124913512 lapsus praya hiperbilirubinemia

41
LAPORAN KASUS IKTERUS NEONATORUM Oleh: Andri A. Wijaya (H1A 003 005) Maria Lisdiana (H1A 006 028) Nurfathanah (H1A 006 033) Zakiyyatun Humairah (H1A 008 030) Pembimbing: dr. I Wayan Gde Sugiharta, Sp.A DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PRAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM PRAYA

Upload: iman-syah

Post on 10-Aug-2015

80 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

LAPORAN KASUS

IKTERUS NEONATORUM

Oleh:

Andri A. Wijaya (H1A 003 005)

Maria Lisdiana (H1A 006 028)

Nurfathanah (H1A 006 033)

Zakiyyatun Humairah (H1A 008 030)

Pembimbing:

dr. I Wayan Gde Sugiharta, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PRAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

PRAYA

2012

Page 2: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

BAB I

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering

ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat

dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia

menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi

pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini

berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen hemoglobin mamalia.1

Pada masa transisi setelah lahir hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga

proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan

menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Pada kebanyakan bayi

baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang

normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan

sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian, dan bila

bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele

neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan

apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta

dimonitoring apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi

hiperbilirunemia yang berat.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Ikterus Neonatorum

Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus pada bayi baru lahir. Ikterus adalah

pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya

kadar bilirubin dalam darah. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5

Page 3: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia, yang dapat menjurus ke arah terjadinya

kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.1,2

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya

produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada

neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa

normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus lebih banyak dan

usianya lebih pendek. Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi

baru lahir, terutama pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Penyebab yang sering terjadi

adalah belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit. Pada bayi, usia sel

darah merah sekitar 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati. Saat

lahir, hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit

disebut biliruibn, bilirubin inilah yang menyebabkan pewarnaan kuning pada bayi.1,2,3

II.2. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh

tubuh. Sebagian besar (80%) bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah dan

sebagian lagi (20%) dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan

bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta

beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin

bebas. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat

lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan

sawar darah otak. Bilirubin tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa

ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh

reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel

hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y) protein Z dan glutation hati lain

yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.1

Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian

menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada

kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang

terkonjugasi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan

dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan feses sebagai sterkobilin.

Page 4: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses

absorbsi enterohepatik.1

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin

Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada

hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu

pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus,

masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.

Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada

hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun

biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada

bayi kurang bulan, pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan

Page 5: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini

terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga terakumulasi di dalam darah.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh,

misal kerusakan sel otak yang akan menyebebabkan gejala sisa di kemudian hari.4,5

II.3. Etiologi Ikterus Neonatorum4

Peningkatan kadar bilirubin umumnya terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena :

a. Meningkatnya kadar bilirubin

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan

berumur lebih pendek.

b. Penurunan eksresi bilirubin

Hal ini dapat terjadi karena :

- Fungsi hepar yang belum sempurna sehingga terjadi penurunan ambilan

dalam hati dan penurunan konjugasi oleh hati

- Peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatik meningkat karena masih

berfungsinya enzim glukoronidase di usus, penurunan motilitas usus halus,

dan penurunan bakteri flora normal.

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau frekuensi menyusu yang sering

dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang

rendah untuk terjadinya ikerus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu formula

cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari

pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat

ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi

yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis.1

Page 6: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Gambar 2. Etiologi Ikterus neonatorum fisiologis

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early

yang berhubungan dengan breast feeding dan late berhubungan dengan ASI. Bentuk

early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onset

diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan

eksresi bilirubin. Faktor spesifik dari ASI tersebut kemungkinan adanya peningkatan

asam lemak unsaturated yang menghambat proses konjugasi atau adanya beta

glukorunidase yang menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.1

Gambar 3. Distribusi level maksimal bilirubin selama 1 minggu pertama pada

bayi yang mendapat ASI dan susu formula

II.4. Faktor Risiko

Page 7: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum adalah :

a. Faktor maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu

Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI

b. Faktor perinatal

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

Infeksi (bakteri, virus)

c. Faktor neonatus

Prematuritas

Faktor genetik

Polisitemia

Obat (sterptomisin, kloramfenikol, benzyl alkohol, sulfisoxazol)

Rendahnya asupan ASI

Hipoglikemia

Hipoalbuminemia

II.5. Klasifikasi Ikterus Neonatorum4,5,6

Ada 2 macam ikterus neonatorum :

1. Ikterus fisiologis

a. Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga

b. Tidak mempuyai dasar patologis

c. Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau tidak berpotensi

menjadi kern ikterus

d. Tidak menyebabkan morbiditas pada bayi

e. Ikterus tampak jelas pada hari kelima dan keenam dan menghilang pada hari

kesepuluh

2. Ikterus patologik

Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah ;

a. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan

b. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih per 24 jam

Page 8: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

c. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD,

atau sepsis)

d. Ikterus yang disertai oleh :

Berat lahir kurang dari 2000 gram

Masa gestasi 36 minggu

Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN)

Infeksi

Trauma lahir pada kepala

Hipoglikemia, hiperkarbia

Hiperosmolaritas darah

e. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia lebih dari 8 hari pada neonatus

cukup bulan atau lebih dari 14 hari pada neonatus kurang bulan

II.6. Penegakan Diagnosis

Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan

pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus

untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan

itu ialah menggunakan saat timbulnya ikterus.7

a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Berikut penyebab ikterus yang dapat terjadi dalam kurun waktu 24 jam pertama

kehidupan :

inkompatibilitas darah AB0, Rh atau golongan lain

infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)

defisiensi G6PD

b. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir

Biasanya ikterus fisiologis

Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB0, Rh atau golongan lain

Hal ini dapat diduga dari jika terdapat peningkatan kadar bilirubin cepat,

misalnya melebihi 5 mg% per 24 jam

Defisiensi enzim G6PD

Polisitemia

Page 9: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan

subkapsuler hepar)

Hipoksia

Sferositosis, elipsitosis

Dehidrasi asidosis

Defisiensi enzim eritrosit lainnya

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

Biasanya karena infeksi (sepsis)

Dehidrasi asidosis

Defisiensi enzim G6PD

Pengaruh obat

Sindrom Crigler-Najjar

Sindrom Gilbert

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

Biasanya karena obstruksi

Hipotiroidisme

Breast milk jaundice

Infeksi

Neonatal hepatitis

Page 10: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Tabel 1. Gambaran Diagnostik dari Beberapa Tipe Neonatal Jaundice

Adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :

Pemeriksaan bilirubin berkala; direk dan indirek

Pemeriksaan darah tepi

Pemeriksaan penyaring G6PD

Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab

Page 11: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Gambar 4. Algorithm for the management of jaundice in the newborn nursery

Page 12: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Gambar 5. Pendekatan Skematis untuk Mendiagnosis Neonatal Jaundice

Ikterus dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan lanjut tidak

menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern

ikterus.3

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus

neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang

perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan serum bilirubin adalah tindakan ini

merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.3

Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter menyarankan

pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total lebih 20 mg/dl atau usia bayi lebih

2 minggu.4

Page 13: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Gambar 6. Pembagian ikterus menurut Kramer4

Tabel 2. Hubungan kadar bilirubin (mg/dl) dengan daerah ikterus menurut Kramer

Daerah

ikterusPenjelasan

Kadar bilirubin (mg/dl)

Prematur Aterm

1 Kepala dan leher 4-8 4-8

2 Dada sampai pusat 5-12 5-12

3 Pusat bagian bawah sampai lutut 7-15 8-16

4Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu

sampai pergelangan tangan9-18 11-18

5Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan

telapak tangan>10 >15

II.7. Penatalaksanaan Ikterus Neonatorum

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi

sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan

terjadinya kern ikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi sehat, dapat

dilakukan beberapa cara berikut :4

Minum ASI dini dan sering

Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol

lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Page 14: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Bilirubin serum total 24 jam pertama lebih dari 4,5 mg/dl dapat digunakan

sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu

pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak

praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tatalaksana awal ikterus neonatorum :8

Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat

Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko ; berat lahir kurang dari 2500 gram,

lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis

Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan

golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs

Jika kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi

sinar

Jika kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,

lakukan terapi sinar

Jika faktor Rhesus dan golongan darah AB0 bukan merupakan penyebab hemolisis

atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila

memungkinkan

Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengatasi hiperbilirubinemia. Adapun hal yang

dapat dilakukan antara lain :

Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini

bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan

dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi

penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu

kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.

Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi.

Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin

dapat diganti dengan plasma dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan

sebelum transfusi tukar dilakukan karena albumin akan mempercepat keluarnya

bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih

mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk

konjugasi hepar sebagai sumber energi.

Page 15: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat

menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan

transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra

dan pasca transfusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah :9

- Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar albumin lebih dari

10 mg/dl

- Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin lebih dari 15 mg/dl

Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus menerus, istirahat 12 jam, bila perlu

dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam.

Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :9

- Kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl

- Kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg/dl dan Hb kurang dari 10 mg/dl

- Peningkatan bilirubin lebih dari 1 mg/dl

Tabel 3. Bagan penatalaksanaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin

Bilirubin

serum

(mg/dl)

< 24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam

<2500 >2500 <2500 >2500 <2500 >2500 <2500 >2500

<5 Tidak perlu terapi – observasi

5-9 Terapi sinar bila hemolisis

10-14 Transfusi tukar Terapi sinar

15-19 Transfusi tukar Terapi sinar

>20 Transfusi tukar

Terapi suportif, antara lain :10

Minum ASI atau pemberian ASI perah

Infus cairan dengan dosis rumatan

Monitoring yang dilakukan antara lain :10

Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak

dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama

bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.

Page 16: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Pulangkan bayi jika terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,

atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS

Strategi pencegahan yang dapat dilakukan meliputi :6

a. Pencegahan primer

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali/hari

untuk beberapa hari pertama

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi

yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi

b. Pencegahan sekunder

Wanita hamil harus diperiksa golongan darah AB0 dan rhesus serta

penyaringan serum utnuk antibodi isoimun yang tidak biasa

Memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya

ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus

dinilai saat memeriksa tanda-tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap

8-12 jam

II.8. Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.

Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru

mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin.

Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa

berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini

mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran

empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya

pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan

bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya

terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL

dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada

hari pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar

dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan.2

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu

neon yang diletakkan secara paralel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar

Page 17: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada

jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi

untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah

lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala.

Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area

sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke

arah bayi 2

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-

luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap

6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup

namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan

hemoglobin bayi dipantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin

<10 mg/dL (<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.

Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek

samping terapi sinar.2

Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis,

hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek

samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat

diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.2

II.9 Transfusi Tukar

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan

cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit

Page 18: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis.

Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya

yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila

ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar

bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin.10

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang

akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia

yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai

adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan

proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi.

Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang

kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan

darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk

transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB. 10

Macam Transfusi Tukar:

‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat

mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 %mengganti Hb

bayi.

‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat

mengganti 65 % Hb bayi.

‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus

polisitemia atau darah pada anemia.

II.10. Komplikasi

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern ikterus. Kern ikterus atau ensefalopati

bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak

terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan batang

otak. Patogenesis kern ikterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interakasi antara

kadar bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat,

kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera.

Keruskan sawar darah otak, asfiksia dan perubahan permeabilitas sawar darah otak

mempengaruhi risiko terjadinya kern ikterus.

Page 19: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Pada bayi sehat yang menyusu, kern ikterus terjadi saat kadar bilirubin lebih dari

30 mg/dl dengan rentang antara 21-50 mg/dl. Onset umumnya pada minggu pertama

kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 miggu.

Gambaran klinis kern ikterus, antara lain :1

a. Bentuk akut

Fase 1 (hari 1-2) : menetek tidak kuat, hipotonia, kejang

Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstesor, opistotonus, retrocollis,

demam

Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni

b. Bentuk kronis

Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck

reflexes, keterampilan motorik yang lambat

Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor),

gangguan pendengaran

Oleh karena itu, pada bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak

lanjut sebagai berikut :1

Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

Penilaian berkala pendengaran

Fisioterapi dan rehabilitasi bila terjadi gejala sisa

Page 20: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

BAB III

LAPORAN KASUS

DOKTER MUDA SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PRAYA

Tanggal masuk rumah sakit/jam: 08/11/2012 10.00 wita

IDENTITAS

Identitas Pasien

Nama : By. Ny. S

Tanggal lahir : 31-10-2012

Jenis kelamin : Perempuan

Cara persalinan : SC

A-S : 5-7

BBL : 2.800 gr

Alamat : Pengadang

Identitas Keluarga:

Ibu Bapak

Nama Ny. S Tn. A

Umur 26 tahun 28 tahun

Pendidikan SD SMP

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Buruh tani

Alamat Pengadang Pengadang

ANAMNESA : (8-11-2012/11.00 wita)

Keluhan utama : kulit bayi berwarna kekuningan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Bayi dikeluhkan kulit berwarna kekuningan yang muncul sejak hari ke 2. Awalnya

hanya sekitar muka namun akhirnya semakin turun ke badan. Sejak baru lahir, ibu

mengaku tidak pernah menjemur bayinya di bawah sinar matahari. Riwayat demam (-),

mual (-), muntah (-). sesak (-), kebiruan (-), kejang (-). Pasien juga dikeluhkan belum

BAB sejak 2 hari yang lalu, terakhir BAB warna kuning konsistensi lunak. BAK (+)

sering, bisa mencapai > 7x/hari. Pasien kuat menyusu, namun sejak lahir pasien

Page 21: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

diberikan susu formula (SGM) karena ASI ibu belum keluar, namun sejak kemarin

pasien sudah mulai mendapatkan ASI perah dari ibunya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak terdapat riwayat kuning dalam keluarga, penyakit jantung (-), tekanan darah

tinggi (-), ginjal (-), asma (-).

Riwayat Kehamilan dan persalinan :

Riwayat Kehamilan

GPA : G1P0A0

HPHT : -

Periksa hamil/ANC : Oleh bidan di Puskesmas dan saat Posyandu

Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan

Minum alkohol : Tidak pernah

Merokok : Tidak pernah

Makan obat-obatan tertentu : Tidak pernah

Riwayat demam dalam kehamilan : Tidak ada

Penyakit atau komplikasi kehamilan : APB

Riwayat Persalinan

Persentasi : Kepala

Cara persalinan : SC

Riwayat ketuban kental, hijau, bau : Tidak ada

Tempat lahir : RSUD Praya, ditolong oleh Sp.OG

Keadaan bayi saat lahir

Jenis kelamin : Perempuan

Kelahiran : Tunggal

Kondisi saat lahir : Hidup

A-S : 5-7

BBL : 2.800 gram

PB : 48 cm

Page 22: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

PEMERIKSAAN FISIK (Tgl 8 November 2012)

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : waspada

1. Tanda Vital :

Suhu : 37.1 C

DJJ : 140 x/menit

Respirasi : 32 x/menit

Tek. Darah : Tidak dievaluasi

CRT : < 2 detik

2. Menilai Pertumbuhan :

Berat Badan : 3.000 gram

Panjang Badan : 48 cm

Lingkar Kepala : 34 cm

3. Penampakan Umum :

Aktivitas : baik

Warna kulit : kekuningan

Cacat bawaan yang tampak : (-)

4. Kepala

Bentuk kepala : simetris, lecet (-), ubun-ubun besar terpisah, ubun-ubun

cembung (-), sutura melebar (-), craniosynostosis (-), caput sucendaneum (-),

dan cephalhematom (-).

Mata:

Pupil: reflex cahaya (+/+), isokor (+), miosis (-), midriasis (-)

Sekret mata: (-/-), sclera: ikterus (+/+)

Konjungtiva: anemis (-/-), edema palpebra (-/-)

Telinga: dbn

Hidung: dbn

Tenggorok: sde

Mulut: sianosis (-)

5. Leher

Page 23: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Pembesaran kelenjar getah bening (-), hematoma pada musculus SCM (-),

pembesaran kelenjar Tiroid (-), leher pendek (-), Rooting refleks (+).

6. Thoraks

Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-), kekeuningan

(+)

Palpasi : Gerakan diding dada simetris

Perkusi : Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-),

Paru: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

7. Abdomen

Inspeksi : Distensi (-), massa (-), kelainan congenital (-)

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Palpasi : Massa (-), soepel (+), hepar-lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani (+) diseluruh lapang abdomen

8. Umbilicus

Umbilicus mengering, tanda-tanda radang (-)

9. Anggota Gerak :

Tungkai atas Tungkai bawah

Kelainan bentuk (-/-) (-/-)

Tonus otot normal normal

Edema

Ikterus

(-/-)

(+/+)

(-/-)

(+/+)

Refleks fisiologis (+/+) (+/+)

Refleks patolosis (-/-) (-/-)

10. Kulit :

Ikterus (+) pada seluruh tubuh dan ekstremitas (derajat kramer V), pustula (-),

ruam (-), petechie (-)

Turgor kulit : normal

Page 24: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

kelainan kulit lainnya (-)

11. Uro-genital

Kelainan bawaan : (-)

RESUME

Bayi perempuan usia 8 hari dari Pengadang datang dengan badan kekuningan. Pasien

dikeluhkan kulit berwarna kekuningan muncul sejak lahir. Awalnya hanya sekitar muka

namun akhirnya semakin turun ke seluruh badan. Sejak baru lahir, ibu mengaku tidak

pernah menjemur bayinya di bawah sinar matahari. Riwayat demam (-), muntah (-).

sesak (-), kebiruan (-), kejang (-). Pasien juga dikeluhkan belum BAB sejak 2 hari yang

lalu, terakhir BAB warna kuning konsistensi lunak. BAK (+) sering, bisa mencapai >

7x/hari. Pasien kuat menyusu, namun sejak lahir pasien diberikan susu formula (SGM)

karena ASI ibu belum keluar, namun sejak kemarin pasien sudah mulai mendapatkan

ASI perah dari ibunya.

Saat hamil ibu bayi mengaku tidak pernah menderita penyakit berat. Riwayat minum

jamu-jamuan atau obat-obatan yang dijual bebas selama hamil (-). Pasien dilahirkan di

RSUD Praya dengan SC karena riwayat APB, langsung menangis dengan AS:5-7 dan

berat badan lahir 2.800 gr, panjang badan 48 cm, anus (+), caput (-), tanda-tanda trauma

(-), kelainan congenital (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap tanggal 8 November 2012:

Hemoglobin : 13 gr%

Leukosit : 11,3/mm3

Trombosit : 579.000/mm3

Hematokrit : 39,3%

Gol darah/Rh : O/+

Bilirubin tanggal 9 November 2012

Bilirubin Total: 16,4

Page 25: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Bilirubin Direk: 0,56

DIAGNOSIS

Ikterus Neonatorum (Kramer V)

RENCANA TINDAKAN

Observasi KU dan TTV serta berat badan setiap hari.

Fototerapi

Cek lab : DL, GDS, Bilirubin total, Bilirubin direk, HbsAg, albumin total,

urinalisis.

KIE ibu untuk menyusui lebih sering minimal 2 jam sekali

Page 26: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

BAB IV

ANALISIS KASUS

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh

pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin indirek yang

berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada neonatus bila kadar

bilirubin darah lebih dari 5 mg/dl.1 Pada pasien ini nampak kekuningan hampir

diseluruh tubuh, yaitu wajah, dada, perut, ekstremitas atas maupun bawah,

hingga bagian tangan dan kaki. Pemeriksaan fisik secara khusus yaitu dengan

metode Kramer.2 Pasien ini didapatkan sesuai dengan pembagian derajat Kramer

V.

Proses fisiologis terjadinya hiperbilirubinemia antara lain karena

tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90

hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi

pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7, kemudian akan

menurun kembali pada hari ke 10 – 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10

mg/dL (171 μmol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 μmol/L) pada

bayi cukup bulan. Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu

berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam

darah. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah

dibuktikan bukan suatu keadaan patologis.1 Bayi baru lahir dapat mengalami

hiperbilirubinemia pada minggu pertama kehidupannya berkaitan dengan: (1)

meningkatnya produksi bilirubin (hemolisis) (2), kurangnya albumin sebagai

alat pengangkut (3) penurunan uptake oleh hati, (4) penurunan konjugasi

bilirubin oleh hati, (5) penurunan ekskresi bilirubin, dan, (6) peningkatan

sirkulasi enterohepatik.3

Untuk mengantisipasi kompilkasi yang mungkin timbul, maka perlu

diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor resiko terjadinya

hiperbilirubinemia yang berat.

Page 27: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

Gambar 1. Nomogram untuk penentuan risiko berdasarkan kadar bilirubin serum spesifik berdasarkan

waktu, pada saat bayi pulang

Faktor resiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan > 35 mg dibagi

menjadi :4

a. Faktor resiko mayor

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus

terletak pada daerah resiko tinggi (gambar 1)

- Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

- Inkompabilitas golongan darah atau penyakit hemolitik lainnya

- Umur kehamilan 35-36 minggu

- Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

- Sefal hematom atau memar yang bermakna

- ASI ekslusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat

badan yang berlebihan

- Ras Asia Timur

b. Faktor resiko minor

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus

terletak pada daerah resiko sedang (gambar 1)

- Umur kehamilan 37-38 minggu

- Sebelum pulang, bayi tampak kuning

- Bayi makrosomia dari ibu DM

Page 28: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

- Umur ibu ≥ 25 tahun

- Jenis kelamin laki-laki

c. Faktor resiko kurang (besar resiko sesuai dengan urutan yang tertulis, makin

ke bawah resiko makin rendah)

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus

terletak pada daerah resiko rendah (gambar 1)

- Umur kehamilan ≥ 41 minggu

- Bayi mendapat susu formula penuh

- Kulit hitam

- Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Pada pasien ini, didapatkan kadar bilirubin sebesar 16,4 pada usia 8 hari, namun

menurut pengakuan ibu pasien, pasien sudah mulai tampak kuning sejak lahir.

Pada pasien ini juga terdapat beberapa faktor resiko terjadinya

hiperbilirubinemia, yaitu kadar bilirubin yang terletak pada zone resiko tinggi

intermediet, pasien tidak langsung mendapatkan ASI ketika lahir dimana pasien

baru mendapatkan ASI pada hari ke 3 dan produksi ASI ibu pasien masih sedikit

sehingga intake pada pasien berkurang, saat lahir A-S : 5-7 (asfiksia sedang).

Berdasarkan hal di atas, maka pada bayi ini merupakan ikterus non fisiologis

karena masih didapatkan suatu keadaan yang patologis, muncul dalam 24 jam

pertama kehidupan dan berlanjut hingga memasuki usia 8 hari.

Berbagai cara digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia indirek, strategi tersebut meliputi pencegahan, farmakoterapi,

fototerapi, dan transfusi tukar.4 Pada pasien ini dilakukan fototerapi dengan hasil

warna kekuningan pada badan pasien mulai menghilang, walaupun sebenarnya

harus dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin setelah fototerapi.

Page 29: 124913512 Lapsus Praya Hiperbilirubinemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Richard E., et al. 2003. Nelson Textbook of Paediatrics 17th edition. Philadelpia :

WB Saunders Company

2. Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr.Soetomo-Surabaya

3. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

4. Mansjoer, A. Dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI

5. Arianti R. 2009. Ikterik pada Bayi Baru Lahir. Padang : Poltekes

6. Sudigdo, dkk. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta : HTA Indonesia

7. WHO.2003. Managing Newborn Problems : A Guide For Doctors, Nurses, And

Midwives. Department of Reproductive Health and Research. Geneva : World

Organization Health.

8. Suraatmaja, S. Soettjiningsih 2000. Ikterus Neonatorum dalam Pedoman Diagnosis

dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar ; Lab/SMF Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah

9. Kosim, M.S dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, edisi I. Ikatan

Dokter Anak Indonesia, Jakarta.

10. American Academy of Pediatrics. 2004. Clinical Practice Guideline. Management of

Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation.

Pediatrics 114:297-316