laporan nefrotik sindrom
TRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sindrom nefrotik ialah keadaan klinis yang ditandai oleh
proteinuria masif, hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai
dengan hiperlipidemia. Angka kejadian sindrom di Amerika dan
Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah
18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per
100.000 anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki
dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab
kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi,
dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang
dirawat antara tahun 1995-2000.
Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus
sehingga mengakibatkan kebocoran protein (khususnya
albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini. Etiologi nefrotik sindrom secara garis
besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati
primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik
seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus
sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan,
terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan
kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai
prognosis buruk.
II. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan
mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan penyakit
sindrom nefrotik pada anak.
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengetahui pengertian dan klasifikasi sindrom nefrotik
1
2. Mengetahui etiologi dan factor resiko sindrom nefrotik
3. Mengetahui patofisologi sindrom nefrotik
4. Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik sindrom nefrotik
6. Mengetahui penatalaksanaan sindrom nefrotik
7. Mengetahui komplikasi sindrom nefrotik
8. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak
sindrom nefrotik
III. Manfaat
1. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan informasi yang dapat dijadikan
pertimbangan pembaca yang berkaitan tentang asuhan
keperawatan pada pasien sindrom nefrotik.
2. Manfaat praktis
a) Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan
dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan
khususnya pada pasien sindrom nefrotik.
b) Institusi Pendidikan
Sebagai masukan dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang asuhan keperawatan pada pasien
sindrom nefrotik yang dapat digunakan acuan bagi
praktik mahasiswa keperawatan.
c) Bagi Penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh
pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam bidang
keperawatan anak pada pasien sindrom nefrotik.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Nefrotik Sindrom
Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan lipiduria
(Prodjosudjadi, 2007). Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya
digambarkan oleh histologi, yaitu sindroma nefrotik kelainan
minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum dari
sindrom nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5 tahun.
Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang siapa saja namun
penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 5
tahun. Selain itu kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-
laki dua kali lebih besar dibandingkan anak perempuan. (Gunawan,
2006).
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang
sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-
gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria
masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg
berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya
menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis
di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan
kadang-kadang azotemia.
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis
yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas
permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl),
edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Berdasarkan
etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang
berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab
tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit
3
tertentu. Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T
diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya
peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio
neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam
darah perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas
yang diperantarai sel T.
2. Klasifikasi Nefrotik Sindrom
1) Berdasarkan etiologi
Sindrom nefrotik primer
Sindrom nefrotik congenital
Sindrom nefrotik sekunder
2) Berdasarkan kelainan histopatologi
Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)
Glomerulosklerosis
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferative mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/
subepitelial
Glomerulonefritis membranosa (GNM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
3) Berdasarkan respon terhadap terapi steroid
Steroid responsif (umumnya SNKM)
Steroid dependen (umumnya juga SNKM)
4
Steroid non responsif (umumnya GSFS, GSFG, GNMP) atau
sindrom neforik sekunder
Pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon klinik yaitu:
1. Sindrom nefrotik respon steroid (SNSS)
2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer3
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
3. Etiologi Nefrotik Sindrom
a) Sindrom nefrotik primer
faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi
akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk
5
dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik
primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC
(International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan
glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan
mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan
dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.
Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi
menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak
biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada
dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh
lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
b) Sindrom nefrotik sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya
efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus,
amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin,
probenesid, racun serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus
sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor
gastrointestinal.
6
4. Faktor resiko Nefrotik Sindrom
5. Patofisiologi Nefrotik Sindrom
7
Etiologi :
- Autoimun
- Pembagian secara
umum
Glomerulus
Permiabilitas glomerulus
Sistem imun menurun Porteinuria masif
Resiko tinggi infeksiHipoproteinemia
Hipoalbumin
Tekanan onkotik plasma
Sintesa protein hepas Hipovolemia
Volume plasma
HiperlipidemiaAliran darah ke ginjal
Sekresi ADH
MalnutrisiRetensi natrium renal Reabsorbsi
air dan natrium
Pelepasan renin Gangguan nutrisiEdema
VasokonstriksiEfusi pleura
- Kelebihan volume cairan
lebih dari kebutuhanSesak
6. Manifestasi klinis Nefrotik Sindrom
a) Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah
sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal
sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak
pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang
rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya
sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
b) Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak
sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan
kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang
harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila
ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat,
kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan
pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan
karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien
SNKM.9
8
Penatalaksanaan
HospitalisasiTirah baringDiet
Kurang pengetahuan :
kondisi, prognosa dan
program perawatan
KetidakpatuhanKecemasan anak
dan orang tua
Intoleransi aktivitas
Resti gangguan pemeliharaan
kesehatan
c) Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan
penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan
sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat,
atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut
yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau
pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema.
Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi
berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps
ani.
d) Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura
atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-
kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan diuretik.
e) Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya
pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres
nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan
keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan
respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun
juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.
Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab,
didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya
dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM).
Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah
periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh,
dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami
9
restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea.
Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
f) Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik.
Penelitian International Study of Kidney Disease in Children
(SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan
sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2
g) Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif
yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar
antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien
dengan tipe yang lain.9
h) Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar
albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala
umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik
dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar
lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari
proteinuria.
i) Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom
nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk
membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5
j) Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada
saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari
peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom
nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
k) Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien
sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang
ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi
secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak
langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat
gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun
10
kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal
dengan ekogenisitas yang normal.
7. Pemeriksaan diagnostik Nefrotik Sindrom
a. Pemeriksaaan laboratorium
1) pemeriksaan sample urine
Menunjukan adanya proteinuria
• Dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih pada
waktu yang ditentukan (seperti pukul 8.00 pagi).
• Urin ini dibuang. Semua urin yang dekeluarkan selama 24
jam berikutnya dikumpulkan.
• Spesimen terakhir dikumpulkan dan disimpan 24 jam
sesudah pengumpulan dimulai (yaitu pukul 08.00 pagi)
2) pemeriksaan darah
Hipoalbiminemia , dimana kadar albumin kurang dari 30
gr/lt
Hiperkolesterolemia. (Kadar kolesterol darah meningkat).
3) pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin yang berguna untuk
mengetahui fungsi ginjal.
4) Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya
belum diketahui secara jelas yaitu,
a) biopsi ginjal
Biopsi ginjal dengan indikasi:
o Usia >6 tahun dengan manifestasi sindroma nefritis
o Usia <1 tahun
o C3 menurun secara persisten
o Steroid persisten/ relaps sering (selama atau pasca terapi
steroid)
11
Sebelum Tindakan :
• Dipuasakan selama 6-8 jam sebelum pemeriksan.
• Set infus dipasang.
• Spesimen urin dikumpulkan dan disimpan untuk
dibandingkan dengan spesimen pasca biopsi.jika akan
dilakukan biopsi jarum, pasien diberitahukan agar
menahan nafas (untuk mencegah gerakan ginjal) ketika
jarum biopsi ditusukan.
Sesudah Tindakan :
• Dibaringkan dalam posisi berbaring telungkup sesaat
sesudah biopsi
• kemudian diharuskan tirah baring selama 24 jam untuk
mengurangi resiko perdarahan.
b) pemeriksaan penanda auto immune (ANA, ASOT, C3,
Cryoglobulin serum elektrophoresis)
c) Foto torak, EKG bila dijumpai edema berat
d) ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis
e) CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria,
leukositosis,
f) leukosituria dan silinderuria
g) ANA, anti DsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE
8. Penatalaksanaan Nefrotik Sindrom
Penatalaksanaan dibagi atas 2 bagian utama yaitu:
1) Pengobatan umum
a. Diet harus mengandung banyak protein dengan nilai biologik
tinggi dan tinggi nilai kalori. Protein 3-5gram/kgBB/hari, bila
ureum dan kreatinin meningkat diberikan protein 1-2
gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100/kgBB/hari. Garam dibatasi
bila edema hebat. Bila tanpa edema diberi 1-2 gram/hari.
Pembatasan cairan bila tidak terdapat gejala-gejala gagal
ginjal.
12
b. Aktifitas: tirah baring dianjurkan bila edema hebat atau ada
komplikasi. Bila edema sudah berkurang atau tidak ada
komplikasi maka anak dapat beraktifitas seperti biasa. Bila
tidak melakukan aktifitas fisik dalam jangka waktu yang
cukup lama akan mempengaruhi kejiwaan anak.
c. Antibiotik : hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi
sekunder
d. Diuretik : pemberian diuretik untuk mengurangi edema
terbatas pada anak dengan edema berat, gangguan
pernapasan, gangguan gastrointestinal, atau obstruksi
urethra yang diakibatkan oleh edema yang hebat ini. Pada
beberapa kasus SNKM yang disertai dengan anasarka,
dengan pengobatan kortikosteroid saja tanpa diuretik dapat
menghilangkan edema. Diuretik yang dipakai merupakan
diuretik jangka pendek yaitu furosemid atau asam etakrinat.
Pemakaian diuretik yang berlangsung lama dapat
menyebabkan:
Hipovolemia
Hipokalemia
Alkalosis
Hiperuricemia
2) Pengobatan dengan kortikosteroid
Pengobatan dengan menggnakan kortikosteroid terutama
diberikan pada pasien dengan SNKM.protokol cara pemberian
yang digunakan adalah Protokol International Collaborative
Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
a. Serangan I
Prednison 2mg/kgBB/hari (maksimal 60-80mg/kgBB/m2/hr)
selama 4 minggu (CD), bila tercapai remisi pada akhir
minggu ke-4 diteruskan prednison dengan dosis 2/3 dosis
selam CD selama 4 minggu dengan cara pemberian selang
13
seling sehari atau dengan pemberian 3 hari berturut-turut
selama seminggu. Bila tetap remisi sampai minggu ke-8
dosis, prednison diturunkan perlahan-lahan selama 1-2
minggu
b. Relaps
Cara pemberian sama seperti serangan I, namun CD
diberikan hingga timbul remisi
c. Nonresponder
Tidak ada respons setelah pemberian prednison selama 8
minggu. Bila tidak berhasil maka pengobatan digabung
dengan imunosupresan yang lain
d. Frequent relapser
Respon terhadap pengobatan kortikosteroid namun telah
relaps 2x dalam waktu 6 bulan pertama. Diberikan kombinasi
pengobatan imnuosupresan lain dan prednison 0,2
mg/kgBB/ hari dengan cara CD
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
Remisi
Kambuh
Kambuh tidak sering
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.
14
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.
Resisten-steroid sejak terapi awal.
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.
9. Komplikasi Nefrotik Sindrom
Komplikasi yang sering menyertai penderita SN antara lain:
1) Syok
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml)>
2) Trombosis vaskuler
Mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau faktor V, VII, VIII, dan X.
Trombus lebih sering terjadi di sistem vena apalagi bila disertai
pengobatan kortikosteroid
3) Malnutrisi, akibat hipolabuminemia berat.
4) Infeksi sekunder, disebabkan gangguan mekanisme pertahanan
humoral, penurunan gamma globulin serum.
15
5) Gangguan koagulasi, berhubungan dengan kenaikan beberapa
faktor pembekuan yang menyebabkan keadaan hiperkoagulasi.
6) Akselerasi aterosklerosis, akibat dari hipelipidemia yang lama.
7) Kolap hipovolemia, akibat proteinuria yang berat.
8) Efek samping obat-obatan : diuretik, antibiotik, kortikosteroid,
antihipertensi, sitostatika yang sering digunakan pada pasien
sindrom nefrotik.
9) Gagal ginjal.
BAB III PEMBAHASAN
1) Pengkajian
16
Biodata
Keluhan utama
Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian Fokus
17
18
Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
19
1.
2.
DS:
DO:
20
3.
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru
21
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1
22
23
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan
Medikal Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
2. Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa
Keperawatan), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
3. Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing
Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care
(Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made
Kariasa. Jakarta: EGC.
4. Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
5. Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
6. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-
2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
7. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002,
Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm
25