bab 1 revisi

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia.Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan social. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan. Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk memperbaiki 1

Upload: universitas-sultan-ageng-tirtayasa

Post on 26-Jun-2015

1.102 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 revisi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita

bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa

Indonesia.Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan social. Untuk

mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang

berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang

menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan.

Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh

masyarakat untuk memperbaiki keterbelakangan dan ketertinggalan dalam semua

bidang kehidupan menuju suatu keadaan yang lebih baik daripada keadaan yang

sebelumnya. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, sesuai dengan

amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas

pembantuan (medebewind), diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan

peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan

1

Page 2: Bab 1 revisi

2

kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

(Widjaja, 2005:37). Sedangkan kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM)

dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,

setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non-diskriminatif,

partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi

pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya

saing bangsa serta pembangunan nasional.

Sesuai dengan visi Kementerian Kesehatan yaitu masyarakat sehat yang

mandiri dan berkeadilan. Indonesia memiliki program Milenium Development

Goals (MDG’s 2015) dan Indonesia Sehat 2025 yang dicanangkan Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Dinas Kesehatan untuk

peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang perlu dijabarkan

oleh Pemerintah Daerah karena kesehatan merupakan kunci penting bagi

produktifitas penduduk.

Pada tahun 2014, pemerintah menempatkan pelaksanaan Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan sebagai prioritas utama, jauh

mengalahkan program-program kesehatan lainnya. Sasaran yang ingin dicapai

dengan implementasi SJSN tersebut adalah meningkatnya jumlah penduduk yang

mendapat subsidi bantuan iuran jaminan kesehatan sebanyak 86,4 juta jiwa.

Adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit,

Page 3: Bab 1 revisi

3

apalagi tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti

hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada

penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada

umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain

lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun

keluarga. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang,

dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap

kekayaan yang dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang

dideritanya. Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa

yang tidak kita harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja dimana

kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun

kematian karenanya kita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun

permanen. Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia

dimasa datang semakin bertambah.

Pada 2030, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia adalah 270 juta

orang, 70 juta diantaranya diprediksi berumur lebih dari 60 tahun. Dapat

disimpulkan bahwa pada tahun 2030 terdapat 25% penduduk Indonesia adalah

lanjut usia. Lansia ini sendiri rentan mengalami berbagai penyakit degeneratif

yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan berbagai dampak lainnya.

Apabila tidak ada yang menjamin hal ini maka suatu saat hal ini mungkin dapat

menjadi masalah yang besar. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan

program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal

Page 4: Bab 1 revisi

4

28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, dalam

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001, Presiden

ditugaskan untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka

memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang lebih menyeluruh dan

terpadu.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki Sistem Jaminan

Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan

Sosial Nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk Badan

Hukum Publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,

kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat,

dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk

pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta.

Pembentukan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, guna memberikan kepastian hukum

bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh

Indonesia. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan

Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek

Page 5: Bab 1 revisi

5

(Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan

peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.Dengan

Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan.

BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan

hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dengan terbentuknya kedua

BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas

secara bertahap.Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia

memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang

diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan

terpercaya.Kesejahteraan tersebut harus dapat dinikmati secara berkelanjutan,

adil, dan merata menjangkau seluruh rakyat.

Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan

berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah

satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana

yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan

sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945, dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

yang tertuang dalam TAP Nomor X/MPR/2001, yang menugaskan Presiden untuk

membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka memberikan

Page 6: Bab 1 revisi

6

perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu. Namun, pembentukan Badan

Penyelenggaraan Jaminan Sosial menimbulkan banyak masalah. Sebagian

berpendapat mendukung jalannya BPJS sebagai jaminan terhadap hak-hak pekerja

dan masyarakat miskin, namun terdapat juga masyarakat yang tidak mendukung

jalannya BPJS ini dikarenakan pemerintah belum siap dalam pelaksanaan BPJS

baik dari segi finansial maupun infrasktrukrural.

Dikarenakan pelaksanaan BPJS memang harus bertahap, jika pada tahun

2011 baru dibentuk regulasi melalui UU No.24 Tahun 2011, kemudian setahun

berselang pada 2012 dibentuk peraturan pelaksanaannya yaitu melalui Peraturan

Pemerintah (PP) No.101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan

Peraturan Presiden (Perpres) No.12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

(Jamkes).Selanjutnya pemerintah pada tahun 2013 akan mengoptimalkan pada

bidang pembangunan struktur dan infrastruktur diseluruh Indonesia mulai dari

pusat, daerah hingga ke Kabupaten/Kota, kebutuhan tempat tidur di puskesmas

plus,  rumah sakit rujukan, tenaga dokter dan lainnya.  Untuk memperluas

kemampuan pelayanan, Kementerian Kesehatan (Kemkes) sendiri akan diberikan

anggaran tambahan sebesar Rp 1 triliun pada anggaran tahun 2013. Minimnya

fasilitas kesehatan dan tenaga di daerah juga menjadi kendala utama operasional

BPJS.  Akan tetapi, prinsip BPJS adalah tidak merugikan peserta karena mereka

memberi iuran setiap bulannya.Artinya jika ada pasien yang sakit namun di

daerahnya tidak memiliki fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatannya, BPJS

wajib memberikan uang kepada peserta tersebut.

Page 7: Bab 1 revisi

7

Dalam implementasi program-program pelayanan publik di bidang

apapun, para administrator publik jelas tidak hanya dituntut untuk mampu bekerja

secara lebih profesional, efisien, ekonomis dan efektif, tetapi juga mampu

mengembangkan pendekatan-pendekatan yang lebih inovatif guna menjawab

tantangan-tantangan baru yang timbul pada perkembangan global baik yang

langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada lingkungan tugasnya. Dari

program-program kesehatan yang sedang gencar dicanangkan dan disosialisasikan

adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh Badan

Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS kesehatan). BPJS kesehatan merupakan badan

hukum dengan tujuan yaitu mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan

kesehatan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap

peserta dan/atau anggota keluarganya.

Pada tanggal 1 januari 2014 mulai diberlakukan BPJS kesehatan di seluruh

pelayanan kesehatan di Indonesia. Ujicoba BPJS sudah mulai dilaksanakan sejak

tahun 2012 dengan rencana aksi dilakukan pengembangan fasilitas kesehatan dan

tenaga kesehatan dan perbaikan pada sistem rujukan dan infrastruktur. Evaluasi

jalannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini direncanakan setiap tahun dengan

periode per enam bulan dengan kajian berkala tahunan elitabilitas fasilitas

kesehatan, kredensialing, kualitas pelayanan dan penyesuaian besaran pembayaran

harga keekonomian. Diharapkan pada tahun 2019 jumlah fasilitas kesehatan dan

tenaga kesehatan mencukupi, distribusi merata, sistem rujukan berfungsi optimal,

pembayaran dengan cara prospektif dan harga keekonomian untuk semua

penduduk. Pelaksanaan UU BPJS melibatkan PT ASKES, PT ASABRI, PT

Page 8: Bab 1 revisi

8

JAMSOSTEK dan PT TASPEN.Dimana PT ASKES dan PT JAMSOSTEK

beralih dari Perseroan menjadi Badan Publik mulai 1 januari 2014.Sedangkan PT

ASABRI dan PT TASPEN pada tahun 2029 beralih menjadi badan publik dengan

bergabung ke dalam BPJS ketenagakerjaan.

Di Provinsi Banten saat ini tercatat sebanyak 3.221.969 jiwa sebagai

penerima bantuan iuran (PBI) secara gratis karena tercatat sebagai peserta

jamkesmas. Sebelumnya sebanyak 565.782 jiwa non kuota, yang biaya

kepesertaannya harus ditangung oleh Pemerintah Daerah, baik di tingkat Provinsi

maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Sedangkan peserta mandiri yang sudah

tercatat sampai dengan bulan Juni 2014 sebanyak 1.136.216 jiwa yang mendaftar

di kantor cabang BPJS Kesehatan.

Tabel 1.1 Data Kapitasi RJPT Peserta BPJS

Provinsi Banten Tahun 2014

Bulan : Juni 2014

No Kabupaten/Kota

Jenis Kepesertaan

Jumlah KapitasiPBI

Non PBI

1 Kabupaten Lebak 680101 79081 759182 4078854000

2 Kabupaten Pandeglang 63584 772300 835884 3639819500

3 Kabupaten Serang 436889 115034 551923 3062390000

4 Kota Cilegon 90868 85392 176260 1312824000

5 Kota Serang 121221 84409 205630 1316326000

6 Kabupaten Tangerang 0 0 0 0

7 Kota Tangerang 0 0 0 0

8 Kota Tangerang Selatan 0 0 0 0Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2014

Page 9: Bab 1 revisi

9

Saat ini banyak masalah yang muncul dari implementasi BPJS (Gunawan,

2014) yaitu:

1. Sistem pelayanan kesehatan (Health Care Delivery System)

a. Penolakan pasien tidak mampu di fasilitas pelayanan kesehatan hal ini

dikarenakan PP No. 101/2012 tentang PBI jo. Perpres 111/2013 tentang

Jaminan kesehatan hanya mengakomodasi 86,4 juta rakyat miskin sebagai

PBI padahal menurut BPS (2011) orang miskin ada 96,7 juta. Pelaksanaan

BPJS tahun 2014 didukung pendanaan dari pemerintah sebesar Rp. 26

triliun yang dianggarkan di RAPBN 2014. Anggaran tersebut

dipergunakan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp. 16.07

triliun bagi 86,4 juta masyarakat miskin sedangkan sisanya bagi PNS, TNI

dan Polri. Pemerintah harus secepatnya menganggarkan biaya kesehatan

Rp. 400 milyar untuk gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan,

panti jompo dan penghuni lapas (jumlahnya sekitar 1,7 juta orang). Dan

tentunya jumlah orang miskin yang discover BPJS kesehatan harus

dinaikkan menjadi 96,7 juta dengan konsekuensi menambah anggaran dari

APBN.

b. Pelaksanaan di lapangan, pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh

PPK I (Puskesmas, klinik) maupun PPK II (Rumah Sakit) sampai saat ini

masih bermasalah. Pasien harus mencari-cari kamar dari satu RS ke RS

lainnya karena dibilang penuh oleh RS

Page 10: Bab 1 revisi

10

2. System pembayaran kesehatan (Health Care Payment System)

a. Belum tercukupinya dana yang ditetapkan BPJS dengan real cost,

terkait dengan pembiayaan dengan skema INA CBGs dan Kapitasi yang

dikebiri oleh Permenkes No. 69/2013. Dikeluarkannya SE No. 31 dan

32 tahun 2014 oleh Menteri Kesehatan untuk memperkuat Permenkes

No.69 ternyata belum bisa mengurangi masalah di lapangan.

b. Kejelasan area pengawasan masih lemah, baik dari segi internal

maupun eksternal. Pengawasan internal seperti melalui peningkatan

jumlah peserta dari 20 juta (dulu dikelola PT Askes) hingga lebih dari

111 juta peserta, perlu diantisipasi dengan perubahan sistem dan pola

pengawasan agar tidak terjadi korupsi.

c. Pengawasan eksternal, melalui pengawasan Otoritas jasa Keuangan

(OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Badan Pengawas

Keuangan (BPK) masih belum jelas area pengawasannya.

3. Sistem mutu pelayanan kesehatan (Health Care Quality System)

a. Keharusan perusahaan BUMN dan swasta nasional, menengah dan

kecil masuk menjadi peserta BPJS Kesehatan belum terealisasi

mengingat manfaat tambahan yang diterima pekerja BUMN atau swasta

lainnya melalui regulasi turunan belum selesai dibuat. Hal ini belum

sesuai dengan amanat Perpres No. 111/2013 (pasal 24 dan 27)

mengenai keharusan pekerja BUMN dan swasta menjadi peserta BPJS

Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015. Dan regulasi tambahan ini

harus dikomunikasikan secara transparan dengan asuransi kesehatan

Page 11: Bab 1 revisi

11

swasta, serikat pekerja dan Apindo sehingga soal Manfaat tambahan

tidak lagi menjadi masalah.

b. Masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas kesehatan

sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat.

UU Kesehatan memang tidak menjelaskan secara khusus tentang jaminan

kesehatan, dan hanya disinggung tentang pembiayaan kesehatan. Pemerintah

diwajibkan untuk mengalokasikan minimal 5% APBN dan minimal 10% APBD

untuk kesehatan (diluar gaji tenaga kesehatan). Sekurang-kurangnya 2/3 anggaran

tersebut dipiroritaskan untuk kepentingan pelayanan publik, terutama bagi

penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar.

Pembangunan kesehatan di Kota Serang sendiri secara umum bertujuan

untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan indikator meningkatnya

sumber daya manusia, meningkatnya kesejahteraan keluarga dan meningkatnya

kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Selain itu, pembangunan kesehatan juga

diarahkan untuk mencapai Milenium Development Goals (MDG’s) yang langsung

terkait dengan bidang kesehatan yaitu menurunkan Angka Kematian Anak

(AKA), meningkatkan kesehatan ibu, mengurangi HIV-AIDS, TB dan Malaria

serta penyakit lainnya dan yang tidak berkaitan langsung yaitu menanggulangi

kemiskinan dan kelaparan serta mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan.Derajat kesehatan masyarakat Kota Serang yang merupakan hasil

kinerja Pemerintah Daerah dapat diukur dari indikator–indikator utama kesehatan

yang meliputi Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Kematian Bayi dan Ibu

Melahirkan (AKI dan AKB), tingkat kesakitan serta status gizi masyarakat.

Page 12: Bab 1 revisi

12

Besarnya derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup

serta unsur moralitas dan yang mempengaruhinya, yaitu morbiditas dan status

gizi. Untuk kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikatornya adalah Angka

Harapan Hidup Waktu Lahir (Lo), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka

Kematian Pneumonia Pada Balita, Angka Kematian Diare Pada Balita dan Angka

Kematian Ibu Melahirkan (AKI). Untuk morbiditas, yaitu Angka Kesakitan

Demam Berdarah Dengue (DBD), Angka Kesakitan Malaria, persentase

Kesembuhan TB Paru, persentase Penderita HIV/AIDS.

Tabel 1.2Indeks Kesehatan Kota Serang

2008-2012

NO TAHUNINDEKS KESEHATAN

AHH (THN) IK1 2008 64.12 61.672 2009 64.62 66.033 2010 65.13 66.874 2011 65.47 67.455 2012 65.81 68.02

Sumber : BAPPEDA Kota Serang, 2014

Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kematian Ibu (AKI) sudah

mengalami penurunan, namun angka tersebut masih jauh dari target MDG’s tahun

2015 yakni 102/100.000 KH, diperlukan upaya yang luar biasa untuk pencapian

target tersebut. Demikian pula halnya dengan Angka Kematian Bayi (AKB),

masih jauh dari target MDG’s 23/1.000 KH.Jika dilihat dari potensi untuk

menurunkan AKB maka masih on track walaupun diperlukan sumber daya

manusia yang kompeten.Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar

sudah meningkat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah Puskesmas,

Page 13: Bab 1 revisi

13

dibentuknya Pos Kesehatan Desa dan dijaminnya pelayanan kesehatan dasar bagi

masyarakat miskin di Puskesmas dan Rumah Sakit oleh Pemerintah. Namun,

akses terhadap pelayanan ini belum merata di seluruh kota karena masih

terbatasnya sarana dan prasarana pendukung dalam layanan ini.

Tabel 1.3

Data Statistik Kesehatan Kota Serang (Persen)

Uraian 2010 2011 2012

Tempat Berobat

Rumah Sakit 13.17 9.82 12.15

Praktek Dokter 26.83 28.31 34.17

Puskesmas 38.93 31.88 24.91

Petugas Kesehatan 17.99 23.06 24.71

Pengobatan Tradisional 1.48 4.14 1.3

Lainnya 1.6 2.77 2.76

Penolong Kelahiran

Dokter 19.25 21.43 18.59

Bidan 44.93 52.19 56.5

Tenaga Paramedis 0.92 0 0.91

Dukun Bersalin 34.6 26.38 23.55

Famili Keluarga 0.3 0 0Sumber :Susenas, 2012

Dalam melaksanakan fungsi pelayanannya, Pemerintah Kota Serang

disusun berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,

berdasarkan hal tersebut Pemerintah Kota Serang melaksanakan penyelenggaraan

urusan Pemerintah Daerah berdasarkan dua puluh enam (26) urusan wajib dan

delapan (8) urusan pilihan (LAKIP Kota Serang Tahun 2012, DPKD Kota

Serang).Kota Serang melakukan otonomi daerah pada tahun 2007. Banyak

Page 14: Bab 1 revisi

14

perbaikan dan kemajuan didalamnya. Namun, dibalik itu semua masih terdapat

banyak kekurangan terutama dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan

masyarakatnya. Layaknya sebuah kota yang menjadi pusat perkembangan dan

aktifitas guna menunjang kemajuan suatu daerahnya. Hal pokok yang menjadi

dampak besar dalam menilai majunya dan sejahteranya suatu daerah dilihat atas

tiga unsur yaitu pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan ekonomi masyarakatnya.

Masalah lainnya adalah masih terdapat empat masalah kesehatan yang

masih menjadi momok menakutkan di Kota Serang yang belum tuntas yakni

masalah gizi buruk, kekurangan vitamin A, anemia, dan gangguan kesehatan

akibat kurang yodium. Selain masalah gizi dan keempat masalah di atas,

pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu maupun

masyarakat yang tidak mempunyai jaminan kesehatan merupakan tanggung jawab

pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang wajib diperhatikan. Sebagaimana

data yang peneliti dapat bahwa pemerintah daerah sudah membiayai masyarakat

miskin dan yang tidak mempunyai jaminan kesehatan yakni sebanyak 23.000 jiwa

pada tahun 2010 dan 26.000 jiwa pada tahun 2011. Seharusnya jika pemerintah

melakukan sesuai dengan porsi anggaran pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan, masalah-masalah terkait jaminan kesehatan dan penanggulangan

penyakit dapat diatasi. Dilihat pada data-data dan fakta yang peneliti temukan

dilapangan yang menjadi fokus dalam melaksanakan program-program

pengimplementasian kebijakan adalah adanya sumber-sumber kebijakan yang

minim, yakni dana/uang. Seringkali dalam setiap wawancara peneliti dengan

narasumber menyatakan tidak mempunyai cukup dana untuk membiayai program-

Page 15: Bab 1 revisi

15

program yang telah direncanakan apalagi jika berkaitan dengan fisik, ini terjadi

karena prosesnya yang cukup lama yakni harus melalui sistem lelang pada pihak

ketiga. Penganggaran pembangunan kesehatan perlu lebih difokuskan pada upaya

promotif dan preventif dengan tetap memperhatikan besaran satuan anggaran

kuratif yang relatif lebih besar.

Namun setelah adanya BPJS Kesehatan dalam program Jaminan

Kesehatan, di Kota Serang tercatat dari 29 (Dua Puluh Sembilan) fasilitas

kesehatan yang tersedia berupa Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik dan Fasilitas

lain, jumlah PBI sebanyak 121.221 orang, Non PBI 84.409 orang jumlah total

205.630 orang dengan total kapitasi 1.316.326.000 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Berdasarkan pada data-data diatas, hal ini tentunya tidak hanya melihat

pencapaian angka semata, namun ini sebuah hasil karya nyata bahwa

keseriusan seluruh elemen Pemerintah Kota Serang dalam mengemban amanat

telah ditunjukan dengan sungguh-sungguh. Namun, semua pencapaian baik

tersebut tentunya masih membutuhkan upaya perbaikan dan pembenahan di

segala lini dan bidang untuk mencapai kinerja yang optimal seperti yang

diharapkan. Maka atas dasar tersebut, peneliti ingin meneliti sejauhmana

implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi Masyarakat

Miskin di Kota Serang pada semester pertama yakni bulan Januari sampai bulan

Juni 2014 dalam program tersebut.

Page 16: Bab 1 revisi

16

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang peneliti temukan dari latar belakang dan

penelitian awal ke lapangan adalah sebagai berikut:

1. Sistem pelayanan kesehatan (Health Care Delivery System); Sistem

pembayaran (Health Care Payment System); Sistem mutu pelayanan

kesehatan (Health Care Quality System) yang masih terdapat masalah

seperti masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas

kesehatan sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat; Penolakan

pasien tidak mampu di fasilitas pelayanan kesehatan; Pelayanan kesehatan

yang diselenggarakan oleh PPK I (Puskesmas, klinik) maupun PPK II

(Rumah Sakit) sampai saat ini masih bermasalah. Pasien harus mencari-

cari kamar dari satu RS ke RS lainnya karena dibilang penuh oleh RS

2. Kejelasan area pengawasan masih lemah, baik dari segi internal maupun

eksternal

3. Kurangnya koordinasi antar pemangku kebijakan, baik pusat dan daerah

maupun di internal SKPD yang bersangkutan atau antar SKPD terkait

4. Masih terdapat ketidaksesuaian perhitungan anggaran yang dilakukan

pemerintah yakni anggaran kesehatan yang ditetapkan dalam Undang-

undang nomor 36 Tahun 2009 pasal 171 tentang kesehatan yang tidak

mencapai 10 %. Di Kota Serang nyatanya yang terjadi hanya baru

mencapai 1,7 %.

Page 17: Bab 1 revisi

17

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian dapat lebih terarah, maka penelitian akan dibatasi yakni

berfokus pada bagaimana implementasi yang dilakukan pada Program Jaminan

Kesehatan Nasional Bagi Masyarakat Miskin di Kota Serang pada semester

pertama yakni bulan Januari sampai Juni 2014 dengan waktu penelitian awal

September 2013 – Oktober2014.

1.4 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang muncul adalah Bagaimana implementasi

Program Jaminan Kesehatan Nasional bagi Masyarakat Miskin pada periode

Januari-Juni 2014 di Kota Serang?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang penulis lakukan secara umum adalah untuk

mengetahui bagaimana implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

bagi Masyarakat Miskin di Kota Serang.

1.6 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis terkait dengan kontribusi tertentu dalam penyelenggaraan

penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan dunia

akademik.

Page 18: Bab 1 revisi

18

1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang mengkaji

implementasi kebijakan program pada masa yang akan datang.

2. Mempertajam dan mengembangkan teori-teori yang ada dalam dunia

akademik khususnya teori mengenai implementasi kebijakan public

dankesehatan.

3. Untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana penulis telah menguasai

ilmu-ilmu yang diperoleh selama mengikuti program pendidikan dan

sejauhmana penulis dapat memecahkan masalah yang sedang diteliti.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dalam

penyelenggaraan penelitian terhadap objek penelitian.

1. Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kerja yang

akan dicapai (directly linkages between performance and budget).

2. Memberikan informasi atau masukan dan bahan pertimbangan dalam

mengambil keputusan dan evaluasi.

3. Dapat dijadikan acuan atau sumber bacaan yang dapat

dipertimbangkan selama meneliti dan memecahkan masalah yang

relevan.