laporan kasus sindrom nefrotik

38
BAB I LAPORAN KASUS 1.1 Identitas Nama : An. YN Usia : 6 tahun Jenis kelamin: Perempuan Alamat : Cilaku Anak ke : 2 dari 3 saudara Tanggal masuk RS : 12-08-13 No.RM : 595xxx 1.2 Anamnesis Alloanamnesa tanggal 16 Agustus 2013 Jam 11.00 Keluhan Utama : Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu Riwayat Penyakit Sekarang : Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sejak 6 minggu yang lalu, terutama pada pagi hari saat bangun tidur, dan bengkak berkurang saat siang dan sore hari yang kemudian menjalar ke daerah kaki sejak 4 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, bengkak makin bertambah, menyebar ke daerah muka, perut, dan kedua tungkai. Selama bengkak, ibu penderita 1

Upload: fikar-axlroses

Post on 26-Dec-2015

1.238 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas

Nama : An. YN

Usia : 6 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Cilaku

Anak ke : 2 dari 3 saudara

Tanggal masuk RS : 12-08-13

No.RM : 595xxx

1.2 Anamnesis

Alloanamnesa tanggal 16 Agustus 2013 Jam 11.00

Keluhan Utama :

Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.

Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sejak 6 minggu yang lalu,

terutama pada pagi hari saat bangun tidur, dan bengkak berkurang saat siang dan

sore hari yang kemudian menjalar ke daerah kaki sejak 4 minggu yang lalu sebelum

masuk rumah sakit, bengkak makin bertambah, menyebar ke daerah muka, perut,

dan kedua tungkai. Selama bengkak, ibu penderita mengeluh BAK berwarna

kuning keruh. Ibu penderita mengaku frekuensi BAK 4 kali dalam sehari. Keluhan

Riwayat sering terbangun pada malam hari untuk BAK disangkal. Keluhan bengkak

ini tidak disertai sesak napas saat tidur dan anak masih bisa tidur dengan satu

bantal. Anak tidak pernah muntah-muntah, demam, dan kejang. Selama bengkak

anak tidak pernah tampak pucat, lemah, lesu atau kehilangan nafsu makan. Anak

masih bisa beraktivitas ringan. Riwayat adanya bercak merah diwajah tidak ada.

1

Page 2: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Keluhan ini tidak disertai dengan sesak napas, sakit perut hebat, atau kemerahan

pada kulit yang terasa nyeri.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Anak baru pertama kali mengalami sakit seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pada keluarga tidak ada keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Pengobatan :

Ibu penderita membawa berobat ke dokter, diberikan obat (ibu penderita lupa nama

obatnya), tetapi tidak ada perubahan, keluhan bengkak makin menjalar.

Riwayat Alergi :

Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca tertentu disangkal.

Riwayat Psikososial :

Anak masih bisa beraktivas ringan dirumah. Anak makan 3 kali sehari dengan sayur

dan lauk pauk. Anak tidak tampak lebih kecil dibanding teman sebayanya. Tetapi

akhir-akhir ini anak merasa malu karena badannya bengkak.

Riwayat Kehamilan Ibu :

Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada awal

kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan.

Riwayat Kelahiran :

Lahir spontan di rumah ditolong bidan. Tidak ada penyulit. BB 2700 gram. PB 48

cm. Anak langsung menangis.

2

Page 3: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Riwayat Pemberian Makan :

Ibu memberikan hanya ASI sampai umur 10 bulan, lalu dilanjutkan susu formula

setelah umur 10 bulan dan bubur susu dengan bubur tim setelah umur 14 bulan,

dilanjutkan nasi umur 18 bulan sampai sekarang.

Riwayat Imunisasi :

Hepatitis B 1x Polio 3x

BCG 1x Campak 1x

DPT 3x

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang :

Anak sekarang Sekolah SD kelas 1. Menurut ibu penderita anaknya tidak ada

masalah di sekolah.

Mengangkat kepala 3 bulan

Duduk 6 bulan

Berdiri 10 bulan

Kesan : Tumbuh Kembang anak sesuai dengan umur.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

Suhu : 36,40C

Tek. Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 kali per menit

Pernafasan : 30 kali per menit

Antropometri

BB skr : 19 kg BB dulu : 17 kg

3

Page 4: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

TB : 108 cm

LP : 57 cm

LLA : 15 cm

BBI : 20 kg

LPT : √19x108 = 0,75 3600

Status Gizi

BB/U : 19/20 x 100% = 95%

TB/U : 103/115 x 100% = 89%

BB/TB : 18/20 x 100% = 90%

Kesan : Status gizi tidak dapat dihitung karena ada edema

Status Generalis

Kepala : Normocephali. Ubun-ubun besar menutup. Muka sembab (+)

Mata : Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik -/-. Refleks pupil +/+

isokor. Edema palpebra +/+.

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Bentuk dan gerak simetris. Pernapasan Vesikuler antara kanan

dan kiri. Ronki -/-, Wheezing -/-. Bunyi Jantung I dan II murni

regular. Retraksi ICS (-)

Abdomen : Perut supel, distensi abdomen (-), Bising usus (+) normal, hepar-

lien tidak teraba, asites (+), suara timpani di seluruh lapang

abdomen.

Urogenital : Tidak tampak kelainan

Ekstremitas

Atas : Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema -/-, pitting edema -

Bawah : Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+, pitting edema +

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium tgl 13/08/13 jam 08.17

Hematologi rutin

4

Page 5: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Hemoglobin 13,8 11,5-15,5 g/dL

Hematokrit 40,8 32-42%

Eritrosit 5,20 4-5,2 106/ul

Leukosit 16,8 4,5-10,5 103/ul

Trombosit 144 150-450 103/ul

Kolesterol total 697 < 200 mg/dl

Protein total 3,83 6,7-7,8 g/dl

Albumin 1,73 3,5-5,0 g/dl

Globulin 2,1 1,5-3,0 g/dl

Urine rutin

Warna Jingga Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat jenis 1,015 1,013-1,030

pH 6,5 4,6-8,0

Nitrit - -

Protein urin 500mg/dl / 4+ -

Glukosa (reduksi) Normal -

Keton 50mg/dl / 3+ -

Urobilinogen Normal Normal

Bilirubin - -

Eritrosit 50/ul / 3+ -

Leukosit - -

Leukosit 3-4 1-4 /LPB

Eritrosit 4-5 0-1 /LPB

Epitel 3-4

Kristal - -

Silinder - -

Lain-lain - -

1.5 Resume

5

Page 6: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Anamnesis : Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu. BAK berwarna

keruh. Frekuensi normal.

Pem.Fisik : Tanda vital normal. Puffy face (+). Edema palpebra (+). Asites (+).

Edema pd ekstremitas bawah (+/+). Pitting edema (+).

Hasil lab : leukositosis, trombositopenia, hiperlipidemia, hipoprotein,

hipoalbuminemia, protein urin 500mg/dl / 4+

1.6 Diagnosis

Diagnosa banding :

Oedem anasarka e.c Sindrom nefrotik

Oedem anasarka e.c Glomerulonefritis Akut

Diagnosa Kerja :

Sindrom Nefrotik

1.7 Penatalaksaanaan

Rencana Pemeriksaan Lanjutan :

Pemeriksaan darah rutin dan urin lengkap/ 24 jam

Tampung Urin output/ 24 jam

Asupan cairan input/ 24 jam

Observasi tanda vital/ 8 jam

Terapi :

- Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan aktivitas)

- Pembatasan garam 1-2 gram/hari.

- Diet rendah kolesterol <600 mg/ hari

- Kortikosteroid : prednisone 60 mg/m2 LPB/hari (selama 4 minggu)

Prednisone 60 x 0,75 = 45 mg/ hari 3-3-3

- Vipalbumin 500 mg 3 kali sehari

1.8 Prognosis

6

Page 7: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanatiam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal Catatan Instruksi

13-08-2013 Bengkak pada tungkai dan kelopak

mata (+)

S : 36,50C P : 28 x/mnt N : 80x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

14-08-2013 Bengkak pada tungkai dan kelopak

mata (+)

S : 36,60C P : 24 x/mnt N : 88x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

15-08-2013 Bengkak pada tungkai dan kelopak

mata (+)

S : 36,30C P : 26 x/mnt N : 90x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

Periksa ulang urine

16-08-2013 Bengkak berkurang, bengkak pada

kelopak mata (-)

S : 36,50C P : 28 x/mnt N : 80x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

Periksa ulang urine

17-08-2013 Bengkak berkurang, bengkak pada

kelopak mata (-)

S : 36,50C P : 28 x/mnt N : 80x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

Periksa ulang urine

19-08-2013 Bengkak berkurang, bengkak pada

kelopak mata (-)

S : 36,50C P : 28 x/mnt N : 80x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

Periksa ulang urine

20-08-2013 Bengkak berkurang

S : 36,30C P : 30 x/mnt N : 80x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

7

Page 8: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Amoxicillin 3x1¼ cth

21-08-2013 Bengkak berkurang

S : 36,50C P : 29 x/mnt N : 80x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

Amoxicillin 3x1¼ cth

Periksa ulang urin

22-03-2013 Bengkak berkurang

S : 36,40C P : 28 x/mnt N : 80x/mnt

Diet rendah garam

Prednisone 3x2 tab

Vipalbumin 3x1

Amoxicillin 3x1¼ cth

Periksa ulang urin

Hasil Laboratorium 22-08-2013 jam 09.49

Urine rutin

Warna kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat jenis 1,020 1,013-1,030

pH 6,0 4,6-8,0

Nitrit - -

Protein urin 75mg/dl / 2+ -

Glukosa (reduksi) Normal -

Keton - -

Urobilinogen Normal Normal

Bilirubin - -

Eritrosit - -

Leukosit - -

Leukosit 0-2 1-4 /LPB

Eritrosit - 0-1 /LPB

Epitel 0-2

Kristal - -

8

Page 9: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Silinder - -

Lain-lain - -

BAB II

PENDAHULUAN

9

Page 10: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

2.1 Latar Belakang

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria

massif (≥40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2

mg/mg atau dipstick ≥2+), hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai

hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).

Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per

100.000 anak berusia dibawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan

6 per 100.000 anak per tahun, sedangkan perbandingan anak laki-laki dan perempuan

2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik

merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi,

dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-

2000. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.

Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3 yaitu kongenital,

glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada

purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sistemik. Sindrom nefrotik pada

tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan

kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Pada

tulisan ini akan dibicarakan aplikasi klinis dari sindrom nefrotik idiopatik pada pasien

anak yang dirawat di RSUD Cianjur.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 11: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

3.1 Definisi

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria

massif (≥40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2

mg/mg atau dipstick ≥2+), hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai

hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).

Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara

lain :

1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LBP/jam)

selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

2. Relaps, yaitu proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥40 mg/m2 LBP/jam) selama 3 hari

berturut-turut dalam 1 minggu.

3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan

pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.

4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi ≥2 kali dalam 6 bulan

pertama atau ≥ 4 kali dalam periode satu tahun.

5. Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid

diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini

terjadi 2 kali berturut-turut.

6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan

prednisone dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

3.2 Epidemiologi

Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan

kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda

pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-

90% pasien dibawah umur 6 tahun dan paling; di Indonesia dilaporkan 6 kasus per

100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya

44,2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang

dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4%

merupakan tipe kelainan minimal.

11

Page 12: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan

berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi pada usia 2-3

tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai

onset sebelum berusia 10 tahun.

3.3 Etiologi

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer

terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.

Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik

primer adalah sindrom nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang

ditemukan sejak anak itu lahir atau usia dibawah 1 tahun.

Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.

Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis :sindrom nefrotik

kelainan minimal, glomerulonephritis proliferative (mesangial proliferation), dan

glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit

berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan

ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.

Klasifikasi

Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)

Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus terlihat

normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial dan

matriksnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya negatif,

dan mikroskop elektron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot

processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM

berespon dengan terapi kortikosteroid.

Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation)

12

Page 13: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Pada 5% dari total kasus sindrom nefrotik ditandai dengan adanya

peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada pemeriksaan mikroskop

biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM

mesangial dan/atau IgA. Mikroskop elektron memperlihatkan peningkatan dari

sel mesangial dan matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar

50% pasien dengan lesi histologis ini berespon dengan terapi kortikosteroid.

Glomerulosklerosis fokal segmental (Focal segmental glomerulosclerosis/FSGS)

Pada kasus 10% dari kasus sindrom nefrotik, glomerulus memperlihatkan

proliferasi mesangial dan jaringan parut segmental pada pemeriksaan dengan

mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence menunjukkan adanya IgM

dan C3 pada area yang mengalami sklerosis. Pada pemeriksaan dengan

mikroskop elektron, dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft

disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat

terlihat pula pada infeksi HIC, refluks vesicoureteral, dan penyalahgunaan

heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon dengan terapi

prednisone. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat

melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir

(end stage renal disease) pada kebanyakan pasien.

Glomerulonefritis membrano proliferative (GNMP)

Ditandai dengan penebalan membrane basalis dan proliferasi seluler

(hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN. Dengan mikroskop cahaya, MBG

menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan suatu penambahan

matriks mesangial. Perluasan mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler

perifer, menyebabkan reduplikasi membrane basalis (“jejak-trem” atau kontur

lengkap). Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi

streptococcus yang progresif dan pada sindrom nefrotik. Ada MPGN tipe I dan

tipe II.

Glomerulopati membranosa (GM)

13

Page 14: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan secara

morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG. Jarang ditemukan pada

anak-anak. Mengenai beberapa lobus glomerulus, sedangkan yang lain masih

normal. Perubahan histologik terutama adalah penebalan membrane basalis yang

terlihat baik dengan mikroskop cahaya maupun elektron.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari

berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang

sering dijumpai adalah :

Penyakit metabolic atau kongenital : diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom

Alport, miksedema

Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,

AIDS

Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun

serangga, bisa ular

Penyakit sistemik imunologik : lupus eritematosus sistemik, purpura

Henoch-Schinlein, sarkoidosis

Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal

3.4 Patofisiologi

Protenuria

Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari

kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari

sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis

glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam

urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG)

mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.

Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan

yang kedua berdasarkan muatan listrik (change barrier). Pada SN kedua mekanisme

penghalang tersebut ikut terganggu. Selain konfigurasi molekul protein juga

14

Page 15: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi

selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui

urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya

albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul

besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan

struktur MBG.

Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan

peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya

meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam

urin), tetapi mungkin normal atau menurun.

Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori

underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya

edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik

plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan intestitium dan

terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan

plasma terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan

meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan

memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya

hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.

Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga

terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan

menambah retensi natrium dan edema akibat teraktivasinya sistem Renin-

angiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi hormone aldosteron yang

akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium

sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi

kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan

15

Page 16: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan

penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi

penurunan ekskresi natrium.

Hiperlipidemia

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein

(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat

meningkat, normal, atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di

hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein,

VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan

sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan

tekanan onkotik.

3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh

dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari

daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan

oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.

Anak biasanya dating dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di

sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai

gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari.

Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan

edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi

dan hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema

adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis,

dan malnutrisi protein.

Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi

yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan

anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila

tidak diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.

16

Page 17: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan,

lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya normal atau rendah, namun

21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada

pasien yang pernah mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini

disebabkan oleh sekresi rennin berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor

lainnnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan

minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) jarang ditemukan

hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC (Internasional Study of Kidney

Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik,

15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum

darah yang bersifat bersementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai

gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat

peritonitis.

Diagnosis banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated

Renal Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis

akut/kronis, HIV Nephropathy, IgA Nephropathy.

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :

Urinalisis dan bila perlu biakan urin

Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/ kreatinin pada

urin pertama pagi hari

Pemeriksaan darah antara lain

o Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,

hematokrit, LED)

o Kadar albumin dan kolesterol plasma

o Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau

dengan rumus Schwartz

o Titer ASTO

17

Page 18: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

o Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik,

pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Ana nuclear

antibody) dan anti ds-DNA

Indikasi biopsi ginjal :

- Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum

plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun

- Sindrom Nefrotik resisten steroid

- Sindrom Nefrotik dependen steroid

3.7 Penatalaksanaan

Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya

penderita di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan

evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan

edukasi bagi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux.

Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan

tuberculosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai

edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,

atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan

kemampuan pasien.

Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra

indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa

metabolisme protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus.

Sehingga cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended

Daily Allowances) yaitu 2gram/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan

malnutrisi energy protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam

(1-2gram/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema.

a. Pengobatan Inisial

Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in

Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian

prednisone dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80mg/hari),

18

Page 19: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung

berdasarkan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednisone

dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian

steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan

remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi

pada remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan

dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal)

secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah

4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien

dinyatakan sebagai resisten steroid. (Gambar 1)

b. Pengobatan Relaps

Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,

tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50%

diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat di

gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis penuh sampai remisi (maksimal 4

minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating selama 4 minggu.

Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi tanpa

edema, sebelum dimulai pemberian prednisone, terlebih dahulu dicari

pemicunya, biasanya infeksi saluran napas atas. Bila ada infeksi, diberikan

antibiotic 5-7 hari dan bila setelah pemberian antibiotic kemudian proteinuria

menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal

ditemukan proteinuria ≥ 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps,

dan diberi pengobatan relaps.

19

Page 20: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,

sangat penting, karen dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.

Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan

steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa penggolongan, yaitu :

1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)

2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)

3. Relaps sering : jumlah relaps ≥ 2 kali (40-50%)

4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis

steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan,

dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.

c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid

Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4

pilihan, yaitu :

1. Pemberian steroid jangka panjang

2. Pemberian Levamisol

3. Pengobatan dengan sitostatik

4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)

Selain itu perlu dicari focus infeksi, seperti tuberculosis, infeksi di gigi

atau cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps

sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednisone dosis

penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan

perlahan/ bertahap 0,2mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan

20

Page 21: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

relaps yaitu antara 0,1-0,5mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut threshold dan

dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya

anak usia sekolah dapat mentolerir prednisone 0,5mg/kgBB dan anak usia pra

sekolah sampai 1mg/kgBB secara alternating.

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4

minggu), dialnjutkan dengan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari dan

imunosupresan/sitostatik oral (siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal

selama 8 minggu

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4

minggu) dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2

LPB diberikan melalui infuse 1x sebulan selama 6 bulan berturut-turut dan

prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian

prednisone di-tapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan,

dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering-off 2

bulan).

21

Page 22: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Atau

prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu)

dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama

12 minggu dan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu.

Kemudian prednisone di-tapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1

bulan, dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering-off

2 bulan).

d. Pengobatan Sindrom Neftrotik Resisten Steroid

1. Siklofosfamid

Sebagai alkylating agent, siklofosfamid bersifat sitotoksik dan

imunosupresif. Siklofosfamid menunjukan kemampuan memperpanjang

masa remisi dan mencegah kambuh sering. Indikasi penggunaan

siklofosfamid yaitu bila terjadi kegagalan mempertahankan remisi dengan

menggunakan terapi prednisone tanpa menyebabkan keracunan steroid.

Siklofosfamid diberikan 3 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal selama 12

minggu. Terapi prednisone selang sehari tetap diberikan selama

penggunaan siklofosfamid ini.

Selama pemberian siklofosfamid perlu diperhatikan efek samping yang

mungkin terjadi antara lain : leucopenia, gangguan gastrointestinal, infeksi

varicella disseminate, sistisis hemoragik, alopesia, keganasan,

azoospermia, dan infertilitas. Selama terapi dengan siklofosfamid, kadar

leukosit perlu diperiksa setiap minggu, dan pengobatan perlu dihentikan

dahulu bila kadar leukosit menjadi ≤ 5000/mm3.

2. Klorambusil

Klorambusil efektif bila dikombinasikan dengan terapi steroid dalam

menginduksi remisi pada penderita ketergantungan steroid dan kambuh

sering. Dosis yang umumnya digunakan adalah 0,2 mg/kgBB/hari selama

8-12 minggu.

22

Page 23: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

3. Levamisol

Levamisol sebenarnya merupakan obat antihelmentik. Obat ini juga

mempengaruhi fungsi sel T seperti imunosupresan lainnya, tetapi sifatnya

memberikan stimulasi terhadap sel T. Dosis levamisol 2,5 mg/kgBB

diberikan selang sehari selama 4-12 bulan.

4. Siklosporin

Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi dicapai dengan

steroid. Umumnya terapi ini digunakan bila siklofosfamid kurang efektif.

Dosis awal yang digunakan yaitu 5 mg/kgBB/hari.

Dalam penggunaannya, kadar dalam darah perlu dikontrol karena

memberikan efek nefrotoksik. Siklosporin dapat menyebabkan kelainan

histologist bahkan pada penderita yang ginjalnya normal sekalipun. Efek

samping lain yang sering ditemukan yaitu hipertrikosis, hyperplasia gusi,

gejala gastrointestinal, dan hipertensi.

e. Penderita lama (pengobatan relaps)

Relaps tidak frekuen : prednisone 2mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis,

diberikan 3 hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermitten dibagi

dalam 3 dosis selama 4 minggu.

Relaps frekuen : berikan prednisone dosis penuh sampai remisi,

kemudian dilanjutkan sitostatika atau imunosupresen, siklofosfamid

atau klorampusil bersama-sama dengan prednisone dosis intermiten

selama 8 minggu.

f. Penderita rawat jalan

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan,

mengukur tinggi badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-tanda

lainnya

23

Page 24: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah

tepi, kadar urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada

situasi

Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi

total (tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1+ tanpa obat, proteinuria +/++

tanpa edema dan disertai gejala infeksi, berikan antibiotika (ampisillin atau

amoksisillin) 3-5 hari. Bila tetap ada proteinuria maka dianggap sebagai relaps.

g. Pengobatan tambahan

Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1-

2mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral

Edema menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 10-

20 ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali

Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia (1,5g/dL)

berikan albumin atau plasma darah

3.8 Komplikasi

1. Infeksi

Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah

selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan

komplemen faktor B dan D di urin. Bila terjadi penyulit infeksi bacterial

(pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK) diberikan

antibiotic yang sesuai dan dapat disertai pemberian immunoglobulin G

intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus.

Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya infeksi virus seperti

campak, herpes. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh

kuman gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu sefalosporin

generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.

2. Hiperlipidemia

Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan

kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa)

24

Page 25: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat

aterogenik dan trombogenik. Pada sindrom nefrotik sensitive steroid, karena

peningkatan zat-zat tersebut sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak.

3. Hipokalsemia

Terjadi hipokalsemia karena :

Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis

dan osteopenia

Kebocoran metabolit vitamin D

Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik

resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan

vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas

50mg/kgBB intravena.

4. Hipovolemia

Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik

relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,

ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut.

Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, syok hipovolemik,

gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan sama

dengan penanganan keadaan ini pada umumnya. Bila terjadi gagal ginjal kronik,

selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi ginjal.

3.9 Prognosis

Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik

terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang

sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-

5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi

gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai

penurunan fungsi ginjal.

25

Page 26: Laporan Kasus Sindrom Nefrotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Husein dkk. 2005. Kosensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.

Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.

2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede

SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-

426

3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J (on line) (20) : screens. Available from :

URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. akses : on September 8, 2009

4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18 th ed.

Saunders. Philadelpia.

5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin

Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h.50-54

6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta

7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134.

Jakarta, h.32-37

8. Markum, et.al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

9. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. (on line) (1) : screens. Available from :

URL:http//www.pediatrik.com. Akses : 8 september 2009

10. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis Terapi Ilmu Kesehatan

Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak

FK UNUD/RSUP Sanglah; 2000. h.159-162

11. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup. Update: Aug 25,

2009

12. Garna, Herry dkk. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak FK

UNPAD. Edisi ke-4. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. h.601-

606

26