lapsus sindrom nefrotik praya

58
LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK Disusun oleh: Ayu Miftakhun Nikmah H1A 010 010 SUPERVISOR : dr. Ketut Adi Wirawan, M.Sc., SpA DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK

Upload: ayu-miftakhun

Post on 06-Sep-2015

104 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

vgghvhjgvjhvkjhvjvjhk

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

SINDROM NEFROTIK

Disusun oleh:Ayu Miftakhun Nikmah H1A 010 010

SUPERVISOR :dr. Ketut Adi Wirawan, M.Sc., SpA

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK DI SMF ANAK RSUD PRAYAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM2015BAB IPENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1 Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder yang mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan gejala gastrointestinal. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.1,2Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran patologi anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 4-6%, dan nefropati membranosa (GNM) 1,5%. Pada pengobatan kortikosteroid inisial sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid).1Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal. Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN dapat juga didasarkan pada respons klinik yaitu: Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS), Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS).1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DEFINISISindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala disertai dengan hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. Proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.2,3 Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl.2Terdapat beberapa batasan atau definisi yang dipakai pada sindrom nefrotik, antara lain :1. Remisi : Proteinuria negatif atau proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu2. Kambuh : Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2 LBP/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi dalam 1 minggu3. Kambuh tidak sering : Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan pertama setelah respon awal, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan4. Kambuh sering : Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan5. Dependen-steroid : Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa penurunan dosis steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan6. Resisten steroid : Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu7. Responsif steroid : Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja8. Responder lambat : Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain

EPIDEMIOLOGISecara keseluruhan prevalensi sindrom nefrotik pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar15,5/100.000.3 Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.2Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% diagnosis dibuat saat usia < 6 tahun. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. 1,2,4,6Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya dan jarang merupakan sindrom nefrotik primer atau idiopatik.1

ETIOLOGISebab pasti sindrom nefrotik belum diketahui dengan pasti. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya sebagian besar sekitar 80% sindrom nefrotik primer memberi respon baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan steroid.2Secara klinis sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :1. Sindrom nefrotik primerFaktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).4

Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer5

Kelainan minimal (KM)Glomerulosklerosis (GS)Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatifGlomerulonefritis kresentik (GNK)Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)GNMP tipe I dengan deposit subendotelialGNMP tipe II dengan deposit intramembranGNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelialGlomerulopati membranosa (GM)Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.6Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya 7 menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer 8 di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.8a. Kelainan minimal Kelainan minimal adalah penyebab paling sering sindrom nefrotik pada anak-anak, terhitung 80% dari sindrom nefrotik pada anak. Tanda dari kelainan minimal adalah adanya glomerulus yang tampak normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial dan matrixnya. Penemuan pada mikroskop cahaya biasanya negative, dan pada microskop electron hanya memperlihatkan hilangnta epithelial cell foot processes (podosit) pada glomelurus. Lebih dari 95% anak dengan SNMK berespon dengan terapi awal kortikosteroid.13b. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)GSFS merupakan 10% dari kasus SN. Glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut segmental pada pemeriksaan mikroskop biasa.Mikroskop immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami sklerosis. Pada mikroskop electron, dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat dilihat juga pada infeksi HIV, penggunaan heroin, sickle cell disease, kegemukan, dan nefropati refluks. Hanya 20% pasien yang berespon dengan terapi prednisone. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat melibatkan semua glomeruli dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir.13c. Glomerulopati membranosa (GM)Glomerulopati membranosa adalah satu dari penyebab ginjal primer paling umum sindrom nefrotik, terhitung 30-40% kasus pada dewasa. Paling banyak terdapat pada laki-laki. Pada biopsi ginjal, Glomerulopati membranosa dikarakteristikan denagn adanya penebalan difus pada membrane basal glomerular, penempatan granular IgM dan C3, dan tidak adanya mediator inflamasi. Antara 20% dan 30% penderita sindrom nefrotikdengan Glomerulopati membranosa terbukti dengan biopsi merupakan gejala dari penyakit sistemik (contoh lupus eritematosus sistemik (SLE), hepatitis B, atau keganasan) atau penyakit yang diinduksi obat, secara klasik berasal dari terapi penisilamin. NSAIDs juga berimplikasi pada Glomerulopati membranosa. Penyakit yang diinduksi NSAIDs dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi yang sembuh dengan penghentian obat.13d. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)GNMP terdapat 5% sampai 10% dari semua kasus sindrom nefrotik. GNAP ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangeal yang difus dan matriks pada pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluoroscene electron memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan matriks diikuti dengan hilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan gambaran histology ini berespon dengan terapi kortikosteroid.13GNMP tipe I adalah kompleks imun glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi kronis, seperti HIV dan Hepatitis B dan C, penyakit kompleks imun sistemik seperti SLE. Penderita GNMP tipe I biasanya terdapat proteinuria berat dan ditemukan penurunan level C3,C1q dan C4. Pada biopsi ginjal tipe I dikarekteristikan oleh deposit imun mesangia dan subendotelial. GNMP tipe II cenderung autoimun dan penderita biasanya terdapat proteinuria dalam batas nefrotik dan kadang-kadang dengan hematuria makroskopik rekuren.Untuk mengetaui secara pasti tipe dari SN adalah dengan melakukan biopsi ginjal, namun ada beberapa indikasi dalam melakukan biopsi ginjal yaitu : Resisten steroid Onset terjadinya usia >10 tahun atau 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.11Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.3,7Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat edema dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.

Perbedaan sindrom nefrotik dan sindrom nefritikSindrom nefrotikSindrom nefritis

Proteinuria masif (>3,5 gram/24 jam/1,73 mm2 atau 40-50 mg/kgbb/hariAzotemia

HipoalbuminHipertensi

Edema anasarkaEdema

HiperkolesterolProteinuria (2 dan dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (200 mg/dl) dan laju endap darah yang meningkat. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal

DIAGNOSIS BANDING1. Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema Quincke.2. Glomerulonefritis akut

Penyulit1. Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia2. Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas3. Infeksi4. Hambatan pertumbuhan5. Gagal ginjal akut atau kronik6. Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan emosi dan perilaku.

PENATALAKSANAANTata laksanaMedikamentosaPengobatan dengan prednison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari dengan dosis (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi tiga, selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selang sehari (dosis alternating) selama 4-8 minggu.2Bila terjadi relaps, maka diberikan prednisom 60 mg/m2/hari sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari) secara alternating selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan obat imunosupresan lain seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal di bawah pengawasan dokter nefrologi anak. Dosis dihitung berdasarkan berat badan tanpa edema (persentil ke-50 berat badan menurut tinggi badan).2

Pengobatan Dengan Kortikosteroid Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.A. Terapi InsialTerapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.1

B. Pengobatan SN RelapsSkema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar di bawah ini, yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.1

DiuretikRestriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.1Bila terjadi hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.1

Algoritma pemberian diuretik

SuportifBila ada edema ansarka diperlukan tirah baring. Selain pemberian kortikosteroid atau imunosupressan. Diperlukan suportif lainnya, seperti pemberian diet protein normal (1,5-2 g/kgbb/hari). Diet rendah garam (1-2 g/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgbb/hari bila ada edema anasarka atau edema yang mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi dapat ditambahkan obat antihipertensi. Pemberian albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan intertisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb dilakukan atas indikasi seperti edema refrakter, syok, atau kadar albumin 1 gram/dL. Terapi psikologis terhadap pasien dan orangtua diperlukan karena penyakit ini dapat berulang dan merupakan penyakit kronik. Dosis pemberian albumin:Kadar albumin serum 1-2 g/dL; diberikan 0,5-1 g/kgBB/hari; kadar albumin < 1 g/dLLain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialinya, dll)Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak: Awitan sindrom nefrotik pada usian dibawah 1 tahun, riwayat penyakit sindrom nefrotik di dalam keluarga Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstrarenal, seperti artitis, serositis, atau lesi di kulit. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi berat, toksik steroid Sindrom nefrotik resistensi steroid Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid Diperlukan biopsi ginjal

PemantauanTerapiDengan pemberian prednison atau imunosupresan lain dalam jangka lama, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat. Prednison dapat menyebabkan hipertensi atau efek samping lain dan siklofosfamid dapat menyebabkan sumsum tulang dan efek samping lain. Pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan secara rutin. Pada pemkaian siklofosfamid diperlukan pemeriksaan darah tepi setiap minggu. Apabila terjadi hipertensi, prednison dihentikan dan diganti dengan imunosupresan lain. Hipertensi diatasi dengan obat antihipertensi. Jika terjadi depresi sumsum tulang (leukosit < 3000/uL) maka obat dihentikan sementara dan dilanjutkan lagi jika leukosit 5000/uL.

Tumbuh kembangGangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebgai akibat penyakit sindrom nefrotik sendiri atau efek samping pemberian obat prednison secara berulang dalam jangka lama. Selain itu, penyakit ini merupakan keadaan imunokompromais sehingga sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi berulang dapat menganggu tumbuh kembang pasien.

Tata Laksana UmumAnak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.1Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut: Pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pengukuran tekanan darah. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit . sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis. INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.1

DiitetikPemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.1

ImunisasiPasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.1PROGNOSISPrognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.2. Disertai oleh hipertensi.3. Disertai hematuria.4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

BAB IIILAPORAN KASUS1. 2. 3. IDENTITASNama pasien: An. WJenis kelamin: laki-laki Tanggal lahir: 14 Juli 2002Umur: 12 tahun 9 bulan 9 hariAlamat : Desa Tumpang, Mekar IndahStatus dalam keluarga: Anak kandung No. RM: 034009Identitas Keluarga :IbuAyah

NamaNy. STn. W

Umur2834

Pendidikan / berapa tahunTidak sekolahTidak sekolah

PekerjaanPetaniPetani

Tanggal Masuk RS : 20 April 2015Diagnosis MRS: Sindrom Nefrotik

ANAMNESIS (tanggal 22/04/2015 diberitahu oleh paman pasien) Keluhan Utama : bengkak Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Praya dengan keluhan bengkak. Bengkak terjadi sejak 3 hari yang lalu. Bengkak pertama kali dirasakan pasien saat pasien bangun tidur pada pagi hari. Bengkak awalnya terjadi pada wajah terutama pada mata sebelah kanan pasien. Bengkak semakin lama semakin bertambah dimana pasien merasa seluruh badannya semakin membesar. Bengkak juga dipengaruhi oleh posisi dimana ketika pasien bangun tidur, bengkak terutapa di bagian tubuh yang paling bawah ketika tidur. Pasein mengeluhkan nyeri pada perutnya. Perut terasa seperti penuh. Nyeri juga dipemharuhi posisi dimana pasien merasa semakin nyeri jika bergerak. Pasien merasa lebih enak untuk diam dalam posisi duduk. Sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami gatal-gatal pada kaki dan perutnya. Gatal dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan terakhir. Pasien sering menggaruk gatalnya tersebut kadang hingga luka dan berdarah. Gatal pada kaki juga disertai dengan benjolan dan didalamnya terdapat air jika dipecah saat digaruk. Sedangkan gatal pada perut hanya terdapat bentol merah-merah. Pasien mengaku sering mengalami gatal didaerah kaki setelah pasien bermain disekitar pantai. Gatal hilang sendiri setelah digaruk atau setelah mandi. Keluhan nyeri kepala, mual dan muntah disangkal oleh pasien. Keluhan batuk, pilek, demam dan nyeri tenggorokan dalam dua bulan terakhir disangkal oleh pasien. BAK pasien (+), frekuensi 3-4x/hari, volume kurang lebih setengah gelas aqua, berwarna kuning pekat, kencing berwarna merah atau seperti teh disangkal oleh pasien. Pasien mengaku dalam 1 minggu ini kencingnya semakin jarang dan sedikit walaupun volume minum pasien sama. BAB (+), frekuensi 1x/hari, berwarna kuning kecoklatan, konsistensi padat, darah (-). Riwayat Penyakit Dahulu : ini merupakan pertama kalinya pasien dirawat dirumah sakit. Sebelumnya pasien tidak pernah dikeluhkan sakit yang parah. Sebelumnya pasien mengeluh batuk, pileh, demam, pusing, dan gatal rngan yang sembuh tanpa berobat. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat keluhan serupa. Riwayat penyakit ginjal, riwayat keluarga yang melakukan cuci darah (-), riwayat diabetes dan hipertensi di keluarga (-). Riwayat Pengobatan : Pasien sebelumnya sudah pernah berobat dipuskesmas dan mendapatkan obat furosemid yang diminum 1x sehari. Namun keluhan bengkak masih. Riwayat Pribadi 1. Riwayat kehamilan dan persalinan : Selama hamil pasien, ibu pasien tidak pernah memeriksakan kehamilannya dikarenakan jauh dari pusat pelayanan medis. Ketika hamil pasien, ibu pasien tidak pernah mengalami sakit yang parah. Ibu pasien pernah mengeluh pusing, mual dan demam namun tidak sampai mengganggu aktifitas. Ibu pasien juga tidak pernah berobat.Pasien lahir di rumah dibantu oleh dukun sasak. Pasien lahir pada tanggal 14 Juli 2002 pukul 07.00 pagi. Berat badan aat lahir tidak diketahui. Menurut keluarganya, pasien langsung menangis kencang, riwayat biru atau sesak setelah lahir disangkal. Riwayat kuning (-).2. Riwayat Nutrisi : Pasien diberikan ASI sampai usia 2 tahun. Namun ketika bayi, pasien juga diberikan minum air putih sejak usia 4 bulan. Pemberian makanan berupa bubur (+) sejak usia 7 bulan dan bertahap dengan memberikan makanan lebut ke padat (nasi). Saat ini pasien makan 3x sehari dengan porsi yang cukup dengan lauk ikan, tempe, sayur, dan buah yang bervariasi. Penurunan nafsu makan sebelum sakit (-). Saat ini mulai dikeluhkan adanya penurunan nafsu makan.3. Riwayat Imunisasi : pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi4. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan: Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Jarak usia pasien dengan anak kedua adalah 6 tahun, dan jarak usia dengan adik ketiganya adalah 11 tahun. Ayah pasien adalah seorang TKI yang bekerja dimalasya sejak 2 tahun yang lalu. Sedangkan ibu pasien adalah seorang petani. Penghasilan perbulan kurang lebih 500.000 ribu. pasien tinggal bertujuh dalam satu rumah bersama dengan saudaranya dan keluarga dari ibunya. Rumah pasien tidak terlalu luas, sebagian berdinding tembok dan sebagian berdinding kayu. Terdapat 2 kamar, 1 ruang bersama, 1 dapur dan 1 kamar mandi bersama dan sumur yang terdapat di luar dari rumah pasien. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 21/04/2015 pukul 12.00 WITA)Kesan umum: SedangKesadaran: Compos mentisTanda Vital Nadi: 88 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama reguler Frek. nafas : 24 x/menit, tipe thorakal Suhu tubuh: 37oC Tekanan darah: 100/70 mmHgStatus gizi Berat badan sekarang: 36 kg Berat badan sebelumnya : 32 kg Panjang / tinggi badan: 144 cm LK : 54 cm

BB/U: 94 % (gizi baik) PB/U: 87 % (tinggi normal) BB/PB: 130 % (normal)

Status generalis1. Kepala:Bentuk: bulat lonjongMata: Pupil: refleks cahaya (+/+), isokor (+/+ ), miosis:(+/+) 3 mm, midriasis (-) Sekret mata: (-/-) Edema palpebra: (+/+) Konjungtiva: annemis (-) Sklera : ikterik (-)Telinga: sekret (+), membran timpani intak (+) refleks cahaya (+), Hidung: nafas cuping hidung (-), sekret (-)Mulut: mukosa bibir basah (+) Tenggorok: hiperemis (-), tonsil dalam batas normal

2. LeherPembesaran kelenjar : (-)3. Thoraks:a. Paru-paru InspeksiPermukaan kulit tak tampak deformitas(-), scar (-), bentuk dada normal, pergerakkan dinding dada simetris, retraksi (-). PalpasiNyeri tekan(-), krepitasi (-), nodul atau massa (-), pergerakkan dinding dada simetris (+). Focal Fremitus (+/+) simetris. Perkusi ++

++

++

Densitas paru, sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler (+)rhonki (-/-)wheezing (-/-)--

--

++

++

++

++

--

--

--

b. Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak tampak Palpasi : teraba iktus kordis pada ICS IV midclavicula sinistra Perkusi : Batas jantung kanan : ICS II parasternal dextra batas jantung kiri ICS IV midclavicula sinistra Batas pulmo-hepar : Ekspirasi ICS 5 Inspirasi ICS 6 Ekskursi 1 ICS Auskultasi : S1S2 tunggal Reguler, murmur (-) gallop (-)

4. Abdomen Inspeksi : Distensi (+), umbilikus masuk merata (+), kulit tampak kemeraha, utikaria (+), bekas luka garuk (+). Auskultasi : bising usus (+): normal Perkusi : timpani ---

---

---

Palpasi: Nyeri tekan (+) +++

+++

+++

Lokalisasi:

Tes fluid wave/ undulasi (+), sifting dullness (+)Hepar : dalam batas normal, hepatomegali (-)Lien : dalam batas normal, spleenomegali (-)Ginjal : nyeri ketok ginjal (+/+)

EkstremitasTungkai AtasTungkai Bawah

DextraSinistraDextraSinistra

Kelainan bentuk:(-)(-)(-)(-)

Nyeri tekan/sentuhan:(-)(-)(-)(-)

Kekuatan(+++++)(+++++)(+++++)(+++++)

Edema(-)(-)(-)(-)

CRT: < 3 detik

Kulit : Ruam purpura (-), ptekie:(-), utikaria (+) pada daerah perut dan keddua kaki. Kelainan kulit lainnya (+): terdapat bekas luka yang mengering pada kaki kanan dan kiri. .Urogenital : Kelainan bawaan: (-), rambut pubis (-), pembengkakakn pada skrotum (+) Vertebrae :Kelainan yang ada: (-)Tanda-tanda fraktur : (-)Status NeurologisRefleks fisiologis: Bisep (++/++) Trisep (++/++) Achilles (++/++) Patella (++/++)

RESUMEPasien laki-laki usia 12 tahun datang dengan keluhan edema anasarka. Edema terjadi sejak 3 hari yang lalu, pertama kali dirasakan pasien saat pasien bangun tidur pagi hari. Edema awalnya terjadi pada wajah kemudian semakin menyeluruh ke seluruh badan. Nyeri pada perut (+), nyeri seperti teregang, bertambah sakit dengan perubahan posisi (+). Sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami gatal-gatal dikulit kaki dan perutnya kurang lebih 1 bulan terakhir. Bentuk daerah gatal atau luka tidak pernah diperhatikan oleh pasien. Pasien menyangkal nyeri kepala, mual dan muntah. Keluhan batuk, pilek, demam dan nyeri tenggorokan dalam dua bulan terakhir disangkal oleh pasien. BAK pasien (+), frekuensi 3-4x/hari, volume kurang lebih setengah gelas aqua, berwarna kuning pekat, kencing berwarna merah atau seperti teh disangkal oleh pasien. Pasien mengaku dalam 1 minggu ini kencingnya semakin jarang dan sedikit walaupun volume minum pasien sama. BAB (+), frekuensi 1x/hari, berwarna kuning kecoklatan, konsistensi padat, darah (-). Dari pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran compos mentis, TD 100/70 mmHg, nadi 88 kali permenit, reguler, kuat angkat, frekuensi napas 24 kali permenit, teratur, dan suhu 370C. Status gizi baik. Dari pemeriksaan status generalis edema anasarka, pemeriksaan thorax didapatkan adanya rhonki pada dada sebelah kiri dan kanan bawah, pemeriksaan abdomen didapatkan distensi, nyeri tekan (+) pada seluruh lapang abdomen, tes fluid wave/undulasi (+), sifting dullness (+). Utikaria dan lesi bekas luka pada perut dan ekstremitas bawah.

ASESSMENTDiagnosa Kerja : susp. Sindrom NefrotikDiagnosis Banding: Glomeluronefritis ISK

PLANING a. Diagnostik Pemeriksaan darah lengkap Urinalisis Kadar Albumin Kadar Kolesterol Pemeriksaan Ureum dan Kreatininb. TerapiNon medikamentosa Tirah Baring Pantau tensi, nadi, temperatur Urin tampung Diet Rendah Garam Pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari Diet rendah protein 1,2 gram perhariMedikamentosa IVFD D51/2 NS 10 tpm

PEMERIKSAAN LABORATORIUM1. Darah lengkap:WBC : 18.6 103/ulNEU : 15.084.8 %LYM : 2.698.18 % MONO : .7075.99 %EOS: .015.20 %BASO : .191.983 %( Kesan leukositosis)

RBC : 5.23106/ulHGB : 14.2g/dlHCT : 41.6%MCV : 79.4flMCH : 27.1pgMCHC: 34.1g/dlRDW : 12.3%PLT : 364103/ul

2. Urine:Warna : Kuning, JenihBJ : 1015pH: 6Protein : (+4)Darah : (+3)Sedimen Eritrosit : 10-15 /lp Leukosit : 0 5 /lp Epitel : 0 5/lp Lainnya : Ca oksalt (+)Kesan : Proteinusia masif, eritrosituria

3. Kolesterol : 456 mg/dLKreatinin: 0.76 mg/dLAlbumin : 0.59 g/dlKesan : hipoalbumin masif, hiperkolesterolemia

Follow up pasien

TanggalSOAP

21/04/2015 (08.00 WITA)Bengkak pada wajah dan perut, nyeri perut (+), sesak (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-), kencing berwarna merah (-).Riwatat gatal pada kaki dan perut (+)Riwayat batuk (-), pilek (-).KU : sedangKes : CMNadi : 80x/menitRR : 20 x/menitTD : 100/70 mmhgT : 36,7^C-Mata : edema palpebra (+/+), hyperemia (-), anemis (-)- Thorax : scar (-), retraksi (-), pergerakan dada simetris, suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/--Abdomen : distensi (+), BU (+) normal, timpani (+), undulasi (-), shifting dullness (+), organomegali (-)-Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)Darah lengkap:WBC : 18.6 103/ulRBC : 5.23106/ulHGB : 14.2g/dlHCT : 41.6%MCV : 79.4flMCH : 27.1pgMCHC: 34.1g/dlPLT : 364103/ul Urine:Warna : Kuning, JenihBJ : 1015pH: 6Protein : (+4)Darah : (+3)Sedimen-Eritrosit : 10-15 /lp-Leukosit : 0 5 /lp-Epitel : 0 5/lp-Lainnya : Ca oksalt (+)Susp. Sindrom nefrotikdd. GlomeluronefritisISKDiagnosis : cek-albumin-kolesterol-kreatinin

Terapi :Non medikamentosa Tirah Baring Pantau tensi, nadi, temperatur Urin tampung Diet rendah garam Pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hariMedikamentosa IVFD D51/2 NS 12 tpm Cefopurazon 2 x 1 gram

22/04/15Bengkak pada wajah dan perut, nyeri perut (+), sesak (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-) kencing berwarna merah (-)KU : sedangKes : CMNadi : 88x/menitRR : 24 x/menitTD : 120/90 mmhgT : 37^C-Mata : edema palpebra (+/+), hyperemia (-), anemis (-)- Thorax : scar (-), retraksi (-), pergerakan dada simetris, suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+ pada basal paru, wheezing -/--Abdomen : distensi (+), BU (+) normal, timpani (+), undulasi (+), shifting dullness (+), organomegali (-)- pembengkakan pada skrotum-Ekstremitas : akral hangat (+), edema (+/+)

-Kolesterol : 456 mg/dL-Kreatinin: 0.76 mg/dL-Albumin : 0.59 g/dlSindrom nefrotik Terapi :Non medikamentosa Tirah Baring Pantau tensi, nadi, temperatur Urin tampung Diet rendah garam Pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari Diet rendah protein 1,2 gram perhari

Medikamentosa IVFD D51/2 NS 10 tpm Cefopurazon 2 x 1 gramOral-Prednison 2mg/kgbb/hari(4-4-4)-Transfusi albumin 100cc, ekstra lasix 2x1 ampul

Diagnostik : cek UL, albumin

23/04/15Bengkak pada wajah (-), bengkak pada perut (-), nyeri perut (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), demam (-), kencing semakin sering. BAB 1x/hari, padat, kuning kecoklatan, darah (-)KU : sedangKes : CMNadi : 84x/menitRR : 20 x/menitTD : 110/70 mmhgT : 36,7^C-Mata : edema palpebra (-/-), anemis (-)- Thorax : scar (-), retraksi (-), pergerakan dada simetris, suara napas vesikuler +/+, rhonki +/- pada basal paru, wheezing -/--Abdomen : distensi (-), BU (+) normal, timpani (+), undulasi (-), shifting dullness (-), organomegali (-)-Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)

Urine:Warna : Kuning, JenihBJ : 1015pH: 6Protein : (+3)Darah : (+3)Sedimen-Eritrosit : 10-15 /lp-Leukosit : 0 5 /lp-Epitel : 0 5/lpAlbumin : 1,93 g/dlSindrom nefrotikNon medikamentosa Tirah Baring Pantau tensi, nadi, temperatur Urin tampung Diet rendah garam Pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari Diet rendah protein 1,2 gram perhariMedikamentosa IVFD D51/2 NS 10 tpm Cefopurazon 2 x 1 gramOral-Prednison 2mg/kgbb/hari(4-4-4)-vip albumin 3x2 CTH/hari

24/04/15Bengkak pada wajah (-), bengkak pada perut (-), nyeri perut (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), demam (-), pandangan kabur (-)KU : sedangKes : CMNadi : 80x/menit, kuat angkatRR : 20 x/menitTD : 90/60 mmhgT : 36,6^C-Mata : edema palpebra (-/-), anemis (-)- Thorax : scar (-), retraksi (-), pergerakan dada simetris, suara napas vesikuler +/+, rhonki +/- pada basal paru, wheezing -/--Abdomen : distensi (-), BU (+) normal, timpani (+), undulasi (-), shifting dullness (-), organomegali (-)-Ekstremitas : akral hangat (-), edema (-)Sindrom nefrotikNon medikamentosa Tirah Baring Pantau tensi, nadi, temperatur Urin tampung Diet rendah garam Pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari Diet rendah protein 1,2 gram perhariMedikamentosa IVFD D51/2 NS 10 tpm Cefopurazon 2 x 1 gramOral-Prednison 2mg/kgbb/hari(4-4-4)-vip albumin sirup 3x2 CTH

(pasien PP 11.00 WITA)

BAB IVPEMBAHASANDaftar Masalah :1. Bengkak pada wajah dan perut / edema anasarka2. Nyeri pada perut3. Kencing semakin sedikit4. Hiperlipidemia 5. Hipertensi Bengkak pada wajah dan perut Bengkak pada wajah terutapa pada periorbita menunjukkan adanya pergeseran cairan kedaerah intertisial. Hal ini terjadi pada pasien karena adanya penurunan tekanan onkotik oleh karena hipoalbumin yang terjadi pada pasien. Penurunan tekanan onkotik ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar ke ekstravaskuler yaitu jaringan interstisial dimana jaringan periorbita merupakan jaringan ikat longgar berupa anyaman yang apabila terjadi perembesan cairan ke intertisial, jaringan ini akan mengalami pembengkakakn karena cairan berkumpul disini. Hal ini sama halnya dengan terjadinya bengkak pada perut.Hipoalbumin yang pada pasien terjadi karena kebocoran filtrasi glomelurus sehingga protein banyak yang keluar melalui urin. Protein merupakan bahan pokok pembuatan albumin di hepar. Sehingga adanya proteinuria massif yang merupakan gejala khas sindrom nefrotik memperberat terjadinya edema.Telah disebutkan bahwa penyebab terjadinya sindrom nefrotik belum diketahui dengan pasti. Penelitian menyebutkan bahwa sindrom nefrotik disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan peradangan pada glomelurus. Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder.Pada pasien ini muncul adanya tanda-tanda sindrom nefrotik yang terjadi saat pasien usia 12 tahun. Kemungkinan adanya sindrom nefrotik kongenital disingkirkan. Penyebab yang mungkin adalah sindrom nefrotik primer atau sindrom nefrotik sekunder. Penyebab skunder pada pasien kemungkinan adalah adanya infeksi dimana pasien mengaku memiliki riwayat gatal pada kulit kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu. Hal ini mungkin terjadi infeksi streptococcus yang dapat mengakibatkan sindroma nefrotik. Namun untuk lebih pasti perlu pemeriksan lebih lanjut. Gold standartnya dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal.Reaksi Ag-abPeradangan glomerulusPermeabilitas membran basalis meningkat

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik Lipid serumKapiler menurun meningkatTransudasi keDalam interstisium hipovolemiaADH meningkatGFR menurunaldesteronmeningkatRetensiNa+ & H2O

edemaNyeri pada perutKeluhan nyeri perut pada sindrom nefrotik kemungkinan merupakan kumpulan dari gejala gastrointestinal, edema perut yang semakin membesar, hepatomegali akibat sintesis albumin yang meningkat di hepar dan edema mukosa usus yang dapat menyebabkan diare. Hal ini semua mengakibatkan terangsangnya saraf nyeri.Kencing semakin sedikitProteinuria, hipoalbumin dan penurunan tekanan onkotik mengakibatkan perembesan carien ke interstisial. Jika hal ini terjadi terus menerus maka akanterjadi hipovolemia. Hipovolemia mengakibatkan perfusi ginjal semakin menurun dan ekskresi urin menurun sebagai kompensasi hipovolemi dimana akan terjadi retensi natrium dan air sehingga urin semakin sedikit.Hiperlipidemia Pada didapatkan hasil laboratorium didapatkan kolesterol yang tinggi mencapai 450 mg/dL. Pada Sindroma Nefrotik terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak yang banyak dalam urin (lipiduria). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.Pada pasien ini sempat terjadi peningkatan tekanan darah mencapai 120/90 mmHg. Hal ini dikarenakan banyaknya cairan vaskular yang keluar menuju interstitial sehingga terjadi hipovolemik pada vaskular serta hipoperfusi pada berbagai organ. Salah satunya adalah organ ginjal yang merespon hipoperfusi ini atau hipovolemik vaskular. Respon yang terjadi pada ginjal berupa aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) untuk menahan elektrolit terutama Natrium yang dapat menahan air didalam vaskular sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiatuti PT, Alatas H, Tambunan T, Pardede SU. 2008. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi-2. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Salamia NI, Gandaputra EP, Devita EH, editors. 2009. Sindrom Nefrotik dalam Pedoman Pelayanan Medis. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.3. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr 11 : 158-61.4. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.5. Wila Wirya IG, Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. 2002. Sindrom Nefrotik dalam Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.6. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical Nephrology. London : Mosby; p..7. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia.8. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlanggap. 9. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.10. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor. Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp. 681-726.11. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [(20) : screens]. Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on April 26, 2015 at 08.57. 12. Niaudet P, 2000. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome in children. Up To Date 2000; 8.13. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Texbook of Pediatric 18th Saunders Philadelphia