tugas iv syaraf miastenia gravis tugas

Upload: mas-mantri

Post on 16-Jul-2015

506 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Mistenia Gravis merupakan kondisi autoimun dimana terdapat antibodi terhadap reseptor asetilkolin yang menyebabkan kelemahan. Penyakit ini bisa timbul perlahan dengan kelemahan yang semakin meningkat .menimbulkan gejala seperti penglihatan ganda,sulit menelan atau kelopak mata terkulai ( ptosis ) . terkadang bisa timbul keluhan utama lebih dramatis berupa gagal napas.(Gleadle,2003;108 ) Sindrom klinis Miastenia Gravis pertama kali digambarkan oleh Thomas Willis pada tahun 1672.pada saat ini penyebabnya masih menjadikan misteri. Hingga pada tahun 1960 Simpson mengemukakan pendapat pendapat bahwa Miatenia gravis sebabkan oleh antibody yang melawan reseptor asetilkolin. Dan Pada tahun 1973 Patrick dan Lidstrom mengemukakan bahwa Miastenia Gravis adalah murni autoimun dengan memperlihatkan bahwa kelinci yang diimunisasi dengan topedo reseptor asetilkolin mengalami miatenia. Nama Miastenia Gravis sendiri digunakan pertama kali oleh Jolly pada tahun 1895 dimana ia menambahkan istilah pseusoparalitika untuk menujukkan kekurangan dari struktur pada autopsy. (yayasan Miastenia Gravis Indonesia) Miastenia Gravis dapat terjadi pada usia berapa pun. pada Perempuan insiden puncak pada dekade ketiga kehidupan mereka, sedangkan laki-laki puncak insiden pada dekade keenam atau ketujuh. Usia rata-rata onset adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada laki-laki.Transien Miastenia Gravis neonatus terjadi pada bayi dari ibu yang myasthenic memperoleh anti-ACHR antibodi melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi mungkin menderita Transien Miastenia Gravis neonatus karena efek dari antibodi.Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu myasthenic memiliki antibodi anti-ACHR saat lahir, namun hanya 10-20% berkembang menjadi Miastenia Gravis neonatal. Ini mungkin karena efek protektif dari alfafetoprotein, yang menghambat pengikatan antibodi anti-ACHR untuk ACHR. Tingginya kadar serum ibu antibodi ACHR dapat meningkatkan peluang Miastenia Gravis neonatal, dengan demikian menurunkan titer serum ibu selama periode antenatal dengan cara plasmaferesis mungkin berguna. (Aashit K Shah,2011) Secara klasik, rasio perempuan-ke-laki-laki secara keseluruhan 3:2, dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (20-30 tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa yang lebih tua (yaitu, pasien yang lebih tua dari 50 tahun) Studi menunjukkan, bagaimanapun, bahwa dengan harapan hidup meningkat, laki-laki yang datang akan terpengaruh pada tingkat yang sama sebagai perempuan.Miastenia Gravis Okular

1

menunjukkan yang dominan pada laki-laki. Rasio laki-perempuan pada anak-anak dengan Miastenia Gravisdan kondisi autoimun lain adalah 1:5. (Aashit K Shah,2011) Penyakit Myastenia Gravis menyebakan paralisis karena ketidakmampuan syaraf otot untuk menghantarkan isyarat dari serabut syaraf ke serabut otot. Bila penyakit cukup berat, penderita meninggal karena paralisis khususnya paralisis pada otot pernapasan. (Guyton,1982;115) Berdasarkan uraian diatas, Miastenia Gravis merupakan jenis penyakit

autoimun,dapat menimbukan kematian akibat paralise pada otot pernapasan.

B. TUJUAN PENULISAN MAKALAH 1. Tujuan Umum Mempelajari Konsep teori dan asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis 2. Tujuan Khusus a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Mengetahui definisi penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui penyebab penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui epidemologi penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui patogenesis/patofisiologi penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui tanda dan gejala penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui pencegahan penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui penatalaksanaan penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui prognosis penyakit Miastenia Gravis. Mengetahui Asuhan Keperawatan penyakit Myastenia Gravis

2

BAB II KONSEP TEORI MYASTENIA GRAVIS

A. Definisi1. Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002) 2. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun saaf perifer berupa terbentuknya antibody terhadap reseptor pascasinaptik asetilkolin (ACH) nikotinik pada myoneural junction.Diaman penurunan jumlah reseptor ACH ini menyebabkan penurunan kekuatan otot yang progesif dan terjadi pemulihan setelah istirahat (Dewanto dkk,2009:62)

B. Epidemiologi1. Insidens dan Prevalensi Estimasi Insidens tahun di US adalah 2 per 1.000.000. Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000 orang. Angka ini telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena peningkatan rentang hidup pasien dengan MG, tetapi juga karena diagnosis dini. kira kira 15-20% dari pasien akan mengalami krisis myasthenic. Tiga perempat dari pasien ini mengalami krisis pertama mereka dalam 2 tahun diagnosis . Di Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000 penduduk. Di Kroasia 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi meningkat dari 0,75 per 100.000 pada 1958-4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986. (Aashit K Shah,2011)3

2.

Distribusi Usia,Sex, dan Ras Secara klasik, rasio perempuan-ke-laki-laki secara keseluruhan 3:2, dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (yaitu, pasien berusia 20-30 tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa yang lebih tua (yaitu, pasien yang lebih tua dari 50 tahun) . Studi menunjukkan bahwa dengan harapan hidup meningkat, laki-laki yang datang akan terpengaruh pada tingkat yang sama sebagai perempuan.. MG okular menunjukkan yang dominan laki-laki. Rasio laki-perempuan pada anak-anak dengan MG dan kondisi autoimun lain adalah 1:5. Onset MG di usia muda adalah sedikit lebih umum pada orang Asia dibandingkan ras lain. (Aashit K Shah,2011)

C. PatofisiologiDasar Ketidaknormalan pada Miastenia Gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi impuls syaraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuskular. Pada orang normal , jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi.

http://www.netambulancia.hu/img/upload/galeria/myasthenia_gravis/200909011757349512.jpg

Pada Miastenia Gravis , konduksi neuromuskular terganggu, Jumlah asetilkolin berkurang , mungkin akibat cedera autoimun. Antibodi terhadap protein neuro reseptor asetilkolin ditemukan alam penderita Miastenia Gravis. Pada Klien4

Miastenia Gravis secara makroskopis otot-ototnya tampak normal.Jika ada Atropi, akibat otot yang tidak dipakai. Secara Mikroskopis pada beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.( price and wilson,1995 dalam Muttaqin,2000;229) Patway keperawatan miatenia Gravis

( Muttaqin,2000;229)

5

D. Manifestasi KlinisMiastenia Gravis memiliki gambaran khas yaitu kelemahan dan kelelahan otot terutama setelah beraktifitas . Pada derajat ringan gambaran klinisnya seringkali tidak jelas , seperti Ptosis.kelemahan otot timbul saat diprovokasi oleh aktivitas berulang.

Miastenia Gravis dibagi menjadi 4 golongan : 1 2 3 Golongan I Golongan II A Golongan II B Gejala gejala hanya tampak pada otot okuler saja Kelemahan dan kelelahan umum yang ringan Kelemahan dan kelelahan umum yang sedang, sedangkan kelemahan otot okuler dan bulbar yang ringan dan sedang 4 Golongan III Kelemahan dan kelelahan otot yang berat, disertai kelemahan otot okuler dan bulbar 5 Golongan IV Krisis Mistenia atau miastenia gravis kronis yang berat.

(Dewanto dkk,2009:62). Sedangkan Digiulo (2001:241) mendeskripsikan secara umum gejala Miatenia gravis sebagai berikut: 1. Ptosis (kelopak mata terkulai) karena kelemahan otot 2. Diplopia (penglihatan ganda) karena ketidakmampuan untuk menjaga kedua mata fokus pada objek yang sama 3. Kesulitan menutup mata sama sekali, mata kering karena kelemahan otot 4. Kesulitan menelan (disfagia) karena kelemahan otot 5. Kelemahan otot di kemudian hari karena kelelahan 6. Kelemahan otot proksimal 7. Kelelahan / Fatique 8. Dalam lanjutan penyakit hilangnya kontrol kandung kemih dan usus; kesulitan dengan fungsi pernapasan

6

E. DiagnosisDiagnosis Mistenia gravis dibuat berdasarkan : 1. Riawayat kelemahan Otot terutama setelah beraktifitas dan membaik setelah beristirahat. 2. Pemeriksaan Fisik 3. Pemeriksaan penunjang , antara lain: a. Pemeriksaan laboratorium, namun belum ada uji laboratorium yang dapat segera memastikan diagnosis Miatenia Gravis b. Pemeriksaan Radiologi : Rontgen toraks / CT Toraks untuk mencari Tinoma c. Ice Pack test d. Tes tensilon menggunaka Enrofonium klorida e. Pemeriksaan antibody terhadap reseptor Ach f. Repetitive Nerve Stimulation ( RNS)

g. Single Fiber EMG ( SFRMG) (Dewanto dkk,2009:62).

F. Diagnosis Banding1. Amyotrophic Lateral Sclerosis 2. Basilar Artery Thrombosis 3. Brainstem Gliomas 4. Cavernous Sinus Syndromes 5. Dermatomyositis/Polymyositis 6. Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome 7. Multiple Sclerosis 8. Myocardial Infarction 9. Pulmonary Embolism 10. Sarcoidosis and Neuropathy 11. Thyroid Disease 12. Tolosa-Hunt Syndrome (Aashit K Shah,2011)

G. Penatalaksanaan1. Medikamentosa a. Piridostigmin ( tablet 60 mg) Dosis awal 4 x 15 mg ( tablet ) stelah 2 hari dtingkatkan menjadi 4 x 30 mg jika perlu dapat ditingkatkan menjadi 4 x 60 mg. Dosis maksimum 6 table / hari ( 360 mg /hari) Jika tidak berespons dapat diberi

7

kortikosteroid maupun Azathioprine. Bila Psien usia