patofisiologis miastenia gravis kel 8

32
Bab 1 Pendahuluan A. Latar belakang Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak. Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan usia yang kedua yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua. Kematian dari penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani dengan lebih baik. 1

Upload: harimuhammadakbar

Post on 19-Dec-2015

65 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

Bab 1

Pendahuluan

A. Latar belakang

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi

kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan

waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis

mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang

disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk

kesulitan  bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata

murung dan kabur atau penglihatan ganda. Myasthenia gravis dapat

mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada

para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari

60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak. Miastenia gravis banyak

timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara wanita dan pria yang menderita

penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan usia yang kedua yang paling sering terserang

penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua. Kematian dari penyakit Miastenia

gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya

perbaikan dalam perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang

timbul dapat ditangani dengan lebih baik.

Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar

65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar

thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma).

Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan

gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi

memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan

persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan

pengobatan berbeda. Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata

terlebih dahulu terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15%

orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang,

kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan

pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah

1

Page 2: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak

terpengaruh.

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang dapa kami ambil masalah tentang konsep penyakit

miastenia gravis

C. Tujuan penulisan

1.      Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis.

2.      Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis

2

Page 3: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

Bab II

Pembahasan

A. Pengertian

Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular.

Miastenia gravis adalah gangguan yang memengaruhi transmisi neuromuskular

pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Miestenia

gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit

neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-

ototvolunter dan lambatnya pemulihan ( dapat memakan waktu 10-20 kali lebih

lama dari normal) (price dan wilson, 1995).

Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan

umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi

saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering

pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.

B. Etiologi

Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada

neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada

ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan

penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,

partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi

yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran

postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan

menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian

terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada

MG tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau

kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang

berperanan. 

3

Page 4: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

C. Patofisiologi

Dasar ketidak normalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada

transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau

hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuskular.

Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal

dari sel kornu anterior medula spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini

mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke

perifer. Masing-masing saraf memiliki banyak sekali cabang dan mampu

merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan

serabut-serabut otot yang dipersyarafi disebut unit motorik. Meskipun setiap

neuron motorik mempersyarafi banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot

dipersyarafi oleh hanya satu neuron motorik. ( Price dan Wilson, 1995 ).

Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan

serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuskular.

Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara araf dan otot yang

terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu unsur prasinaps, elemen postsinaps, dan

celah sinaps yang merupakan lebar sekitar 200 A. Unsur prasinaps terdiri atas

akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan

neuron transmiter.

Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal. Membran plasma

akson terminal disebut membran prasinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membran

postsinaps (post-functional membrane) atau lempeng akhir motorik serabut otot.

Membran prasinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang

dinamakan alur atau palung sinaps tempat akson terminal menonjol masuk

kedalammnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural)

yang sangat menambah luas permukaan. Membran postsinaps memiliki reseptor-

reseptor asetilkolin dan sanggup menghasilkan potensial lempeng akhir yang

selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran postsinaps juga

terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu

asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran

4

Page 5: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

prasinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin dan melalui

gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.

Bila impuls saraf mencapai hubunganneuro muskular maka membran akson

terminal prasinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan

dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps daan bergabung

dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini

menimbulkan perubahan permiabelitas pada natrium maupun kalium pada

memran postsinaps.

Infuksi ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyebabkan

depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika

EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot

yang idak berhubungan dengan saraf, akan disalurkan sepanjang sarkolema.

Potensil aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi

serabut oto. Setelah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,

asetilkolin akan dihancurkan oleh ezim asetilkolinesterase.

5

Page 6: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

6

Ngangguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membran

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran

postsinaps pada sambungan neuromuskular

Penurunan hubungan neuromuskular

Kelemahan otot-otot

Otot-otot okuLar

Ngangguan otot levator palvebra

Ptosis & Diplopia

8. Gangguan citra diri

Oot wajah, laring, faring

Regurgitasi makanan kehidung pada saat menelan suara abnormal ketidakmampu-an menutup rahang

3. Risiko tinggi aspirasi

4. Gangguan pemenuhan nutisi

5. Kerusakan komunikasi verbal

Otot volunter

Kelemahan otot-otot rangka

5. Hambatan mobilitas fisik

6. Intoleransi aktivitas

Krisis miestania

kematian

Otot pernapasan

Ketidakmampuan batuk efektif kelemahan otot-otot pernapasan

1.Ketidakefektifan pola napas

2.Ketidakefektifan bersian jalan napas

Page 7: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

D. Manifestasi Klinis

1. Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)

a. Ptosis

b. Diplobia

c. Otot mimik

2. Kelemahan otot bulbar

a. Otot-otot lidah

1) Suara nasal, regurgitasi nasal

2) Kesulitan dalam mengunyah

3) Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka

4) Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan è batuk

dan tercekik saat minum

b. Otot-otot leher

1) Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor

3. Kelemahan otot anggota gerak

4. Kelemahan otot pernafasan

a. Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi CO2 è

hipoventilasi è menyebabkan kedaruratan neuromuskular

b. Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas

KLASIFIKASI KLINIS

KELOMPOK I MIASTENIA OKULAR Hanya menyerang otot –otot okular, disertai

ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tak ada

kasus kematian

KELOMPOK MIASTENIA UMUM  

MIASTENIA UMUM RINGAN -          awitan (onset) lambat, biasanya pada

mata, lambat laun menyebar ke otot – otot

rangka dan bulbar

-          Sistem pernapasan tidak terkena.

7

Page 8: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

Respon terhadap terapi obat baik

-          Angka kematian rendah

MIASTENIA UMUM SEDANG -          Awitan bertahap dan sering disertai

gejala – gejala okular, lalu berlanjut semakin

berat dengan terserangnya seluruh otot –

otot rangka dan bulbar

-          Disartria, disfagia, dan sukar

mengunyah lebih nyata dibandingkan

dengan miastenia gravis umum ringan. Otot

– otot pernapasan tidak terkena

-          Respons terhadap terapi obat : kurang

memuaskan dan aktifitas klien terbatas,

tetapi angka kematian rendah

 

MIASTENIA UMUM BERAT 1. Fulminan akut :

-          Awitan yang cepat dengan

kelemahan otot – otot rangka dan bulbar dan

mulai terserangnya otot – otot pernapasan

-          Biasanya penyakit berkembang

maksimal dalam waktu 6 bulan

-          Respons terhadap obat buruk

-          Insiden krisis miastonik, kolinergik,

maupun krisis gabungan keduanya tinggi

-          Tingkat kematian tinggi

1. Lanjut :

-          Miastenia gravis berat timbul paling

sedikit dua tahun setelah awitan gejala –

gejala kelompok I atau II

-          Miastenia gravis dapat berkembang

8

Page 9: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

secara perlahan atau tiba – tiba

-          Respons terhadap obat dan prognosis

buruk

KRISIS MIASTENIA -          Miastenia dg kelemahan yg progresif

dan terjadi gagal nafas à mengancam jiwa

-          Kelanjutan dari mistenia generalisata

berat

-          Onset terjadi tiba2 dan biasanya

dipicu oleh infeksi saluran pernafasan atas

yg berkembang menjadi bronkhitis atau

pnemoni,pekerjaan fisik yg berlebihan,

melahirkan, penggunaan urus2

D. Pemeriksaan Diagnostic

1. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam

serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies,

antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini dapat

mengindikasikan adanya MG.

2. Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat

menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk

menggerakkan mata secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk

memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien diminta untuk

mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode.

Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.

3. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya

pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG

4. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim

acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi,

mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan

9

Page 10: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi

dari enzim acetylcholinesterase.

5. Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot

dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah

menandakan adanya MG.

E. Penatalaksanaan Medis

Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskuler yang paling dapat

diatasi. Pemilihan metode terapi tergantung beberapa faktor seperti umur,

kesehatan secara umum, keparahan penyakit, dan derajat perkembangan penyakit.

1. Pengobatan

a. Anticholinesterase seperti neostigmine (Prostigmin®) dan

pyridostigmine (Mestinon®) biasanya diresepkan. Obat ini mencegah

destruksi ACh dan meningkatkan akumulasi Ach pada neuromuscular

junctions, memperbaiki kemampuan kontraksi otot. Efek samping

itermasuk liur berlebihan, kontraksi otot involunter (fasciculation), nyeri

abdomen, mual, dan diare. Obat yang disebut kaolin dapat digunakan

sebagai anticholinesterase untuk mengurangi efek samping pada

gastrointestinal.

b. Corticosteroids (e.g., prednisone) menekan antibody yang memblokir

AChR pada neuromuscular junction dan dapat digunakan bersamaan

dengan anticholinesterase. Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam

beberapa minggu dan jika pemulihan sudah stabil, dosis sebaiknya

dikurangi secara perlahan (tapering off) Dosis rendah dapat digunakan

tidak terbatas untuk mengatasi MG, namun, efek samping seperti, ulkus

gaster, osteoporosis, peningkatan berat badan, gula darah meningkat, dan

peningkatan resiko infeksi mungkin muncul pada pemakaian jangka

panjang

c. Immunosuppressants seperti azathioprine (Imuran®) dan

cyclophosphamide (Neosar®) dapat digunakan untuk menangani MG

umum jika pengobatan lain gagal mengurangi gejala. Efek Samping

10

Page 11: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

dapat berat dan termasuk penurunan sel darah putih, disfungsi liver,

mual, muntah, dan rambut gugur. Immunosuppressants tidak digunakan

untuk menangani MG congenital karena kondisi ini bukan terjadi

disebabkan oleh disfungsi sistem imun.

2. Penatalaksanaan Lainnya

a. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi

malfungsi pada sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang

memburuk (eksaserbasi) atau persiapan operasi thymectomy. Biasanya,

2 hinga 3 liter plasma dibuang dan diganti pada setiap penangananm

dimana memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien menjalani beberapa

sesi selama metode plasmapheresis berjalan. Plasmapheresis

memperbaiki gejala MG dalam beberapa hari dan perbaikan bertahan

hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk tekanan darah rendah, pusing,

penglihatan kabur, dan pembentukan bekuan darah (thrombosis).

b. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus. Biasanya

dilakukan pada pasien dengan tumor pada thymus (thymoma) dan pasien

yang lebih muda dari umur 55 tahun dengan MG menyeluruh. Manfaat

thymectomy berkembang secara perlahan dan kebanyakan perbaikan

terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur ini dilakukan.

c. Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan

fungsi pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta

mengeluarkan sirkulasi antibody.

F. Komplikasi

Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila

otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat

menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan

respirator untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung. Komplikasi

lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan pneumonia.

Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat

11

Page 12: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi,

pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih

(terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.

1. Gagal nafas

2. Disfagia

3. Krisis miastenik

4. Krisis cholinergic

5. Komplikasi sekunder dari terapi obat

Penggunaan steroid yang lama:

- Osteoporosis, katarak, hiperglikem

- Gastritis, penyakit peptic ulcer

- Pneumocystis carinii

G. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot

pernafasan

2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis, dipoblia

3. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan tidak optimal

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

keletihan

5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan

pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot

fasial atau oral

6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan

komunikasi verbal

12

Page 13: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

H. Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot

pernafasan

Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan

klien kembali efektif

Kriteria hasil:

·         Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal

·         Bunyi nafas terdengar jelas

·         Respirator terpasang dengan optimal

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji Kemampuan ventilasi ·         Untuk klien dengan penurunan

kapasitas ventilasi, perawat mengkaji

frekuensi pernapasan, kedalaman, dan

bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-

paru tidal, kapasitas vital, kekuatan

inspirasi), dengan interval yang sering

dalam mendeteksi masalah pau-paru,

sebelum perubahan kadar gas darah arteri

dan sebelum tampak gejala klinik.

2. Kaji kualitas, frekuensi, dan

kedalaman

pernapasan,laporkansetiap perubahan

yang terjadi.

Dengan mengkaji kualitas,

frekuensi, dan kedalaman

pernapasan, kita dapatmengetahui

sejauh mana perubahan kondisi

klien.

3. Baringkan klien dalam posisi yang

nyaman dalam posisi duduk

Penurunan diafragma memperluas

daerah dada sehingga ekspansi paru

13

Page 14: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

bisa maksimal

4. Observasi tanda-tanda vital

(nadi,RR)

Peningkatan RR dan takikardi

merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru

2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia

Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.

Kriteria hasil:

·         Adanya perubahan kemampuan yang nyata

·         Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang

Intervensi Rasional

1. Tentukan kondisi patologis klien untuk mengetahui tipe dan lokasi

yang mengalami gangguan.

2. Kaji gangguan penglihatan terhadap

perubahan persepsi

untuk mempelajari kendala yang

berhubungan dengan disorientasi

klien.

3. Latih klien untuk melihat suatu

obyek dengan telaten dan seksama

agar klien tidak kebingungan dan

lebih berkonsentrasi.

4. Observasi respon perilaku klien,

seperti menangis, bahagia,

bermusuhan, halusinasi setiap saat.

untuk mengetahui keadaan emosi

klien

14

Page 15: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

5. Berbicaralah dengan klien secara

tenang dan gunakan kalimat-kalimat

pendek.

memfokuskan perhatian klien,

sehingga setiap masalah dapat

dimengerti.

3. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak optimal

Tujuan: Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam

kemungkinan cedera.

Kriteria hasil:

Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor

resiko dan melindungi diri dari cedera.

Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan

keamanan

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas

·       Menjadi data dasar dalam melakukan

intervensi selanjutnya

2. Atur cara beraktivitas klien sesuai

kemampuan

·       Sasaran klien adalah memperbaiki

kekuatandan daya tahan. Menjadi

partisipan dalampengobatan, klien harus

belajar tentang fakta-faakta dasar

mengenai agen-agenan tikolinesterase,

kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-

gejala kelebihan dosis, dan efek toksik.

Dan yang penting pada pengguaan

medikasi dengan tepat waktua dalah

15

Page 16: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

ketegasan.

3. Evaluasi Kemampuan aktivitas

motorik

·       Menilai singkat keberhasilan dari

terapi yang boleh diberikan

4. Gangguan aktivitas hidup berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

keletihan

Tujuan: Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan

edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi

pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang

memilikiparu-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM

Kriteria hasil:

·         Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit

·         Kemampuan batuk efektif dapat optimal

·         Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas

·       Menjadi data dasar dalam melakukan

intervensi selanjutnya

2. Atur cara beraktivitas klien sesuai

kemampuan

·       Sasaran klien adalah memperbaiki

kekuatan dan daya tahan. Menjadi

partisipan dalam pengobatan, klien harus

belajar tentang fakta-faakta dasar

mengenai agen-agenan tikolinesterase,

kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-

gejala kelebihan dosis, dan efek toksik.

Dan yang penting pada pengguaan

16

Page 17: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

medikasi dengan tepat waktua adalah

ketegasan.

3. Evaluasi Kemampuan aktivitas

motorik

·       Menilai singkat keberhasilan dari

terapi yang boleh diberikan

5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan

pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial

atau oral

Tujuan: Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi,

mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat

Kriteria hasil:

Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi

Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun

isyarat.

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji komunikasi verbal klien. Kelemahan otot-otot bicara klien

krisis miastenia gravis dapat

berakibat pada komunikasi

2. Lakukan metode komunikasi yang

ideal sesuai dengan kondisi klien

Teknik untuk meningkatkan

komunikasi meliputi mendengarkan

klien, mengulangi apa yang mereka

coba komunikasikan dengan jelas

dan membuktikan yang

diinformasikan, berbicara dengan

klien terhadap kedipan mata mereka

dan atau goyangkan jari-jari tangan

17

Page 18: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

atau kaki untuk menjawab ya/tidak.

Setelah periode krisis klien selalu

mampu mengenal kebutuhan

mereka.

3. Beri peringatan bahwa klien di

ruang ini mengalami gangguan

berbicara, sediakan bel khusus bila

perlu

Untuk kenyamanan yang

berhubungan dengan ketidak

mampuan komunikasi

4. Antisipasi dan bantu kebutuhan

klien

Membantu menurunkan frustasi

oleh karenak ketergantungan atau

ketidakmampuan berkomunikasi

5. Ucapkan langsung kepada klien

dengan berbicara pelan dan tenang,

gunakan pertanyaan dengan jawaban

”ya” atau ”tidak” dan perhatikan

respon klien

Mengurangi kebingungan atau

kecemasan terhadap banyaknya

informasi. Memajukan stimulasi

komunikasi ingatan dan kata-kata.

6. Kolaborasi: konsultasi ke ahli

terapi bicara

Mengkaji kemampuan verbal

individual, sensorik, dan motorik,

serta fungsi kognitif untuk

mengidentifikasi defisit dan

kebutuhan terapi

6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi

verbal

 Tujuan: Citra diri klien meningkat

Kriteria hasil :

Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat

tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi

18

Page 19: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi

Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan

cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji perubahan dari gangguan

persepsi danhubungan dengan derajat

ketidakmampuan

Menentukan bantuan individual

dalam menyusun rencana perawatan

atau pemilihan intervensi.

2. Identifikasi arti dari Kehilangan

atau disfungsi pada klien.

Beberapa klien dapat menerima dan

mengatur beberapa fungsi secara

efektif dengan sedikit penyesuaian

diri, sedangkan yang lain

mempunyai kesulitan

membandingkan mengenal dan

mengatur kekurangan.

3. Bantu dan anjurkan perawatan

yang baik dan memperbaiki

kebiasaan

Membantu meningkatkan perasaan

harga diri dan mengontrol lebih dari

satu area kehidupan

4. Anjurkan orang yang terdekat

untuk mengizinkan klien melakukan

hal untuk dirinya sebanyak-

banyaknya

Menghidupkan kembali perasaan

kemandirian dan membantu

perkembangan harga diri serta

mempengaruhi proses rehabilitasi

5. Kolaborasi: rujuk pada ahli

neuropsikologi dan konseling bila

ada indikasi.

Dapat memfasilitasi perubahan

peran yang penting untuk

perkembangan perasaan

19

Page 20: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

20

Page 21: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi

kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis

dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi

pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa menentukan diagnosa

keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan

beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut. 

Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada

patofisiologi miastenia gravis. Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi

imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum

sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit

terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan

reseptor asetilkolin. Gejala klinis miastenia gravis antara lain; Kelemahan pada

otot ekstraokular atau ptosis, Kelemahan otot penderita semakin lama akan

semakin memburuk. Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular,

otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas. Sewaktu-waktu dapat pula

timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk

ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum

molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara. Paresis

dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita

minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.

B. Saran

Sebernarnya penyakit myastania gravis dapat disembuhkan tetapi dalam waktu

yang lama

21

Page 22: Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologis: Konsep Klinis

Proces Prose Penyakit. Edisi 4.jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

22