analisis proses pembelajaran pada pokok bahasan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN PADA POKOK
BAHASAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
DI SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG
TESIS
OLEH
YUSLITA DEVY NIM 51621
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN KONSENTRASI PENDIDIKAN KIMIA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
i
ABSTRAK
Yuslita Devy. 2012. “Analisis Proses Pembelajaran Pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali kelarutan di SMA Negeri 1 Lubuk Alung”. Tesis, Padang: Program Pasca Sarjana Universitas Negri Padang.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional Indonesia, maka pendidikan harus dilakukan secara sadar dan terencana dengan baik, agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan serta akhlak mulia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pembelajaran pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan, menganalisis bagaimana konsepsi siswa (miskonsepsi dan tidak paham) dan mengetahui penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan objek penelitiannya proses pembelajaran dan subjek penelitiannya adalah siswa kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung. Data penelitian dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan tes diagnostik bertingkat dua. Data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif.
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap data penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan: (1) Proses pembelajaran (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) yang telah dilakukan belum mengikuti standar proses menurut Permendiknas RI No 41 Tahun 2007, (2) ditemukan banyak siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham terhadap konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan, (3) Miskonsepsi dan tidak paham yang terjadi pada siswa terutama disebabkan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
ii
ABSTRACT
Yuslita Devy. 2012. “The Teaching and Learning Process Analyzed on The Solubility and Solubility Product in SMAN 1 Lubuk Alung”. Thesis, Graduate Program, State University of Padang.
To get the goal of Indonesia’s national education, then education must must be done consciously and well- planned, so that learners can actively develop the existing potential in him to have the spititual strenght of religious, self control, personality, intelligence and good character.The purpose of this study is to describe the teaching and learning process on the solubility and solubility product as well as analyzing how students conceptions (misconceptions and do not understand) on the subject, then find the cause of misconceptions.
This type of study is a descriptive study with the subject of research learning process anf the research subject were student in grade XI IPA1 and XI IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung. The data of research is concluded by interview observation and diagnostic-II test. The group of data was deccriptively analized.
Based on the analysis conducted on research to the data obtained, it was found that : (1) The teaching and learning process that his been done, yet to follow standard process according to The rule of National Education Ministry of Republic of Indonesia, Number 41 year 2007, (2) Many students in both classes who have misconceptions and do not understand the concept of solubility and solubility product, (3) Misconceptions and do not understand that occurs in the student mainly due to the teachers and students were in the teaching and learning process.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas
berkat rahmat-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Analisis Proses Pembelajaran Pada Pokok Bahasan Kelarutan dan
Hasil Kali Kelarutan di SMA negeri 1 Lubuk Alung”.
Dalam penulisan ini peneliti mendapatkan bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ahmad Fauzan, M.Pd.,M.Sc.
sebagai Dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Hj. Latisma Dj., M.Si. sebagai
Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya
untuk membimbing peneliti dalam penyusunan tesis ini. Kepada Bapak
Prof. Dr. Rusdinal, M.Pd , Bapak Dr. Hardeli, M.Si, dan bapak Dr. Budhi
Oktavia, M.Si sebagai dosen kontributor yang telah banyak memberikan
masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.
Ucapan terimakasih juga peneliti sampaikan kepada Kepala SMA
Negeri 1 Lubuk Alung, Ibu Dra. Dian Mulyati Syarfi, M.Pd. beserta guru
kimia, Ibu Dra. Masyitah, RM, M.Si dan Ibu Eriyanti, S.Pd. yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah ini.
Tak lupa pula ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
keluarga besar penulis, rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan tesis ini. Semoga semua bantuan,
bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis dapat menjadi
amal ibadah bagi semua dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT, Aamiin.
Padang, januari 2012
Peneliti
Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu
sudah selesai dari urusan kerjakanlah sungguh-sungguh urusan yang lain
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
(Qs.Al-Insyirah:6-8)
Ya…… Allah, Ya….Tuhan kami
Engkau telah mengabulkan do’a-do’a hambaMu ini
Disetiap kesempitan, Engkau beri aku kelapangan
Disetiap kebingungan, Engkau beri aku petunjuk
Rasa syukur yang tak terhingga atas Rahmat dan KaruniaMu
Yang telah mengiringi langkahku dalam menggapai harapan dan
impianku
Tiada untaian kata yang terindah
Untuk mengungkapkan rasa suka cita ini
Selain ucapan terimakasih yang tulus kepada Ayahanda (alm) dan
Ibunda tercinta. Dengan cinta dan kasih sayangmu
Hahtarkan aku menggapai cita-citaku.
Semoga karya kecilku ini dapat menjadi baktiku padamu
Teristimewa untuk suamiku (Wedio Armed,,S.Ag) tercinta, yang selalu
mendukung keinginan hati dengan sabar dan penuh kasih
Anak-anakku tersayang Ardya Fahira dan M. Aridhovi Syahdi,
maafkan bunda karena kalian sering terabaikan dan karena kalianlah
bunda menjadi kuat. Semoga karya ini menjadi motivasi bagi kalian
untuk lebih giat belajar dalam meraih cita-cita.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRACT ......................................................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
PERSETUJUAN AKHIR ................................................................................. iii
PERSETUJUAN KOMISI ................................................................................. iv
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 5
C. Batasan Masalah ..................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ........................................................................................ 8
1. Proses Pembelajaran ......................................................................... 8
2. Konsep ............................................................................................ 18
3. Konsepsi dan Miskonsepsi .............................................................. 22
4. Tes Diagnostik Bertingkat dua ........................................................ 31
B. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan .......................... 35
C. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 38
xi
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 41
B. Obyek dan Subyek Penelitian ............................................................... 41
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 42
D. Prosedur Penelitian ............................................................................... 44
E. Teknik Analisis Data ............................................................................. 47
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian ................................................................................. 50
1. Deskripsi Proses Pembelajaran ....................................................... 50
2. Deskripsi konsepsi siswa ................................................................ 62
B. Pembahasan ........................................................................................... 71
1. Analisis proses pembelajaran .......................................................... 71
2. Analisis konsep ............................................................................... 89
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................................. 102
B. Implikasi .............................................................................................. 103
C. Saran .................................................................................................... 105
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................... 106
LAMPIRAN ................................................................................................. 117
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Presentasi Hasil Ulangan Siswa yang Tidak Tuntas pada Materi
Kelarutan dan Hasil Kali Kelaruta .......................................................... 4
2. Penyebab Miskonsepsi .......................................................................... 27
3. Definisi Konsep-Konsep pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan ............................................................................................... 37
4. Tehnik Pengumpulan Data Penelitian ................................................... 44
5. Keriteria Pengelompokkan Tingkat Pemahaman Siswa berdasarkan
Tes Diagnostik Bertingkat Dua ............................................................. 48
6. Rumusan Indikator dalam RPP guru berdasarkan SK dan KD ............. 51
7. Pelaksanaan Pembelajaran Kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas
XI-IPA1 dan XI-IPA2 ........................................................................... 55
8. Analisis Konsep Ulangan Harian .......................................................... 60
9. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa kelas XI-IPA1 ......................... 63
10. Miskonsepsi Siswa yang teridentifikasi pada kelas XI-IPA1 ............... 64
11. Ketidakpahaman Siswa yang teridentifikasi pada kelas XI-IPA1 ........ 64
12. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa kelas XI-IPA2 ......................... 65
13. Miskosepsi Siswa yang teridentifikasi pada kelas XI-IPA 2 ................ 66
14. Ketidakpahaman Siswa yang teridentifikasi pada kelas XI-IPA2 ........ 67
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ................................. 37
2. Skema Kerangka Konseptual Penelitian ............................................... 40
3. Skema Kerangka Operasional Penalitian .............................................. 46
4. Diagram Persentase Tingkat Pemahaman Siswa (Paham) ................... 66
5. Diagram Persentase Tingkat Pemahaman siswa (miskonsepsi) ........... 67
6. Diagram Persentase Tingkat Pemahaman Siswa (Tidak Paham) ........ 68
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007................................................. 111
2. Silabus SMA negeri 1 Lubuk Alung ................................................... 119
3. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ........................ 121
4. Kisi-kisi Tes Diagnostik ...................................................................... 126
5. Tes Diagnostik Bertingkat Dua ........................................................... 128
6. Studi Dokumen Rencana Pembelajaran .............................................. 136
7. Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran ................................... 140
8. Lembar Validasi ................................................................................. 143
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .................................................. 146
10. Profil Sekolah ..................................................................................... 158
11. Surat Izin Penelitian ............................................................................ 159
xi
PROFIL SEKOLAH
1. Nama : SMA Negeri 1 Lubuk Alung
2. Alamat : Jln. Sungai Abang, Lubuk Alung
3. Kelurahan : Sungai Abang
4. Kecamatan : Lubuk Alung
5. Kabupaten : Padang Pariaman
6. Propinsi : Sumatera Barat
7. Sekolah diresmikan : 7 April 1979
8. Akreditasi : A
9. Keadaan Sekolah :
a. Kelas : 8 rombel (257 siswa)
b. Kelas XI : 9 rombel (279 siswa), Program IPA 6 rombel,
IPS 3 rombel
c. Kelas : 7 rombel (199 Siswa) Progrm IPA 5 rombel,
IPS 2 rombel
10. Jumlah : 93 guru tetap, 5 guru tidak tetap
11. Jumlah Guru Kimia : 5 orang guru perempuan
a. Pendidikan : 4 orang berijasah S-1,1 orang berijasah S-2
b. Lama mengajar : - 2 orang guru telah mengajar < 25 tahun
- 2 orang guru telah mengajar < 15 tahun
- 1 orang guru telah mengajar < 7 tahun
12. Jumlah Labor IPA : 3 buah Labor ( labor Kimia, fisika dan Bologi)
Ketiga labor tersebut digunakan untuk praktikum
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah mutu pendidikan selalu menjadi topik yang hangat
diperbincangkan dan tidak pernah selesai diperdebatkan. Salah satu persoalan
yang dihadapi dunia pendidikan terutama di Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan akan mengakibatkan sulit tercapainya
tujuan pendidikan nasional di Indonesia.
Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pendidikan harus dilakukan secara sadar
dan terencana dengan baik, agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.(Sagala, 2003:62)
Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 tahun 2006,
dinyatakan bahwa untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan siswa, maka
dalam kurikulum tingkat menengah atas, dipelajari ilmu kimia. Ilmu kimia
merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang sebagian besar
konsepnya bersifat abstrak. Konsep-konsep kimia pada umumnya merupakan
1
2
penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya dan saling berkaitan satu sama
lainnya. Karakteristik inilah yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dan
kegagalan dalam mempelajari kimia.
Sastrawijaya (dalam Effendi, 2002:8) mengemukakan bahwa konsep di
dalam ilmu kimia merupakan konsep yang berjenjang dari yang sederhana ke
konsep yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan demikian untuk memahami
konsep yang lebih tinggi tingkatannya perlu pemahaman yang benar terhadap
konsep-konsep dasar yang membangun konsep tersebut. Jika siswa mengetahui
konsep-konsep dasar tentang materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, tetapi
salah cara menghubungkannya, maka siswa akan mengalami miskonsepsi.
Menurut Ratna (1989:131) miskonsepsi biasanya timbul karena adanya
keterkaitan antar konsep-konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah.
Miskonsepsi adalah faktor penghambat bagi siswa untuk membangun
sendiri pengetahuannya secara benar (Asma, 2002:72). Miskonsepsi bisa terjadi
pada saat siswa menyusun pengetahuannya. Siswa mengaitkannya dari
pengalaman yang tidak lengkap atau tidak cukup atau karena penjelasan yang
salah atau ketidakjelasan di persepsinya. Dengan adanya miskonsepsi itu jelas
bahwa pengetahuan sungguh merupakan bentukan siswa sendiri atau bukan
buatan guru.
Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa miskonsepsi tidak hanya
terjadi pada siswa, akan tetapi juga terjadi pada guru yang mengajar, buku teks
dan metode pembelajaran. Asma (2002:72) mengemukakan bahwa miskonsepsi
pada guru juga terjadi, bahkan miskonsepsi siswa dan guru hampir sama, hanya
3
berbeda persentasinya saja. Adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang
kurang memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa inilah yang menyebabkan
masih rendahnya tingkat pemahaman konsep siswa, sehingga prestasi belajar
menjadi rendah.
Menurut Afifuddin (2010:1), dilihat dari segi guru, penyebab rendahnya
pemahaman konsep siswa adalah asumsi sebagian besar guru yang menganggap
bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran
siswa. Berdasarkan asumsi tersebut dalam proses pembelajaran guru kurang
memperhatikan konsep awal yang dimiliki siswa. Siswa tidak dilibatkan dalam
proses pembelajaran, bagaimana memperoleh dan memahami suatu konsep. Dari
segi siswa, penyebab rendahnya pemahaman konsep disebabkan karena siswa
salah mengintepretasikan gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya,
dalam hal ini diperlukan peranan guru untuk mengarahkan, sehingga siswa dapat
menginterpretasi konsep tersebut dengan benar. Dari segi sarana dan prasarana
salah satu penyebabnya adalah fasilitas praktikum yang kurang memadai
disekolah.
Berdasarkan hal di atas, dapat dikatakan bahwa guru merupakan faktor
penting penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa. Hal ini disebabkan karena
peranan sentral guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru dituntut
harus memiliki kompetensi profesional yang baik. Guru yang memiliki
kompetensi profesional baik, tentu akan mengajar dengan baik juga. Sebaliknya,
guru yang kompetensi profesionalnya kurang, akan cenderung mengejar target
4
penyelesaian silabus semata, dan menyajikan materi apa adanya (Maharta,
2010:3).
Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), dipelajari di kelas XI semester 2. Materi ini mempelajari
banyak konsep- konsep yang membutuhkan pemahaman yang tinggi. Adanya
dugaan banyaknya siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham pada
materi Kelarutan dan hasil kali kelarutan ini, diperkuat oleh hasil wawancara
penulis dengan guru mata pelajaran kimia kelas XI di SMAN 1 Lubuk Alung dan
SMAN 1 Kayu Tanam yang menyatakan bahwa siswa umumnya mengalami
kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan Kelarutan dan hasil kali kelarutan
dan sangat sedikit siswa yang paham. Hal ini terbukti dengan rendahnya hasil
belajar siswa pada pokok bahasan ini. Tabel 1. menunjukkan bahwa persentase
siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMAN 1 Lubuk Alung
dan SMAN 1 Kayu Tanam, yang belum mencapai KKM melebihi 50%.
Tabel 1. Persentase Hasil Ulangan Harian Siswa yang Tidak Tuntas pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Tahun Ajaran 2009-2010.
Kelas Persentase hasil ulangan harian yang tidak tuntas (SMAN I Lubuk Alung)
Persentase Hasil Ulangan harian yang tidak tuntas (SMAN I KayuTanam)
XI IA-1 53% 65% XI IA-2 55% 70%
(sumber:Waka Kurikulum SMAN 1 Lubuk Alung dan SMAN 1 Kayu Tanam)
Pengalaman belajar yang diberikan guru tanpa memperhatikan prakonsepsi
yang dimiliki siswa dan perencanaan yang matang untuk dapat mengoreksi
konsep-konsep siswa yang tidak tepat, akan sangat memungkinkan terjadinya
5
kesalahan pemahaman pada siswa. Hal ini akan menyebabkan tujuan dari
pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan tidak akan tercapai. Oleh sebab
itu, suatu perlakuan khusus perlu diberikan untuk mengatasi kesalahan
pemahaman konsep (miskonsepsi). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi siswa dan
melaksanakan tes diagnostik. Dari tes diagnostik yang diberikan, dapat
diidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa sehingga guru dapat merancang
pengalaman belajar yang tepat untuk mengoreksi konsep- konsep yang salah dan
konsep yang tidak tepat pada siswa.
Berdasarkan hal di atas, maka peneliti ingin mendeskripsikan proses
pembelajaran kimia pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dan
menganalisis konsepsi (paham, miskonsepsi, tidak paham) yang dibentuk siswa
setelah melewati proses pembelajaran tersebut. Hal ini akan dituangkan dalam
penelitian yang berjudul : “Analisis Proses Pembelajaran Pada Pokok Bahasan
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di SMAN 1 Lubuk Alung”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan terdapat konsep-
konsep yang bersifat abstrak yang menyebabkan siswa mengalami
miskonsepsi dan tidak paham.
6
2. Siswa sulit memahami kimia sehingga hasil belajar siswa umumnya rendah
dan belum mencapai KKM yang telah ditetapkan.
3. Ditemukan indikasi bahwa pelaksanaan proses pembelajaran kelarutan dan
hasil kali kelarutan belum sesuai dengan standar proses yang telah ditetapkan
C. Batasan Masalah
Sebagaimana telah dikemukakan terlebih dahulu dalam latar belakang
masalah, ditemukan fenomene-fenomena yang dipilih sebagai objek perhatian
untuk dikaji secara ilmiah. Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran
(perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran) dan konsepsi siswa yang
dihasilkan sebagai dampak dari proses pembelajaran tersebut.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana proses pembelajaran ( perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran) pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas
XI SMAN 1 Lubuk Alung?
2. Bagaimana konsepsi siswa pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan di kelas XI SMAN 1 Lubuk Alung?
3. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya miskonsepsi dan tidak paham pada
siswa, dalam pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI
SMA Negeri 1 Lubuk Alung?
7
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan proses pembelajaran pada pokok bahasan kelarutan dan
hasil kali kelarutan.
2. Menganalisis konsepsi siswa (paham, miskonsepsi, dan tidak paham) pada
pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.
3. Menemukan penyebab miskonsepsi pada siswa melalui analisis proses
pembelajaran.
.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi guru mengenai gambaran konsepsi yang terjadi
dalam diri siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk merencanakan pelaksanaan
pembelajaran yang sesuai agar kesalahan pemahaman pada materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan di masa yang akan datang bisa diminimalkan.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk menjalankan fungsinya sebagai
fasilitator dan mediator pembelajaran yang efektif dan efisien
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Proses Pembelajaran
Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, standar proses berisikan kriteria
minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses
meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil belajar dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efesien.
Dalam proses pembelajaran, komponen proses belajar memegang
peranan yang sangat penting. Lufri (2006:10) menyatakan ”belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku individu yang terjadi akibat interaksi
dengan lingkungan”. Oemar (2007:27), ”belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Selanjutnya Wina (2006:130)
menyatakan ”belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai
dengan tujuan yang diharapkan”.
Menurut Gagne (1984) dalam Effendi (2002) belajar adalah sebagai
suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari
pengalaman. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku akibat
interaksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan pengalaman belajar.
8
9
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik atau murid. Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses, ”pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan”. Selanjutnya Lufri
(2006:10) menyatakan ,”pembelajaran merupakan hal membelajarkan yang
artinya mengacu kesegala daya upaya bagaimana membuat seseorang belajar,
bagaimana menghasilkan terjadinya peristiwa belajar di dalam diri orang
tersebut”. Jadi pembelajaran itu adalah suatu proses interaksi antara pendidik
dengan peserta didik dalam suatu lingkungan tertentu.
Prinsip dasar pembelajaran adalah mengembangkan potensi anak didik
(kognitif, afektif, psikomotor atau dalam paradigma baru dikenal istilah
kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan skill) secara optimal (Lufri,
2006:2). Proses pembelajaran haruslah interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007).
Belajar bermakna adalah proses belajar dimana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengetahuan yang sudah dipunyai seseorang
yang sedang belajar (Paul, 1997:53). Proses pembelajaran yang bermakna,
sebaiknya melibatkan banyak panca indra sebagai upaya penanaman konsep
melalui pengalaman belajar siswa. Diharapkan melalui proses pembelajaran
10
ini, siswa mempunyai kemampuan bernalar dan kemampuan
mengkomunikasikan serta menghubungkan antara suatu gagasan dengan
gagasan lain dalam memecahkan suatu permasalahan. Untuk itu diperlukan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan peranan guru
sebagai fasilitator dalam penanaman konsep yang baik dan benar, sehingga
siswa memperoleh pengalaman dalam belajar dan pembelajaran menjadi lebih
terkesan dan lebih melekat dalam ingatan siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar
dengan memanfaatkan semua sumber belajar yang ada, sehingga terjadi
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar. Hal ini berarti guru
bukan orang yang tahu segalanya, guru harus dapat memposisikan dirinya
sebagai fasilitator dan sebagai pembimbing yang baik, sehingga proses
pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus yang bertujuan untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap
guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
11
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan
yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP adalah:
1. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,
program, mata pelajaran, jumlah pertemuan.
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan yang diharapkan dicapai pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
4. Indikator pencapaian kompetensi
Adalah perilaku yang dapat diukur dan diobservasi untuk menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian
mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
12
5. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dapat dicapai peserta didik sesuai dengan KD
6. Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi dasar.
7. Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD
dan beban belajar.
8. Metode pembelajaran
Digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik mencapai KD atau seperangkat indikator
yang telah ditetapkan.
9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
13
b. Kegiatan inti
c. Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses
eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi
d. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau
kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik dan tindak lanjut.
10. Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrument penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar
Penilaian.
11. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran dan indicator
pencapaian kompetensi.
3. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP.
Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti dan kegiatan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
14
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan diajarkan;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai;
d. menyampaikan cakupan materi dan pejelasan uraian kegiatan
sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk
mencapai KD. Kegiatan inti menggunakan metode yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran
yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan ini, guru:
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas
tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan
menggunakan prinsip alam takambang jadi guru dan
belajar dari aneka sumber;
2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media
pembelajaran dan sumber belajar lain;
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik
dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya;
15
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran;
5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
laboratorium,studio dan lapangan
b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang
beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas,
diskusi dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru
baik secara lisan maupun tulisan;
3) .memberi kesempatan untuk berfikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut;
4) memfasilitasi pserta didik dalam pembelajaran kooperatif
dan kolaboratif;
5) memfasilitasi peserta didik berkompetensi secara sehat
untuk meningkatkan prestasi belajar;
6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi
yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara
individual maupau kelompok;
7) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran,
turnamen, festival serta produk yang dihasilkan;
16
8) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta
didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam
bentuk lisan, tulisan,isyarat maupun hadiah terhadap
keberhailan pserta didik;
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber;
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan;
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh
pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi
dasar;
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam
menjawab pertanyaan peserta didk yang mengalami
kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku
dan benar.
b) membantu menyelesaikan masalah;
c) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberikan informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
17
e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang
kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
b. melakukan penelitian dan/refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran;
d. melaksanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling
dan/ atau memberikan tugas, baik tugas individu maupun tugas
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
4 . Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran, dengan
tujuan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik,
serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil
belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
18
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik dan terprogram
dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis atau lisan,
pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa
tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian
hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan
Panduan Penelitian Kelompok Mata Pelajaran.
2. Konsep
a. Pengertian Konsep
Walaupun para ahli psikologi menyadari akan pentingnya konsep-
konsep, suatu definisi yang tepat belum diberikan. Definisi- definisi yang
diberikan dalam kamus, seperti “ sesuatu yang diterima dalam pikiran”
atau “suatu ide yang umum dan abstrak”, terlalu luas untuk digunakan.
Mungkin tidak ada satu pun definisi yang dapat mengungkapkan
arti yang kaya dari konsep atau berbagai macam konsep- konsep yang
diperoleh oleh para siswa. Oleh karena konsep- konsep itu merupakan
penyajian- penyajian internal dari sekelompok stimulus- stimulus, konsep-
konsep itu tidak dapat diamati, konsep- konsep harus disimpulkan dari
perilaku. Walaupun kita dapat memberikan suatu definisi verbal tentang
suatu konsep, suatu definisi tidak mengungkapkan suatu hubungan –
hubungan antara konsep itu dengan konsep- konsep yang lain.
Menurut Rosser dalam Ratna (1988:9) konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili satu kelas objek- objek, kejadian- kejadian,
19
kegiatan- kegiatan, atau hubungan- hubungan yang mempunyai atribut-
atribut yang sama. Oleh karena setiap orang mengalami stimulus- stimulus
yang berbeda , orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan
stimulus- stimulus dengan cara tertentu. Karena konsep- konsep tersebut
adalah abstraksi – abstraksi yang berdasarkan pengalaman, dan karena
setiap orang tidak ada yang mempunyai pengalaman yang persis sama,
maka konsep- konsep yang dibentuk setiap orang akan berbeda juga.
Suatu konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang
memiliki ciri- ciri umum (Oemar, 2002:161). Stimuli adalah objek- objek
atau orang (person). Kita menyatakan suatu konsep dengan menyebut
“nama” misalnya buku, siswa, perang, guru- guru yang berdedikasi, wanita
cantik, dan sebagainya. Contoh- contoh tersebut menunjuk pada stimuli,
orang dan peristiwa tertentu yang khusus. Konsep- konsep tidak terlalu
kongruen dengan pengalaman pribadi kita, tetapi menyajikan usaha- usaha
manusia untuk mengklasifikasikan pengalaman kita.
Beberapa ciri umum mengenai konsep, khususnya dalam bidang
sains dan pendidikan IPA dikemukakan oleh Ratna (1988:96) sebagai
berikut :
1) Konsep adalah hasil berpikir abstrak manusia yang menerangkan
banyak pengalaman.
2) .Konsep timbul sebagai hasil dari pengalaman manusia dengan lebih
dari satu fakta- fakta, dan konsep merupakan suatu generalisasi dari
fakta-fakta tersebut.
20
3) .Suatu konsep dianggap kurang tepat, disebabkan timbulnya fakta-
fakta baru dan karena itu konsep yang bersangkutan harus mengalami
perubahan.
Hubungannya dengan belajar konsep, Gagne (Ratna, 1988:105)
mengemukakan dua kondisi yang dibutuhkan untuk belajar konsep-konsep
konkrit, yaitu kondisi internal dan eksternal. Pada kondisi internal seperti
kelarutan dan hasil kali kelarutan maka siswa harus memanggil kembali
konsep-konsep yang telah dimilikinya seperti konsep keetimbangan ion
dalam larutan,larutan asam-basa,reaksi penggaraman dan lain-lain. Pada
kondisi eksternal siswa mempelajari dan mengamati yang terjadi dari suatu
demonstrasi reaksi pengendapan, misalnya reaksi pengendapan Zn(OH)2
dan Pb(OH)2.
b. Pembagian Konsep
Vygotsky (Effendy, 2002:3) membedakan konsep menjadi dua
kategori, konsep spontan dan konsep ilmiah. Konsep spontan yaitu konsep
yang diperoleh siswa dari kehidupan sehari-hari (diluar sekolah). Konsep
ilmiah yaitu konsep yang diperoleh siswa dari pelajaran di sekolah. Dua
kategori konsep ini adalah terus-menerus berhubungan atau saling
mempengaruhi.
Gagne (Effendy, 2002:4) membagi konsep dalam dua kategori
yaitu konsep konkrit dan konsep terdefinisi. Konsep konkrit adalah
abstraksi atau gagasan yang ditemukan dari obyek-obyek atau peristiwa-
peristiwa konkrit. Konsep konkrit contohnya: konsep tentang peleburan,
21
misalnya es bila dipanaskan akan melebur. Konsep terdefinisi merupakan
gagasan yang diturunkan dari objek-objek atau peristiwa yang bersifat
abstrak. Contoh konsep terdefinisi contohnya konsep atom, ion dan
molekul. Konsep terdefinisi yang diturunkan dari obyek-obyek abstrak
disebut juga dengan konsep mikroskopik.
c. Perolehan Konsep
Menurut Ausubel dalam Ratna (1988:98) mengemukakan bahwa
konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi konsep (concept
formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Menurut teori
belajar Gagne (Ratna, 1988:98), formasi konsep dapat disamakan dengan
belajar konsep konkrit sedangkan asimilasi konsep dapat berupa bentuk
khusus dari belajar aturan (rule learning) yaitu belajar konsep terdifinisi.
Formasi konsep terutama lebih merupakan bentuk perolehan konsep-
konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Asimilasi konsep merupakan
cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah belajar
di sekolah.Untuk memperoleh konsep-konsep melalui asimilasi, orang
yang belajar harus sudah memperoleh difinisi formal dari konsep-konsep
itu.
Rosser dalam Ratna (1988:99) mengungkapkan bahwa difinisi
formal dari suatu kata menunjukkan kesamaan (commonalities) dengan
konsep tertentu, dan membedakan konsep tersebut dari konsep-konsep
lainnya. Sesudah definisi dari konsep itu disajikan, konsep itu dapat
22
diilustrasikan dengan memberikan contoh atau deskripsi verbal dari
contoh-contoh.
3. Konsepsi dan Miskonsepsi.
a. Konsepsi
Seorang anak pertama kali memperoleh konsep melalui
pembentukan konsep, selanjutnya anak tersebut akan mengasimilasi
konsep yang diperolehnya dan memodifikasi konsep tersebut sehingga
konsep yang dimiliki semakin berkembang karena pengalamannya.
Konsep yang dimiliki seseorang berkembang melalui satu seri tingkatan
dengan kecepatan pencapaian berbeda-beda, dengan demikian penafsiran
tiap orang mengenai konsep akan berbeda-beda.
Tafsiran seseorang dari suatu konsep ilmu disebut konsepsi.
Tafsiran/konsepsi siswa mengenai suatu konsep dalam ilmu kimia berbeda
dari konsep guru atau buku, walaupun dalam ilmu kimia kebanyakan
konsepnya mempunyai arti yang jelas dan sudah disepakati bersama oleh
para pakar ilmu kimia (kimiawan). Tetapi kalau konsepsi siswa itu
bertentangan atau tidak cocok dengan konsepsi para kimiawan, maka
dalam hal ini siswa mengalami salah konsepsi yang disebut dengan istilah
miskonsepsi (misconception).
b. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah tafsiran (persepsi) yang kurang memadai
terhadap suatu konsep. Seseorang dikatakan miskonsepsi bila konsepsi
terhadap suatu konsep bertentangan dengan konsepsi para ilmuwan.
23
Miskonsepsi berarti suatu konsep yang berbeda dari pengertian umum
yang disajikan dalam materi. Sekali miskonsepsi itu masuk dalam struktur
kognitif siswa, maka akan berlanjutlah miskonsepsi tersebut. Siswa
selanjutnya akan terhambat menerima informasi baru kedalam struktur
kognitifnya yang kurang tepat memahami konsep yang ada. Maka
informasi baru tersebut tidak dapat dicerna dan terjadilah kesalahpahaman.
Menurut Skelly and Hall (1993) dalam Nakiboglu (2003:1)
menyatakan miskonsepsi adalah suatu pemahaman konsep yang tidak
sesuai dengan teori ilmiah. Selanjutnya Berg (1991) dalam Efendi
(2002:10) menyatakan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan yang
diperbuat siswa dalam belajar yang terjadi secara terus menerus dari
sumber tertentu. Paul (1997:86) memandang misconceptions atau salah
pengertian adalah ”pengertian yang ”salah” atau yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah/ilmuwan”.
Pengertian Alternatif (alternative conceptions) adalah pengertian
atau konsep yang berbeda dengan konsep ilmiah yang sekarang diterima
(Paul, 1997:86). Pengertian alternatif banyak dipakai untuk menggantikan
istilah ” salah pengertian” yang terlalu keras, sekaligus dengan
menggunakan pengertian alternatif, kita menghargai usaha siswa yang
telah mengkonstruksi pengertian itu. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah suatu konsepsi yang tidak sesuai
dengan pengertian ilmiah atau yang tidak sesuai dengan pendapat para
ilmuwan.
24
Pada umumnya terjadinya kesalahan pemahaman dalam kimia
berhubungan dengan kesulitan dalam memahami materi ilmu kimia.
Kirkwood dan Symington (1996) dalam Efendi (2002:12) berpendapat
bahwa penyebab terjadinya kesalahan pemahaman dalam belajar kimia
dapat ditinjau dari siswa, pengajar dan materi pelajaran. Dari segi siswa
penyebab terjadinya kesalahan pemahaman antara lain adalah pengetahuan
yang telah diperoleh siswa dari hasil proses pembelajaran sebelumnya,
pengalaman, interaksi sosial, kemampuan berpikir, motivasi belajar dan
kesiapan untuk belajar. Dari segi pengajar penyebab terjadinya kesalahan
pemahaman kemungkinan terletak pada metode dan pendekatan belajar
yang digunakan. Dari segi materi penyebab terjadinya kesalahan
pemahaman antara lain adalah konsep - konsep yang kompleks dan
abstrak, aplikasi konsep yang nyata dalam kehidupan dan materi kajian
yang terlalu padat. Berg (1991) dalam Efendi (2002:13) mengungkapkan
bahwa terjadinya miskonsepsi dapat disebabkan oleh gagasan-gagasan
yang muncul dari pikiran siswa yang bersifat pribadi. Gagasan ini
umumnya kurang bersifat ilmiah, akan tetapi bila pengajar tidak berupaya
untuk melihat gagasan yang dimiliki oleh siswa sebelum mengenalkan
konsep yang berhubungan akan memungkinkan untuk terjadinya salah
konsep. Menurut Paul (1997:77) karena siswa mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi itu tidak
cocok dengan hasil konstruksi para ilmuwan. Inilah yang memunculkan
salah pengertian (misconceptions) atau konsepsi alternatif.
25
Menurut yang dilaporkan Berg (1991) (dalam Efendi, 2002:14)
beberapa fakta yang dikemukakan oleh para peneliti miskonsepsi seperti
Osborne, Freyberg, dan Driver menyimpulkan bahwa :
a. Miskonsepsi sulit diperbaiki.
b. Seringkali “sisa” miskonsepsi terus-menerus mengganggu.
c. Soal - soal sederhana dapat dikerjakan, tetapi pada soal yang
lebih sulit miskonsepsi muncul kembali tanpa disadari.
d. Seringkali terjadi regresi, yaitu siswa yang sudah pernah
mengatas miskonsepsi setelah beberapa bulan akan kambuh
lagi. Dengan ceramah, miskonsepsi belum dapat dengan
sepenuhnya dihilangkan.
e. Guru umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang terjadi
pada siswa, sehingga proses belajar mengajar tidak disesuaikan
dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa.
f. Siswa yang pandai maupun yang kurang pandai keduanya
dapat mengalami miskonsepsi.
Apabila guru dalam proses pembelajaran tidak memperhatikan
miskonsepsi yang dialami siswa sebelumnya, maka guru tidak akan
berhasil menanamkan konsep yang benar kepada siswa. Jika miskonsepsi
ini dibiarkan berkelanjutan dan tidak diketahui oleh guru, dapat
menyebabkan terhambatnya proses rekonstruksi pengetahuan siswa yang
berdampak pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang rendah, bisa
26
jadi disebabkan karena siswa tidak paham dengan konsep secara benar dan
akan terbawa sampai ke tingkat yang lebih tinggi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan miskonsepsi dapat terjadi
pada siswa di negara maju atau negara berkembang, baik siswa pandai
ataupun kurang pandai. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa cendrung
menetap dan sulit untuk diubah serta akan berpengaruh terhadap hasil
belajar berikutnya. Altenatif yang diupayakan oleh para konstruktivisme
adalah adanya pergeseran sistem pengajaran dari guru sebagai sumber
otoritas ilmu ke guru sebagai fasilitator.
Menurut Oemar (2010:2) miskonsepsi merupakan kesalahan siswa
dalam pemahaman suatu konsep. Hal ini terjadi disebabkan karena siswa
tidak mampu menghubungkan fenomena yang ditemukan dalam
kehidupan sehari- hari dengan pengetahuan yang diperoleh di sekolah.
Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam
pemahaman hubungan antar konsep sehingga mengakibatkan proposisi
salah. Hal tersebut berkaitan dengan konsep prasyarat atau pengetahuan
awal yang telah dimiliki siswa. Pada satu sisi konsep tersebut menjadi
prasyarat untuk dikaitkan dengan konsep baru agar terjadi belajar
bermakna, sedangkan disisi lain umumnya siswa memisahkan pengalaman
sehari-hari dengan pengalaman belajar IPA secara formal. Akibatnya pada
saat siswa dihadapkan pada situasi baru, seperti ketika diminta
memberikan alasan atau hubungan antara konsep, siswa biasanya
mengalami miskonsepsi.
27
c. Penyebab terjadinya miskonsepsi
Terjadinya miskonsepsi pada dasarnya adalah disebabkan karena
siswa kesulitan dalam memahami materi ilmu kimia yang banyak
mempelajari konsep- konsep abstrak. Terjadinya miskonsepsi dapat pula
disebabkan karena gagasan- gagasan yang tidak ilmiah yang muncul dalam
pikiran siswa. Guru seringkali tidak mampu merekonstruksi gagasan ini,
sehingga menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa.
Menurut Kirkwood dan Symington (Effendy, 2002:12) terjadinya
miskonsepsi dalam belajar kimia dapat ditinjau dari siswa, pengajar, dan
materi pelajaran. Dari segi siswa kesalahan pemahaman ini disebabkan
pengetahuan yang diperoleh oleh siswa dari hasil belajar sebelumnya,
kemampuan berfikir, motivasi belajar, dan kesiapan untuk belajar. Dari
segi pengajar miskonsepsi disebabkan karena metode dan media yang
digunakan. Sedangkan dari segi materi, miskonsepsi disebabkan karena
konsep- konsep yang kompleks dan abstrak serta materi yang terlalu padat.
Selain penyebab yang diuraikan di atas, Suparno (Salirawati, 2010:30)
memberi ringkasan berkenaan dengan faktor penyebab miskonsepsi,
ringkasan tersebut dimuat dalam Tabel 2:
Tabel 2. Penyebab Miskonsepsi
Sebab utama Sebab Khusus
Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik,
reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap
perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat
28
belajar
Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu
kimia, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide,
relasi guru-siswa tidak baik
Buku Teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat
penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca
buku teks, buku fiksi dan dan kartun sains sering salah
konsep karena alasan menariknya yang perlu
Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari- hari berbeda, teman
diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang
tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio,
film yang keliru), perasan senang tidak senang, bebas atau
tertekan
Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam
bentuk matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi,
tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai kurang
tepat, model demonstrasi sempit,dll
d. Upaya Mengatasi Miskonsepsi
Bagi pendidik mencari cara/kiat untuk terus memperbaiki mutu
pendidikan khususnya kimia adalah sudah menjadi tugas pengelola
pendidikan,. Menurut pandangan Konstruktivisme, fungsi guru bukan lagi
sebagai satu-satunya penyaji informasi di dalam kelas yang tujuannya
mengajari siswa supaya tahu, tetapi seorang narasumber yang berperan
aktif dalam mempersiapkan fasilitas belajar dan membangun suasana
29
belajar mengajar yang kondusif. Guru tidak lagi fungsinya hanya
mengajar, tetapi dia juga perlu belajar untuk memahami pandangan
siswanya atas konsep-konsep sains yang sedang dibahas,mempelajari dan
memahami kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsp itu,serta
mempelajari cara untuk membantu mereka untuk memahaminya.
Miskonsepsi juga berhubungan dengan konsepsi-konsepsi lain
dalam suatu kerangka berpikir seseorang. Oleh karena itu dalam usaha
memperbaiki suatu miskonsepsi, maka perlu bagi seorang guru memahami
kerangka berfikir siswanya secara umum. Tidak bisa dia hanya
berkonsentrasi pada perbaikan miskonsepsi tertentu saja. Dalam
manjelaskan latar belakang kimia yang menimbulkan suatu peristiwa,siswa
tentu mencari keterkaitan peristiwa itu dengan kerangka berfikir yang
mendasari pengetahuannya mengenai peristiwa itu. Berarti siswa akan
merumuskan penjelasan atas suatu peristiwa alam berdasarkan kerangka
berpikir yang sudah dibangun.
Untuk mengubah miskonsepsi itu bukanlah suatu yang mudah.
Seseorang perlu merubah struktur dan mengorganisasikan kembali
pengetahuan yang telah ia miliki.Untuk dapat melakukan restrukturisasi
siswa perlu menyadari kelemahan pemahaman yang sudah ia miliki. Yang
bersangkutan perlu ditunjukan kelemahan pemahamannya lewat
pengamatan langsung atas suatu gejala kimia. Sedangkan proses
reorganisasi memerlukan waktu dan prosesnya sangat kompleks, karena
30
siswa harus membangun kembali kerangka berpikir baru dengan
mengadakan perubahan pada kerangka berfikir yang sudah dimilikinya.
Miskonsepsi dapat bertahan lama dan dapat sangat kuat dipegang
siswa. Perubahan hanya terjadi kalau siswa merasa tidak yakin lagi dengan
pengetahuan yang dimilikinya sehingga dia berusaha mencari alternative
penjelasan. Kalau alternative itu dirasa memuaskan, unggul dan dapat
menyelesaikan persoalan yang bervariasi maka dia akan melakukan
reorganisasi pengetahuan yang dia miliki.
Dalam teori piaget, ada 3 bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan
fisik, pengetahuan logika-matematik dan pengetahuan sosial. Pengetahuan
sosial seperti nama hari dalam seminggu, tanda atom, nama unsure dapat
dipelajari langsung, yaitu dari pikiran guru ke pikiran siswa, tetapi
pengetahuan fisik dan pengetahuan logika-matematik tidak dapat secara
utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa.Setiap siswa harus
membangun sendiri pengetahuan itu.
Salah satu pendekatan mengajar yang dapat dianggap memenuhi
syarat dilihat dari kerangka konseptual adalah pendekatan konstruktivisme.
Sesuai dengan prinsip mengajar menurut konstruktivisme, mengajar bukan
proses dimana gagasan guru diteruskan kepada para siswa, tetapi proses
untuk mengubah gagasan-gagasan anak yang sudah ada yang mungkin”
salah”. Dasar pemikiran konstruktivisme adalah pengajaran efektif
menghendaki guru mengetahui bagaimana para siswa memandang
fenomena yang menjadi subjek pengajaran. Belajar menurut teori ini
31
adalah suatu perubahan konseptual, yang dapat berupa pengkonstruksian
ide baru atau mengkonstruk ide yang sudah ada sebelumnya.
Menurut Efendi (2002:1), miskonsepsi dapat dihilangkan dengan
menggunakan konflik kognitif, dimana strategi ini meliputi 4 langkah
pokok sebagai berikut :
a. Identifikasi miskonsepsi.
b. Penciptaan situasi konflik pada struktur kognitif siswa.
c. Pemberian bimbingan pada siswa untuk melakukan proses
ekuilibrasi.
d. Rekonstruksi pemahaman siswa.
Selain untuk mengatasi miskonsepsi siswa strategi konflik kognitif juga
dapat untuk meningkatkan kemampuan intelek siswa.
4. Tes Diagnostik Bertingkat Dua
Ada bermacam- macam definisi tentang tes. Menurut Muchtar
Bukhori (Arikunto, 2005:29), tes merupakan suatu percobaan yang
diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil- hasil pelajaran
tertentu pada seseorang murid atau kelompok murid. Definisi lain
dikemukakan oleh Anas Sudijono (2005:67), tes adalah cara ( yang dapat
dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka
pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk
pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-
pertanyaan yang harus dijawab), atau perintah- perintah (yang harus
dikerjakan) oleh testee, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil
32
pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah
laku atau perilaku testee.
Menurut Anas Sudijono (2005:67), secara umum ada dua macam
fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini
tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang
telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab
melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh
program pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai.
Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu
dilakukan. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur
perkembangan/kemajuan belajar peserta didik dibedakan beberapa jenis,
salah satunya adalah tes diagnostik.
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan
secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu
mata pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jenis- jenis kesukaran yang
dihadapi oleh peserta didik itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan
solusi yang tepat. Tes diagnostik juga bertujuan untuk mengetahui apakah
peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar
atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya.
33
Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik pada umumnya
ditekankan pada bahan- bahan tertentu yang biasanya atau menurut
pengalaman sulit dipahami siswa. Sesuai dengan nama tes itu sendiri
(diagnose = pemeriksaan), maka jika hasil “pemeriksaan” itu
menunjukkan bahwa tingkat penguasaan peserta didik yang sedang
“diperiksa” itu termasuk rendah, harus diberi bimbingan secara khusus
agar mereka dapat memperbaiki tingkat penguasaannya terhadap mata
pelajaran tertentu.
Tes obyektif bentuk multiple choice item sering dikenal dengan
istilah tes obyektif bentuk pilihan ganda, yaitu salah satu bentuk tes
obyektif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum
selesai, dan untuk menyelesaikannya harus dipilih salah satu dari beberapa
kemungkinan jawaban yang telah disediakan pada tiap- tiap butir soal
yang bersangkutan. Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu
jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh
(distractor).
Tes obyektif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan
mewakili materi yang telah diajarkan kepada siswa, penilaian pada tes ini
lebih bersifat obyektif. Selain itu tes obyektif lebih mudah dianalisis butir-
butir soalnya, baik analisis dari segi derajat kesukarannya, daya pembeda,
validitas, dan reliabilitasnya.
Disamping memiliki kebaikan, tes obyektif juga memiliki beberapa
kelemahan, salah satunya adalah kemampuan tes ini yang kurang dapat
34
mengukur atau mengungkap proses berpikir siswa yang sebenarnya.
Dengan tes ini terbuka peluang bagi siswa untuk bermain spekulasi,
menebak, dan adu untung dalam memberikan jawaban soal. Siswa dengan
kemampuan rendah bisa saja mendapatkan nilai yang tinggi karena
menebak dan berbuat curang. Oleh karena itu akan terjadi kekeliruan
(error) dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar.
Untuk mengatasi kelemahan ini, maka Treagust (1988:299)
merancang suatu model tes obyektif yang lebih sensitif dan efektif yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa. Model
yang dikembangkan ini disebut tes diagnostik bertingkat dua atau two-tier
diagnostic test . Tes jenis ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama dari
setiap item soal merupakan suatu pertanyaan dengan dua sampai lima
pilihan jawaban (option). Bagian kedua terdiri dari beberapa pilihan
jawaban yang merupakan alasan pemilihan jawaban pada bagian pertama.
Dengan menggunakan tes diagnostik bertingkat dua ini dapat
diidentifikasi pada konsep mana saja siswa mengalami miskonsepsi. Data
yang diberikan oleh siswa dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok
pemahaman konsep yaitu paham, miskonsepsi, dan tidak paham.
Kelebihan dari tes diagnostik bertingkat dua diantaranya dapat
mengidentifikasi miskonsepsi siswa dalam batas dan konteks yang jelas.
Tes ini dapat digunakan secara berulang dan tidak membutuhkan waktu
yang lama pada saat menggunakannya. Selain itu pemberian skor hasil tes
pun lebih mudah.
35
B. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil kali Kelarutan
Kesetimbangan kelarutan terjadi pada larutan elektrolit ( basa-basa
atau garam-garam) yang sukar larut dalam air. Berapa banyak zat bisa
larut maksimal dalam air? kita membutuhkan besaran kelarutan atau
solubilitas (s).Kelarutan menyatakan jumlah (mol atau massa) zat yang
dapat larut maksimum dalam sejumlah tertentu pelarutnya. Satuan
kelarutan yang umum digunakan adalah molaritas, tetapi data percobaan
dapat memakai besaran gram/L atau gram/100 gram pelarut.
Larutan dikatakan belum jenuh, bila jumlah zat terlarut kurang dari
batas kelarutannya. Larutan dikatakan jenuh jika jumlah zat terlarut sama
dengan batas kelarutannya (siap mengendap) dan larutan lewat jenuh
jika jumlah zat terlarut melebihi batas kelarutannya (terjadi endapan).
Tetapan kesetimbangan dari larutan jenuh disebut tetapan hasil kali
kelarutan atau secara sederhana hasil kali kelarutan dan biasa
dilambangkan dengan Ksp. Hasil kali kelarutan adalah kondisi suatu zat
yang dapat larut dalam air hingga tercapai kondisi tepat jenuh. Tetapan
hasil kali kelarutan adalah hasil kali konsentrasi molar dari ion-ion
penyusunnya yang dipangkatkan dengan koefisien stoikiometrinya di
dalam persamaan kesetimbangan. Persamaan reaksi kesetimbangan dan
tetapan hasil kali kelarutan zat elektrolit untuk senyawa
AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq), Ksp =[An+]m[Bm-] n
Nilai tetapan hasil kali kelarutan dapat memberikan informasi
pembentukan endapan suatu senyawa dalam air. Nilai Ksp dapat juga
36
dihitung berdasarkan hubungan Ksp dan kelarutan (s), hubungan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
AxBy (s) xAy+(aq) + yBx-(aq)
s xs ys
Ksp = [Ay+]x [Bx- ]y = (xs)x (ys)y = (xxsx) (yysy) =(x xy y)s(x+y)
makin besar nilai Ksp makin sulit terjadi pembentukan endapan.
Penambahan ion sejenis memperkecil kelarutan elektrolit yang sukar
larut.
Berdasarkan nilai hasil kali ion sesaat (Q), ada tiga kemungkinan zat jika
diarutkan dalam air. Kemungkinan itu adalah sebagai berikut:
1. Jika Q.>Ksp, makapencampuran itu membentuk endapan
2. Jika Q=Ksp, maka pencampuran itu membentuk larutan jenuh (akan
mengendap)
3. Jika Q< Ksp, maka pencampuran itu tidak membentuk endapan.
Berikut disajikan peta konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan
Selain memberikan informasi tentang kelarutan, harga Ksp dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam pemisahan zat dalam campuran dengan cara pengendapan selektif.
37
Gambar 1. Peta konsep Kelarutan dan hasil kali kelarutan
Tabel 3. Definisi Konsep-Konsep dalam materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
NO KONSEP DEFINISI
1. Kelarutan
Jumlah maksimum zat yang dapat larut
dalam suatu pelarut. ( gr/L atau mol/L)
2. Kesetimbangan
larutan
Kesetimbangan yang terjadi pada larutan
(basa-basa/ garam-garam )yang sukar larut
Kesetimbangan dalam larutan
Kesetimbangan ion
Hasil kali kelarutan(ksp)
Larutan lewat jenuh
Reaksi pengendapan
PH endapan
Larutan jenuh Larutan tidak jenuh
kelarutan
Elektolit sukar larut
dapat berupa
dipengaruhi
terjadi
dipengaruhi
dipengaruhi
terbentuk
mempengaruhi
mempengaruhi
38
dalam air
3. Larutan tidak jenuh Bila jumlah zat terlarut kurang dari batas
kelarutannya (belum mengendap)
4. Larutan jenuh Bila jumlah zat terlarut tepat sama dengan
batas kelarutannya (siap menendap)
5. Larutan lewat jenuh Bila jumlah zat terlarut melebihi batas
kelarutannya(terjadi endapan)
6. Hasil kali
kelarutan(Ksp)
Hasil kali konsentrasi molar dari ion-ion
penyusunnya pangkat koefisien
stoikiometrinya di dalam peramaan
kesetimbangan. Harga Ksp bergantung pada
temperature.
7. Reaksi pengendapan Jika Q>Ksp, maka terdapat endapan, Jika
Q=Ksp,maka akan mengendap/membentuk
larutan jenuh, dan Jika Q<Ksp, maka tidak
membentuk endapan.
8. Endapan Endapan terjadi jika harga kelarutannya
semakin kecil
9. Penambahan ion
sejenis
Penambahan ion sejenis akan memperkecil
kelarutan elektrolit yang sukar larut.
10. PH larutan Derajat keasaman, memperbesar pH akan
memperkecil kelarutan
(Sumber: Chang, 2005; Purba, 2006; Syukri, 1999)
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan
terdahulu, dapat dipahami bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
pencapaian tujuan pendidikan nasional adalah proses pembelajaran yang
39
melibatkan guru dan siswa. Pada kenyataannya tujuan pendidikan ini belum
sepenuhnya tercapai, Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran yang
dilaksanakan belum sesuai dengan standar proses menurut Permendiknas Nomor
41 Tahun 2007. Dalam pembelajaran guru kurang mengidentifikasi konsepsi awal
siswa, guru tidak mereview konsep prasyarat yang menyebabkan siswa sulit
memahami konsep selanjutnya yang harus dikuasai pada materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan, metoda dan media yang digunakan guru belum efektif dalam
pembelajaran.
Penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa adalah asumsi sebagian
besar guru yang menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh
dari pikiran guru ke pikiran siswa. Berdasarkan asumsi tersebut dalam proses
pembelajaran guru kurang memperhatikan konsepsi awal yang dimiliki siswa.
Siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran, bagaimana memperoleh dan
memahami suatu konsep tersebut.
Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar
dengan memanfaatkan semua sumber belajar yang ada, sehingga terjadi
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar. Pengalaman belajar yang
diberikan guru tanpa memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa dan proses
pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan standar yang berlaku akan
menyebabkan tujuan dari pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan tidak
akan tercapai. Untuk lebih jelasnya lihat kerangka konsep berikut ini:
40
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran penelitian
PBM siswa guru
Kelarutan dan hasil kali kelarutan
• Belum menguasai konsep prasyarat untumempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
• Penguasaan konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan belum maksimal
• Pelaksanaanpembelajarankurangmemperhatikan penguasaan konsep siswa
• Pendekatan berpusat pada guru (teacher centerd)
• Pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan standar proses yang berlaku.
• Guru menguasai penguasaan konsep siswa
Miskonsepsi dan tidak paham dapat diminimalisir
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Menurut
Lufri (2007:56) penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan
suatu gejala, fakta, peristiwa atau kejadian yang sedang atau sudah terjadi.
Pada penelitian deskriptif ini, peneliti bertujuan mendeskripsikan informasi
berdasarkan data – data yang diperoleh dalam penelitian tanpa memberikan
perlakuan dan manipulasi variabel. Fenomena yang akan diungkap melalui
penelitian ini adalah proses pembelajaran dan konsepsi siswa sebagai dampak
dari proses pembelajaran.
B. Obyek dan Subyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran dan konsepsi
siswa terhadap konsep-konsep pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Subyek pada penelitian ini terdiri dari dua kelas, yaitu kelas XI
IPA-1 dan XI IPA-2 SMA Negeri 1 Lubuk Alung. Alasan peneliti
menggunakan 2 kelas ini karena 2 kelas tersebut mempunyai tingkat
kemampuan yang sama dan diajar oleh 2 guru yang berbeda. Kelas XI IPA-1
diajar oleh guru yang telah mengajar selama 7 tahun dan berijazah S-1
sedangkan kelas XI IPA-2 diajar oleh guru yang telah mengajar selama 15
tahun berijazah S-2. dengan demikian diharapkan deskripsi yang dilakukan
akan lebih mendalam.
41
42
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan teknik
non tes. Teknik tes berupa tes diagnostik bertingkat dua. Tes diagnostik bertingkat
dua digunakan untuk mengetahui konsepsi siswa setelah dilaksanakannya proses
pembelajaran. Teknik non tes berupa observasi, studi dokumentasi dan
wawancara. Observasi, studi dokumentasi dan wawancara digunakan untuk
menganalisis proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara
tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran
tertentu (Anas:2005). Dengan diketahuinya jenis- jenis kesukaran yang dihadapi
oleh peserta didik itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan solusi. Tes diagnostik
juga bertujuan untuk mengetahui apakah peserta didik sudah dapat menguasai
pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima
pengetahuan selanjutnya.
Tes diagnostik yang diberikan berupa pilihan ganda dengan dua pilihan
jawaban disertai empat alternatif alasan mengapa siswa memilih jawaban tersebut.
Tes ini telah terlebih dahulu divalidasi dari segi validitas isi. Validitas isi dari
suatu tes adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan dan
penelusuran terhadap isi yang terkandung dalam tes diagnostik tersebut, atau
meninjau sejauh mana tes tersebut isinya telah dapat mewakili secara representatif
terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang telah diajarkan. Dalam hal
43
ini digunakan pertimbangan dosen kimia untuk menentukan valid atau tidaknya
tes tersebut.
Teknik non tes menggunakan instrumen penelitian berupa lembar catatan
dokumen, dan lembar observasi. Kedua instrumen ini digunakan untuk
mendeskripsikan proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Observasi merupakan cara menghimpun bahan- bahan keterangan
(data) yang dilakukan dengan mengadakan perekaman dan pencatatan secara
sistematis terhadap proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Observasi yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah observasi
sistematis dengan terlebih dahulu membuat perencanaan secara matang.
Pada observasi sistematis ini, observasi dilaksanakan dengan berlandaskan
pada kerangka kerja yang memuat faktor- faktor yang telah diatur kategorinya,
seperti kesesuaian pelaksanaan proses pembelajaran guru dengan RPP, teknik
mengajar guru, media yang digunakan,dll. Faktor- faktor apa saja yang tercantum
dalam pedoman observasi itulah yang diamati dan dicatat.
Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan
jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak
karena pertanyaan hanya diajukan oleh peneliti. Melalui wawancara dapat
diperoleh data yang lebih lengkap dan mendalam. Data- data yang tidak bisa
diperoleh dari hasil observasi akan dapat dilengkapi dengan melaksanakan
wawancara.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, secara garis besarnya dapat
disimpulkan pada Tabel 4.
44
Tabel 4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Aspek yang diteliti Teknik Pengumpulan Data Instrumen
Persiapan Analisis Dokumen Lembar catatan
dokumen
Proses Pelaksanaan Observasi dan Wawancara Lembar Observasi
Lembar Wawancara
Konsepsi Tes Diagnostik bertingkat
Dua
Tes
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses pembelajaran dan
konsepsi siswa serta mengetahui penyebab siswa mengalami miskonsepsi dan
tidak paham. Jadi dalam hal ini ada dua tugas utama peneliti yaitu melakukan
observasi dan wawancara pada waktu berlangsungnya proses pembelajaran serta
memberikan tes diagnostik bertingkat dua kepada siswa setelah siswa mempelajari
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Berikut akan dijelaskan langkah kerja
dalam penelitian yang dilakukan
1. Menganalisis materi kelarutan dan hasil kali kelarutan berdasarkan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang telah dijabarkan kedalam silabus.
2. Menidentifikasi konsep-konsep pada materi kelaruten dan hasil kali kelarutan,
kemudian membuat peta konsep.
3. Merancang kisi-kisi tes diagnostik bertingkat dua dan membuat butir-butir tes
diagnostik.
45
4. Membuat lembar observasi yang berisi tentang faktor-faktor dalam
perencanaan pembelajaran yang disusun guru dan proses pelaksanan
pembelajaran yang disesuaikan dengan standar proses dalam KTSP
5. Validasi tes diagnostik dan lembar observasi oleh observer.
Validasi soal dilakukan oleh validator yang dalam hal ini adalah dosen
kimia. Tes diagnostik bertingkat dua ini digunakan hanya untuk
mengidentifikasi konsepsi (paham, miskonsepsi, dan tidak paham) pada
siswa setelah mempelajari suatu materi pelajaran dan bukan merupakan tes
hasil belajar. Tes diagnostik bertingkat dua ini hanya divalidasi dari segi
validitas isi. Item soal yang belum valid kemudian direvisi, sampai pada
akhirnya dihasilkan tes diagnostik bertingkat dua yang valid dalam segi
validitas isi.
Validitas isi dari tes diagnostik bertigkat dua adalah validitas yang
diperoleh setelah dilakukan penganalisisan dan penelusuran terhadap isi
yang terkandung dalam tes tersebut. Validitas isi dari tes diagnostik
bertingkat dua ini dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi
yang terkandung dalam tes dengan indikator atau tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Apakah hal-hal yang tercantum dalam tujuan pembelajaran
sudah terwakili secara nyata dalam tes tersebut ataukah belum. Jika
penganalisisan secara rasional tersebut menunjukkan hasil yang
membenarkan maka tes diagnostik bertingkat dua yang sedang diuji
validitas isinya itu dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki
validitas isi.
46
6. Melaksanakan proses observasi dan wawancara.
melakukan observasi terhadap proses pembelajaran pada materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan. Langkah kerja yang dilakukan ada dua, yang
pertama merekam proses pembelajaran dari awal sampai pada akhir materi
dengan menggunakan handycam lalu menganalisisnya, langkah kedua hasil
analisis rekaman yang berupa kesimpulan dipindahkan ke lembaran
observasi. Data yang diperlukan dimasukkan ke dalam lembaran observasi.
7. Setelah proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
selesai dilaksanakan maka diberikan tes diagnostik bertingkat dua.
8. Menganalisis data yang telah diperoleh.
Setelah melaksanakan tes diagnostik, maka dilakukan penilaian terhadap tes
diagnostik siswa. Hasil dari penilaian tes tersebut kemudian dianalisa
dengan menggunakan perhitungan persentase (%). Berdasarkan analisa hasil
tes siswa, akan diperoleh gambaran konsepsi siswa (paham, miskonsepsi,
tidak paham) dan berapa % besar konsepsi siswa pada konsep- konsep
tersebut. Selanjutnya hasil analisa data hasil observasi, wawancara, dan tes
diagnostik dilaporkan dalam suatu kesimpulan.
9. Melaporkan suatu kesimpulan dari data-data yang diperoleh.
Berikut kerangka operasional penelitian dapat diskemakan dalam Gambar 3:
47
Gambar 3. Skema kerangka operasional
E. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi, studi dokumentasi dan
wawancara diolah dengan cara mendeskripsikan dan menganalisis data tersebut
Kelarutan dan hasil kali kelarutan
Analisis Silabus Analisis materi pelajaran kimia
Identifikasi konsep
Penyusunan instrumen(tes diagnostik bertingkat dua,lembar observasi)
Pemberian tes
Analisis data
validasi
Kesimpulan
Observasi Wawancara
48
sampai diperoleh suatu kesimpulan. Prosedur yang dilakukan dalam menganalisis
data hasil penelitian adalah sebagai berikut :
a. Pada tahap perencanaan proses pembelajaran, analisis terhadap RPP guru
berdasarkan pada standar proses dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007.
b. Analisis terhadap tahap pelaksanaan proses pembelajaran berdasarkan
kesesuaian antara pelaksanaan proses pembelajaran di kelas dengan RPP
buatan guru dan standar proses dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007.
c. Pada tahap penilaian, analisis dilakukan terhadap kegiatan penilaian yang
dilakukan guru berdasarkan pada standar penilaian dan sistem penilaian
KTSP.
d. Data dari hasil tes diagnostik bertingkat dua diolah dengan cara :
• Melakukan pengelompokan dari jawaban siswa
Pada penelitian ini digunakan kriteria pengelompokkan tingkat
pemahaman siswa berdasarkan tes diagnostik bertingkat dua yang dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Kriteria PengelompokkanTtingkat Pemahaman Siswa BerdasarkanTes Diagnostik Bertingkat Dua (Sumber : Chandrasegaran, 2009:15)
No Tingkat Pemahaman Kriteria Pemahaman
Tingkat Pertama Tingkat Kedua 1 Paham Benar Benar 2 Miskonsepsi (salah paham) Benar
Salah Salah Benar
3 Tidak Paham Salah Salah
Berdasarkan Tabel 5, siswa termasuk pada kategori paham jika kedua
tingkat jawaban, baik tingkat pertama dan tingkat kedua, memperlihatkan respon
yang benar. Miskonsepsi dikategorikan jika siswa memberikan respon yang benar
49
pada tingkat pertama, tetapi memberikan respon yang salah pada tingkat kedua
atau sebaliknya. Tidak paham dikategorikan jika siswa tidak memberikan respon
atau memberikan respon yang salah pada kedua tingkat.
• Menggunakan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan
perhitungan % untuk mengetahui besarnya konsepsi siswa.
Dalam hal ini siswa dikelompokkan kedalam 3 tingkat pemahaman yaitu
paham, miskonsepsi, dan tidak paham. Teknik analisis statistik deskriptif
menggunakan rumus sebagai berikut:
%100% xNPjawaban =
P = Jumlah peserta pada kelompok jawaban
(paham, miskonsepsi, tidak paham)
N = Jumlah seluruh peserta tes
Untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi dan tidak paham,
dilakukan analisis dengan menghubungkan hasil tes diagnostik bertingkat dua
dengan proses pembelajaran serta hasil wawancara dengan siswa.
50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian
Temuan ini mendeskripsikan bagaimana proses pembelajaran pada materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI- IPA1 dan XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk
Alung. Proses pembelajaran yang diamati meliputi perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran. Proses pembelajaran
yang dilaksanakan berlangsung selama 4 x pertemuan (1 x pertemuan untuk
ulangan harian ). Data mengenai tahap perencanaan proses pembelajaran disajikan
sesuai dengan RPP yang dibuat guru. Begitu juga dengan data pada tahap
penilaian disajikan sesuai dengan penilaian yang dilakukan guru. Sementara data
pada tahap pelaksanaan proses pembelajaran dideskripsikan tiap pertemuan pada
masing-masing kelas.
1. Deskripsi Proses Pembelajaran
a. Perencanaan Proses Pembelajaran
Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dipelajari pada semester 2 di
kelas XI IPA. Guru kimia di kelas XI- IPA1 danXI- IPA2 melakukan
beberapa langkah perencanaan untuk mengajarkan materi ini. Perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK),
kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
51
51
pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar, (Permendiknas
Nomor 41 Tahun 2007).
Berdasarkan studi dokumentasi, guru telah membuat persiapan yaitu
berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berdasarkan silabus
BSNP tahun 2006. Hasil analisis dokumen tentang RPP yang dibuat guru
sebagai berikut:
1) RPP yang dibuat oleh kedua guru yang mengajar dikelas XI IPA-1 dan
XI IPA-2 cenderung sama.
2) Pada RPP guru telah memuat identitas mata pelajaran yang telah sesuai
dengan standar proses. terdiri atas satuan pendidikan, mata pelajaran,
materi pokok, kelas/semsester dan alokasi waktu.
3) SK, KD telah sesuai dengan silabus dan pada indikator pencapaian
kompetensi, guru menjabarkan indikator pencapaian kompetensi
menjadi 7 indikator berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar. Penjabaran ketujuh indikator dapat terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rumusan Indikator dalam RPP guru berdasarkan SK dan KD
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar Indikator
4. Memahami sifat-sifat larutan asam basa, metoda pengukuran dan penerapannya.
4,6. Memprediksi terbentuknya endapan dari suatu reaksi berdasarkan prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan
1. Menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan dalam garam yang sukar larut.
2. Menghubungkan tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau pengendapan.
3. Menuliskan ungkapan berbagai Ksp elektrolit yang sukar larut dalam air.
52
4. Menghitung kelarutan suatu larutan elektrolit yang sukar larut berdasarkan harga Ksp atau sebaliknya.
5. Menjelaskan pengaruh penambahan ion senama dalam larutan.
6. Menentukan pH larutan dari harga Kspnya
7. Memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp dan membuktikannya dengan percobaan.
Indikator yang dibuat guru rumusannya jelas, cakupan rumusan lengkap
dan sudah sesuai dengan kompetensi dasar.
4) Pada RPP guru, pemilihan dan pengorganisasian materi ajar telah sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Materi ajar yang direncanakan telah
berurutan dan sistematik, tetapi di dalam materi ajar tidak memuat fakta,
konsep, prinsip dan prosedur yang relevan. Hal ini tidak sesuai dengan
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 yang mengharuskan dituliskan
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan dalam bentuk butir-butir
sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
5) Pada RPP guru, alokasi waktu pembelajaran yang ditetapkan kedua guru
untuk materi kelarutan dan hasil kali kelarutan adalah 10 x 45 menit (4 x
pertemuan).
6) Metode pembelajaran yang direncanakan belum sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan materi ajar.
7) Dalam kegiatan pembelajaran guru membagi menjadi tiga tahap, yakni
53
kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan awal
yang direncanakan tidak sesuai dengan standar proses, karena tidak
mencantumkan pencapaian tujuan pembelajaran, kegiatan awal hanya
meliputi appersepsi dan motivasi. Kegiatan inti dan kegiatan penutup
yang direncanakan telah sesuai dengan standar proses, kegiatan inti
meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi sedangkan kegiatan
penutup yang direncanakan meliputi rangkuman, memberikan PR dan
tugas baca. Pada kegiatan pembelajaran ini guru tidak mencantumkan
pemetaan waktu yang direncanakan dalam setiap kegiatan pembelajaran.
8) Dalam RPP guru, penilaian hasil belajar telah disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran dan mengacu kepada standar penilaian, tetapi instrumen
soal, kunci jawaban/pedoman penskoran tidak lengkap.
9) Sumber belajar yang direncanakan guru terdiri atas kurikulum KTSP,
buku kimia 2, bilingual terbitan Tiga Serangkai, Yudhistira, dan A- Level
Chemistry for senior high school students vol 2B. Siswa diwajibkan
memiliki salah satu buku pegangan tersebut.
10) rencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat guru belum
sesuai dengan prinsip-prinsip pembuatan RPP. RPP yang dibuat oleh
kedua guru belum memperhatikan perbedaan peserta didik.
b Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi dari
RPP yang telah dibuat guru. Adapun beberapa persyaratan dalam
54
pelaksanaan proses pembelajaran yang penulis amati, yakni rombongan
belajar, buku teks pelajaran dan pengelolaan kelas. Berdasarkan hasil
observasi, diperoleh data bahwa jumlah peserta didik pada kelas XI IPA1
dan kelas XI IPA 2 sebanyak 28 orang, berarti telah memenuhi kondisi
ideal dimana jumlah maksimum peserta didik setiap rombongan belajar
adalah 32 peserta (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007).
Buku teks pelajaran yang digunakan siswa, rasionya adalah 1
buku tiap 1 orang siswa. Hal ini telah sesuai dengan Permendiknas Nomor
41 Tahun 2007, dimana rasio buku teks untuk peserta didik yang
disyaratkan adalah 1:1. Pengelolaan kelas yang teramati (pada kelas XI
IPA 1 dan XI IPA 2) adalah, guru sudah melaksanakan sesuai dengan
standar yang ditetepakan dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007,
yaitu : Volume dan intonasi guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat
didengar dengan baik oleh siswa. Guru menggunakan bahasa tulis dan
lisan yang baik dan jelas. Guru menciptakan ketertiban, kenyamanan,
dalam menyelenggarakan proses pembelajaran. Guru menghargai
pendapat peserta didik dan guru juga memakai pakaian yang sopan, bersih
dan rapi.
Hasil observasi pelaksanaan proses pembelajaran kelarutan dan
hasil kali kelarutan di kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 di SMAN 1 Lubuk Alung
dideskripsikan tiap pertemuan pada masing-masing kelas, dapat dilihat pada
Tabel 7.
55
Tabel 7. Pelaksanaan Pembelajaran Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di Kelas XI- IPA1 dan XI- IPA2.
Pertemuan I Kelas XI-IPA2 (26 April 2011)
Kelas XI-IPA1 (25 April 2011)
Kegiatan awal
Guru mengabsen siswa, dan menuliskan topik pembelajaran yang akan diajarkan di papan tulis. Guru tidak menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan tidak meriview pelajaran sebelumnya dan konsep prasyarat.
Guru mengabsen siswa Guru tidak menjelaskan tujuan pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Guru pun tidak meriview pelajaran sebelumnya dan konsep prasyrat.
Kegiatan inti Guru langsung menjelaskan pengertian kelarutan dan hasil kali kelarutan, tanpa memberikan motivasi kepada siswa agar tertarik untuk mempelajari materi yang akan diajarkan. Untuk menjelaskan pengertian kelarutan, guru memulai dengan menjelaskan larutan jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh, kemudian menyimpulkan definisi kelarutan. Siswa mencatat definisi kelarutan. Kemudian guru melanjutkan dengan membahas kelarutan dan hasil kali kelarutan. Guru menuliskan reaksi setimbang beberapa larutan elektrolit yang sukar larut dan menentukan persamaan Kspnya. Setelah mendefinisikan pengertian Ksp, guru melanjutkan membahas hubungan kelarutan dengan Ksp. Guru memberikan beberapa contoh soal dan menyuruh beberapa siswa untuk mengerjakan soal
Guru menuliskan topik yang akan dibahas di papan tulis. Guru langsung menjelaskan apa yang dimaksud dengan larutan jenuh, belum jenuh dan tepat jenuh. dengan mencontohkan memasukkan garam NaCl dengan takaran bervariasi pada segelas air. Kemudian siswa disuruh mendefinisikan apa yang dimaksud larutan jenuh, tepat jenuh, lewat jenuh dan kelarutan. Guru melanjutkan dengan menerangkan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Guru memulainya dengan membuat reaksi kesetimbangan garam NaCl dan MgCl2, kemudian menentukan persamaan Kspnya, salah satu siswa disuruh mendefinisikan Ksp. Guru tidak memberikan penekanan bahwa Ksp adalah hasil kali ion-ion dalam larutan jenuh. Guru melanjutkan membahas pelajaran
56
tersebut ke papan tulis, guru membantu siswa menyelesaikan soal-soal tersebut. Guru memberikan konfirmasi bahwa: jika senyawa yang sukar larut terdiri atas dua ion maka Ksp= s2, jika terdiri atas tiga ion maka Ksp= 4s3, jika terdiri atas empat ion maka Ksp=27s4 dan jika terdiri atas lima ion maka Ksp=108s5
berikutnya yaitu hubungan kelarutan dengan Ksp. Jika kelarutan suatu larutan diketahui maka Kspnya dapat dicari, begitu pula sebaliknya. Guru mencontohkan mencari hubungan kelarutan dengan Ksp, kemudian guru memberikan beberapa soal dan siswa disuruh mengerjakannya ke papan tulis.
Kegiatan penutup
Guru menugaskan siswa untuk membaca konsep yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya. guru tidak menyimpulkan pelajaran, dan tidak memberikan tugas mandiri agar siswa lebih paham.
Guru tidak menyimpulkan pelajaran. Guru memberikan PR dari buku tiga serangkai. Guru memberikan tugas baca untuk konsep selanjutnya.
Pertemuan 2
Kelas XI-IPA2 (29 April 2011)
Kelas XI-IPA1 (29 April 2011)
Kegiatan awal
Guru mengabsen kehadiran siswa kemudian meriview pembelajaran sebelumnya dengan menggunakan metode tanya jawab. Guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru tidak memberikan motivasi agar siswa tertantang untuk mempelajari materi yang akan diajarkan.
Guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru meriview pelajaran sebelumnya dengan membahas PR yang dianggap sulit. Guru tidak mempersiapkan peserta didik untuk belajar, dan guru pun tidak memberikan motivasi kepada siswa agar tertarik untuk mempelajari materi yang akan diajarkan. Guru langsung masuk kepada kegiatan inti
57
Kegiatan inti Guru langsung menjelaskan pengertian ion senama dan pengaruhnya terhadap kelarutan, jika kedalam larutan dimasukan ion senama, maka kelarutannya akan berkurang, semakin besar konsentrasi ion senama yang ditambahkan kedalam suatu larutan jenuh semakin kecil pula kelarutannya. Guru menjelaskan konsep ini dengan mengunakan asas lee chatelier dan membahas soal sebagai berikut: Diketahui Ksp AgCl = 1x10-10, tentukan kelarutan AgCl dalam
a. Air murni b. Larutan NaCl 0,1M c. Larutan NaCl 0,2 M d. Larutan AgNO3 0,1M
Untuk menjawab soal b, guru menjelaskan Ksp= [Ag+][Cl-], konsentrasi Cl- adalah (0,1+s) karena harga s sangat kecil maka s dapat diabaikan. Sehingga kelarutan AgCl dapat di hitung, siswa melanjutkan mengerjakan soal c dan d.
Guru melanjutkan pembelajaran dengan membahas kelarutan dan pH. Guru memberikan contoh soal menghitung harga Ksp larutan jenuh M(OH)3 yang mempunyai pH=9. Guru menyelesaikan contoh soal bersama siswa. Guru juga memberikan contoh menyelesaikan bagaimana menghitung pH larutan jenuh jika Kspnya diketahui. Kemudian menyuruh siswa mengerjakan beberapa
Guru menuliskan materi yang akan diajarkan di papan tulis, dan langsung menjelaskan pengaruh penambahan ion senama terhadap kelarutan. Guru menjelaskan ion senama dan membahas soal hal 82 nomor 2 dari buku tiga serangkai. Guru memberikan contoh soal menghitung kelarutan AgI (Ksp AgI=1x10-16) dalam larutan AgNO3 0,1 M! Ksp AgI= [Ag+][I-], konsentrasi I- adalah s dan konsentrasi Ag+ adalah(0,1+s), karena s sangat kecil maka s dapat diabaikan. Guru menyimpulkan pengaruh ion senama akan memperkecil kelarutan. Guru tidak menjelaskan mengapa penambahan ion senama dapat memperkecil kelarutan, guru tidak menjelaskan dengan mengaitkannya pada asas lee chatelier Kemudian guru memberikan soal dan menyuruh siswa untuk mengerjakan soal tersebut di papan tulis. Selanjutnya guru menerangkan materi reaksi pengendapan. Guru menuliskan, jika Q>Ksp, maka larutan belum mengendap, jika Q=Ksp, maka larutan dinyatakan akan mulai mengendap dan jika Q<Ksp, maka larutan mengendap. Guru memberikan contoh reaksi
58
soal,dan menunjuk beberapa siswa untuk menyelesaikannya di papan tulis.
pengendapan, tetapi soal yang di contohkan salah, sehingga siswa sulit untuk memahaminya. Karena banyak siswa yang tidak paham maka guru menambah contoh soal.
Kegiatan penutup
Guru dan siswa menyimpulkan pelajaran. . Guru memberikan tugas baca untuk konsep selanjutnya. Guru tidak memberikan tugas mandiri untuk dikerjakan di rumah agar siswa lebih paham.
Guru dan siswa menyimpulkan pelajaran. Guru memberikan tugas mandiri untuk dikerjakan di rumah. Guru juga menyuruh siswa membaca konsep selanjutnya.
Pertemuan 3
Kelas XI-IPA2 (3 Mai 2011)
Kelas XI-IPA1 (5 Mai 2011)
Kegiatan awal
Guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran dan tidak pula mereview pelajaran sebelumnya. Guru tidak memotivasi siswa agar tertarik untuk mempelajari materi yang akan diajarkan dan guru pun tidak mengabsen peserta didik
Guru tidak mengabsen siswa dan tidak menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru dan siswa meriview pelajaran sebelumnya dengan jalan Tanya jawab. Guru memotivasi siswa agar tertarik untuk mempelajari materi yang akan diajarkan dengan menanyakan adakah hubungan Ksp dengan pH larutan?
Kegiatan inti Guru langsung menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu fungsi Ksp, guru mendiktekan fungsi Ksp kepada siswa. Setiap larutan jenuh mempunyai harga Ksp tertentu, harga Ksp berfungsi untuk mengetahui apakah suatu elektrolit masih dapat
Guru menjelaskan hubungan pH larutan dengan Ksp, serta perhitungannya. Guru memberikan contoh dan latihan Siswa menyimak dan mengerjakan soal latihan
59
larut atau tidak, jika Qs<Ksp, maka larutan masih dapat larut. Jika Qs=Ksp, maka larutan akan mulai mengendap dan jika Qs>Ksp , maka larutan mengendap. Guru menerangkan apa yang dimaksud dengan Qs, Qs adalah hasil kali ion-ion semua larutan. Guru membahas contoh soal yang diberikan.siswa menyimak dan mencatat penjelasan guru.
. Guru menyuruh beberapa siswa mengerjakan soal latihan ke papan tulis.
Kegiatan penutup
Guru dan siswa menyamakan konsep terjadinya reaksi pengendapan dari hubungan Qc dengan Ksp. Guru memberikan peng-arahan mengenai ulangan harian untuk minggu depan.
Guru tidak menyimpulkan pelajaran. Guru memberikan soal-soal latihan. Guru memberikan peng-arahan mengenai ulangan harian untuk minggu depan.
Pertemuan 4
Kelas XI-IPA2 (10 Mai 2011)
Kelas XI-IPA1 (9 Mai 2011)
Ulangan Harian
Mengerjakan soal UH sebanyak 8 soal yang terdiri atas 6 soal pilihan berganda dan 2 soal essay
Mengerjakan soal UH sebanyak 8 soal yang terdiri atas 6 soal pilihan berganda dan 2 soal essay ( soal ulangan harian sama dengan kelas XI-IPA2
b. Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta dapat
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan
memperbaiki proses pembelajaran.
60
Pada penilaian hasil pembelajaran ini, guru hanya memberikan
penilaian pada ranah kognitif saja. Guru memberikan ulangan harian
tentang pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan yang berupa tes
tertulis.. Analisis konsep Ulangan Harian dapat digambarkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis konsep Ulangan Harian
Konsep No soal Soal
Ksp Kelarutan Hubungan pH dengan Ksp Pengaruh ion senama Reaksi pengendapan
1,2 3 4,5 6 7,8
Kelarutan Ba3(PO4)2 adalah a M, ksp Ba3(PO4)2=………. Tentukan Ksp Ag2CrO4 jika kelarutan Ag2CrO4= 10-2M Jika Ksp Cr(OH)2 pada suhu 289 K adalah 1,08 x 10-19, tentukanlah kelarutan Cr(OH)2 X(OH)2 mempunyai pH=9, hitunglah Ksp X(OH)2 Kelarutan L(OH)2 dalam air adalah 5x10-4. Hitung pH L(OH)2 Kelarutan PbI2 (Ksp PbI2= 1,6x10-8) dalam Pb(NO3)2 adalah….. Jika 100 ml larutan NaCl 0,002 M dicampur dengan 200 ml Pb(NO3)2 0,003 M .Ramalkan apakah terjadi endapan. (Ksp PbCl2=1x10-8) Sebanyak 50 ml larutan K2CrO4 1x10-2M, masing-masing dimasukkan kedalam lima wadah yang berisi ion Ba+2,Ca+2,Cu+2,Sr+2 dan Pb+2 dengan volum dan konsentrasi yang sama. Jika Ksp BaCrO4,CaCrO4,CuCrO4,SrCrO4danPbCrO4 diketahui, tentukan garm yang mengendap.
61
Soal ulangan harian yang dibuat guru sudah mencakup semua tujuan
pembelajaran. Dari hasil analisis ulangan harian pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan masih banyak siswa yang belum mencapai
KKM. Siswa kelas XI-IPA1 yang mencapai KKM sebanyak 55% dan siswa
kelas XI-IPA2 yang mencapai KKM sebanyak 60%. Siswa yang tidak
mencapai KKM diberikan remedial.
2. Deskripsi Data Konsepsi Siswa
Data hasil penelitian ini adalah data mengenai konsepsi siswa
terhadap konsep-konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Konsepsi adalah tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran,
dimana konsepsi ini meliputi tiga tingkatan yaitu, paham (P), miskonsepsi
(M), dan tidak paham (T). Konsepsi siswa terhadap materi ini dapat
diketahui melalui hasil tes yang diberikan kepada siswa di masing-masing
kelas berupa tes diagnostik bertingkat dua sebanyak 16 butir soal. Masing-
masing butir soal mewakili satu konsep yang terdapat dalam materi
kelarutan dan hasil kelarutan.
Tes diagnostik bertingkat dua yang diberikan kepada 28 orang siswa
kelas XI-IPA1 dan 28 orang siswa kelas XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung,
pada hari jumat, tanggal 20 mei 2011. Dari hasil tes diagnostik tersebut
diperoleh data, yang kemudian dikelompokan atas tiga kelompok tingkat
pemahaman yaitu Paham (P), Miskonsepsi (M) dan Tidak Paham (T).
Distribusi konsepsi siswa kelas XI-IPA1dan kelas XI-IPA2 ditampilkan
pada Gambar 4, 5 dan 6.
62
Analisa data secara kuantitatif bertujuan untuk menentukan
persentase miskonsepsi siswa terhadap konsep-konsep pada materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan. Siswa dinyatakan mengalami miskonsepsi jika
memberikan jawaban yang benar pada tingkat pertama namun memberikan
alasan yang tidak tepat atau tidak memberikan alasan (kosong) pada tingkat
kedua. Siswa juga dinyatakan mengalami miskonsepsi jika memberikan
respon yang salah atau tidak memberikan alasan (kosong) pada tingkat
pertama akan tetapi respon yang diberikan pada tingkat kedua menunjukan
pemahaman konsep.
Tabel 9. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa Kelas XI IPA 1
Konsep Item no
% Siswa paham
% Siswa miskonsepsi
% Siswa tidak
paham • Tetapan hasil kali
kelarutan 1 71,4 17,0 10,7 2 67,8 21,0 10,7 3 67,8 21,0 10,7 4 39,3 42,0 17
• Kelarutan 5 75,0 17,0 7,10 6 42,8 3,50 53,6 7 7,2 57.0 35,7
• Pengaruh ion sejenis
8 14,3 78,0 7,10 10 35,7 35,7 28,5 11 7,2 75,0 25,0
• Kesetimbangan ion
9 39,3 42,0 18,7
• Pengaruh pH 12 35,7 28,5 35,7 13 28,6 3,50 67,8
• Larutan jenuh, belum jenuh dan lewat jenuh
14 14,3 57,0 28,5 • Reaksi
pengendapan 15 3,57 60,7 35,7 16 10,7 60,7 28,5
63
Berdasarkan Tabel 9, siswa kelas XI IPA 1 mengalami miskonsepsi
dan tidak paham pada semua konsep dengan persentase yang berbeda-beda.
Jika dilihat secara umum, siswa yang mengalami miskonsepsi lebih banyak
dari pada siswa yang tidak paham. Setelah dilakukan identifikasi dan
analisis terhadap jawaban-jawaban siswa ditemukanlah beberapa
miskonsepsi dan ketidakpahaman yang dominan terjadi pada siswa. Tabel
10, menyajikan miskonsepsi dan ketidakpahaman yang muncul dari siswa.
64
Tabel 10. Miskonsepsi Siswa yang Teridentifikasi pada Kelas XI IPA 1
Konsep Miskonsepsi % Siswa
• Tetapan hasil kali kelarutan
• Pada saat jenuh, hitung Ksp garam Pb(NO3)2, jika diketahui kelarutan Pb(NO3)2 dalam air 33,1 mg/L. Pada dasarnya siswa dapat menentukan konsentrasi dan persamaan Ksp garam tersebut, tetapi pada saat memasukkan nilai konsentrasi kedalam persamaan Ksp tidak dikalikan dengan koefisiennya. Ksp=[Pb2+].[NO3]2 = s.s2 (4)
42
• Pengaruh ion sejenis
• Penambahan ion sejenis akan memperkecil kelarutan, semakin besar konsentrasi ion sejenis yang ditambahkan maka semakin kecil kelarutannya, karena adanya ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan, kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Sesuai dengan asas lee chatelier. (8)(11)
78
• Kelarutan • Senyawa yang sukar larut bila kelarutannya dalam air sangat besar. Siswa menjawab salah tapi alasannya benar. (7)
57
• Kesetimbangan ion
• Berapakah Konsentrasi ion M+ dalam M2CO3 (Ksp=3,2x10-11)? Pada umumnya siswa dapat menentukan harga kelarutan M2CO3, tetapi pada saat menentukan konsentrasi ion M+ tidak dikalikan dengan koefisiennya. (9)
42,0
• Larutan belum jenuh
• Jika 100 ml AgNO3 0,0004M +100 ml HCl 0,00002M (Ksp AgCl=4x10-8 apa jenis larutan yang terjadi? Siswa menjawab benar tapi alasannya salah, siswa salah menentukan nilai Q (14)
57
• Reaksi pengendapan
• Terbebtuk endapan jika Q=Ksp. Siswa menjawab benar tetapi alasannya salah.(15) (16)
60,7
Tabel 11. Ketidakpahaman Siswa yang Teridentifikasi pada Kelas XI IPA 1
Konsep Ketidak pahaman siswa % Siswa
• Kelarutan • Siswa tidak tahu tentang kelarutan yang diencerkan 100x apakah berpengaruh terhadap
35,7
65
Lajutan Tabel 11
Selanjutnya, jika dilihat secara umum di kelas XI IPA 2 siswa yang
miskonsepsi lebih banyak jumlahnya dari siswa yang tidak paham. Berikut ini
adalah persentase siswa yang paham, miskonsepsi dan tidak paham pada
masing-masing item soal.
Tabel 12. Persentase Tingkat Pemahaman siswa kelas XI IPA 2
Konsep Item no
% Siswa paham
% Siswa miskonsepsi
% Siswa tidak
paham • Tetapan hasil kali
kelarutan 1 78,6 10,7 7,10 2 60,7 10,7 25,0 3 50,0 25,0 21,0 4 17,9 25,0 53,6
• Kelarutan 5 67,9 28,5 0,00 6 39,3 3,50 53,6 7 14,3 53,6 42,0
• Pengaruh ion sejenis
8 17,9 60,7 17,0 10 28,6 21,0 42,0 11 7,1 67,8 28,5
• Kesetimbangan ion 9 39,3 39,3 17,0 Lanjutan Tabel 12
Konsep Ketidak pahaman siswa % Siswa
Kps. ( 6 ) • Siswa tidak tahu hubungan Ksp dengan
kelarutan. Kelarutan yang bagaimana yang menyebabkan suatu senyawa paling sukar larut dalam air. (7)
• pH • Siswa tidak dapat menentukan pH suatu larutan jenuh . Siswa tidak dapat menentukan pH larutan jenuh jika Ksp diketahui. (12)
• Siswa tidak paham menentukan Ksp jika pH diketahui. (13)
35,71
67,8
• Reaksi pengendapan
• Siswa tidak paham mengenai reaksi pengendapan. Apa syarat reaksi itu akan mengendap?
35,7
66
Konsep Item no
% Siswa paham
% Siswa miskonsepsi
% Siswa tidak
paham • Pengaruh pH 12 60,7 21,0 14,3
13 28,6 0,0 64,2 • Larutan jenuh,
belum jenuh dan lewat jenuh
14 14,3 50,0 25.0 • Reaksi
pengendapan 15 10,7 42,8 42,8 16 10,7 71,4 14,3
Selanjutnya, setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa maka
ditemukanlah beberapa miskonsepsi dan tidak paham yang terjadi pada siswa,
seperti yang diuraikan dalam Tabel 13.
Tabel 13. Miskonsepsi Ssiswa yang Teridentifikasi pada Kelas XI IPA 2
Konsep Miskonsepsi % Siswa
• Pengaruh ion sejenis
• Penambahan ion sejenis akan memperkecil kelarutan, semakin besar konsentrasi ion sejenis yang ditambahkan maka semakin kecil kelarutannya, karena adanya ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan, kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Sesuai dengan asas lee chatelier. (8) (11)
60,7
• Kelarutan • Senyawa yang sukar larut bila kelarutannya dalam air sangat besar. Siswa menjawab salah tapi alasannya benar. (7)
53,6
• Kesetimbangan ion
• Berapakah Konsentrasi ion M+ dalam M2CO3 (Ksp=3,2x10-11)? Pada umumnya siswa dapat menentukan harga kelarutan M2CO3, tetapi pada saat menentukan konsentrasi ion M+ tidak dikalikan dengan koefisiennya. (9)
39,3
• Larutan belum jenuh
• Jika 100 ml AgNO3 0,0004M +100 ml HCl 0,00002M (Ksp AgCl=4x10-8 apa jenis larutan yang terjadi? Siswa menjawab benar
50,0
Lanjutan Tabel 13
67
Konsep Miskonsepsi % Siswa
tapi alasannya salah, siswa salah menentukan nilai Q (14)
• Reaksi pengendapan
• Terbebtuk endapan jika Q=Ksp. Siswa menjawab benar tetapi alasannya salah. (16)
71,4
Tabel 14. Ketidakpahaman Siswa yang Teridentifikasi pada Kelas XI IPA 2
Konsep Ketidakpahaman siswa % Siswa
• Kelarutan • Siswa tidak tahu tentang kelarutan yang diencerkan 100x apakah berpengaruh terhadap Ksp. (6)
• Siswa tidak tahu hubungan Ksp dengan kelarutan. Kelarutan yang bagaimana yang menyebabkan suatu senyawa paling sukar larut dalam air. (7)
53,6
42,0
• pH • Siswa tidak paham menentukan Ksp suatu garam bersifat basa jika pH diketahui. (13)
64,2
• Reaksi pengendapan
• Siswa tidak paham mengenai reaksi pengendapan. Reaksi akan mengendap jika Q>Ksp. Jadi siswa harus mencari harga Q dahulu, baru dibandingkan dengan Ksp
42,8
• Pengaruh ion sejenis
• Siswa tidak paham menentukan kelarutan AgI dalam larutan yang mengandung ion sejenis. Adanya ion sejenis akan memperkecil kelarutan.
42,0
Tabel 9 dan Tabel 12, secara nyata dapat membedakan tingkat
pemahaman siswa terhadap konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Berdasarkan persentase tingkat pemahaman siswa disetiap butir soal, dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa siswa di kedua kelas tersebut masih
banyak yang mengalami miskonsepsi ataupun tidak paham terhadap
kons
kons
berik
Gam
Ket
Soa Soa Soa Soa Soa
Soa
Soa
pers
enta
sepa
ham
sep dalam m
sepsi siswa p
kut:
mbar 4. DiaXI I
terangan gam
al nomor 1,al nomor 5,al nomor 8,al nomor 9 al nomor 12al nomor 1
al nomor 15
0102030405060708090
1 2
pers
enta
se p
aham
Per
materi kelarut
pada kedua
agram persenIPA2 yang p
mbar 4,5 dan
,2,3,4 mew,6,7 mew,10,11 mew mew
2,13 mew14 mew
lew5,16 mew
2 3 4 5 6
sentase Ti
tan dan hasi
kelas terliha
ntase tingkapaham dari h
n 6.
wakili konsepwakili konsepwakili konsepwakili konsepwakili konsep
wakili konsepwat jenuh wakili konsep
7 8 9 10
Nomor soa
ingkat Pe(Paham
l kali kelaru
at pada Gam
t pemahamahasil tes diag
p tetapan hap Kelarutanp Pengaruh ip kesetimbanp pengaruh pp larutan jen
p reaksi pen
0 11 12 13 14
al
mahamanm)
utan. Persent
mbar 4,5 dan
an siswa XIgnostik bertin
sil kali kelarn ion senama ngan ion pH larutan nuh, belum
gendapan
15 16
n Siswa
XX
68
tase tingkat
n 6 sebagai
I IPA1 dan ngkat dua.
rutan
jenuh dan
XI-IA1XI-IA2
69
Dari Gambar 4, terlihat bahwa pada umumnya siswa kelas XI IPA1 dan XI
IPA2 paham pada konsep tetapan hasil kali kelarutan (soal nomor 1,2,3)
tetapi persentase siswa yang paham pada kelas XI IPA1 lebih banyak
dibandingkan persentase siswa yang paham pada kelas XI IPA2. Demikian
pula pada soal nomor 5 yang membahas tentang konsep kelarutan persentase
siswa yang paham pada kedua kelas lebih dari 65% .
Gambar 5. Diagram persentase tingkat pemahaman siswa kelas XI IPA1 dan XI IPA2 yang miskonsepsi dari hasil tes diagnosti bertingkat dua
Dari Gambar 5, terlihat bahwa pada umumnya siswa XI IPA1 cenderung
lebih banyak yang mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa XI-IPA2.
Miskonsepsi terutama terjadi pada konsep pengaruh ion sejenis (soal nomor 8
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pers
enta
si M
isko
nsep
si
Nomor Soal
Persentase Tingkat pemahaman Siswa(Miskonsepsi)
XI-IA1
XI-IA2
70
dan 10), konsep kelarutan (soal nomor 7), konsep larutan jenuh (soal nomor
14) dan konsep reaksi pengendapan (soal nomor 15 dan 16).
Gambar 6. Diagram persentase tingkat pemahaman siswa kelas XI-IPA1
dan XI-IPA2 yang tidak paham dari hasil tes diagnostik
bertingkat dua.
Dari Gambar 6, terlihat bahwa pada umumnya siswa kelas XI-IPA2
cenderung lebih banyak yang tidak paham dibandingkan siswa kelas XI-
IPA1. Ketidakpahaman siswa terutama pada konsep pengaruh pH (soal no
13), persentase siswa yang tidak paham pada soal ini mencapai lebih dari
60%.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pers
enta
si T
idak
Pah
am
Nomor Soal
Persentase Tingkat Pemahaman Siswa(Tidak Paham)
XI-IA1
XI-IA2
71
B. Pembahasan
1. Analisis Proses Pembelajaran
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, analisis yang dilakukan terhadap RPP kedua
guru didasarkan pada standar proses dalam Permendiknas No.41 Tahun 2007.
Dari hasil studi dokumentasi, RPP yang dibuat kedua guru adalah sama. Hal
ini disebabkan karena guru membuat RPP secara bersama-sama didalam
suatu kelompok kerja guru (KKG) kimia di SMA Negeri 1 Lubuk Alung.
Setiap guru yang mengajar pada tingkat yang sama, membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar, LKS dan revisi silabus secara
bersama-sama disetiap awal tahun pelajaran.
RPP yang dibuat guru telah memuat semua komponen yang
diharuskan dalam Permendiknas No.41 Tahun 2007, yaitu mencakup identitas
mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran,
materi ajar, alokasi waktu, metoda pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian hasil belajar dan sumber belajar. Akan tetapi ada komponen-
komponen yang isinya belum memenuhi standar yaitu komponen materi
pembelajaran, metode pembelajaran dan kegiatan pembelajaran
Materi pembelajaran yang direncanakan kedua guru sudah mencakup
semua tujuan pembelajaran, disajikan secara berurut dan sistematis, akan
tetapi komponen materi pembelajaran yang direncanakan tidak lengkap.
Menurut Permendiknas No.41 Tahun 2007, materi pembelajaran haruslah
memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam
72
bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
Materi pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan (Buku Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran). Jenis- jenis
dari materi pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan meliputi fakta,
konsep dan prinsip. Contoh fakta, konsep dan prinsip pada KD 4.6. sebagai
berikut:
Fakta :
- AgCl merupakan contoh garam yang sukar larutan dalam air
- Kelarutan < Ksp menandakan larutan belum jenuh
- Kelarutan = Ksp menandakan larutan tepat jenuh
- Kelarutan > Ksp menandakan terjadinya pengendapan
Konsep :
- Kelarutan (Qc) adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam
sejumlah tertentu pelarut
- Ketetapan hasil kali kelarutan (Ksp) adalah Tetapan kesetimbangan dari
kesetimbangan anatara s garam atau basa yang sedikit larut
Prinsip :
Q < Ksp tidak terbentuk endapan
Q = Ksp larutan manjadi jenuh tetapi belum terbentuk endapan
Q > Ksp terbentuk endapan
Guru yang mampu mengidentifikasi jenis materi pembelajaran akan
mampu menentukan metode dan media yang tepat untuk digunakan dalam
73
pembelajaran, karena setiap jenis materi pembelajaran memerlukan metode,
media, strategi yang berbeda- beda sehingga ketercapaian standar kompetensi
dapat terukur.
Metode pembelajaran yang direncanakan kedua guru belum sesuai
dengan tujuan pembelajaran dan materi ajar. Contohnya pada materi
pengendapan sesuai dengan tujuan pembelajaran harus dibuktikan melalui
eksperimen tetapi dalam perencanaan pembelajarannya tidak menggunakan
metode eksperimen, sehingga indikator yang telah dirumuskan tidak tercapai.
Setelah dikonfirmasi dengan kedua guru yang mengajar di kelas XI IPA 1 dan
XI IPA 2, alasan mereka tidak melakukan eksperimen pada materi
pengendapan disebabkan karena waktu yang tidak cukup sedangkan materi
masih banyak yang belum diselesaikan, sehingga mereka memilih untuk
menggunakan metode ceramah. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif bila guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui contoh- contoh konkret
mengenai materi tersebut, salah satunya dengan melaksanakan kegiatan
praktikum.
Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak melakukan pemetaan waktu
dalam perencanaan pembelajarannya, sehingga pelaksanaan pembelajaran
tidak sesuai dengan waktu yang ditetapkan, sering kali guru kehabisan waktu
untuk melakukan kegiatan penutup, seperti membuat rangkuman/simpulan,
memberikan tugas atau menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
74
berikutnya. Hal ini dapat menyebabkan tujuan kegiatan pencapaian
kompetensi tidak tercapai.
RPP yang di buat guru yang mengajar di kelas XI-IPA1 tidak
melampirkan soal ulangan harian sebagai bahan penilaian hasil belajar.
Sebaiknya guru melampirkan soal ulangan harian sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi lengkap dengan kunci jawaban dan pedoman
penskorannya. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru digunakan
untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan
memperbaiki proses pembelajaran. Soal ulangan harian harus dipersiapkan
dengan sebaik-baiknya begitu pula dengan soal pengayaan untuk siswa yang
sudah mencapai KKM dan soal remedial untuk siswa yang belum mencapai
KKM. Sementara penilaian hasil pembelajaran yang direncanakan guru hanya
dua aspek yaitu aspek kognitif dengan pemberian tes, dan aspek afektif
dengan menilai sikap siswa selama PBM. Secara umum RPP yang disusun
oleh kedua guru telah memuat semua komponen yang disyarat dalam
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007.
Berdasarkan analisis terhadap RPP yang disusun guru, didapat bahwa
RPP guru belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan RPP
yang terdapat dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Penyusunan RPP
belum memperhatikan perbedaan individu peserta didik. Hal ini dapat dilihat
dalam RPP guru, Didalam kegiatan pembelajaran guru hanya menggunakan
metode diskusi dan eksperimen. Dalam eksplorasi guru merencanakan
75
melakukan diskusi, tetapi guru tersebut tidak membagi siswa kedalam suatu
kelompok diskusi. Seharusnya guru membuat sutu kelompok diskusi dengan
memperhatikan perbedaan individu peserta didik, seperti pembentukkan
kelompok berdasarkan jenis kelamin, tingkat inteligensi siswa, minat siswa
dan lain-lain sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik. Guru tidak
menggunakan strategi dan metode mengajar yang bervariasi, dengan
menggunakan strategi dan metode mengajar yang bervariasi diharapkan
semua peserta didik dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh
guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan apa yang
direncanakan. Selain prinsip tersebut RPP guru juga tidak menerapkan
teknologi informasi dan komunikasi, padahal sekolah menyediakan fasilitas
teknologi informasi dan komunikasi secara lengkap seperti laptop, LCD, in
fokus bahkan jaringan internet yang dapat diakses siswa di sekolah. Dengan
menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran
dapat membuat pelajaran tersebut menarik, inspiratif, kreatif, menyenangkan
dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
RPP merupakan program perencanaan yang disusun sebagai pedoman
pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. Jika
RPP yang disusun belum sistematis maka tujuan pembelajaran tidak akan
tercapai dengan baik, sebab perencanaan adalah proses dan cara berfikir yang
dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan. Guru bisa saja mengajar
tanpa membuat perencanaan terlebih dahulu, tetapi mengajar yang dilakukan
guru hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran saja. Mengajar dalam
76
pengertian sebenarnya adalah proses mengatur lingkungan supaya siswa
belajar yang kemudian disebut pembelajaran. Dengan demikian setiap proses
pembelajaran selamanya akan bergantung pada tujuan kemudian materi
pelajaran serta karakteristik siswa sebagai subjek belajar. Oleh karena itu
guru perlu merencanakan pembelajaran atau membuat RPP dengan tepat dan
sistematis sebagai bagian tugas profesional guru.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, yang
meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Berdasarkan analisis terhadap pelaksanaan proses pembelajaran di kelas XI-
IPA1 dan XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung, didapat bahwa RPP kedua guru
belum terimplementasikan dengan baik dalam pelaksanaan pembelajaran di
dalam kelas. Hal ini disebabkan karena kedua guru tidak membawa RPP ke
dalam lokal saat mengajar, sehingga pelaksanaan pembelajaran tidak
berpedoman pada RPP yang sudah dibuat sebelumnya.
Metode pembelajaran yang dibuat dalam RPP tidak sesuai dengan
pelaksanaannya, dalam RPP dibuat metode tanya jawab, diskusi dan
eksperimen, tetapi pada pelaksanaannya kedua guru hanya menggunakan
metode ceramah yang diselingi dengan sedikit tanya jawab dan materi
tentang memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp yang
didalam silabus menggunakan metode eksperimen tidak dilaksanakan.
Setelah dikonfirmasi dengan kedua guru yang mengajar di kelas XI IPA1 dan
XI IPA2, alasan tidak dilaksanakan eksperimen pada materi pengendapan
77
disebabkan karena waktu sudah tidak mencukupi lagi sedangkan materi masih
banyak yang belum diselesaikan. Dengan tidak dilaksanakan eksperimen
tentang materi pengendapan siswa akan mengalami kesulitan memahami
materi ini, karena siswa hanya berlatih menyelesaikan soal-soal tentang
pengendapan dan menghafal konsep yang bersifat abstrak. Menurut teori
belajar bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif bila guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori,
definisi, dan sebagainya melalui contoh-contoh konkret mengenai materi
tersebut, salah satunya dengan melaksanakan praktikum.
Media pembelajarannya pun tidak sesuai dengan RPP yang di buat,
dalam RPP dibuat menggunakan power point, charta dll, tetapi pada
pelaksanaannya guru tidak menggunakan media pembelajaran apapun.
Setelah dikonfirmasi dengan guru yang mengajar di kelas XI IPA1 dan XI
IPA2 mengenai hal ini, guru tersebut menyatakan bahwa mereka tidak
membuat media karena tidak sempat mempersiapkannya. Sebaiknya guru
menggunakan media dalam pembelajaran, agar pembelajaran lebih menarik
tidak membosankan dan siswa menjadi lebih termotivasi untuk memahami
materi yang diajarkan. Pembelajaran yang efektif harus ditinjau dari
pelaksanaan pembelajaran yang diimplementasikan guru di dalam kelas
berdasarkan RPP yang disusun dan Permendiknas No.41 Tahun 2007. Berikut
adalah uraian analisis pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
78
1) Kegiatan Pendahuluan
Dari hasil observasi diketahui bahwa kedua guru yang mengajar tidak
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai
oleh siswa. Padahal menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 kegiatan
tersebut harus dilaksanakan. Dengan dijelaskannya tujuan pembelajaran
tersebut, siswa akan mengetahui kompetensi dasar apa saja yang harus
dikuasainya setelah mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan,
sehingga motivasi belajar akan muncul dalam diri siswa. Dengan demikian
diharapkan siswa dapat belajar tuntas.
Kedua guru di kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 juga tidak
mengidentifikasi pengetahuan awal siswa, Hal ini menyebabkan banyak siswa
XI-IPA1 dan XI-IPA2 yang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Menurut teori belajar konstruktivisme,
pengetahuan siswa merupakan hasil konstruksi siswa itu sendiri. Pengetahuan
tersebut diperoleh melalui pengalaman siswa ketika berintreraksi dengan
lingkungannya. Jadi, siswa hadir di kelas tidak dengan kepala kosong,
melainkan mereka telah memiliki pengetahuan awal. Pengetahuan yang
dimiliki oleh siswa belum tentu sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Oleh
karena itu guru perlu mengidentifikasi pengetahuan awal siswa agar dapat
mengoreksi kesalahan prakonsepsi siswa dan membantu siswa
merekonstruksi pengetahuannya.
Pada kelas XI-IPA1 guru tidak mereview konsep prasyarat pada
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Konsep prasyarat yang harus dikuasai
79
siswa sebelum mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
adalah konsep kesetimbangan kimia dalam larutan, konsep asam-basa,dan
konsep stoikiometri larutan. Seharusnya guru mereview konsep prasyarat
terlebih dahulu sebelum menjelaskan materi inti. Mereview konsep
prasyarat sangat penting dilakukan agar siswa mengingat kembali konsep
tersebut dan dapat mengaitkan dengan konsep yang akan dipelajari. Guru
yang mengajar di kelas XI IPA 2 meriview konsep prasyarat tentang
konsep kesetimbangan kimia.
Konsep-konsep dalam ilmu kimia saling berkaitan satu dengan
yang lainnya dan konsepnya berjenjang dari yang sederhana ke konsep
yang lebih tinggi tingkatannya. Oleh karena itu untuk memahami konsep
yang lebih tinggi, siswa harus memahami terlebih dahulu konsep-konsep
dasar yang membangunnya (Efendi, 2002:8). Kedua guru yang mengajar
di kelas XI-IPA tidak memberikan motivasi dan tidak mengaitkan materi
ini dengan kehidupan nyata di kegiatan awal, sehingga siswa kurang
tertantang untuk mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Secara umum kegiatan pendahuluan yang dilakukan oleh kedua guru
belum tepat menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Wina
(2010:84-88) mengemukakan bahwa membuka pelajaran merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan kesiapan mental dan
menarik perhatian siswa secara optimal, agar mereka memusatkan diri
sepenuhnya pada pelajaran yang akan diberikan. Komponen-komponen
yang penting dilakukan untuk membuka pelajaran adalah menarik minat
80
siswa, membangkitkan motivasi siswa, memberikan acuan dan membuat
kaitan antara materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
2) Kegiatan Inti
Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, Kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dengan
menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
dan mata pelajaran. Berdasarkan hasil observasi dalam tiga kali pertemuan
pada masing-masing kelas, ditemui beberapa kegiatan inti yang tertulis
dalam RPP, namun tidak terlaksanakan selama proses pembelajaran.
Kegiatan inti yang meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
telah dituliskan dalam RPP guru, tetapi pada pada kenyataannya tidak
semua dapat dilaksanakan.
Pada proses eksplorasi, kedua guru cenderung memberikan
informasi sebanyak-banyaknya tentang materi yang diajarkan tanpa
melibatkan siswa untuk berperan aktif mencari informasi yang luas dan
dalam tentang materi yang akan diajarkan. Guru kurang melibatkan siswa
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru tidak menggunakan
beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran ataupun
melakukan percobaan di laboratorium dalam menjelaskan materi ini.
Sebaiknya guru melakukan praktikum mengenai proses kelarutan dan
reaksi pengendapan sesuai dengan RPP yang dibuatnya, karena fasilitas
labor dan bahan-bahan yang diperlukan untuk eksperimen ini tersedia di
sekolah, berdasarkan wawancara dengan guru yang bersangkutan mereka
81
tidak melaksanakan eksperimen di labor pada materi tersebut disebabkan
karena tidak cukup waktu untuk melaksanakannya. Sebaiknya kalaupun
tidak bisa melakukan eksperimen, guru dapat menampilkan tayangan
melalui media CD sehingga siswa akan lebih mudah memahami pelajaran
yang bersifat abstrak. Menurut teori belajar Bruner, proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif bila guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui
contoh- contoh konkret mengenai materi tersebut, salah satunya dengan
melaksanakan kegiatan praktikum. Melalui eksplorasi siswa memperoleh
sendiri pengetahuan melalui bimbingan dan arahan dari guru sehingga
siswa belajar aktif. Dengan demikian pengetahuan tersebut dapat
tersimpan lama dalam otak siswa dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan
nyata.
Pada proses elaborasi tidak terjadi pembelajaran yang melibatkan
siswa untuk terlibat secara aktif . Interaksi antara guru dengan siswa dan
interaksi antara siswa dengan siswa belum terlihat. Guru melakukan tanya
jawab dengan siswa namun hanya satu hingga dua orang siswa yang
memberikan respon. Pembelajaran hanya berpusat pada guru, tidak terjadi
komunikasi dua arah (siswa hanya menyimak pembelajaran yang diberikan
guru). Berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, dinyatakan
bahwa dalam kegiatan elaborasi salah satu tugas guru adalah memfasilitasi
peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis. Menurut
82
teori belajar konstruktivisme, keterlibatan siswa secara aktif sangat penting
dalam proses pembelajaran. Dengan mengaktifkan siswa maka proses
asimilasi/akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan
baik. Salah satu cara yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam pembelajaran adalah dengan melaksanakan kegiatan diskusi.
Pada proses konfirmasi, secara umum guru telah melaksanakan
kegiatan yang sesuai dengan tuntutan pada Permendiknas Nomor 41
Tahun 2007. Kegiatan tersebut adalah dengan memberikan umpan balik
yang positif dan penguatan dalam bentuk lisan dan tulisan, memberikan
konfirmasi, menuntun siswa melakukan refleksi dan membantu siswa
dalam menyelesaikan masalah. Kegiatan ini penting untuk dilaksanakan,
agar pemahaman konsep siswa terhadap materi yang dipelajari semakin
utuh.
3) Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup yang dilaksanakan guru selama pelaksanaan
proses pembelajaran cenderung belum sesuai dengan standar proses yang
ditetapkan. Kegiatan penutup yang dilakukan adalah memberikan soal
latihan untuk dikerjakan di rumah dan jarang sekali guru bersama- sama
dengan siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Guru tidak
menyimpulkan pembelajaran dan memberikan tugas kepada siswa karena
waktu sudah habis. Hal ini disebabkan karena guru tidak membuat
pemetaan waktu yang direncanakan pada RPP, sehingga pelaksanaannya
melampaui dari waktu yang ditetapkan dan tujuan kegiatan pencapaian
83
kompetensi tidak tercapai. Menyimpulkan materi yang telah diajarkan dan
memberikan tugas termasuk kedalam kegiatan penutup menurut
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, agar siswa paham dengan apa yang
telah dipelajarinya pada materi tersebut dan guru sebaiknya mengajar
sesuai dengan alokasi waktu yang dibuatnya dalam RPP. Selain itu guru
seharusnya menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya agar siswa dapat mempelajari bahan tersebut terlebih dahulu di
rumah, sehingga pada pertemuan berikutnya siswa sudah mempunyai
gambaran mengenai materi yang akan dipelajari. Mulyasa (2008:84-89)
mengemukakan bahwa menutup pelajaran merupakan kegiatan yang
dilakukan guru untuk mengetahui pencapaian tujuan dan pemahaman
siswa terhadap materi yang telah dipelajari serta mengakhiri kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan analisis terhadap pelaksanaan pembelajaran,
ditemukan bahwa tidak semua kegiatan pembelajaran yang direncanakan
dalam RPP sesuai dengan pelaksanaan di kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2.
Materi pembelajaran atau sistematika materi ikut mempengaruhi hasil dari
pelaksanaan proses pembelajaran.
Urutan materi yang disampaikan guru yang mengajar di kelas XI
IPA1 adalah sebagai berikut: Pada pertemuan pertama, guru membahas
materi kesetimbangan dalam suatu larutan belum jenuh, lewat jenuh dan
tepat jenuh. Pada materi ini guru menjelaskan dengan menggambarkan tiga
buah larutan garam (NaCl) dimana jumlah garam dibuat bervariasi, guru
84
menyatakan bahwa ketiga larutan garam tersebut ada yang berada dalam
keadaan jenuh, lewat jenuh dan tepat jenuh, kemudian mendefinisikan apa
yang dimaksud dengan kelarutan, larutan belum jenuh, lewat jenuh dan
tepat jenuh tanpa melibatkan siswa, siswa hanya menyimak dan mencatat
keterangan guru. Sebaiknya guru melakukan demonstrasi, agar nampak
perbedaan antara larutan belum jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh, dan
bersama-sama siswa mendefinisikannya. Kemudian guru menerangkan
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, pada materi ini guru memulai
dengan menentukan tetapan hasil kali kelarutan. Guru mencontohkan cara
mencari tetapan hasil kali kelarutan untuk larutan MgCl2 dan NaCl. Pada
materi ini guru memberikan contoh yang kurang tepat, karena tetapan hasil
kali kelarutan adalah tetapan kesetimbangan dari larutan yang sukar larut.
Contoh yang kurang tepat ini dapat menyebabkan siswa mengalami
miskonsepsi, sebab siswa akan mengalami kesulitan dalam membedakan
materi kesetimbangan kimia dengan materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Seharusnya sebelum masuk kepada materi inti, guru meriview
kembali konsep prasyarat yang erat kaitannya yaitu konsep reaksi
kesetimbangan dan konsep stoikiometri larutan. Kemudian guru juga harus
menerangkan bagaimana kaitannya tetepan hasil kali kelarutan dengan
tingkat kelarutan atau pengendapan.
Pada pertemuan kedua, guru menerangkan materi pengaruh ion
senama dalam kelarutan. Guru dalam menerangkan materi ini hanya
memberikan penjelasan berupa contoh soal, kemudian menyimpulkan
85
bagaiman pengaruh ion senama dalam kelarutan. Seharusnya guru
menerangkan bagaimana pengaruh ion senama dalam kelarutan
berdasarkan asas lee chatelier, untuk menjelaskan hal ini dapat diambil
contoh penambahan HCl kedalam larutan AgCl jenuh yang berada dalam
kesetimbangan. Di dalam larutan HCl akan terurai menjadi ion H+ dan Cl-.
Keberadaan ion senama Cl- akan mendorong kesetimbangan ke kiri
membentuk endapan AgCl. Dengan demikian kelarutan AgCl menjadi
berkurang. Sehingga dapat diambil kesimpulan penambahan ion senama
kedalam larutan jenuh akan menurunkan kelarutan. Seharusnya guru
menerangkan hubungan antara penambahan ion sejenis dengan daya larut
suatu senyawa, sehingga siswa dapat memahami hubungan materi yang
diajarkan dengan kompetensi dasar yang ditetapkan. Begitu juga dengan
materi hubungan pH dengan Ksp, guru menjelaskan materi tersebut, hanya
dengan menggunakan contoh soal tetapi tidak memberikan penjelasan
konsep yang jelas tentang hubungan antara pH dan kelarutan.
Pada pertemuan ketiga, diterangkan materi memperkirakan
terbentuknya endapan berdasarkan Ksp-nya. Guru menerangkan jika
Q<ksp maka larutan belum jenuh, jika Q=Ksp maka larutan tepat jenuh
dan jika Q>ksp maka larutan lewat jenuh, kemudian siswa menjawab soal-
soal yang di berikan guru. Sebaiknya guru melakukan percobaan tentang
reaksi pengendapan agar siswa lebih memhami pembentukan endapan
berdasarkan nilai Ksp, karena fasilitas labor dan bahan-bahan yang
diperlukan untuk percobaan tersebut telah tersedia di sekolah.
86
Di kelas XI-IPA2 urutan materi ajar yang diberikan guru kepada
siswa cenderung sesuai dengan RPP yang dibuat. Materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan diselesaikan dengan 3 kali pertemuan tatap muka dan 1
kali ulangan harian. Pada pertemuan pertama dibahas tentang
kesetimbangan dalam larutan belum jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh.
Sebaiknya dalam menerangkan materi ini, guru menggunakan
demonstrasi, agar siswa lebih mudah membedakan larutan belum jenuh,
tepat jenuh dan lewat jenuh dan bersama-sama dengan siswa
mendefinisikannya. Kemudian guru melanjutkan dengan menerangkan
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Dalam menerangkan materi ini
guru menggunakan metode ceramah yang diselingi dengan sedikit tanya
jawab, sebaiknya guru menggunakan metode pembelajaran yang
kooperatif dan kolaboratif agar pembelajaran menjadi tidak membosankan.
Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, Proses pembelajaran
haruslah interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang lingkup
yang cukup bagi prakarsa kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
Pada pertemuan kedua guru langsung menerangkan materi
pengaruh ion senama dalam kelarutan, dalam menerangkan materi ini,
sebaiknya guru memotivasi siswa agar siswa tertantang untuk mempelajari
materi yang akan dipelajari. Guru melibatkan siswa dalam proses
pembalajaran. Bersama-sama dengan siswa, guru menyelesaikan soal-soal
87
tentang pengaruh ion senama dalam kelarutan. Kemudian guru
menjelaskan pengaruh ion senama dalam kelarutan dengan menggunakan
asas lee chatelier. Guru juga menerangkan hubungan pH dengan Ksp.
Guru menerangkan dengan membahas sebuah contoh soal yang
berhubungan dengan materi, kemudian memberikan kesimpulannya.
Pada pertemuan ketiga, diterangkan materi memperkirakan
terbentuknya endapan berdasarkan Ksp-nya. Guru menerangkan jika
Q<ksp maka larutan belum jenuh, jika Q=Ksp maka larutan tepat jenuh
dan jika Q>ksp maka larutan lewat jenuh, kemudian siswa menjawab soal-
soal yang di berikan guru. Sebaiknya guru melakukan percobaan tentang
reaksi pengendapan agar siswa lebih mendalami pembentukan endapan
berdasarkan nilai Ksp.
Berdasarkan analisis terhadap proses pembelajaran, pada kedua
kelas belum optimal interaksi yang terjadi antara guru-siswa dan siswa-siswa.
Hal ini terlihat ketika guru melakukan tanya jawab dengan siswa. Hanya
sedikit siswa yang memberikan respon dengan cara menjawab pertanyaan
guru tersebut. Interaksi antara siswa dengan siswa tidak terlihat pada waktu
siswa mengerjakan soal yang diberikan guru. Penyajian materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan sudah sistematis, tetapi pada saat guru menjelaskan
masing-masing sub materi kurang terlihat adanya keterkaitan satu sama lain.
Hal ini dapat menyebabkan siswa kurang memahami materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan dengan utuh.
88
c. Penilaian
Berdasarkan observasi terhadap proses pembelajaran, penilaian yang
dilaksanakan hanya menyangkut 2 aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek
afektif. Penilaian aspek kognitif dilakukan dengan pemberian tes ulangan
harian. Ulangan harian adalah proses yang dilaksanakan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan
pembelajaran dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik
(Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007).
Penilaian aspek afektif, guru hanya menilai melalui keaktifan dan
ketertiban siswa dalam pelaksnaan pembelajaran. Penilaian afektif tidak dapat
dideteksi dengan tes tetapi dapat diperoleh melalui angket, inventori dan
pengamatan yang berkelanjutan. Penilaian aspek psikomotor tidak dilakukan
oleh guru, karena praktikum tidak dilaksanakan. Penilaian psikomotor
berhubungan dengan keterampilan siswa misalnya keterampilan siswa
melakukan percobaan di laboratorium. Setelah dikonfirmsi dengan guru yang
bersangkutan ternyata praktikum tidak dilaksanakan karena waktu yang
terbatas.
Berdasarkan analisis terhadap soal ulangan harian dibuat guru, soal
ulangan harian sudah berdasarkan tujuan pembelajaran yang terdapat dalam
silabus. Penilaian dalam KTSP menggunakan acuan kriteria. Dimana hasil
yang dicapai siswa dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan
oleh guru dan sekolah. Apabila nilai siswa telah mencapai standar yang
89
ditetapkan maka siswa tersebut dinyatakan tuntas dan apabila nilai siswa
belum mencapai standar yang ditetapkan, maka siswa tersebut dinyatakan
belum tuntas dan harus mengikuti program remedial sehingga mencapai
kompetensi minimal yang diharapkan.
Sebaiknya guru melakukan analisis terhadap hasil jawaban siswa,
sehingga guru mengetahui materi-materi apa saja yang belum dikuasai oleh
siswa. Materi-materi yang belum dikuasai siswa diulang kembali kemudian
baru diberikan remedial hingga mencapai kompetensi minimal yang
diharapkan.
2. Analisis Konsep
Berdasarkan data hasil tes diagnostik pilihan ganda bertingkat dua yang
disajikan pada Gambar 4, 5 dan 6, dapat diketahui bahwa terjadi miskonsepsi dan
tidak paham di berbagai konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Miskonsepsi dan tidak paham pada konsep materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan tersebut terjadi pada siswa kelas XI-IPA1 dan kelas XI-IPA2 SMAN 1
Lubuk Alung. Adapun hasil analisis tingkat pemahaman dari tiap-tiap konsep
yang diujikan, diuraikan pada bagian di bawah ini.
a. Analisis konsepsi pada konsep tetapan hasil kali kelarutan
Tetapan hasil kali kelarutan merupakan materi pokok KD 4.6.
Konsepsi siswa pada konsep tetapan hasil kali kelarutan dalam soal tes
diagnostik bertingkat dua ini dapat dilihat dari jawaban siswa pada soal
nomor 1 sampai 4. Dari hasil tes diagnostik yang diperoleh siswa pada
umumnya telah memahami konsep tersebut dengan baik. Hal ini dapat terlihat
90
lebih dari setengah dari jumlah siswa pada kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2
menjawab dengan benar. Untuk soal nomor 1 hanya sedikit siswa yang
mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Kelas XI-IPA1 yang miskonsepsi
17% dan kelas XI-IPA2 yang miskonsepsi 10%. Sedangkan siswa XI IPA 1
dan siswa XI IPA2 yang tidak paham hanya 7,10% saja. Hal ini disebabkan
karena dalam proses pembelajaran baik di kelas XI IPA1 maupun di kelas XI
IPA2, kedua guru telah mengajarkan konsep persamaan hasil kali kelarutan
dengan tepat dan mudah dipahami oleh siswa.
Berdasarkan analisis terhadap soal tes, ketidakpahaman dua orang
siswa disebabkan karena siswa tidak memangkatkan ion-ion penyusun
senyawa dengan koefisien reaksinya, sehingga mereka mendapatkan
persamaan rumus Ksp yang salah. Pengertian tetapan hasil kali kelarutan
yaitu hasil kali dari konsentrasi ion-ion penyusun suatu senyawa
dipangkatkan dengan koefisiennya masing-masing.
Mengenai konsep tetapan hasil kali kelarutan pada soal nomor 2,
siswa yang paham lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang mengalami
miskonsepsi dan tidak paham. Siswa XI IPA1 yang miskonsepsi adalah 21%
dan siswa XI IPA2 yang miskonsepsi adalah 10,7%. Siswa yang tidak paham
di kelas XI IPA1 adalah 10,7% dan di kelas XI IPA2 siswa yang tidak paham
adalah 25%. Dilihat dari proses pembelajaran yang dilaksanakan dikedua
kelas, kedua guru telah menerangkan konsep ini dengan cukup baik hanya
saja kurang melibatkan siswa dalam mendapatkan suatu konsep dan tidak
meriview konsep kesetimbangan yang menjadi konsep prasyarat.
91
Ketidakpahaman siswa dalam menentukan rumus Ksp Ag2CO3(S)
yang diketahui kelarutannya dalam air, disebabkan karena siswa salah dalam
menentukan kesetimbangan Ag2CO3(S) dalam air, sehingga salah juga dalam
menentukan rumus Kspnya, karena tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) adalah
hasil kali konsentrasi molar ion-ion penyusunnya yang dipangkatkan dengan
koefisien stoikiometrinya di dalam persamaan kesetimbangan. Berdasarkan
hasil jawaban siswa yang miskonsepsi, pada umumnya mereka menjawab
benar, tetapi salah dalam memberikan alasan, hal ini disebabkan karena
mereka hanya menghafal rumus yang diberikan guru. Dalam proses
pembelajaran guru menyimpulkan bahwa jika jumlah ion suatu senyawa 2,
maka rumus Ksp nya = s2, jika jumlah ion suatu senyawa 3, maka rumus
Kspnya = 4s3, guru kurang melibatkan siswa dalam menemukan suatu
konsep.
Mengenai konsep tetapan hasil kali kelarutan yang berhubungan
dengan mencari Ksp garam jika kelarutannya diketahui seperti soal nomor 4,
persentase siswa yang miskonsepsi di kelas XI-IPA1 lebih banyak
dibandingkan siswa kelas XI-IPA2. Sedangkan siswa XI IPA 2 lebih banyak
yang mengalami tidak paham dibandingkan siswa XI IPA1. Siswa XI IPA 1
yang tidak paham adalah 17% dan di kelas XI IPA2 yang tidak paham adalah
53,7%. Setelah dilakukan analisis terhadap hasil tes pada soal tersebut,
ternyata siswa kesulitan dalam menentukan konsentrasi dari senyawa
Pb(NO3)2, sehingga siswa juga kesulitan dalam menentukan berapa banyak
senyawa tersebut dapat larutan. Hal ini disebabkan karena siswa kurang
92
menguasai konsep stoikiometri larutan. Guru juga tidak meriview konsep
stoikiometri larutan yang menjadi konsep prasyarat dalam KD 4.6.
Pada umumnya siswa cukup paham tentang konsep kelarutan dan
tetapan hasil kali kelarutan dan hanya sedikit yang mengalami miskonsepsi
dan tidak paham. Penyebab miskonsepsi dan tidak paham yang dialami siswa
bersumber dari siswa itu sendiri karena siswa tidak begitu memahami konsep-
konsep pada materi sebelumnya, terutama konsep kesetimbangan kimia
dalam larutan, konsep asam-basa dan konsep stoikiometri. Konsep dalam
pembelajaran kimia ini selalu berhubungan. Akibatnya jika tidak paham
konsep sebelumnya, akan menjadi lebih sulit untuk memahami konsep
selanjutnya. Seharusnya guru dapat mengetahui bahwa siswa masih belum
paham dengan konsep materi sebelumnya sehingga guru dapat mereview
sedikit konsep tersebut sebelum masuk kepada konsep baru. Jadi, penyebab
miskonsepsi dan tidak paham siswa sesuai dengan pendapat Kirkwood dan
Symington (Effendy, 2002:12) yang menyatakan bahwa dari segi siswa
kesalahan pemahaman disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa
dari hasil belajar sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang rendah.
b. Analisis konsepsi pada konsep kelarutan
Konsep kelarutan merupakan materi pokok pada KD 4.6. Dari hasil
tes diagnostik bertingkat dua diperoleh banyak siswa yang mengalami
miskonsepsi dalam menentukan senyawa garam yang sukar larut dalam air
seperti pada soal nomor 7. Siswa kelas XI IPA 1 yang mengalami
miskonsepsi adalah 57% sementara siswa kelas XI IPA 2 yang mengalami
93
miskonsepsi adalah 53,6%. Siswa kelas XI IPA 1 yang tidak paham adalah
35,7% sementara siswa kelas XI IPA 2 yang tidak paham adalah 42%. Dari
jawaban siswa yang miskonsepsi, banyak ditemukan siswa menjawab benar
tetapi salah dalam menentukan alasannya. Siswa cenderung memberikan
alasan semakin kecil nilai Ksp suatu larutan, semakin sukar larut dalam air,
Siswa tidak memperhatikan bahwa garam-garam tersebut berbeda rumus
umum molekulnya (AXBY). Menurut Brady untuk garam-garam dengan
rumus umum molekulnya (AXBY) yang sama, Ksp yang lebih kecil
mempunyai kelarutan lebih sedikit dalam air, sedangkan untuk garam yang
berbeda rumus umum molekulnya (AXBY), harus dicari nilai kelarutannya
terlebih dahulu, kemudian garam yang mempunyai kelarutan yang paling
kecillah yang paling sukar larut dalam air. Dilihat dari proses pembelajaran
dikelas, kedua guru tidak menerangkan bagaimana kaitannya antara tetapan
hasil kali kelarutan dengan kelarutan dan kedua gurupun tidak pernah
memberikan soal seperti ini baik dalam proses pembelajaran maupun PR.
Mengenai konsep pengaruh pengenceran dalam kelarutan seperti pada
soal nomor 6, lebih banyak siswa yang tidak paham dibandingkan dengan
yang miskonsepsi. Siswa yang tidak paham dikedua kelas mencapai 53,6%,
Hal ini disebabkan karena siswa tidak memahami pengaruh pengenceran
terhadap Ksp suatu senyawa. Berdasarkan analisis pembelajaran di kedua
kelas, guru sama sekali tidak pernah menerangkan faktor pengenceran dalam
kelarutan kepada siswa dan tidak mengaitkan konsep kelarutan dengan factor-
factor yang mempengaruhi kesetimbangan (asas Lee Chatelier), sehingga
94
siswa kurang dapat memahami bahwa pada proses pengenceran (air murni)
tidak ada yang mempengaruhi kelarutan zat tersebut sehingga nilai Ksp tetap.
Penyebab miskonsepsi dan tidak paham yang dialami siswa pada
konsep ini bersumber dari siswa itu sendiri karena siswa tidak begitu
memahami konsep-konsep pada materi sebelumnya, (terutama konsep
kesetimbangan kimia dalam larutan dan konsep asam-basa) sedangkan
konsep dalam pembelajaran kimia ini selalu berhubungan. Akibatnya jika
tidak paham konsep sebelumnya, akan menjadi lebih sulit untuk memahami
konsep selanjutnya. Seharusnya guru dapat mengetahui bahwa siswa masih
belum paham dengan konsep materi sebelumnya sehingga guru dapat
mereview sedikit konsep tersebut sebelum masuk kepada konsep baru.
c. Analisis konsepsi pada konsep ion sejenis
Untuk meanganalisis konsepsi siswa pada konsep ion sejenis ini,
dapat dilihat melalui jawaban siswa terhadap soal tes diagnostik bertingkat
dua pada soal nomor 8, 10, dan 11. Siswa banyak mengalami miskonsepsi
dalam menentukan pengaruh ion sejenis pada kelarutan AgCl seperti pada
soal nomor 8. Siswa yang mengalami miskonsep lebih banyak dibandingkan
dengan siswa yang paham dan tidak paham. Jumlah siswa yang mengalami
miskonsepsi di kelas XI-IPA1 sebanyak 22 siswa (78%) dan XI-IPA2
sebanyak 17 siswa (61%), sedangkan siswa kelas XI IPA1 yang tidak paham
adalah 7,10% dan siswa XI IPA2 yang tidak paham adalah 17%.
95
Setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa, miskonsepsi pada
konsep ini disebabkan karena siswa memberikan jawaban yang salah, tetapi
siswa benar dalam memberikan alasan tentang pengertian pengaruh ion
sejenis. Siswa kebanyakan memilih kelarutan AgCl yang paling kecil terdapat
dalam AgNO3 0,1 M, seharusnya siswa menjawab kelarutan AgCl yang
paling kecil terdapat dalam Ag2CrO4 0,1 M. Karena larutan Ag2CrO4 0,1 M
konsentrasi ion sejenis (Ag) lebih besar. Menurut Brady, jika suatu garam
dilarutkan dalam larutan yang sudah mengandung salah satu ionnya, maka
kelarutannya akan berkurang apabila dibandingkan dengan kelarutannya
dalam air murni. Semakin besar konsentrasi larutan yang mengandung ion
sejenis, semakin kecil kelarutan garam tersebut.
Berdasarkan analisis terhadap proses pembelajaran pada kedua kelas,
ternyata guru kurang memberikan penjelasan pengaruh ion sejenis dalam
kelarutan, guru hanya memberikan contoh soal dan menerangkan bagaimana
meyelesaikan soal tersebut. Siswa hanya menghafal bagaimana
menyelesaikan soal pada konsep ini. Guru pun tidak menjelaskan bahwa
adanya penambahan ion sejenis dalam larutan akan mempengaruhi
kesetimbangan dan akan memperkecil kelarutan. Akibatnya siswa mengalami
kesulitan dalam menjawab soal ini.
Pada soal nomor 10, dimana siswa harus mencari kelarutan AgI dalam
larutan AgNO3 0,1 M. Konsepsi siswa setelah dilakukan analisis terhadap
soal tes, siswa yang mengalami miskonsepsi di kelasXI-IPA1 sebanyak
35,7% dan di kelas XI-IPA2 sebanyak 21%. Sedangkan siswa yang tidak
96
paham di kelas XI IPA1 adalah 28,5% dan siswa XI IPA2 yang tidak paham
adalah 42%. Ketidakpahaman pada soal ini disebabkan karena siswa salah
memberikan jawaban dan alasannya, siswa salah dalam menentukan rumus s
(kelarutan senyawa) sehingga salah juga dalam perhitungannya. Seharusnya
rumus s: 0,1 ⁄ , karena konsentrasi Ag+ dalam larutan sama dengan
konsentrasi AgNO3 yaitu 0,1 M. Berdasarkan analisis pada proses
pembelajaran guru sudah banyak memberikan contoh soal tentang hal ini,
tetapi siswa tidak banyak terlibat dalam menemukan rumus kelarutan dan
pemecahan soal. PR yang diberikan guru tentang pengaruh ion sejenis tidak
dibahas dan dikoreksi.
Berdasarkan analisis proses pembelajaran di kedua kelas,
miskonsepsi disebabkan oleh guru dan siswa, guru kurang memperhatikan
konsep awal yang dimiliki siswa. Siswa tidak dilibatkan dalam proses
pembelajaran, bagaimana memperoleh dan memahami suatu konsep. Guru
berasumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran
guru ke pikiran siswa (Afifuddin, 2010:1). Dari segi siswa, miskonsepsi
disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar
sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang masih rendah.
d. Analisis konsepsi pada konsep pH larutan
Untuk konsepsi siswa pada konsep pH larutan ini dilihat melalui
distribusi jawaban siswa terhadap soal tes diagnostik bertingkat dua pada soal
nomor 12 dan 13. Pada soal nomor 12, menentukan pH larutan jenuh
97
Pb(OH)2, jika Ksp Pb(OH)2 diketahui. Berdasarkan analisis terhadap jawaban
siswa didapat bahwa persentase siswa yang tidak paham di kedua kelas
mencapai lebih dari 60%. Ketidakpahaman siswa pada soal ini disebakan
karena siswa tidak mengalikan konsentrasi OH- yang didapat dengan
koefisien reaksinya, sehingga mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan
hasilnya. Dilihat dari proses pembelajaran, kedua guru sudah menjelaskan
konsep ini dengan baik, kedua guru memberikan contoh soal yang hampir
sama dengan tes diagnostik, kemudian membahasnya bersama-sama dengan
siswa. Guru yang mengajar di kelas XI IPA2 tidak pernah memberikan PR
yang berhubungan dengan soal ini, sedangkan guru yang mengajar di kelas
XI IPA1 ada memberikan PR, tetapi PR tersebut tidak diperiksa.
Mengenai konsep pengaruh pH juga ditemukan ketidakpahaman siswa
pada soal nomor 13, yaitu menentukan Ksp suatu garam jika pH garam
diketahui. Siswa yang tidak paham pada kedua kelas lebih dari 64%.
Berdasarkan analisis terhadap jawaban siswa yang tidak paham, ternyata
masih banyak siswa yang ragu mengkonversikan pH larutan terhadap
konsentrasi masing-masing ion yang menjadi komponennya. Senyawa
Mg(OH)2 yang mempunyai pH 10 jika dilarutkan dalam air, maka senyawa
ini akan terion menjadi Mg+2 dan 2OH-. Karena pH larutan adalah 10 maka
konsentrasi OH- dalam larutan tersebut adalah 1x10-4. Ternyata setelah
dilakukan analisis terhadap hasil jawaban siswa, miskonsepsi dan tidak
paham disebabkan karena siswa mengalikan konsentrasi OH- dengan
98
koefisien reaksinya, kemudian memangkatkannya dengan dua. Hal ini
mengakibatkan siswa mendapatkan hasil yang salah.
Pada umumnya dari kedua soal yang mewakili konsep pengaruh pH
ini, miskonsepsi dan tidak paham disebabkan oleh guru dan siswa, guru
kurang memperhatikan konsep awal yang dimiliki siswa. Siswa tidak
dilibatkan dalam proses pembelajaran, bagaimana memperoleh dan
memahami suatu konsep. Guru terlalu sedikit memberikan soal latihan dan
latihan yang diberikan tidak di koreksi, sehingga siswa tidak tahu dimana
kesalahannya. Dari segi siswa, miskonsepsi disebabkan karena pengetahuan
yang diperoleh siswa dari hasil belajar sebelumnya dan kemampuan berfikir
siswa yang masih rendah.
E. Analisis konsepsi pada konsep kesetimbangan ion
Konsep kesetimbangan ion di dalam soal tes ini hanya diwakili oleh
satu buah soal yaitu soal nomor 9. Kesetimbangan ion membahas mengenai
terjadinya kesetimbangan dalam reaksi pengionan. Jika telah terjadi
kesetimbangan, maka akan dapat diketahui konsentrasi untuk masing-masing
ion yang menjadi komponen dalam suatu larutan. Berdasarkan tes diagnostik
pada soal nomor 9 ini, didapat bahwa siswa yang mengalami miskonsepsi
untuk kelas XI-IPA1 mencapai 57% dan kelas XI-IPA2 mencapai 39,3%.
Banyaknya miskonsepsi pada konsep ini disebabkan karena siswa memberi
alasan yang salah. Siswa sudah benar menentukan kelarutan M2CO3 , tetapi
99
dalam menentukan konsentrasi ion M+, siswa tidak mengalikan konsentrasi
M+ dengan koefisien reaksinya.
Berdasarkan analisis proses pembalajaran pada konsep ini, guru
kurang memperhatikan kemampuan awal siswa, dan kurang memberikan
penekanan terhadap konsep kesetimbangan ion, sehingga siswa banyak yang
mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Dari segi siswa, miskonsepsi
disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar
sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang masih rendah.
F. Analisis konsepsi pada konsep larutan tak jenuh, jenuh, dan lewat jenuh
Soal nomor 14 membahas mengenai konsep larutan tak jenuh, jenuh,
dan lewat jenuh. Untuk menentukan suatu larutan dapat dikategorikan larutan
tak jenuh, jenuh, ataupun lewat jenuh dapat diketahui melalui perbandingan
angka tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) senyawa tersebut dengan hasil kali
konsentrasi ion-ion (Q) penyusun senyawa dalam larutan tersebut. Apabila
hasil kali konsentrasi ion-ionnya lebih kecil jika dibandingkan dengan tetapan
hasil kali kelarutannya, maka larutan tersebut dapat dikategorikan ke dalam
larutan tak jenuh. Jika harga Q nya sama dengan harga Ksp, maka larutan
dikategorikan sebagai larutan jenuh. Sedangkan jika Q lebih besar dari Ksp,
maka larutan termasuk ke dalam larutan lewat jenuh.
Pada soal ini, setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa, siswa
yang mengalami miskonsepsi di kedua kelas melebihi 50%, hal ini
disebabkan karena siswa salah dalam memberikan alasan. Dalam
100
menentukan harga Q, sebagian siswa tidak mencari konsentrasi ion-ion dalam
campuran, tetapi siswa tersebut memasukan konsentrasi ion-ion sebelum
dicampur, hal inilah yang membuat siswa menjawab salah, sedangkan konsep
larutan jenuh, belum jenuh dan lewat jenuh sebagian besar sudah
memahaminya. Berdasarkan analisis proses pembelajaran pada konsep ini,
guru sudah menjelaskan konsep ini dengan baik, bahkan contoh soal yang
diberikan juga cukup banyak. Miskonsepsi pada konsep ini disebabkan
karena murid yang kurang menguasai konsep yang diberikan guru.
G. Analisis konsepsi pada konsep endapan
Konsepsi siswa pada konsep endapan, dapat diketahui melalui
jawaban siswa terhadap soal tes diagnostik nomor 15. Dari hasil analisis
jawaban siswa terlihat bahwa siswa banyak yang mengalami miskonsepsi .
Pada soal ini siswa harus mencari pH larutan MgCl2 yang akan
mengendap. Berdasarkan analis tes diagnostik siswa yang mengalami
miskonsepsi pada kedua kelas melebihi 60%. Miskonsepsi disebabkan
karena siswa memberikan alasan yang salah, siswa pada umumnya menjawab
benar, (pH larutan adalah 9), tetapi alasannya salah. Siswa tahu bagaimana
mencari konsentrasi ion OH-, tetapi lupa bahwa larutan akan mengendap jika
Q= Ksp. Berdasarkan analisis proses pembalajaran pada konsep ini, guru
kurang memperhatikan kemampuan awal siswa, dan kurang memberikan
penekanan terhadap konsep mencari harga Q, sehingga siswa banyak yang
mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Dari segi siswa, miskonsepsi
101
disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar
sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang masih rendah.
102
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
1. Berdasarkan Standar Proses dalam Permendiknas No.41 tahun 2007 proses
pembelajaran meliputi tahap perencanaan proses pembelajaran, tahap
pelaksanaan proses pembelajaran dan tahap penilaian hasil pembelajaran.
Simpulan penelitian dari masing-masing tahap adalah sebagai berikut ini.
a. Pada tahap perencanaan proses pembelajaran, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru telah memuat semua
komponen yang diharuskan berdasarkan Permendiknas No.41 tahun 2007.
b. Pada tahap pelaksanaan proses pembelajaran, secara umum apa yang
dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran belum sesuai dengan yang
direncanakan dalam RPP. Ada beberapa kekurangan yang teramati yaitu,
guru tidak menjelaskan dengan singkat tujuan pembelajaran, guru tidak
mengidentifikasi pengetahuan awal siswa dan tidak meriview konsep
prasyarat, guru tidak membawa RPP selama pelaksanaan pembelajaran,
sehingga proses pembelajaran sedikit berbeda dengan yang direncanakan
dan metode pembelajaran yang didominasi oleh teknik ceramah sehingga
pembelajaran lebih bersifat “teacher centered” bukan “student centered”.
c. Pada tahap penilaian hasil pembelajaran, guru hanya mengadakan
penilaian yang meliputi aspek kognitif dan afektif, sedangkan aspek
psikomotor tidak dilaksanakan. Penilaian aspek kognitif dilakukan guru
dengan memberikan tes ulangan harian dan penilaian aspek afektif
101
103
dilakukan guru melalui keaktifan dan ketertiban siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Siswa yang tidak mencapai KKM diberikan
remedial pada indikator soal yang tidak tuntas.
2. Siswa kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 mengalami miskonsepsi dan tidak paham
pada berbagai konsep dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa
kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 cenderung mengalami miskonsepsi dan tidak
paham pada konsep yang sama, tetapi persentase miskonsepsi dan tidak
paham siswa XI-IPA1 lebih besar dibandingkan siswa XI-IPA2. Miskonsepsi
cenderung terjadi pada konsep pengaruh ion senama dalam kelarutan dan
reaksi pengendapan, Sedangkan tidak paham cenderung terjadi pada konsep
hubungan kelarutan dengan pH.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi dan ketidakpahaman
siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan adalah faktor
pembelajaran yang didalamnya terlibat guru, siswa dan materi pembelajaran.
Dari segi guru yang mempengaruhi adalah metode yang digunakan guru lebih
cenderung teacher center, guru tidak mereview konsep yang menjadi
prasyarat dalam pembelajaran. Dari segi siswa yang cenderung belajar
dengan teknik hafalan tanpa adanya pemahaman dan dari segi materi adalah
karena karekteristik materi yang bersifat abstrak.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan terlihat bahwa proses pembelajaran belum sesuai dengan
104
standar proses menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Metoda yang
digunakan guru pada kedua kelas belum efektif dalam menanamkan konsep
terhadap siswa. Terbukti dengan masih banyak siswa yang mengalami
miskonsepsi dan tidak paham pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan ini.
Dalam pembelajaran guru tidak menggunakan media dan metode yang bervariasi,
guru tidak mereview materi prasyarat, dan guru tidak mengidentifikasi
pengetahuan awal siswa. Hal ini menyebabkan pemahaman konsep siswa rendah
pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Melihat berbagai faktor yang menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi
dan tidak paham, memberikan peluang kepada guru untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran mulai dari tahap perencanaan, pelaksaaan dan penilaian. Guru harus
berusaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai. Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sebaiknya
berdasarkan pada standar proses menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007.
Selain itu, guru sebaiknya memberikan tes diagnostik segera setelah proses
pembelajaran selesai dilaksanakan. Agar miskonsepsi dan tidak paham yang
dialami siswa dapat diidentifikasi dan segera diberikan tindak lanjut.
Dalam mengajarkan konsep-konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan
sebaiknya guru membantu siswa menghubungkan konsep-konsep yang sedang
dipelajari. Misalnya dengan menggali kembali ingatan siswa terhadap konsep-
konsep prasyarat melalui tanya jawab. Dengan demikian miskonsepsi dan tidak
paham siswa akan berkurang. Dalam hal ini diperlukan peran aktif antara guru
dengan siswa.
105
Pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan, salah satu cara untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya miskonsepsi dan tidak paham siswa yaitu
dengan cara melakukan eksperimen. Dengan eksperimen, suatu fenomena alam
dapat difaktakan dalam suatu model yang memiliki keterkaitan dengan hukum
atau teori yang menunjang, sehingga konsep yang dimiliki siswa semakin utuh.
Miskonsepsi dan tidak paham yang dialami siswa sebaiknya segera diperbaiki
karena akan mempengaruhi dalam penanaman konsep berikutnya.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai proses pembelajaran dan konsepsi
siswa pada konsep-konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI- IPA I
dan IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Disarankan agar guru dalam mengajarkan materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan meninjau konsepsi awal siswa, terutama mengenai konsep
kesetimbangan larutan dan reaksi kesetimbangan, konsep asam-basa dan
konsep stoikiometri larutan, karena konsep-konsep tersebut merupakan
konsep awal yang penting untuk mempelajari materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan.
2. Disarankan agar peneliti melakukan perekaman data pada saat observasi
proses pembelajaran menggunakan kamera tersembunyi agar proses
pembelajaran yang sedang berlangsung tidak terganggu dan berjalan sesuai
dengan apa adanya.
106
DAFTAR RUJUKAN
Afifuddin, Nur. 2009. Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Dalam Meminimalkan Miskonsepsi Siswa Untuk Mata Pelajaran Fisika di SMP 3 Jekulo Kudus Tahun Pelajaran 2008/2009. (Online) (http://www.jurnalanalisismiskonsepsi.com , diakses 3 Mei 2010
Anas Sudijono. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Brady, James E. 1982. General Chemistry : Principles and Structure. New York :
John Wiley & Sons. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. Edisi ketiga Jilid 1
(Alih bahasa Departemen Kimia ITB). Jakarta: Erlangga. ChandraSegaran. 2007. ”The Development of a Two-tier Multiple-choice
Diagnostic Instrument For Evaluating Secondary School Students Ability to Describe and Explain Chemical Reaction Using Multiple Levels Of Representation”. The Royal Society of Chemistry, 8 (3): 293-307.
Das salirawati,2011. Pengembangan Model Instrumen Pendeteksian Miskonsepsi
Kimia padaPeserta Didik SMA. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Effendy 2002. Upaya untuk Mengatasi Kesalahan Konsep dalam Pengajaran
Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media Komunikasi kimia, Jurnal Ilmu Kimia dan Pembelajaran, 2(6)1-22.
Ernella 2009. Analisis Pembelajaran Kimia kelas XI IPA Di Kota Padang. Tesis.
Tidak Diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Lufri, Arlis, Yuslidar Yunus, Sudirman, 2006. Strategi Pembelajaran Biologi.
Buku Ajar. Padang: Jurusan Biologi FMIPA UNP Michael Purba. 2006. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Maruli Simamora 2007. Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia pada Pembelajaran
Konsep Struktur Atom. Lembaga Penelitian Undiksha, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 1(2)148-160.
Nana Sudjana, 2008. Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
107
Nengah Maharta, 2010. Analisis Miskonsepsi Fisika Siswa SMA di Bandar Lampung. FKIP Unila.
Nur Asma, 2002. Model Pembelajaran untuk Menanggulangi Miskonsepsi Bidang
Studi Fisika SMU dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sumatera Barat, FMIPA UNP.
Oemar Hamalik,. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Pannen, P., dkk. 2005. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta : Pusat
Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Deppennas
Paul Suparno 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar proses Pendidikan Dasar dan Menengah. 2007. Jakarta: BSNP Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan. 2007. Jakarta: BSNP Petrucci, Ralph.1999. Kimia Dasar prinsip dan Terapan Modern.Alih Bahasa
Suminar Achmadi. Institut Pertanian Bogor: Erlangga. Program Pascasarjana 2009. Buku Panduan Penulisan Tesis dan Disertasi.
Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Syaiful Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta Syukri S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB. Suharsimi Arikunto 1991, Manajemen penelitian. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan LPTK. Wina Sanjaya, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
139
LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Observer : ________________________________ Lokasi : ________________________________
No. Indikator Ya Tidak
A. Kegiatan Pendahuluan
1. Guru menyiapkan peserta didik secara psikis untuk mengikuti
proses pembelajaran
v
2. Guru mempersiapkann peserta didik secara fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran
v
3. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan di pelajari
v
4.. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar
yang akan dicapai
v
5. Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai dengan silabus
v
B. Kegiatan Inti
6. Guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan
dalam, tentang topik / tema materi yang akan dipelajari dengan
menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari
aneka sumber
v
7. Guru menggunakan beragam pendekatan pembelajaran. v
8. Guru menggunakan beragam media pembelajaran. v
9. Guru menggunakan beragam sumber belajar lain selain buku
pelajaran dan LKS
10. Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik. v
11. Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik dan
guru
v
Lampiran 7
140
12. Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya.
v
13. Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik
dengan sumber belajar lainnya seperti internet, dll
v
14. Guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran
v
15. Guru memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
laboratorium.
v
16. Guru membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang
beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna
v
17. Guru memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis
v
18. Guru memfasilitasi peserta didik melalui diskusi unuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tulisan.
v
19. Guru memberikan kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut
v
20. Guru memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran
kooperatif can kolaboratif
v
21. Guru memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat
untuk meningkatkan prestasi belajar
v
22. Guru memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi
yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok
v
23. Guru memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan kerja
individual maupun kelompok
v
24. Guru memfasilitasi peserta didik melakukan pameran,
turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan
v
25. Guru memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang v
141
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik
26. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam
bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik
v
27. Guru memberikan informasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber
v
28. Guru memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan
v
29. Guru memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh
pengalaman yang bermakna
v
C. Kegiatan Penutup
30. Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat
rangkuman/simpulan pelajaran
v
31. Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
v
32. Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran
v
33. Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi atau memberikan tugas baik tugas
individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar
peserta didik
v
4. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya
v
125
Kisi-Kisi Soal Diagnostik
Mata Pelajaran : Kimia
Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Pokok Bahasan : Kelarutan dan Hasil kali kelarutan
Kelas : XI / 2
Waktu : 90 menit
Standar Kompetensi : 4. Memahami sifat-sifat larutan asam-basa, metode pengukuran
Serta terapannya.
Kompetensi Dasar : 4.6. Mempresiksikan terbentuknya endapan dari suatu reaksi
Berdasarkan prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Kisi-kisi soal untuk materi prasyarat.
NO Indikator soal Konsep No. Soal Jumlah Soal
1.
2.
3.
4.
Siswa dapat menuliskan reaksi ionisasi suatu larutan elektrolit Siswa dapat menuliskan rumus tetapan kesetimbangan. Siswa dapat menentukan arah pergeseran kesetimbangan Siswa dapat menghitung molaritas suatu larutan.
Larutan Elektrolit Rumus tetapan kesetimbangan Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan Molaritas larutan
1,2
3,4
5,6 7
2 2 2 1
126
Kisi-kisi soal untuk materi inti (Kelarutan dan Hasil kali kelarutan)
No Indikator soal Konsep No. Soal Jumlah Soal
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Siswa dapat menuliskan rumus Ksp. Siswa dapat menentukan rumus Ksp jika kelarutan suatu zat diketahui. Jika Ksp suatu zat diketahui, siswa dapat menghitung kelarutan zat tersebut Siswa dapat menentukan kelarutan suatu zat yang sukar larut, jika ditambahkan ion sejenis Siswa dapat menghitung harga Ksp jika pH larutan jenuh diketahui. Siswa dapat meramalkan apakah garam yang dihasilkan belum jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh.
Ksp Ksp Kelarutan Pengaruh ion sejenis Pengaruh pH Larutan belum jenuh Larutan tepat jenuh Larutan lewat jenuh Reaksi pengendapan
1,2 3,4,5,6,7 8,9,10,11,12,15 13,14, 16, 17,18,19 20,21,22
2 5 6 3. 3 3
135
Lampiran 6
STUDI DOKUMEN PRENCANAAN PEMBELAJARAN
Nama observer : ……………………………..
Lokasi :………………………………
Materi Pelajaran :……………………………....
Kelas :……………………………...
No Indikator ada Tidak A.Komponen RPP
1. Identitas mata pelajaran v 2. Standar kompetensi v 3. Kompetensi dasar v 4. Indikator pencapaian kompetansi v 5. Tujuan pembelajaran v 6. Materi ajar v 7. Alokasi waktu v 8. Metode pembelajaran v 9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan v b. Inti v c. Penutup v 10. Penilaian hasil belajar v 11. Sumber belajar v B. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
12. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik v 13. Mendorong partisipasi aktif peserta didik v 14. Mengembangkan budaya membaca dan menulis v 15. Memperhatikan keterkaitan antar komponen RPP
a. Memperhatikan keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar
v
b. Memperhatikan keterkaitan antara kompetensi dasar dengan indikator pencapaian kompetensi
v
c. Memperhatikan keterkaitan antara kompetensi dasar dengan tujuan pembelajaran.
v
d. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapaian kompetensi dengan tujuan
v
136
pembelajaran e. Memperhatikan keterkaitan antara indikator
pencapain kompetensi dengan materi ajar v
f. Memperhatikan antara tujuan pembelajaran dengan materi ajar
v
g. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapaian kompetensi dan alokasi waktu
v
h. Memperhatikan keterkaitan antara tujuan pembelajaran dan alokasi waktu
v
i. Memperhatikan keterkaitan antara materi ajar dengan alokasi waktu
v
j. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapaian kompetensi dan metode pembelajaran
v
k. Memperhatikan keterkaitan antara tujuan pembelajaran dan metode pembelajaran
v
l. Memperhatikan keterkaitan antara materi ajar dan metode pembelajaran
v
m. Memperhatikan keterkaitan antara alokasi waktu dan metode pembelajaran
v
n. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapaian kompetensi dan penilaian hasil belajar
v
o. Memperhatikan keterkaitan antara tujuan pembelajaran dan penilaian hasil belajar
v
p. Memperhatikan keterkaitan antara metode pembelajaran dan penilaian hasil belajar
v
q. Memperhatikan keterkaitan antara materi ajar dan sumber belajar
v
16. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi v
142
LEMBAR VALIDASI SOAL TES DIAGNOSTIK BERTINGKAT DUA
Mata Pelajaran : Kimia
Kelas / Semester : XI / 2
Standar Kompetensi : 4. Memahami sifat-sifat larutan asam basa, metode pengukuran dan
terapannya
Kompetensi Dasar : 4.6. Memprediksi terbentuknya endapan dari suatu reaksi berdasarkan
prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan
A. Petunjuk
Berilah tanda (√) pada kolom penilaian yang sesuai menurut pendapat Bapak / Ibu, dengan
skala penilaian adalah sebagai berikut:
1. Tidak baik
2. Kurang baik
3. Cukup baik
4. Baik
5. Sangat baik
143 B. Penilaian ditinjau dari beberapa aspek
NO. ASPEK YANG DINILAI SKALA PENILAIAN
1 2 3 4 5
Format
1. Kejelasan dalam pembagian materi
2. Sistem penomoran
3. Penulisan dan ukuran huruf
Isi
1. Kebenaran isi materi dalam soal
2. Di kelompokkan dalam bagian-bagian yang
logis
3. Kesesuaian butir soal dengan konsep / materi
4. Kesesuaian butir soal dengan silabus
Bahasa
1. Kebenaran tata bahasa
2. Kesederhanaan kalimat dengan taraf berpikir
siswa
3. Kesederhanaan kalimat dengan kemampuan
siswa
4. Kalimat soal tidak mengandung arti ganda
5. Kejelasan petunjuk penggunaan soal
144 C. Penilaian umum terhadap soal (Kesimpulan umum)
Lingkarilah angka yang sesuai dengan penilaian umum Bapak / Ibu terhadap soal tes
diagnostik ini
• Penilaian umum terhadap soal tes diagnostik bertingkat dua
a. Tidak baik
b. Kurang baik
c. Cukup baik
d. Baik
e. Sangat baik
• Secara umum, soal tes ini:
a. Belum dapat digunakan dan masih memerlukan konsultasi lebih lanjut
b. Dapat digunakan dengan banyak perbaikan
c. Dapat digunakan dengan sedikit perbaikan
d. Dapat digunakan langsung tanpa perbaikan
• Nomor butir soal yang perlu diperbaiki : …………………………………………….
• Nomor butir soal yang perlu dibuang : …………………………………………….
Komentar dan Saran
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
Padang, Mei 2011
Validator,
(Dr. Mawardi A, M.Si)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA
Mata Pelajaran : Kimia
Materi Pokok : Kelarutan dan Hasil kali Kelarutan
Kelas Semester : XI/ II
Waktu : 8 x 45 menit
I. Standar Kompetensi
4. Memahami sifat‐sifat larutan asam basa, metode pengukuran serta terapannya
II. Kompetensi Dasar
4.6. Memprediksi terbentuknya endapan dari suatu reaksi berdasarkan prinsip kelarutan dan
hasil kali kelarutan.
III. Indikator
1. Menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut.
2. Menghubungkan tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau
pengendapannya.
3. Menuliskan ungkapan berbagai Ksp elektrolit yang sukar larut dalam air.
4. Menghitung kelarutan suatu larutan elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga
Ksp atau sebaliknya.
5. Menjelaskan pengaruh penambahan ion senama dalam larutan
6. Menentukan pH larutan dari harga Ksp nya.
7. Memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga tetapan hasil kali kelarutan
(Ksp) dan membuktikannya dalam percobaan
IV. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang
sukar larut.
2. Siswa dapat menghubungkan tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau
pengendapannya.
3. Siswa dapat menuliskan ungkapan berbagai Ksp elektrolit yang sukar larut dalam air.
4. Siswa dapat menghitung kelarutan suatu larutan elektrolit yang sukar larut berdasarkan
data harga Ksp atau sebaliknya.
5. Siswa dapat menjelaskan hubungan harga Ksp dengan pH.
6. Siswa dapat memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga tetapan hasil kali
kelarutan (Ksp) dan membuktikannya dengan percobaan.
V. Materi Pokok/Uraian
Kelarutan dan hasil kali kelarutan
• Kelarutan dan hasil kali kelarutan
• Pengaruh penambahan ion senama terhadap kelarutan
• Kelarutan dan pH
• Reaksi pengendapan.
VI. Pendekatan pembelajaran.
Pendekatan : Keterampilan proses.
Metode : Tanya jawab, eksperimen dan diskusi
VII. Media pembelajaran
Charta, peta konsep, flas mx dan bahan percobaan
VIII. Sumber pembelajaran
1. Kurikulum KTSP
2. Buku kimia Erlangga
3. Buku kimia Esis
IX . Alokasi Waktu
Tatap Muka Alokasi Waktu PT/KMTT Alokasi
Waktu
• Menentukan
persamaan Ksp
garam yang
sukar larut
• Menghitung Ksp
jika diketahui
kelarutannya dan
sebaliknya
• Menentukan
6 x 45 menit • Latihan
menentukan
persamaan Ksp
dari garam yang
sukar larut
• Latihan
menghitung Ksp
jika kelarutan
diketahui,
4x 45 menit
harga Ksp jika
diberi ion
senama
• Menentukan
apakah terjadi
pengendapan
penambahan ion
senama dan
menentukan
apakah terjadi
reaksi
pengendapan
X Kegiatan Pendahuluan
NO Langkah‐Langkah Waktu Ket
1
A. Kegiatan awal
Appersepsi
Tanya jawab tentang pengertian larutan belum
jenuh, tepat jenuh dan larutan lewat jenuh dalam
kehidupan sehari‐hari.
Prasyarat
Peserta didik mengerti tentang kelarutan dan Ksp
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
‐ Seminggu sebelum mempelajari materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan, siswa
diberi tugas baca di rumah.
‐ Diskusi dan tanya jawab tentang kelarutan
suatu larutan encer.
‐ Pada larutan jenuh terjadi reaksi
kesetimbangan.
Elaborasi
‐ Siswa dibimbing menghubungkan kelarutan
dengan Ksp.
Konfirmasi
‐ Guru dan siswa menyamakan konsep
kelarutan dan hasil kali kelarutan
2.
3.
‐ Siswa mengerjakan soal‐soal latihan.
C. Kegiatan Penutup
Guru memberikan tugas kepada siswa
Tugas baca tentang hubungan pH dengan
kelarutan dan pengaruh ion sejenis terhadap
kelarutan.
A. Kegiatan awal
1. Appersepsi
Guru mereview kembali pengertian kelarutan.
2. Motivasi
Bagaimana pengaruh pH dan ion sejenis
terhadap kelarutan/
B. Kegiatan inti
Eksplorasi
‐ Diskusi dan tanya jawab tentang pengaruh
pH terhadap kelarutan
‐ Diskusi dan tanya jawab tentang pengaruh
ion sejenis terhadap kelarutan.
‐ PH dan ion sejenis mengurangi kelarutan
Elaborasi
‐ Siswa dibimbing menghubungkan pengaruh
dan ion sejenis terhadap kelarutan.
Konfirmasi.
‐ Siswa dan guru menyamakan konsep adanya
pengaruh pH dan ion sejenis terhadap
kelarutan.
‐ Siswa mengerjakan soal‐soal latihan.
C. Kegiatan Penutup
Guru memberikan soal‐soal pada siswa
Tugas baca tentang reaksi‐reaksi pengendapan.
A. Kegiatan Awal
1. Appersepsi
Guru mereview tentang reaksi dekomposisi
yang terjadi pada reaksi garam1 dan Garam2
2. Motivasi
Apakah terbentuk endapan garam atau tidak
suatu reaksi dekomposisi garam?
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
‐ Diskusi dan tanya jawab tentang reaksi
garam
‐ Diskusi dan tanya jawab cara menghitung
harga Ksp dari garam‐garam yang terbentuk
‐ Menghubungkan Qc dan Ksp
Elaborasi
‐ Siswa dibimbing menentukan kapan terjadi
reaksi pengendapan
Konfirmasi
‐ Siswa dan guru menyamakan konsep
terjadinya reaksi pengendapan dari
hubungan Qc dan Ksp
‐ Siswa mengerjakan soal‐soal latihan.
C. Kegiatan Penutup
Guru memberikan soal‐soal pada siswa.
Siswa siap untuk ulangan harian.
XI. Penilaian Hasil Belajar
a. Penilaian Aspek Kognitif
1. Jenis Tagihan
‐ Tugas terstruktur (individu)
‐ Ulangan harian
2. Bentuk Instrumen
3. Uraian ( terlampir )
Mengetahui, Lubuk Alung, januari 2011
Kepala SMAN 1 Lubuk ALUNG Guru mata pelajaran
(Dra. Dian Mulyati Syarfi.) ( Masyitah RM, M.Si/ Eriyanti,S.Pd)
(
SOAL TES DIAGNOSTIK
Nama :
Kelas :
Petunjuk soal
Pilih dan berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang anda anggap paling benar beserta salah satu alasannya yang sesuai, Jika tidak ada alasan yang sesuai dengan jawaban yang anda pilih, tuliskan alasan anda pada point alasan yang masih kosong.
1. Persaman hasil kali kelarutan dari Ag2CrO4 yang benar adalah….
A. Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-]
B. Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-] /[Ag2CrO4]
C. Ksp Ag2CrO4 = [Ag2CrO4] / [Ag+ ]2 [CrO42-]
D. Ksp Ag2CrO4 = [2Ag+] [CrO42-]
E. Ksp Ag2CrO4 = [Ag2+] [CrO42-]2
Alasannya: 1. Ag2CrO4 2 Ag+ + CrO4
2- . Ksp = [Ag+]2 [CrO42-] /[Ag2CrO4]
2. Ag2CrO4 2 Ag+ + CrO42- . Ksp = [Ag+]2 [CrO4
2-] 3. Ag2CrO4 2 Ag+ + CrO4
2- . Ksp = [Ag2CrO4] / [Ag+ ]2 [CrO42-]
4. Ag2CrO4 2 Ag+ + CrO42- . Ksp = [Ag+] [CrO4
2-]2 2. Jika kelarutan Ag2CO3 dalam air adalah a mol/L , maka hasil kali kelarutan Ag2CO3
dapat dinyatakan dengan…. A. a2 B. 2a3 C. 4a3 D. 27a4 E. 108a5 Alasannya : 1. Ag2CO3(s) 2Ag+
(Aq) + CO32-
(Aq) Ksp Ag2CO3 = [Ag+]2[CO32-] = a2.a
2. Ag2CO3(S) 2Ag+(Aq) + CO3
2(Aq) Ksp Ag2CO3 = [Ag+]2[CO3
2-] = 2(a)2.a 3. Ag2CO3(S) 2Ag+
(Aq) + CO32-
(Aq) Ksp Ag2CO3 = [Ag2+][CO32-] = (2a)2 a
4. Ag2CO3(S) 2Ag+(Aq) + 3CO2-
(Aq) Ksp Ag2CO3 = [Ag+]2[CO2-]3 = 2a2.3a3 3. Kelarutan perak oksalat Ag 2C 2O4 dalam air adalah 1,1 x 10-4 M. Pada suhu 25oC. Harga
Ksp Ag 2 C 2 O 4 adalah….. A. 5,8 x 10-16 C. 5,3 x 10-12 E. 1,21,x,10-8 B. 1,3 x 10-12 D. 2,4 x 10-8
Alasannya:
1. Ksp Ag 2C 2O4 = [Ag+]2[C2 O42-]2 , Ksp= ( 2 x 1,1 x 10-4)2 (1,1 x10-4)2
2. Ksp Ag 2C 2O4 = [Ag+]2[C2 O42-] , Ksp= (1,1 x 10-4)2 (1,1 x 10-4)
3. Ksp Ag 2C 2O4 = [Ag+]2[C2 O42-] , Ksp= ( 2 x 1,1 x 10-4)2 (1,1 x 10-4)
4. Ksp Ag 2C 2O4 = [Ag2+][C2 O42-] ,Ksp= (1,1 x 10-4) (1,1 x 10-4)
5. ………. 4. Pada saat jenuh, kelarutan Pb(NO3)2 dalam air adalah 33,1 mg/L. Berapakah hasil kali
kelarutan garam tersebut? (Mr Pb(NO3)2 =331g/mol) A. 1 x 10-12 C. 4 x 10-10 E. 4 x 10-3 B. 4 x 10-12 D.1 x 10-8
Alasannya:
1. Kelarutan Pb(NO3)2 = 33,1x10-3/331x 1/L = 1x 10-4M, Ksp= (1x10-4). (1x10-4)2 2. Kelarutan Pb(NO3)2 = 33,1x10-3/331x 1/L = 1x 10-4M, Ksp = (1x10-4). 2(1x10-4)2 3. Kelarutan Pb(NO3)2 = 33,1 x 10-3/331x 1/L = 1x 10 -4 Ksp= 2(1x10-4).(1x10-4)2 4. Kelarutan Pb(NO3)2 = 33,1x10-3/331x 1/L = 1x 10-4M, Ksp= (1x10-4).(2x10-4)2 5. ……………………………………………………………………………..
5. Jika diketahui Ksp Ag2CO3 = 3,2 x 10-5, maka kelarutan Ag2CO3 pada saat jenuh
adalah…. A. 5,6 x 10-3M C. 2 x 10-3M E. 1 x 10-2M B. 3,17 x 10-2 M D. 2 x 10 -2M Alasannya:
1. Ag2CO3(S) 2Ag+(Aq) + CO3
2-(Aq) , S =
2. Ag2CO3(S) 2Ag+(aq) + CO3
2- (aq) , s=
3. Ag2CO3(S) 2Ag+(aq) + CO3
2-(aq) , s=
4. Ag2CO3(S) 2Ag+(aq) + CO3
2- (aq) , s=
5. ………………….. 6. Suatu larutan mengandung PbSO4 jenuh dengan Ksp PbSO4 = 1,2 x 10-10. Jika larutan itu
diencerkan 100 kali, maka Ksp PbSO4 adalah…. A. 1,2 x 10-10 mol/ B. 1,1 x 10-12 mol/ C. 1,1 x 10-5 mol/L
Alasannya:
1. Pengenceran menyebabkan Ksp menjadi lebih kecil 2. Pengenceran tidak mempengaruhi Ksp
3. Pengenceran menyebabkan Ksp menjadi lebih besar 4. ___________________________________________
7. Diketahui harga Ksp dari senyawa-senyawa berikut:
a. AgBr = 1x10-10 c. Ag2SO4 =1x10-12 e. Ag2CrO4 = 1x10-19
b.AgI = 1x10-16 d.Ag2CO3 = 1x10-11
Diantara senyawa tersebut yang paling sukar larut adalah……
A. AgBr C. Ag2SO4 E. Ag2CrO4 B. AgI D. Ag2CO3 Alasannya: 1. Harga Ksp yang sangat besar, sehingga paling sukar larut dalam air. 2. Harga Ksp yang sangat kecil, sehingga paling sukar larut dalam air. 3. Kelarutannya yang sangat besar , sehngga paling sukar larut dalam air 4. Kelarutannya yang sangat kecil, sehingga paling sukar larut dalam air. 5. ……………………………
8. Kelarutan AgCl yang paling kecil terdapat dalam ……. A. Air murni B. Larutan HCl 0,01 M C. Larutan AgNO3 0,1M D. Larutan Ag2 CrO4 0,1 M E. Larutan Ag2CO3 0,01 M.
Alasannya: 1. Adanya penambahan ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan AgCl,
sehingga menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri.
2. Adanya penambahan ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan
AgCl,sehingga menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan.
3. Dalam air murni tidak ada yang mempengaruhi kesetimbangan AgCl
4. Adanya penambahan ion sejenis tidak akan mempengaruhi kesetimbangan AgCl.
5. ……….
9. Hasil kali kelarutan M2CO3 = 3,2x10-11, konsentrasi ion M+ adalah…..
A. 2x10-4 M C.3,2x10-4 M E. 5,6x10-6M
B. 4x10-4 M D. 4x10-6M
Alasannya:
1. M2CO3(S) 2M+(Aq) + CO3
2-(aq) S = , [ M+] sebanding dengan S
2. M2CO3(S) 2M+(Aq) + 3CO2-
(aq) S = , [ M+] sebanding dengan S
3. M2CO3(S) 2M+(Aq) + CO3
2-(aq) S = , [ M+] sebanding dengan 2S
4. M2CO3(S) 2M+(Aq) +3 CO2-
(aq) S = , [ M+ ] sebanding dengan 2S
5. ………………………………………………………………………………
10. Jika Ksp AgI : 4x10-16. Berapakah kelarutan AgI dalam larutan AgNO3 0,1 M?
A. 4x10-17 M C. 2x 10-8 M E. 6,3x10-8M
B. 4x10-15 M D. 3,2x10-8 M
Alasannya:
1. AgI Ag++ I-, maka S:
2. AgI Ag++ I-, maka S: ,
3. AgI Ag++ I-, maka S: Ksp x 0,1M
4. AgI Ag++ I-, maka, S : ,
5. ……………………………………………….
11. Larutan AgCl akan lebih banyak mengendap jika dilarutkan dalam….
A. Larutan CaCl2 0,1 M B. Larutan NaBr 0,1 M
C. Larutan AgNO3 0,1 M
D. Air panas
E. Larutan NaCl 0,1 M
Alasannya:
1. Penambahan konsentrasi ion sejenis akan menggeser kesetimbangan ke kanan,
sehingga larutan AgCl mudah mengendap.
2. Penambahan konsentrasi ion sejenis akan menggeser kesetimbangan ke kiri,
sehingga larutan AgCl mudah mengendap.
3. Penambahan konsentrasi ion sejenis akan menggeser kesetimbangan ke kanan,
sehingga larutan AgCl sulit mengendap.
4. Penambahan konsentrasi ion sejenis tidak akan mempengaruhi kesetimbangan.
5. ……………………………………………………………………
12. Harga Ksp Pb(OH)2 pada suhu tertentu adalah 4 x 10-15, pH larutan jenuh Pb(OH)2 yang
terbentuk adalah sebesar ….
A. 9 B. 9 + log 2 C. 9 – log 2 Alasannya:
1. Pb(OH)2 (s) Pb+2(aq) + 2OH-
(aq), s = , [OH-] = s, pOH = - log [OH-],
pH = pKw - pOH
2. Pb(OH)2 (s) Pb+2(aq) + 2OH-
(aq), s = , [OH-] = 2s, pOH = - log [OH-],
pH = pKw - pOH
3. Pb(OH)2 (s) Pb+2(aq) + 2OH-
(aq), s = , [OH-] = 4s, pOH = - log [OH-],
pH = pKw - pOH 4. ______________________________________________________________
13. Larutan Mg(OH)2 jenuh mempunyai pH = 10, harga Ksp Mg(OH)2 adalah….. A. 5x10-13
B. 4x10-12
C. 1x10-12
D. 5x10-9
E. 1x10-6
Alasannya:
1. Mg2(OH) Mg2+ dan 2OH-, [OH-]= 1x10-4M Ksp : [1x10-4] [1x10-4]2
2. Mg2(OH)2 Mg2+ dan 2OH-, [OH-]= 1x10-4M Ksp : [5x10-5] [1x10-4]2
3. Mg2(OH)2 Mg2+ dan 2OH-, [OH-]= 1x10-4M Ksp : [1x10-4] [2x10-4]2
4. Mg2(OH)2 2Mg+ dan 2OH-, [OH-]= 1x10-4M Ksp : [1x10-4]2 [1x10-4]2
5. ………………………………………………………………………………
14. Pada suhu tertentu diketahui Ksp AgCl = 4x10-8. Apakah yang akan terjadi jika 100 ml larutan AgNO3 0,0004 M dicampur dengan 100 ml larutan HCl 0,0002M? A. Terbentuk endapan AgCl
B. Larutan tepat jenuh.
C. Belum terbentuk endapan.
D. Terbentuk endapan jika larutan dipanaskan.
E. Terbentuk endapan jika konsentrasi HCl di kurangi .
Alasannya:
1. AgCl (s) Ag+(aq) + Cl-
(aq), Q > Ksp, ( Q= 8x10-8 )
2. AgCl (s) Ag+(aq) + Cl-
(aq), Q= Ksp, ( Q= 4x10-8 )
3. AgCl (s) Ag+(aq) + Cl-
(aq), Q< Ksp, ( Q= 2x10-8 )
4. AgCl (s) Ag+(aq) + Cl-
(aq), Q< Ksp, ( Q= 1x10-8 )
5. ……………………………………………………………….
15. Diketahui Ksp Mg(OH)2 = 4x10-12. Jika larutan MgCl2 0,04 M dinaikan pHnya, akan mulai terbenuk endapan pada pH kira-kira…. A. 12
B. 10
C. 10-log 2
D. 9
E. 8+log 5
Alasannya:
1. Mg2(OH) Mg2+ dan 2OH- , Q = Ksp, [OH-] =
pH= 14-pOH
2. Mg2(OH) Mg2+ dan 2OH- , Q = Ksp, [OH-] = / ,
pH= 14-pOH
3. Mg2(OH) Mg2+ dan 2OH- , Q >Ksp, [OH-] = / ,
pH= 14-pOH
4. Mg2(OH) Mg2+ dan 2OH- , Q= Ksp, [OH-] = 2 (Ksp/4x10-2)
pH = 14-pOH
16. Apakah yang akan terjadi jika larutan NaCl 0,1M sebanyak 200 ml dicampurkan dengan 200 ml larutan Pb(NO3)2 0,1 M? Ksp PbCl2 = 1,7x10-5. A. Terbentuk endapan PbCl2
B. Larutan tepat jenuh.
C. Belum terbentuk endapan.
D. Terbentuk endapan jika larutan dipanaskan.
E. Terbentuk endapan jika konsentrasi NaCl dikurangi.
Alasannya:
1. PbCl2(s) Pb2+(aq) + 2Cl-
(aq) Q > Ksp, (Q= [Pb2+] [Cl-]2 = 1,25x10-4)
2. PbCl2(s) Pb2+(aq) + 2Cl-
(aq) Q = Ksp (Q= [Pb2+] [Cl-]2 = 1,7x10-5)
3. PbCl2(s) Pb2+(aq) + 2Cl-
(aq) Q < Ksp (Q= [Pb2+] [Cl-]2 = 1,25x10-10)
4. PbCl2(s) Pb2+(aq) + 2Cl-
(aq) Q > Ksp, (Q= [Pb2+] [Cl-]2 = 1,25x10-5)
7 Diketahui harga Ksp dari senyawa-senyawa berikut:
a. AgBr = 1x10-10 c. Ag2SO4 =1x10-12 e. Ag2CrO4 = 1x10-19
b.AgI = 1x10-16 d.Ag2CO3 = 1x10-11
Diantara senyawa tersebut yang paling sukar larut adalah……
A. .AgBr C. Ag2SO4 E. Ag2CrO4 B. AgI D. Ag2CO3 Alasannya: 1. Harga Ksp yang sangat besar, sehingga paling sukar larut dalam air. 2. Harga Ksp yang sangat kecil, sehingga paling sukar larut dalam air. 3. Kelarutannya yang sangat besar , sehngga paling sukar larut dalam air 4. Kelarutannya yang sangat kecil, sehingga paling sukar larut dalam air.
157
PROFIL SEKOLAH
1. Nama : SMA Negeri 1 Lubuk Alung
2. Alamat : Jln. Sungai Abang, Lubuk Alung
3. Kelurahan : Sungai Abang
4. Kecamatan : Lubuk Alung
5. Kabupaten : Padang Pariaman
6. Propinsi : Sumatera Barat
7. Sekolah diresmikan : 7 April 1979
8. Akreditasi : A
9. Keadaan Sekolah :
a. Kelas : 8 rombel (257 siswa)
b. Kelas XI : 9 rombel (279 siswa), Program IPA 6 rombel,
IPS 3 rombel
c. Kelas : 7 rombel (199 Siswa) Progrm IPA 5 rombel,
IPS 2 rombel
10. Jumlah : 93 guru tetap, 5 guru tidak tetap
11. Jumlah Guru Kimia : 5 orang guru perempuan
a. Pendidikan : 4 orang berijasah S-1,1 orang berijasah S-2
b. Lama mengajar : 2 orang guru telah mengajar < 25 tahun
2 orang guru telah mengajar < 15 tahun
1 orang guru telah mengajar < 7 tahun
12. Jumlah Labor IPA : 3 buah Labor ( labor Kimia, fisika dan Bologi)
Ketiga labor tersebut digunakan untuk praktikum