bagaimana manifestasi klinis hiperbilirubinemia neonatorum berdasarkan jumlah bilirubinnya

Upload: andhikanorrisfrabes

Post on 08-Mar-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

agaimana Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia Neonatorum Berdasarkan Jumlah Bilirubinnya

TRANSCRIPT

1. Bagaimana manifestasi klinis hiperbilirubinemia neonatorum berdasarkan jumlah bilirubinnya?No.Kadar bilirubinManifestasi klinis

14 8 mg/dLIkterus terlihat di kepala hingga leher

25 12 mg/dLIkterus terlihat di dada sampai pusat

38 16 mg/dLIkterus terlihat di pusat bagian bawah sampai lutut

411 18 mg/dLIkterus terlihat di lutut sampai pergelangan kaki

5>15 mg/dLIkterus terlihat pada kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan

6>25 30 mg/dlEncephalopati bilirubin

7>30Kern ikterus

Sumber:1. Arif M. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Edisi III. Media Aesculapsius FK UI; 20072. Tim Editor. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 20113. Won R, Buthani K. Clinical manifestation of unconjugated hyperbilirubinemia in term and late preterm infants. UptoDate; 2014

2. Peningkatan TIK yang berhubungan dengan kejang pada neonatusa. Perdarahan IntrakranialPerdarahan intrakranial sering sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Perdarahan intrakranial dapat terjadi di subaraknoid, subdural dan intraventrikuler.1. Perdarahan Sub ArachnoidPerdarahan yang sering dijumpai pada bayi baru lahir, kemungkinan karena robekan vena superfisial akibat partus lama.pada mulanya bayi tampak baik, tiba-tiba dapat terjadi kejang pada hari pertama dan hari kedua. Pungsi lumbal harus dikerjakan untuk mengetahui apakah terdapat darah di dalam cairan serebrospinal. Kemudian bayi tampak sakit berat dalam 1-2 hari pertama dengan tanda peninggian tekanan intrakranial seperti ubun-ubun besar tegang dan membenjol, muntah, tangis yang melengking dan kejang-kejang. Pemeriksaan CT-scan sangat berguna untuk menentukan letak dan luasnya perdarahan.2. Perdarahan Sub DuralPerdarahan ini umunya terjadi akibat robekan tentorium di dekat falks serebri. Keadaan ini karena molase kepala yang berlebihan pada letak verteks, letak muka dan partus lama. Darah terkumpul di fosa posterior dan dapat menekan batang otak. Bila terjadi penekanan pada batang otak terdapat pernapasan yang tidak teratur, kesadaran menurun, tangis melengking, ubun-ubun besar membonjol dan kejang. Deteksi kelainan ini dengan pemeriksaan USG atau CT-scan.3. Perdarahan IntraventrikulerPerdarahn intraventrikuler dapat terjadi pada bayi prematur dan bayi cukup bulan. Gambaran klinis perdarahan intraventrikuler tergantung kepada beratnya penyakit dan saat terjadinya perdarahan.Pada bayi kurang bulan dapat mengalami perdarahan hebat, gejala ynag timbul dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam berupa gangguan nafas, kejang tonik umum, pupil terfiksasi, kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam. Pada perdarahn sedikit, gejala timbul dalam beberapa jam sampai beberapa hari sampai penurunan kesadaran, kurang aktif, hipotonia dan lain-lain. Bila keadaab memburuk akan terjadi kejang.Pada bayi cukup bulan biasanya disertai riwayat intrapartum misalnya trauma, pasca pemberian cairan hiprtonik secra cepat terutama natrium bikarbonat dan asfiksia. Manifestasi klinis yang timbul bervariasi mulai dari asimtomatik sampai gejala yang hebat.Infark Serebral Fokal. Bayi preterm dengan perdarahan intraventrikuler sering juga mengalami infark karena perdarahan vena, yang kemudian berperan sebagai fokus kejang.Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kejang. Dalam: Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008

3. Bagaimana pemberian salep mata untuk bayi baru lahir?Pencegahan ophtalmia neonatorum penting untuk kontrol infeksi pada bayi baru lahir dengan menggunakan obat mata topical seperti larutan Perak Nitrat 1%, salep mata Eritromicin 0,5%, atau Tetrasiklin 1%. Salep mata yang biasa digunakan adalah Oxytetrasiklin 1%.Sumber:1. Chairuddin P. Infeksi nasokomial pada neonates. Bagian Kesehatan Anak USU.2. Tim Editor. Panduan pelayanan kesehatan bayi baru lahir berbasis perlindungan anak. Jakarta: Direktorat Kesehatan Anak Khusus; 2010