122421260-skenario-b-blok-14

Download 122421260-Skenario-B-Blok-14

If you can't read please download the document

Upload: al-amirah-zainab

Post on 08-Feb-2016

149 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gfjhgjkgfiug

TRANSCRIPT

SKENARIO B BLOK 14 (ENDOKRINOLOGI) FK UNSRI 2013 Tn A, 67 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan set iap hari mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg. Menurut keluarganya, sebelum koma, pasien merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas, sete lah minum obat sebelum makan pagi. Pemeriksaan fisik Kesadaran: koma, TD 90/40 m mHg, nadi 120 x/menit, suhu 36C Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fi sik. Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glucometer: 40 mg/dL A. KLARI FIKASI ISTILAH 1. Koma : keadaan tidak sadarkan diri dimana penderita tidak dapa t dibangunkan bahkan dengan rangsangan yang sangat kuat 2. DM tipe 2: kelainan m etabolic dimana ditemukan ketidakmampuan untuk mengoksidasi karbohidrat akibat g angguan pada mekanisme insulin yang normal. 3. Palpitasi: perasaan berdebar-deba r atau denyut jantung tidak teratur yang sifatnya subjektif 4. Glibenklamid: oba t oral anti diabetic golongan sulfonylurea generasi II 5. GDS: hasil pengukuran yang dilakukan seketika waktu itu tanpa puasa. B. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Tn A, 67 tahun, koma sejak 3 jam yang lalu (Masalah Utama) 2. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg. 3. Sebelum koma, pasien merasa dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan mer asa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi. 4. Pada pemeriksaan fisik dite mukan: Kesadaran: koma, TD 90/40 mmHg, nadi 120 x/menit, suhu 36C. Dan kadar gluk osa darah sewaktu (GDS) dengan alat glucometer: 40 mg/dL C. ANALISIS MASALAH Tn A, 67 tahun, koma sejak 3 jam yang lalu. 1. Apa penyebab Tn A koma? Jawab: Tn A koma karena mengalami syok hipoglikemi (hipoglikemia berat). 2. Bagaimana mekani sme terjadinya koma pada Tn A? Jawab: Seperti sebagian besar jaringan lainnya, m atabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan b akar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpan an glikogen di astrosit, namun itu dipakai Page 1 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringa n interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf te rsebut. Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg /dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM ), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan kom a 3. Bagaimana penanganan pada pasien koma? Jawab: Koma diabetikum adalah komplika si serius dari diabetes yang menyebabkan penderitanya tidak sadar (tidak dapat m erespon suara atau stimulasi). Kadar gula darah yang sangat tinggi (hyperglycemi a) atau sangat rendah (hypoglycemia) dapat memicu terjadinya diabetik koma. Namu n, berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh Tn. B (merasa dingin, berkeringat , palpitasi, badan lemas dan merasa cemas), Tn. B ini mengalami koma diabetikum yang disebabkan oleh hypoglycemia. Adapun penanganan yang dapat dilakukan pada p asien ini adalah injeksi glukagon, yang akan membuat tingkat gula darah cepat na ik atau juga dapat diberikan glukosa secara intravena. Pasien koma diabetikum bi asanya akan kembali sadar ketika gula darah kembali ke tingkat normal. Selain it u, pertolongan awal bisa dilakukan dengan memberi pil gula yang mengandung gluko sa atau gel khusus yang dibuat untuk penderita diabetes, jus buah manis, atau mi numan ringan yang mengandung gula. Injeksi glukosa 40% i.v. 25 ml (encerkan dua kali). Infus martos (maltosa 10%) atau glukosa 10%. Bila belum sadar, maka dapat diulang 25 cc glukosa 40% setiap jam (sampai sadar), dan dapat diulang sampai e nam (6) kali. Terdapat rumus 1 2 3 injeksi Dextrose 40%, yaitu: Page 2 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14Rumus 1: diberikan 1 flash jika kadar glukosa darah 60-90 mg/dl Rumus 2: diberik an 2 flash bila kadar glukosa darah 30-60 mg/dl Rumus 3: diberikan 3 flash bila kadar glukosa darah 1,5) dan hati, serta pasien pasien deng an kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskuler, sepsis, syok, ga gal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi kel uhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Penggunaan dalam kli nik. Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan S U, repaglinid, nateglinid, penghambat alpha glikosidase dan glitazone. Penelitia n klinik memberikan hasil monoterapi yang bermakna dalam penurunan glucose darah puasa (60-70mg/dl) dan AIC (1-2%) dibandingkan dengan placebo pada pasien yang tidak dapat terkendali hanya dengan diet. Efektifitas metformin menurunkan gluko sa darah pada orang gemuk sebanding dengan kekuatan SU. Karena kemampuannya meng urangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profi l lipid maka metformin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan dibetes pada ora ng gemuk dengan disipledimia dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pert ama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetic lain. Dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid, ya itu fenformin, buformin dan metformin, tetapi fenformin telah ditarik dari pered aran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan a dalah metformin. Mekanisme Kerja Biguanid merupakan obat antihiperglikemik, tida k menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglike mia. Metformin menurunkan produksi Page 42 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhada p insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Meski masih controversial, adanya penurunan produksi glukosa di herar, banyak data yang menyatakan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan gluko neogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek pada sekresi glucagon, kortisol, h ormone pertumbuhan dan somatostatin. Biguanid tidak merangsang atau menghambat p erubahan glukosa menjadi lemak. Pad apasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan BB dengan mekanisme yang belum jelas pula. Metformin oral akan diabso rbsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam. Dosis awal 2x 500 mh, umu mnya dosis pemeliharaan adalah 3x 500 mg, dosis maksimal adalah 2,5 g. Obat dimi num pada waktu makan. Pasien yang tidak respon terhadap sulfonylurea dapat diata si dengan metformin atau dapat pula sebagai kombinasi dengan insulin atau sulfon ylurea. 1 Efek samping 20% pasien mengalami mual, muntah, diare, serta metallic taste, tetapi dengan menurunkan dosis keluhan0keluhan tersebut segera hilang. Pa da beberapa pasien yang mutlak bergantung pada insulin eksogen, kadang-kadang bi guanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia. Hal ini har us dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin. 1 Pada pesien dengan gang guan fungsi ginjal atau system kardiovaskular, pemberian biguanid akan menimbulk an peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat ,mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh. Indikasi Sediaan biguanid tidak dap at menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewas a. Fenformin dilarang dipasarkan di Indonesia karena dapat menyebabkan asidosis laktat. Fenformin digantikan oleh metformin yang lebih sedikit menyebabkan asido sis laktat. Dosis metformin adalah 1-3 g sehari dibagi dalam dua atau 3x pemberi an. Kontraindikasi Biguanid tidak boleh diberikan pad akehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kangestif serta penya kiut paru dengan hipoksia kronik. Pada pasien yang akan diberi zat kontras intra vena atau yang akan dioperasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. S etelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi gi njal harus tetap normal. Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebi han dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. Insidensi asidosis akibat m etformin kurang dari 0.1 kasus per 1000 pasien dalam setahun. Page 43 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14D. Penghambat Glukoksidase alfa Obat ini bekerja mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan . Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah keluhan kembung dan flatulen. Penggunaan dalam klinik. A carbose dapat digunakan sebagi monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin, metformin, glitazone atau sulfonylurea. Untuk mendapat efek maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat makanan utama. Hal ini perlu karena merupakan p enghambat kompetitif dan sudah harus ada pada saat kerja ensimatik pada saat yan g sama karbohidrat berada di usus halus. Dengan memberikannya 15 menit sebelum a tau sesudah makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa postprandia l. Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata-rata glukosa postprandial se besar 40-60 mg/dl dan glukosa puasa ratarata 10-20 mg/dL dan AIC 0,5-1%. Dengan terapi kombinasi bersama sulfonylurea metformin dan insulin maka acarbose dapat menurunkan lebih banyak terhadap AIC sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata glukosa post prandial sebesar 20-30 mg/dL dari keadaan sebelumnya. Cara pemberian ADO, terdir i dari : - ADO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesua i respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal - Ha rus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat obat tersebut. (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali I tablet, karena lama k erjanya 24 jam) Page 44 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14- Bila memberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat. - Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah mengguna kan obat oral lain, bila gagal, baru beralih kepada insulin. Insulin Sediaan ins ulin pada umumnya diperoleh dari sapi atau babi. Dengan berbagai teknik isolasi dan modifikasi diperoleh bermacam macam sediaan dengan sifat yang berbeda. Perbe daan yang penting adalah sifat antigenitasnya, semakin murni insulin diperoleh m aka makin kurang sifat antigennya. Berdasarkan kemurniannya macam insulin dibagi menjadi: a. Insulin puncak tunggal Insulin puncak tunggal adalah insulin dengn kromatografi gel. Pada pemeriksaan dengan disc gel electrophorese ditemukan bahw a selain insulin dengan puncak tunggal masih ada sejumlah kecil de-amino insulin dan arginin insulin yang merupakan hasil antara yang berasal dari perubahan pro insulin menjadi insulin. b. Insulin yang sangat dimurnikan Insulin yang sangat d imurnikan (highly purified) adalah insulin babai uang melalui proses pemurnian l ebih lanjut dengan cara kromatigrafi gel dan pertukaran ion. Daya imunogenitasny a pada manusia bergantung pada jumlah proinsulin dan bahan bahan alin yang menye babkan kristal tidak murni. c. Insulin mono komponen Insulin puncak tunggal yang dimurnikan lebih lanjut. Insulin jenis ini mempunyai kemurnian 99,5 % dan terny ata penelitian pada binatang menunjukkan insulin ini tidak bersifat antigenik. d . Human Insulin. Untuk mendapatkan insulin murni seperti yang diproduksi pankrea s manusia ada 2 cara: 1). Dengan menggunakan rekombinan DNA dari E. Coli dan 2). Menggunakan proses enzimatik yang dapat mengubah insulin babi menjadi insulin m anusia. Indikasi pemakaian insulin adalah : - Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis - Ketoasidosis diabetic Page 45 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik - Hiperglikemia dengan asidosis laktat - Gagal dengan kombinasi ADO dosis hampir maksimal - Stress berat (infeksi siste mik, operasi besar, IMA, stroke) - Kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestsi onal yang tidak terkendali dengan TGM - Gangguan fungsi ginjal atau hati yang be rat - Kontraindikasi dan atau alergi terhadap ADO. Jenis dan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: 1. Insulin kerja pendek (short acting insul in) Insulin reguler adalah larutan insulin seng kristalin kerja singkst.menurunk an gula darah dalam beberapa menit. Ini merupakan satu satunya preparat insulin yang cocok untuk pemberian intravena. Bentuk bufer digunakan pada pompa insulin eksternal. Baik insulin rekombinan manusia maupun sumber hewan tersedia dalam be ntuk ini. Actrapic , Velosulin, dan semilente juga termasuk dalam kelompok ini. Insulin jenis ini sebaiknya diberikan 30 menit sebelum makan, akan mencapai punc ak setelah 1- 3 jam dan mempunyai efek sampai 8 jam. 2. Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin) a. Suspensi insulin semilente insulin ini merupakan endapan amorf insulin dengan ion seng dalam bufer asetat yang tidak cocok untuk pemberian intravena. Mula kerja dan efek puncaknya cepat, tetapi agak lebih lam bat dari insulin reguler. b. Suspensi insulin isofane insulin ini sering disebut neutral protamine hagedorn (NPH/insulatard), suatu insulin yang dikombinasi pad a pH netral dengan muatan polipeptida positif protamin. Masa kerjanya sedang. In i disebabkan oleh lambatnya absorbsi insulin karena konjugasi insulin dengan pro tamin untuk membentuk kompleks yang kurang larut. NPH seharusnya hanya diberikan secara subkutan dan berguna pada semua bentuk diabetes kecuali diabetes ketoasi dosis dan hiperglikemia berat. c. Insulin lente Page 46 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14Insulin ini merupakan campuran 30% insulin semi lente dan 70% insulin ultralente . Kombinasi ini memberikan absorbsi yang lebih cepat dengan suatu kerja pemeliha raan yang membuat insulin lente digunakan secara luas dari semua jenis insulin s eri lente. Diberikan hanya secara subkutan. Monotard sama seperti lente, tetapi dibuat dari pankreas babi.insulin macam ini awal kerjanya adalah 1,5 2,5 jam dan mempunyai lama kerja sampai kira kira 24 jam. Jenis ini mempunyai puncak yang b erbeda beda secara individual yaitu antara 4 sampai 15 jam. 3. Insulin kerja pan jang (long acting insulin) Insulin ultralente merupakan suspensi kristal insulin seng (babi atau manusia) dalam bufer asetat dengan komposisi partikel besar yan g lambat dipisahkan. Menghasilkan awitan kerja lambat dan efek hipoglikemik jang ka lama. Saat ini hanya digunakan di beberapa negara saja, kerena kontrol diabet es sukar dicapai dengan obat ini dan tidak mungkin dikombinasi dengan insulin ne tral atau asam dalam satu suntikan. Selain itu waktu kerja terlalu panjang 24 36 jam sehingga mungkin dapat terjadi kumulasi obat. 4. Insulin campuran tetap (pr emixed insulin) Kombinasi insulin manusia seperti 70 % isofane dan 30 % reguler. Awal kerjanya dan kekuatannya tergantung dari proporsi komponen insulin kerja c epatnya. Sedang lama kerjanya sampai 24 jam. Dari sediaan yang ada sering dibuat campuran dengan tujuan memperoleh sediaan yang mula kerja cepat dan masa kerja panjang. Campuran tersebut dapat dibuat sesuai dengan kemauan kita dan keadaan p enderita, tetapi sediaan campuran tersebut bersifat tidak stabil dalam larutan s ehingga pembuatannya harus dilakukan sesaat sebelum penggunaannya. Efek samping terapi insulin - Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya hipogl ikemi - Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat me nimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin Dasar pemikiran terapi insulin: - Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. T erapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. - De fisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemi pada keada an puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemi se telah makan Page 47 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14- Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin ker ja cepat (rapid acting), kerja pendek (short acting ), kerja menengah (intermedi ate acting), kerja panjang (long acting), dan insulin campuran tetap (premixed i nsulin). - Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepa t atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan ke rja menengah atau kerja penjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dap at dilakukan kombinasi dengan ADO - Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesu aikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinila i dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian - Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila target terapi belu m tercapai Cara penyuntikan insulin - Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan). Dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap permukaa n kulit - Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolu s atau drip. - Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabil a tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. - Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. - Ap abila diperlukan, sejauh sterlitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jar umnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama. - Secara resm i, kemasan insulin injeksi 40u/ml tidak beredar lagi di Indonesia, sehingga meng urangi kesalahan yang dapat disebabkan karena perbedaan kemasan insulin dengan s emprit yang dipakai. Saat ini juga tersedia insulin campuran (premixed) kerja ce pat dan kerja menengah. Terapi Kombinasi Pemberian ADO maupun insulin selalu dim ulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Page 48 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dil akuakan pemberian ADO tunggal atau kombinasi ADO sejak dini. Terapi dengan ADO k ombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme ke rja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberik an kombinasi tiga ADO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi ADO dengan insul in. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungki nkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga ADO. Untuk kombinasi AD O dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi ADO dan insulin basal ( insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. De ngan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa dar ah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja men engh/panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harin ya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih ti dak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saj a. 5. GLIBENKLAMID Kontra Indikasi: -Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes melitus juve nil, prekoma dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat dan wanita hamil. Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal. Komposisi: Tiap kaptab mengandung glibenklamida 5 mg. Cara Kerja Obat: Page 49 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamida bekerja dengan merangsang sekresi ins ulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada penderit a diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada penggun aan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke selu ruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein plasma. Pemberian gl ibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam. Glibenklamida diekskresikan bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin. Dosis: Dosis delalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara bertahap. Dosis awal 2,5 mg per hari atau kurang saat makan, ratarata dosis pemeliharaan adalah 5-10 mg/hari, dapat diberi kan sebagai dosis tunggal. Tidak dianjurkan memberikan dosis pemeliharaan lebih dari 20mg/hari. Efek samping: hipoglikemik yang poten dan ada kalanya tanpa dise rtai dengan gejala yang khas, sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan j adwal makan yang ketat mempunyai efek terhadap agregasi trombosit dalam batas-ba tas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa kelainan fungsi hati dan ginjal . Indikasi: digunakan untuk diabetes melitus tipe 2 dimana kadar gula darah tida k dapat dikontrol hanya dengan diet saja dan juga dengan berat badan yang normal atau kurang tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya sebaiknya tidak dibe rikan pada penyakit hati, ginjal dan tiroid Interaksi obat - Efek hipoglikemia d itingkatkan oleh alkohol, siklofosfamid, antikoagulan kumarina, inhibitor MAO, f enilbutazon, penghambat beta adrenergik, sulfonamida. - Efek hipoglikemia dituru nkan oleh adrenalin, kortikosteroid, tiazida. 6. KOMA Pendahuluan Pasien dalam k eadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat dikategorikan sebagai stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat bila terja di akut. Banyak variasi penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses in trakranial yang dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. A dapun manajemen pada pasien seperti ini haruslah berfokus untuk menstabilkan kea daan pasien, Page 50 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14menegakkan diagnosis, dan menatalaksana pasien berdasarkan penyebab dari penyaki t tersebut. Tinjauan pustaka ini bertujuan sebagai tambahan referensi untuk maha siswa kedokteran, paramedis dan para dokter non neurologis yang bekerja di Rumah Sakit dalam menangani dan mentatalaksana pasien dengan kelainan neurologis yang datang di ruang gawat darurat, intensive care unit, bangsal, atau pun klinik. H al yang perlu Dipikirkan Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma un tuk pertama kali ada beberapa pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan y aitu : 1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut ? 2. Apakah jalan napas bai k ? Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang diseb abkan karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi karena h ilangnya kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT) dengan intubasi merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi yang adekuat. Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangg uan respirasi lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi . Pada pasien stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksi gen dengan face mask sampai hipoksemia tidak kita temukan. 3. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh toksin ? Lakukan deskripsi pa sien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang dan dahulu baik medis maupu n neurologis. 4. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien sebel umnya ? Kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali k ontak dan mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk menanyakan keadaan pasien sebelum kejadian. Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan ter api emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara lain : 1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi bila telah mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS) ataupun Ad vance Cardiac Life Support (ACLS). 2. Pasang jalur intrravena (iv line) 3. Lakuk an pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini harus dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang dapat ditangani Page 51 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14secara cepat sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain seperti sepsis, henti jantung, atau trauma) 4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain : Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin) Hi tung darah lengkap Analisa gas darah Kalsium dan magnesium Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT) 5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakuka n pemeriksaan skrining toksikologi, tes fungsi tiroid, fungsi hepar, kortisol se rum, dan kadar ammonia. 6. Lakukan pemasangan folley catheter 7. Lakukan pemerik saan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen thoraks. 8. Berikan terapi e mergensi. Hal ini dapat diberikan 'dilapangan' atau bila etiologi dari penyebab koma tidak jelas. Diantaranya : Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat me ngembalikan pasien dari koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut (Wern icke ensefalopati). Harus diberikan sebelum pemberian dekstrose karena hiperglik emi dapat menyebabkan konsumsi thiamin yang berlebihan dan memperburuk keadaan p asien. 50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv Naloxone (Narcan) 0.4 0.8 mg iv, pada k eadaan koma yang disebabkan intoksikasi opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 m g. Flumazenil (Romazicon) 0.2 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang koma dicurig ai karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan hingga 3 mg dan janga n diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien, karena flumazenil ini dapat m enimbulkan kejang. Etiologi Koma Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan me njadi tiga kategori besar : 1. Kelainan struktur intrakranial (33 %) Kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak ( computed tomography [CT] or magnetic resonance imaging [MRI] atau melalui lumbal punksi [LP]. 2. Kelainan me tabolik atau keracunan (66%) Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif. 3. Kelainan psikiatris (1%) Stupor atau koma disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisfer otak atau batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor atau ko ma kecuali massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral atau batan g otak. Koma yang disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi karena tergan ggunya reticular activating Page 52 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14system. Kelainan metabolik dapat menyebabkan gangguan kesadaran karena efek yang luas terhadap formasio retikularis dan korteks serebral. Tiga penyebab koma yan g dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat ditangani antara lain : a. Herniasi dan penekanan batang otak : space ocupying lession yang menyebabkan koma merupa kan keadaan emergensi bedah saraf. b. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : p eningkatan TIK dapat menyebabkan gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischem ic injury. c. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis bakteria lis atau herpes encephalitis dapat dicegah dengan terapi secepatnya. Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis perjalanan penyakit melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau orang lain yang terakhir kontak dengan pasien dengan menanyakan : 1. 2. 3. 4. 5. Kejadian terakhir Riwayat medis pasien Riwayat psikiatrik Obat-obatan Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan melalu i pemeriksaan fisik : a. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan ol eh lesi intrakranial dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi. b. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness ( ke racunan CO), atau kuning c. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk d. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi e. THT : otor ea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya duramater pada fraktu r tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan serangan kejang. f. Leher (jang an manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) : kekakuan diseba bkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid. g. Pemeriksaan neurologis : u ntuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi dari penyebab koma. Koma Hipoglikemia Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal-rendah) terjad i kalau kadar glukosa turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berle bihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit Page 53 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14atau karena aktivitas fisik yang berat. Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa d arah hingga di bawah 10 mg/dl), dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat terja di koma (koma hipoglikemik). Pada sebagian besar kasus Koma hipoglikemik yang di temukan di tempat pelayanan kesehatan umum (klinik/RS) penyebab utamanya adalah karena terapi pemberian insulin pada pasien penderita diabetes mellitus. Pada pe nelitian survey yang dilakukan oleh Department of Neurology and Neurological Sci ences, and Program in Neurosciences, Stanford University School of Medicine,terd apat setidaknya 93,2% penyebab masuknya seseorang dengan gejala koma hipoglikemi k adalah mereka yang menderita diabetes mellitus dan telah menjalani terapi pemb erian insulin pada rentang waktu sekitar 1,5 tahunan. Seperti sebagian besar jar ingan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukos a dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada supl ai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut. Oleh karena i tu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruh i juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat ka dar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neu ron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma. Pemeriksaan Neurol ogis 1. Status generalis : terbukannya kelopak mata dan rahang yang lemas menand akan dalamya koma. Deviasi dari kepala dan gaze menandakan suatu lesi hemisfer i psilateral yang luas. Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching otot yang ritmik (indikasi dari kejang), tetani. 2. Tingkat kesadaran : dapat di tentukan melalui skala koma Glasgow untuk memudahkan kita untuk mencatat perkemb angan pasien. Untuk lebih mudahnya gangguan kesadaran pada pasien dapat dideskri psikan berdasarkan letargi, stupor, dan koma. 3. Pernafasan : pola pernafasan ya ng abnormal dapat membantu kita menentukan lokalisasi dari koma. Diantaranya : a . Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati merabolik b. Central neuroge nic hiperventilation : CNS limfoma atau kerusakan batang otak karena herniasi te ntorial c. Apneustic breathing : kerusakan pons d. Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar e. Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn medular (l esi di fosa posterior) Page 54 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 144. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks ancam terhadap mata sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam pada salah satu sisi mata menandaka n terjadinya suatu hemianopia. 5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningka tan TIK setelah lebih dari 12 jam dan jarang terjadi secara akut. Tidak adanya s uatu edema papil menyingkirkan adanya peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan, tetapi bila kita temukan menandakan TIK yang normal. P erdarahan subhialoid yang berbentuk seperti globul bercak darah pada permukaan r etina biasanya berhubungan dengan terjadinya suatu perdarahan subarakhnoid. 6. P upil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya. a. Si metris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain dalam keadaan in tak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea dan okulosefalik menan dakan suatu keadaan koma yang disebabkan kelainan metabolik. b. Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler menandakan suatu lesi fokal di midbrain. c. P upil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons. Intoksikasi d ari opiat dan kholinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan pupil seperti ini. d. Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap CN III pada hern iasi unkus. Ptosis dan exodeviasi juga terlihat pada kejadian tersebut. e. Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia hipoksia glob al, keracunan barbiturat, scopolamine, atau gluthethimide. 7. Pergerakan bola ma ta (gaze): a. Perhatikan posisi saat istirahat : i. Deviasi gaze menjauhi sisi y ang hemiparesis menandakan suatu lesi hemisper kontralateral dari sisi yang hemi paresis ii. Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan : 1. lesi di pons kontralateral hemiparesis 2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesi s 3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis iii. Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari midbrain, disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus refrakter dikenal sebagai sindroma par inoud iv. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae tidak m enunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan disfungsi hemisfer b ilateral dan aktifnya refleks okulosefalik v. Occular bobbing, yaitu terdapat re aksi cepat dari pergerakan bola mata ke arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat menunjukkan kerusakan bilateral dari pusat gaze horisontal pada p ons. vi. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan menunjukkan s uatu psikogenik unresponsive. b. Refleks okulosefalik (doll's eye), respons yang i ntak terjadi pergerakan bola mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila ti dak terjadi refleks ini Page 55 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan integritas da ri struktur batang otak, yang sering terlihat pada koma metabolik. c. Refleks ok ulovestibular (kalori dingin), respons yang normal terdiri dari deviasi tonik ke arah rangsangan air dingin yang dimasukkan ke lubang telinga dan terjadi nistag mus cepat ke arah kontralateral. i. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus menandakan koma disebabkan disfungsi bihemisfer ii. Paresis konj ugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau pons iii. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak iv. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam yang mendepresi fungsi batang otak. 8. Refleks kornea : menandakan intaknya batang otak setinggi CN 5( aferen) dan CN 7 (eferen) 9. R efleks muntah : dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube. 10. Respo ns motorik :merupakan indikator terbaik dalam menentukan dalam dan beratnya kead aan koma. Yang diperhatikan yaitu : a. Pergerakan spontan : lihat adanya suatu a simetri b. Tonus otot : peningkatan tonus otot bilateral pada ekstremitas bawah merupakan tanda penting terjadinya suatu herniasi serebri. c. Induksi pergerakan melalui : i. Perintah verbal : normal ii. Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan pemeriksa pada sternum dan penekanan pada nailbed dengan mengguna kan handel dari hammer. 11. Respon sensoris : respons asimetris dari stimulasi m enandakan suatu lateralisasi defisit sensoris. 12. Refleks : a. Refleks tendon d alam : bila asimetris menunjukkan lateralisasi defisit motoris yang disebabkan l esi struktural b. Refleks plantar : respon bilateral Babinski's menunjukkan coma a kibat struktural atau metabolik. Pemeriksaan Penunjang Karena pentingnya penentu an diagnosis yang cepat pada etiologi pasien dengan koma karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan dalam membantu penegakk an diagnosis, yaitu antara lain : 1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila kita curigai terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print ou t dari bone window pada kejadian trauma kepala 2. Punksi Lumbal : dilakukan untu k menyingkirkan kemungkinan meningitis, encephalitis, atau perdarahan subarachno id bila diagnosis tidak dapat ditegakkan melalui CT atau MRI kepala. Page 56 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 143. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status kejang, keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak ditegakkan melalui peme riksaan CT dan LP. Keadaa pseudokoma harus kita curigai bila semua pemeriksaan diagnostik telah kit a lakukan dan masih tidak dapat menegakkan diagnosis penyebab dari koma tersebut . Diantaranya yaitu : 1. Koma psikogenik 2. Locked in syndrome : kerusakan pons bilateral 3. Mutism akinetik : kerusakan pada frontal dan thalamus Manajemen Pas ien dengan Koma 1. Penanganan emergensi dekompresi pada lesi desak ruang (space occupying lesions / SOL ) dapat menyelamatkan nyawa pasien. 2. Bila terjadi suat u peningkatan TIK, berikut adalah penanganan pertamanya : a. Elevasi kepala b. I ntubasi dan hiperventilasi c. Sedasi jika terjadi agitasi yang berat ( midazolam 1 2 mg iv ) d. Diuresis osmotik dengan manitol 20% 1 g/kg BB iv e. Dexametason 10 mg iv tiap 6 jam pada kasus edema serebri oleh tumor atau abses setelah terap i ini monitor ICP harus dipasang. 3. Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infe ksi virus herpes dapat diberikan acyclovir 10 mg/kg iv tiap 8 jam 4. Kasus menin gitis lakukan terapi secara empiris. Lindungi pasien dengan ceftriaxon 2x1 g iv dan ampicillin 4x1 g iv sambil menunggu hasil kultur Terapi Umum 1. Proteksi jal an nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi 2. Hidrasi intravena : gunakan norma l saline pada pasien dengan edema serebri atau peningkatan TIK 3. Nutrisi : laku kan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube, hindari pengg unaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan refluks 4. Kulit : hi ndari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan gunakan ma tras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit 5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan plester 6. Peraw atan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100 mg 3x1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer ak ibat pemberian steroid dan intubasi 7. Perawatan bladder : indwelling cateter ur in dan intermiten kateter tiap 6 jam 8. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untu k menghindari kontraktur 9. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 50 00 iu sc tiap 12 jam, penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya Page 57 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14Prognosis Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dar i dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi oba t lebih baik prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial. H. KERANGKA KONSEP Tn A 67 thn, menderita DM tipe 2 Konsumsi glibenklamid 5 mg, selama 5 tahun Hipo glikemia Pre Syok Cemas Lemas Palpitas Berkeringat Merasa dingin Syok Koma 3 jam UGD Dekstrosa 50 % IV 50 mL (naikkan secara bertahap) Pasien sad ar Anjuran mengganti obat Metformin 2 x 850 mg Acarbose 2 x 100 mg I. KESIMPULAN Tn A mengalami koma hipoglikemia karena mengkonsumsi obat antidabetic golongan sulfonylurea, glibenklamid, selama 5 tahun sebelum makan pagi. Page 58 of 58 Laporan Tutorial Kelompok 11-Skenario B Blok 14