fermentasi substrat cair fermentasi nata de coco_matius inda tatontos_12.70.0062_a2

19
Acara II FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Nama : Matius Ina Tatontos NIM : !"#$%#%%&" Kelom'o( A" PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI)ERSITAS KATOLIK SOEGI*APRANATA SEMARANG "%!+

Upload: james-gomez

Post on 05-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Nata de coco adalah selulosa bakteri yang mengandung air kurang dari 98% dan bertekstur agak kenyal. Nata de coco berbentuk gel yang mengandung gula dan asam terapung pada permukaan medium dan merupakan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum.

TRANSCRIPT

14FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :Nama : Matius Inda TatontosNIM : 12.70.0062Kelompok A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANGAcara II20151. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan tinggi media awal, tinggi ketebalan nata, dan % lapisan nata pada nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

A11,4000,300,30021,4321,43

A21,2000,400,40033,3333,33

A31,4000,500,50035,7135,71

A42,0000,200,60010,0030,00

A51,2000,200,30016,6025,00

Dari Tabel 1. dapat dilihat tinggi awal setiap media berbeda karena wadah yang digunakan berbeda-beda. Pada kelompok A1-A3 terjadi peningkatan tinggi ketabalan nata pada hari ke-7, sementara pada hari ke-14 tidak terjadi pertumbuhan. Untuk kelompok A4 dan A5 terjadi peningkatan tinggi ketebalan nata pada hari ke-7 dan hari ke-14. Peningkatan tinggi ketebalan nata tertinggi pada kelompok A4 hari ke-14 yaitu 0,60 cm. Untuk % lapisan nata tertinggi pada kelompok A3 yaitu 35,71% dan terendah pada A1 yaitu 21,43%.

1

1. 2. PEMBAHASAN

Nata de coco adalah selulosa bakteri yang mengandung air kurang dari 98% dan bertekstur agak kenyal. Nata de coco berbentuk gel yang mengandung gula dan asam terapung pada permukaan medium dan merupakan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco mengandung 146 kalori, lemak 0,2%, karbohidrat 36,1 mg, kalsium 12 mg, fosfor 2 mg, dan Fe sebesar 0,5 mg (Hakimi & Daddy, 2006). Berdasarkan Wijayanti et al. (2010) nata merupakan sumber makanan dengan kandungan energi rendah. Hal ini membuat nata cocok untuk diet maupun penderita diabetes. Kandungan serat yang tinggi pada nata berfungsi untuk memperlancar proses pencernaan dalam tubuh.

Nata de coco dapat dibuat dari limbah air kelapa. Hal ini karena pada limbah air kelapa terdapat nutrisi yang bisa dimanfaatkan oleh bakteri penghasil Nata de coco. Berdasarkan Woodroof (1972) nutrisi pada air kelapa seperti gula sukrosa (1,28 %) dan Mg2+ (3,54 gr/l) membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa. Selain itu, faktor pendukung pertumbuhan yaitu senyawa yang mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil nata (A. xylinum) juga berperan dalam pembentukan lapisan nata (Lapuz et al.,1967). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan nata de coco adalah suhu, pH, dan kandungan gula dalam substrat (Palungkun, 1996). Berdasarkan Rahman (1992), nata terbentuk karena proses pengambilan glukosa oleh Acetobacter xylinum yang digabung dengan asam lemak sehingga membentuk prekursor pada membran sel.

Selain glukosa (monosakarida), golongan disakaridan dan polisakarida juga dapat digunakan dalam pembuatan nata de coco. Hal ini berdasarkan jurnal Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata de Coco oleh Hamad et al (2011) yang mengatakan bahwa monosakarida, disakarida, dan polisakarida dapat digunakan sebagai sumber karbon untuk produksi nata de coco. Disakarida dan glukosa menghasilkan yield dan ketebalan yang lebih baik dibandingkan polisakarida. Penggunaan fruktosa menghasilkan nata de coco dengan kondisi fisik paling baik, tapi tekstur yang kurang kenyal.

22.1. Langkah Kerja2.1.1. Pembuatan MediaAir kelapa tua sebanyak 200 ml perkelompok disaring dengan kain saring steril. Penggunaan air kelapa tua ini sesuai dengan Hakimi & Daddy (2006) yang mengatakan bahwa air kelapa yang cocok digunakan untuk Nata de Coco adalah air kelapa murni dari kelapa tua. Penggunaan substrat yang cocok akan meningkatkan laju fermentasi dan menghasilkan ketebalan yang maksimal. Proses penyaringan bertujuan untuk membersihkan kotoran pada air kelapa.

Gambar 1. Penyaringan air kelapa

3Setelah itu, air kelapa dipanaskan dan ditambah gula pasir sebanyak 10% (20 gram) serta diaduk sampai larut. Gula pasir ditambahkan sebagai sumber karbon yang berpotensi menghasilkan selulosa pada proses fermentasi Nata de Coco. Gula sebanyak 10% ini telah sesuai dengan Hayati (2003) yang mengatkaan bahwa konsentrasi gula optimum dalam pembuatan Nata de Coco adalah 10% dari air kelapa. Jika gula yang ditambahkan terlalu banyak, Acetobacter xylinum tidak dapat memanfaatkannya secara optimal (Sunarso, 1982). Gula berfungsi untuk mengawetkan, memberi tekstur, memperbaiki penampakan, dan memberi flavor pada Nata de Coco. Proses pemanasan sesuai dengan Palungkun (1996) yang mengatakan bahwa tujuan pemanasan air kelapa adalah membunuh mikroba pencemar. Jika terdapat mikroba lain yang hidup akan mengganggu pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum dalam mengkonversi gula menjadi selulosa. Selain itu menurut Astawan & Astawan (1991) pemanasan berfungsi

untuk melarutkan gula. Prinsipnya jika gula tidak terlarut seluruhnya akan menyebabkan gula sulit untuk diserap oleh Acetobacter xylinum. Hal ini akan menghambat pembentukan lapisan nata.

Gambar 2. Proses penambahan gula pasir ke dalam air kelapa

Campuran gula dan air kelapa didiamkan hingga suhunya agak dingin. Setelah dingin, ditambahkan dengan ammonium sulfat sebanyak 0,5% (1 gram). Penambahan ammonium sulfat sesuai dengan Hakimi & Daddy (2006) yang mengatakan bahwa ammonium sulfat berperan sebagai nitrogen anorganik yang merupakan sumber nitrogen bagi Acetobacter xylinum serta membersihkan air kelapa dari kotoran. Media dalam pembuatan nata de coco tidak boleh tercampur garam karena Acetobacter xylinum tidak tahan garam. Berdasarkan Pambayun (2002) sumber nitrogen yang baik adalah ammoniun fosfat (ZA). Hal ini karena ZA dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter aceti (pesaing Acetobacter xylinum).

4Gambar 3. Penambahan ammonium sulfat ke dalam air kelapa

Kemudian ditambahkan asam cuka glasial hingga larutan memiliki pH 4-5. Berdasarkan Rahman (1992) penambahan tingkat keasaman perlu dilakukan karena Acetobacter xylinum hanya tumbuh secara optimal pada kondisi asam yaitu pH 4,3 dan dengan medium berkisar pH 4-5. Pada kloter A digunakan sebanyak 40 tetes asam cuka glasial dan pH yang didapatkan adalah 4,68. Hal ini telah sesuai dengan teori tersebut. Setelah itu, larutan dipanaskan hingga mendidih dan disaring. Secara umum bahan-bahan yang ditambahkan telah sesuai dengan Jagannath et al. (2008). Berdasarkan jurnal The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum oleh Jagannath et al (2008) konsentrasi sukrosa 10% dan ammonium sulfat 0,5% dengan pH 4,0 dapat menghasilkan ketebalan nata yang maksimal. Pada penelitian tersebut ingin diketahui pengaruh pH, sukrosa, dan konsentrasi ammonium sulfat terhadap nata de coco. Hasil menunjukkan bahwa Acetobacter xylinum dapat menggunakan sukrosa secara efektif sebagai sumber karbon. Sementara untuk pertumbuhan selulosa lebih dipengaruhi oleh pH.

Gambar 4. Penambahan asam cuka glasial

2.1.2. Fermentasi5Sebanyak 200 ml media steril dimasukkan ke dalam wadah plastik bersih dan ditutup rapat dengan kertas coklat dan karet gelang. Penambahan starter atau biang nata dilakukan di laminar air flow secara aseptis. Jumlah starter yang ditambahkan adalah 10% atau 20 ml. Penambahan starter secara aseptis ini sesuai dengan Wijayanti et al (2010) yang mengatakan bahwa tujuan penambahan starter secara aseptis

adalah mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar, sehingga starter hanya berupa biakan murni atau satu spesies tunggal. Jumlah starter yang ditambahkan telah sesuai dengan Rahayu et al (1993) yang mengatakan bahwa jumlah inokulum yang ditambahkan untuk membuat nata adalah berkisar antara 1 10%.

Gambar 5. Proses Penambahan Starter

6Setelah starter ditambahkan, wadah digoyang perlahan agar starter tercampur merata. Setelah itu wadah ditutup dengan kertas coklat dan diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Proses inkubasi pada suhu ruang sesuai dengan Wijayanti et al (2010) yang mengatakan bahwa suhu optimum fermentasi nata de coco adalah suhu 28-30oC (suhu ruang). Berdasarkan Rahayu et al (1993) jika suhu inkubasi terlalu tinggi, sebagian bakteri akan mati. Jika suhu inkubasi terlalu rendah, nata de coco yang terbentuk akan terlalu lunak bahkan sama sekali tidak terbentuk. Wadah plastik yang ditutup bertujuan untuk mencegah kontak langsung dengan udara maupun oksigen yang berlebih. Kontak yang berlebih dengan udara maupun oksigen akan menghambat pertumbuhan dan pembentukan nata de coco. Lama waktu inkubasi selama 2 minggu sesuai dengan Santosa et al (2012) yang mengatakan bahwa inkubasi pada proses fermentasi Nata de Coco dilakukan selama 2 minggu. Selain itu, selama inkubasi wadah plastik tidak boleh digoyang. Hal ini bertujuan agar lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah.

Gambar 6. Proses Inkubasi Nata de coco

Pengamatan dilakukan pada hari ke 0,7, dan 14 yang meliputi tinggi awal media dan tinggi ketebalan nata. Pembentukan nata de coco terjadi karena adanya enzim ekstraseluler yang dihasilkan Acetobacter xylinum selama inkubasi. Enzim ekstraseluler akan mempolimerisasi gula menjadi rantai selulosa sejumlah ribuan dan membentuk jaringan mikrofibril yang panjang. Selain itu, dalam proses fermentasi ini dihasilkan karbondioksida yang melekat pada jaringan selulosa sehingga jaringan selulosa terangkat ke permukaan cairan. Setelah beberapa waktu, media akan ditumbuhi jutaan mikroorganisme dan membentuk lembaran benang-benang selulosa. Lembaran-lembaran tersebut akan memadat berwarna putih atau transparan dan disebut nata (Pambayun, 2002 & Palungkun, 1996). Selain itu, dilakukan penghitungan % lapisan nata dengan rumus :

Gambar 7. Hasil nata de coco pada hari ke 14 ( A1-A5)7

Keseluruhan langkah kerja yang dilakukan telah sesuai dengan jurnal Teknologi Pembuatan Nata de Coco oleh Misgiyarta (2007) yang mengatakan bahwa pembuatan Nata de Coco menggunakan substrat air kelapa, gula sukrosa (gula pasir) 10%, urea 0,5%, asam asetat glasial 2% atau asam cuka dapur 25% sebanyak 16 ml/ liter air kelapa. Tahapan dalam pembuatan Nata de Coco meliputi pemeliharaan dan peremajaan kultur Acetobacter xylinum, persiapan substrat, persiapan starter, fermentasi, pemanenan hasil, pengolahan hasil, dan pengemasan hasil. Selain itu, kebersihan merupakan faktor penting berhasilnya proses fermentasi Nata de Coco.

2.2. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoDari Tabel 1. dapat dilihat tinggi awal setiap media berbeda karena wadah yang digunakan berbeda-beda. Pada kelompok A1-A3 terjadi peningkatan tinggi ketabalan nata pada hari ke-7, sementara pada hari ke-14 tidak terjadi pertumbuhan. Untuk kelompok A4 dan A5 terjadi peningkatan tinggi ketebalan nata pada hari ke-7 dan hari ke-14. Peningkatan tinggi ketebalan nata tertinggi pada kelompok A4 hari ke-14 yaitu 0,60 cm. Semua hasil nata de coco yang didapatkan pada praktikum ini termasuk kategori nata de coco yang tidak baik. Berdasarkan Seumahu et al. (2007) nata yang baik memiliki ketinggian 1,5-2 cm dengan selulosa gel homogen dan memiliki transparansi tinggi, sedangkan nata yang tidak baik memiliki ketinggian kurang dari 0,5 cm dan berwarna putih pucat. Pertumbuhan nata yang sedikit ini dapat disebabkan karena penggunaan ammonium sulfat. Berdasarkan Pambayun (2002), dalam pembuatan nata de coco akan lebih baik jika digunakan ammonium fosfat (ZA). Hal ini karena ZA dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter aceti (pesaing Acetobacter xylinum). Selain itu, dapat juga disebabkan karena umur inokulum yang terlalu tua. Berdasarkan Rahayu et al (1993) untuk mendapatkan kondisi fermentasi yang optimum perlu digunakan umur inokulum yang tidak terlalu tua.

8Kegagalan pembuatan nata de coco dalam praktikum ini juga dapat disebabkan karena media fermentasi yang terlalu pekat. Jika media fermentasi terlalu pekat, menyebabkan pembentukan selulosa lambat karena tekanan osmotik yang tinggi sehingga sel bakteri mengalami lisis (Wijayanti et al, 2010). Selain itu, nata de coco yang dihasilkan dalam praktikum ini berwarna agak kecoklatan. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya

kontaminasi selama proses fermentasi. Kontaminasi ini dapat disebabkan karena penambahan starter yang tidak aseptis. Proses yang tidak aseptis ini menyebabkan terjadinya kontaminasi sehingga bakteri yang tumbuh tidak merupakan satu spesies tunggal (Wijayanti et al, 2010). Uji sensori tidak dapat dilakukan karena terjadi kontaminasi pada nata de coco yang dihasilkan.

Berdasarkan jurnal Physicochemical Properties and Characterization of Nata de coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose oleh Halib dan Mohd (2012) ingin diketahui apakah bisa didapatkan selulosa murni dari ekstrak nata de coco. Hasilnya ekstrak selulosa dari nata de coco cocok dengan selulosa murni berdasarkan FTIR, suhu, dan kelarutannya. Kelarutan nata de coco dalam pelarut cupriethylenediamine secara tidak langsung membuktikan kemurnian selulosa. Walaupun berasal dari nata de coco yang diproduksi sebagai bahan makanan, kemurnian selulosanya dapat digunakan untuk penelitian.

9Berdasarkan jurnal Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water oleh Almeida et al (2012) ingin diketahui penyerapan mineral oleh Acetobacter xylinum pada medium air kelapa. Air kelapa yang digunakan adalah air kelapa matang dan air kelapa hijau. Pada kedua media terjadi penyerapan yang cukup tinggi. Pada air kelapa matang terjadi penyerapan K, Fe, P, S-SO4-2, B, NO3--N dan NH4+-N, sementara pada air kelapa hijau adalah Na, Mg, dan NTK.

3. KESIMPULAN

Nata de coco adalah hasil fermentasi air kelapa menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco berbentuk gel dengan tekstur yang kenyal, putih transparan dan padat. Fermentasi nata de coco dipengaruhi oleh gula, sumber nitrogen, suhu, tingkat keasaman, lama fermentasi, dan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme. pH optimum pembuatan nata de coco adalah 4-5. Suhu pada pembuatan nata atau pada saat inkubasi adalah 28 oC. Penyaringan bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari air kelapa. Penutupan wadah bertujuan untuk melindungi nata dari kontaminasi. Gula berfungsi untuk nutrien pertumbuhan Acetobacter xylinum, flavor, dan memperpanjang umur simpan. Asam asetat glasial digunakan untuk mengatur keasaman media. Ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan bakteri. Semakin lama waktu fermentasi maka ketebalan nata akan meningkat. Ketinggian nata de coco yang optimum adalah 1,5-2 cm.

Semarang, 2 Juli 2015PraktikanAsisten Dosen : Wulan Apriliana Nies MayangsariMatius Inda Tatontos

12.70.006210

4. DAFTAR PUSTAKA

Almeida, D.M., Prestes, R.A., Fonseca, A.F., Woiciechowski, A.L., and Wosiacki, G. (2012). Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1) : 197-206.

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner Production) pada Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.

Halib, Nadia dan Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.

Hamad, A.; Andriyani, N.A.; Wibisono, H. dan Sutopo, H. 2011. Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco. Jurnal Teknik Kimia. Vol 12 (2): 74-77.

Hayati, M. 2003. Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Jagannath, A. et al. (2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.

Lapuz, M. M., Gollardo E.G., & Palo M.A. (1967). The Organism and Culture Requirements, Characteristics and Identity. The Philippine J. Science. 98:191 109.

Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de coco. Pelatihan Teknologi Pengolahan Kelapa Terpadu. Balai Besar Penelitiandan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A (1992). Teknologi Fermentasi I, Penerbit Arcan, Jakarta.

Santosa, B.; Ahmad, K.; and Domingus, T. 2012. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Makingof Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1:6-11.11Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan Maggy Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia, August 2007, p 65-68.

Sunarso. 1982. Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industria 1(2) : 86-93.

Woodroof, J.G. (1972). Coconuts: Production, Processing Product, The AVI Publishing Company, Inc. Conecticut.12

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Kelompok A1Hari ke-0

Hari ke-7

Hari ke-14

Kelompok A2Hari ke-0

Hari ke-7

Hari ke-14

Kelompok A3Hari ke-0

Hari ke-7

13

Hari ke-14

Kelompok A4Hari ke-0

Hari ke-7

Hari ke-14

Kelompok A5Hari ke-0

Hari ke-7

Hari ke-14

5.2. Jurnal5.3. Laporan Sementara