukan agar tercapainua suhu optimal bagi pertumbuhan kapang/ragi yang akan ditumbuhkan pada kacang kedelai, dimana suhu optimalnya adalah sebesar (35-40)oC, sebaliknya apabila suhu yang diterapkan di atas suhu optimal tersebut maka akan berefek kematian pada kapang yang akan ditumbuhkan. Teori lainnya yang mendukung praktikum pengolahan kecap ini adalah teori oleh Atlas (1984) yang menjelaskan bahwa dalam tahap penirisan dipastikan kacang berada dalam kondisi lembab, sehingga mempermudah jamur untuk tumbuh dan berkembangbiak diatas permukaannya dan jamur dapat mengakumulasi beberapa enzim termasuk proteinase dan amilase.

Selanjutnya kacang-kacang tersebut dituangkan ke daun pisang yang telah dibersihkan dengan alkohol diletakkan untuk melapisi tampah dan ditaburi dengan ragi tempe yang sudah disediakan. Pada tahap ini, perlakuan yang diberikan terhadap sampel masing-masing kelompok dibedakan yaitu untuk kelompok A1 jumlah ragi yang ditambahkan sebanyak 0,5% inokulum komersial, kelompok A2 dan A3 ditambahkan dengan ragi sebanyak 0,75% inokulum komersial, dan untuk kelompok A4 dan A5 ditambahkan dengan 1% inokulum komersial. Pada praktikum ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Purwoko & Noor (2007) yaitu bahwa jenis kapang yang paling umum digunakan dalam tahap koji adalah Aspergillus oryzae, begitu pula dalam praktikum ini, inokulum yang digunakan adalah inokulum dari spesies Aspergillus oryzae. Setelah diinokulasi, sampel dilapisi dengan daun pisang yang telah dibersihkan, kemudian ditutup dengan tampah penutup, dan diinkubasi selama 3 hari.Waktu penginkubasian yang telah dilakukan praktikan sudah sesuai dengan teori oleh Purwoko & Noor (2007) dimana waktu penginkubasian selama 3 hari, menurut Astawan & Astawan (1991), selama waktu penginkubasian tersebut proses fermentasi kapang dapat berlangsung secara sempurna. Akan, apabila fermentasi berlangsung terlalu cepat, maka kapang belum mampu menghasilkan enzim yang cukup banyak untuk proses hidrolisa komponen dalam kacang kedelai, sehingga hasil akhir dari fermentasi koji tidak akan berhasil sempurna. Sebaliknya, apabila fermentasi kapang berlangsung terlalu lama, maka enzim yang dihasilkan akan terlalu banyak sehingga cita rasa yang dihasilkan menjadi kurang baik dan tidak disukai konsumen.

Dalam aplikasinya, wadah yang digunakan untuk pembuatan tempe ini berupa tampah, hal ini dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan optimal kapang, yang bersifat aerob (butuh udara), dengan menggunakan tampah maka udara masih bisa masuk ke bagian dalam tampah, sehingga fermentasi jamur yang terjadi akan mendukung pertumbuhan inokulum. Namun dalam praktiknya, pengaturan kondisi fermentasi seperti suhu, aerasi, dan kadar air harus dikontrol dengan pasti untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang tidak diinginkan, seperti Mucor sp (Kasmidjo, 1990).

Setelah 3 hari inkubasi, muncul hifa-hifa berwarna putih yang mengelilingi kacang kedelai hitam. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Santoso (1994) bahwa kedelai yang telah diselimuti dengan miselium jamur yang berwarna putih itulah yang dinamakan dengan koji. Menurutnya, banyak sedikitnya jumlah dari ragi yang ditambahkan pada kacang kedelai akan mempengaruhi ketebalan miselium yang terbentuk pada produk akhir tempe, dimana semakin banyak jumlah ragi yang diinokulasikan, maka semakin banyak pula miselium yang terbentuk di permukaan kedelai. Tidak menutup kemungkinan dalam tahap ini, dapat terjadi kontaminasi oleh jenis kapang lainnya, salah satunya yaitu jenis Bacillus subtilis yang dicirikan dengan tumbuhnya kapang berwarna kuning pada tempe.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan tahap koji ini yaitu pengaturan kondisi fermentasi seperti suhu, aerasi, dan kadar air, meskipun perlakuan keaseptisan dilakukan selama tahap penginokulasian kapang (Kasmidjo, 1990). Hal ini didukung oleh pernyataan dari Sumague (2008) yang menjelaskan bahwa kontaminasi pada produk kecap dapat terjadi karena adanya kondisi yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme kontaminan, mulai dari pelaksanaan proses yang kurang bersih, hingga sampai kepada kontaminasi silang akibat peralatan yang kurang bersih. Selain itu waktu inkubasi yang terlalu lama juga dapat berefek negatif dan mempermudah tempe untuk mengalami kerusakan atau kontaminasi.2.2 Fermentasi Moromi

Setelah waktu penginkubasian selesai, kemudian kedelai yang sudah berjamur tersebut dipotong kecil-kecil dan dikeringkan terlebih dahulu di dalam dehumidifier selama kurang lebih 2-4 jam. Menurut Rahayu (1993) dan Peppler & Perlman (1979) mengatakan bahwa pada tahap pengeringan ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan kadar air dari kedelai hitam sehingga dapat menghambat pertumbuhan jamur kontaminan yang mungkin masih ada di dalam kacang sehingga tidak dapat tumbuh lagi, karena kadar air dalam kedelai telah berkurang.

Selanjutnya, kedelai yang sudah dikeringkan tersebut dimasukkan ke dalam toples plastik bersih dan direndam dalam larutan garam 20% selama kurang lebih 1 minggu. Seharusnya pada tahap perendaman ini kedelai hitam direndam dalam larutan garam kurang lebih sekitar 14 hingga 28 hari (Purwoko & Noor, 2007). Selama 1 minggu tersebut, kedelai dalam botol tersebut harus dijemur dengan sinar matahari setiap harinya selama 1 jam, sambil diaduk perlahan beberapa kali setiap 15 menit. Tujuan dari perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk menimbulkan rasa asin karena tekanan osmotik dan sebagai medium selektif yang mampu mencegah pertumbuhan mikroba patogen, namun, kemungkinan masih adanya pertumbuhan khamir dan bakteri bersifat halofilik yang berperan dalam pembentukan cita rasa masih dapat tumbuh. Selain itu, perendaman dalam larutan garam juga berperan dalam ekstraksi senyawa-senyawa sederhana pada kacang kedelai hasil hidrolisis pada tahap koji. Sedangkan tahap pengadukan yang dilakukan setiap hari ini bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam dan memberikan kontak udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri (Tortora, 1995).2.3 Proses Pemasakan Kecap

Kemudian setelah seminggu kedelai dijemur dan diaduk, kedelai tersebut disaring dengan menggunakan kain saring untuk diambil cairannya. Selama proses penyaringan tersebut berjalan, persiapan bahan/rempah-rempah juga dilakukan mulai dari pemotongan gula jawa, 20 gram kayu manis, 1 biji peka, 3 gram ketumbar, 1 jentik kelingking laos, dan air. Pada proses ini perlakuan penambahan gula pada sampel masing-masing kelompok dibedakan satu dengan yang lainnya, secara berurutan dari kelompok A1 dan A2 menggunakan cengkeh sebanyak 1 gram, sedangkan kelompok A3 dan A4 menggunakan daun sereh sebayak 1 buah, dan kelompok A5 menggunakan pala 1 buah.Setelah bahan-bahan tersebut disiapkan, selanjutnya produk kecap direbus dan dicampur dengan gula jawa 1 kg hingga semua gula jawa larut. Kemudian setelah agak mendidih bahan-bahan tersebut dimasukkan dan diaduk perlahan. Untuk daun sereh dan laos perlu dilakukkan pemipihan agar aroma dari bahan tersebut keluar. Setelah produk kecap mendidih kemudian kecap diambil secukupnya untuk pengujian sensori.

Berikut ini adalah diagram proses pembuatan kecap.

Diagram alir 1. Proses pembuatan kecap.

Berdasarkan hasil pengamatan, pada kualitas aroma yang terbentuk pada produk akhir kecap, diperoleh data dimana aroma kecap pada sampel milik kelompok A1, A2, dan A5 tergolong kuat, sedangkan sampel milik kelompok lainnya kurang kuat. Bau spesifik dari kecap sangat ditentukan oleh jenis bumbu yang digunakan sehingga akan menimbulkan bau dan cita rasa yang spesifik pada kecap (Astawan & Astawan, 1991). Selain itu aroma juga dipengaruhi oleh adanya reaksi kimiawi yang terjadi selama pemanasan sehingga dihasilkan komponen nitrogen seperti kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia, dimana komponen tersebut dapat membentuk senyawa-senyawa garam dengan asam glutamat, maka akan dihasilkan flavor yang enak (Tortora, 1995). Semakin tingginya kadar ragi yang ditambahkan pada tahap koji, maka seharusnya aroma kecap yang terbentuk semakin kuat (Apriyantono, 2004). Hal ini dikarenakan mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa-senyawa kompleks serta dapat menghasilkan senyawa-senyawa volatil selama fermentasi berlangsung, sehingga disimpulkan bahwa Jadi apabila semakin banyak ragi yang ditambahkan, maka semakin banyak pula mikroorganisme yang menghasilkan senyawa volatil sehingga aroma kecap akan semakin kuat pada akhirnya. Akan tetapi pada kelompok A3 dan A4 memiliki flavour yang kurang kuat. Hal ini mungkin disebabkan penggunaan daun sere akan menyerap flavor dari kecap sehingga bau fermentasi kecap akan sedikit berkurang.Berdasarkan hasil pengamatan pada parameter warna yang terbentuk pada sampel, maka terlihat bahwa sampel milik kelompok A1 dan A5 memiliki warna yang hitam, sedangkan pada kelompok A2, A3, dan A4 produk kecap berwarna kurang hitam. Warna hitam yang terbentuk pada produk kecap muncul pada tahap moromi, dimana ketika ada penambahan gula jawa maka akan memberikan warna coklat karamel, dan semakin banyak jumlah gula jawa yang ditambahkan maka akan semakin pekat pula warna yang diperoleh (Kasmidjo, 1990). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Astawan & Astawan (1991), yang menjelaskan bahwa selama fermentasi moromi, akan terjadi reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein ketika proses pemanasan, sehingga berefek warna kecoklatan pada kecap. Oleh karena itu dengan semakin banyak ragi yang ditambahkan maka warna kecap akan semakin hitam, akibat tingginya jumlah kapang yang ada (Tortora, 1995). Produk kecap milik kelompok A2, A3, dan A4 memiliki warna yang kurang coklat dikarenakan jumlah ragi yang digunakan lebih sedikit sehingga diperoleh kecap dengan warna yang kurang hitam. Selain itu varietas dari kedelai juga dapat mempengaruhi warna hitam tersebut.Berdasarkan hasil pengamatan pada parameter rasa yang terbentuk maka sampel pada keompok A1 dan A5 menunjukkan rasa yang sangat kuat, sedangkan sampel milik kelompok A2, A3 serta A4 diperoleh rasa yang kuat. Rasa yang kuat tersebut diperoleh dari gula Jawa yang ditambahkan pada produk kecap, selain itu penambahan ragi yang cukup banyak akan berpengaruh pada pertumbuhan kapang sehingga metabolisme kapang akan semakin tinggi maka asam amino yang dihasilkan dari metabolisme kapang akan menciptakan rasa umami pada kecap (Kasmidjo, 1990). Selain itu penambahan dari cengkeh, daun sereh, dan pala akan menciptakan rasa tersendiri sehingga akan mengurangi rasa manis dan gurih pada kecap.Berdasarkan hasil pengamatan pada segi kekentalan yang terbentuk, maka diperoleh data bahwa kekentalan pada kelompok A1, A4, dan A5 memiliki tingkat kekentalan yang ebih tinggi dibandingkan dengan produk kecap pada kelompok A2 dan A3. Penambahan gula jawa akan menignkatkan kadar viskositas (Kasmidjo, 1990). Jadi dapat disimpulkan dengan semakin banyaknya gula jawa yang digunakan, maka semakin tinggi pula viskositas kecap tersebut. Selain itu pada proses pemasakan di atas kompor juga akan berpengaruh terhadap viskositas kecap akhir, dimana pada awal pemasakan tingkat kekentalan akan meningkat, namun apabila pemasakan terlalu lama akibatnya kekentalan kecap akan menurun dan berefek penurunan kekentalan pada kecap (Santoso, 1994). Oleh karena itu pada kelompok A2 dan A3 memiliki kekentalan yang kurang dapat disebabkan pemanasan yang berlebihan.Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Tjahjadi (2009) dengan judul Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosorus mengatakan bahwa kedelai memiliki kandungan isoflavon yang tinggi. Kandungan isoflavon pada kacang kedelai ada 4 macam yaitu malonil-glikosida, asetil-glikosida, glikosida, dan Aglukon. Perendaman kedelai dapat mengubah semua isoflavon malonil-glikosida dan asetil-glikosida menjadi isoflavon glikosida. Selanjutnya, isoflavon glikosida dapat berubah menjadi isoflavon aglukon selama perendaman. Perendaman pada suhu 60C selama 6 jam mampunmenghasilkan isoflavon aglukon paling optimal . Perubahan isoflavon glikosida menjadi isoflavon aglukon diakibatkan oleh aktivitas enzim glukosidase yang dijumpai di sekitar biji kedelai. Rhizopus mampu mentransformasi isoflavon glikosida menjadi isoflavon aglikon selama fermentasi tempe (Purwoko dkk, 2001). Isoflavon aglukon diketahui memiliki aktivitas antioksidatif yang tinggi sehingga sangat baik dikonsumsi setiap hari.Pada jurnal yang ditulis oleh Erliana (2009) dengan judul Varietas Unggul Kedelai Sebagai Bahan Baku Industri Pangan mengatakan bahwa Dewasa ini kedelai tidak hanya digunakan sebagai sumber protein, tetapi juga sebagai pangan fungsional yang dapat mencegah timbulnya penyakit degeneratif seperti penuaan dini, jantung koroner, dan hipertensi. Senyawa isoflavon yang terdapat pada kedelai ternyata berfungsi sebagai antioksidan. Beragamnya penggunaan kedelai tersebut menjadi pemicu peningkatan konsumsi kedelai. Tempe merupakan produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp. Yang bernilai gizi tinggi dan disukai cita rasanya. Cita rasa langu yang secara alami terdapat pada biji kedelai dapat dieliminasi selama proses pengolahan tempe. Sejauh ini, bahan baku tempe sebagian besar masih menggunakan kedelai impor yang dianggap memiliki kualitas fisik lebih baik dibanding kedelai lokal. Beberapa varietas unggul baru kedelai memiliki warna dan ukuran biji yang relatif sama dengan kedelai impor. ukuran biji kedelai merupakan faktor

penentu kualitas tempe karena berkorelasi positif dengan bobot dan volume tempe. Bobot tempe merupakan berat tempe segar yang diperoleh dari 100 g biji kedelai, sementara volume tempe merupakan hasil perkalian panjang, lebar dan tinggi tempe yang diperoleh dari 100 g biji kedelai.3. KESIMPULAN Kecap merupakan produk dari fermentasi kedelai yang biasanya digunakan sebagai bahan penyedap dan pemberi warna pada makanan. Tahapan utama dalam pembuatan kecap yaitu fermentasi koji (oleh kapang) dan fermentasi moromi (oleh bakteri). Kapang yang berperan dalam proses fermentasi kecap adalah Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rhizopus sp. Bakteri yang penting dalam fermentasi kecap adalah Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp. Fermentasi oleh bakteri akan menghasilkan asam-asam organik (asam asetat, asam laktat, asam suksinat dan asam fosfat) yang berperan dalam pembentukan citarasa, warna, dan daya simpan. Semakin banyak bumbu yang digunakan, aroma kecap semakin kuat Semakin banyak ragi, semakin banyak mikroorganisme yang menghasilkan senyawa volatil sehingga aroma kecap akan semakin kuat. Semakin banyak gula jawa yang ditambahkan, maka rasa kecap akan semakin manis. Semakin banyak gula jawa yang digunakan, semakin tinggi viskositas kecap tersebut. Penambahan gula jawa dapat memberikan warna coklat karamel. Semakin banyak ragi yang ditambahkan, warna kecap akan semakin hitam.Semarang, 16 Juni 2015

Praktikan

Asisten Dosen

Daniel Adi Sambada

- Abigail Sharon

12.70.0135

- Frisca Melia

4. DAFTAR PUSTAKAAmalia, Tika. (2008). Pengaruh Kkarakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. [Skripsi].Apriyantono, Anton, Gono Dewi Yulianawati. (2004). Perubahan Komponen Volatil selama Fermentasi Kecap. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. Vol XV p 100-112.Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.Dzogbefia, V. P.; P. L. Arthur; & H. D. Zakpaa. 2007. Journal 5 of Value Addition to Locally Produced Soybeans in Ghana: Production of Soysauce Using Starter Culture Fermentation. Ginting, Erliana; Sri Satya Antarlina; & Sri Widowati. 2009. Jurnal 4 tentang Varietas Unggul Kedelai Untuk Bahan Baku Industri Pangan.Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.Mao; Chunqi; Guoqing He; Xinyong Du; Meilin Cui; & Shiyanng Gao. (2013). Journal 2 of Biochemical Changes in the Fermnetation of the Soysauce Prepared with Bittern. Advance Journal of Food Science and Technology 5(2): 144-147.Muangthai, Pornpimol; Pakatheera Upajak; Penprapa Suwunna; & Wai Patumpai. (2009). Journal 1 of Development of Healhty Soy Sauce From Pigeon Pea and Soybean. Asian Journal of Food and Agro-Industry.Peppler, H.J. & Perlman, D. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.Purwoko, Tjahjadi & Noor Soesanti Handajani. 2007. Jurnal 3 tentang Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus. Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Sumague, M. J. V.; Reynaldo C. Mabesa; Erlinda I. Dizon; Ernesto V. Carpio; and Ninfa P. Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

5. LAMPIRAN

5.1 Laporan Sementara

5.2 Jurnal

Acara III

1