miastenia gravis (by_ susilo eko putra)

29
MIASTENIA GRAVIS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi Dosen Pengampu : Ns. Nur Widayati, S.kep Oleh : NAMA : Susilo Eko Putra NIM : 082310101019 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2009

Upload: susilo-eko-putra

Post on 19-Jun-2015

5.424 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

MIASTENIA GRAVIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi

Dosen Pengampu : Ns. Nur Widayati, S.kep

Oleh :

NAMA : Susilo Eko Putra

NIM : 082310101019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2009

Page 2: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

Miastenia gravis. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata

kuliah Patofisiologi.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. dr. Sudjono Kardis, Sp. KJ., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Jember,

2. Nur Widayati, S.Kep., Ns. selaku dosen pembimbing dan penanggung

jawab mata kuliah Patofisiologi,

3. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

angkatan 2008 yang telah memberikan dorongan semangat, serta

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Saya menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi

kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat

bermanfaat.

Jember, November 2009

Penulis

2..1.1.1

Page 3: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 3

DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Tujuan ...................................................................................................................... 2

1.3 Manfaat .................................................................................................................... 2

BAB 2 KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi .................................................................................................................... 3

2.2 Etiologi .................................................................................................................... 3

2.3 Epidemologi ............................................................................................................. 4

2.4 Patogenesis/Patofisiologi ......................................................................................... 4

2.5 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala) ................................................................... 5

2.6 Komplikasi ............................................................................................................... 7

2.7 Pencegahan Primer, Sekunder, Dan Tersier ............................................................ 7

2.8 Penatalaksanaan ....................................................................................................... 8

2.9 Prognosis ................................................................................................................. 11

BAB 3 PATHWAY

3.1 Patofisiologi Gambaran Penyakit Secara Menyeluruh ............................................ 12

BAB 4 IMPLIKASI DALAM BIDANG KEPERAWATAN

4.1 Implikasi Patofisiologi Penyakit Dalam Bidang Keperawatan .............................. 15

4.2 Peranan Keperawatan .............................................................................................. 21

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 23

5.2 Saran ........................................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 24

LAMPIRAN ..................................................................................................................... 25

Page 4: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 4

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah.

Penyakit ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan

antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya

pemulihan. Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa

mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya

unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat

penyakit ini bisa dikurangi.

Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, dan

pada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan otot

akibat paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita

penyakit Miastenia gravis merasa lebih baik setelah minum obat efidrin

yang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Dan

pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary Walker melihat

adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis dengan keracunan

kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin untuk

mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam

penyembuhan penyakit ini.

Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan

antara wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan

usia yang kedua yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria

dewasa yang lebih tua.

Kematian dari penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh

insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam

perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat

ditangani dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada 10 % hingga

20 % pasien dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien

tertentu dan yang paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini adalah

Page 5: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 5

golongan wanita muda, yaitu pada usia awitan. Usia awitan dari miastenia

gravis adalah 20-30 tahun untuk wanita dan 40-60 untuk pria.

Berdasarkan uraian diatas, Miastenia gravis merupakan penyakit

yang masih belum diketahui penyebab pasti serta masih belum teratasi

secara menyeluruh. Untuk itulah saya mengangkat penyakit Miastenia

gravis ini sebagai tugas makalah saya.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui definisi penyakit Miastenia gravis.

2. Mengetahui penyebab penyakit Miastenia gravis.

3. Mengetahui epidemologi penyakit Miastenia gravis.

4. Mengetahui patogenesis/patofisiologi penyakit Miastenia gravis.

5. Mengetahui tanda dan gejala penyakit Miastenia gravis.

6. Mengetahui komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh penyakit

Miastenia gravis.

7. Mengetahui pencegahan penyakit Miastenia gravis.

8. Mengetahui penatalaksanaan penyakit Miastenia gravis.

9. Mengetahui prognosis penyakit Miastenia gravis.

10. Mengetahui implikasi patofisiologi penyakit Miastenia gravis dalam

bidang keperawatan.

11. Mengetahui peranan keperawatan dalam penanganan penyakit

Miastenia gravis.

1.3 Manfaat

1. Bagi masyarakat; dapat mengetahui lebih mendalam tentang

Miastenia gravis serta penanganannya.

2. Bagi mahasiswa; khususnya bagi mahasiswa keperawatan atau

kesehatan yang lain dapat dijadikan sebagai media pembelajaran.

3. Bagi tenaga kesehatan; dapat mengetahui perkembangan dan

pencegahan dari Miastenia gravis.

Page 6: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 6

BAB 2. KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh

suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang

dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat

beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic

transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan

mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di

bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa

kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot

volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.(Dewabenny,

2008)

Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan

transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi

reseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miastenia

gravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor

asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini

merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan.

(Chandrasoma dan Taylor, 2005)

2.2 Etiologi

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan

gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara

unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel

-partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika

rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh

dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi

dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini

membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya

kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.

Page 7: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 7

Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia

gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat

kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir,

faktor imunologiklah yang berperanan. (Qittun, 2008)

2.3 Epidemologi

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat

terjadi pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada

usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan

pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis

adalah 3 : 1. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda,

yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada

usia 40 tahun. Pada bayi, sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu

penderita Miastenia gravis akan memiliki miastenia tidak menetap/transient

(kadang permanen). (Dewabenny, 2008)

2.4 Patogenesis / Patofisiologi

Sebelum tahun 1973, kelainan transmisi neuromuskuler pada

Miastenia gravis dianggap karena kekurangan ACh. Dengan ditemukan

antibodi terhadap AChR (anti-AChR), baru diketahui, gangguan tersebut

adalah suatu proses imunologik yang menyebabkan jumlah AChR pada

membran postsinaptik berkurang. Anti-AChR ditemukan pada 80 - 90%

penderita. Adanya proses imunologik pada Miastenia gravis sudah diduga

oleh Simpson dan Nastuk pada tahun 1960. Selain itu, dalam serum

penderita Miastenia gravis juga dijumpai antibodi terhadap jaringan otot

serat lintang 30 - 40% dan antibodi antinuklear 25%.

Kadar anti-AChR pada Miastenia gravis bervariasi antara 2-1000

nMol/L, dan kadar ini berbeda secara individu. Anti-AChR ini akan

mempercepat penghancuran AChR, tetapi tidak menghambat pembentukan

AChR baru. Sebagai akibat proses imunologik, membran postsinaptik

mengalami perubahan sehingga jarak antara ujung saraf dan membran post

Page 8: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 8

sinaptik bertambah lebar dengan demikian kolinesterase mendapat

kesempatan lebih banyak untuk menghancurkan Ach . Gejala klinik

Miastenia gravis akan timbul bila 75% AChR tidak berfungsi, atau

jumlahnya berkurang 1/3 dari normal. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)

2.5 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)

Miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang

merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan

neuromuscular. Keadaan ini sering bermanisfestasi sebagai penyakit yang

berkembang progresif lambat. Pada 90 % penderita, gejala awal berupa

gangguan otot-otot okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Diagnosis

dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak

mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan

penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.

Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring.

Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien

mencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormal

atau suara nasal, dan pasien tak mampu menutup mulut yang dinamakan

sebagai tanda rahang menggantung.

Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat

dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea

dan pasien tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang-

cabangnya. Pada kasus yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat

terserang hingga terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.

Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat

dan dengan memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejala

tersebut dapat menjadi lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab (Silvia

A. Price, Lorain M. Wilson. 1995.);

1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan,

fluktuasi selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid,

Page 9: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 9

2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian

atas, dan infeksi yang disertai diare dan demam,

3. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan

otot apabila mereka berada dalam keadaan tegang,

4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung

kuinin (suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot) dan

obat-obat lainnya.

Pada pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan. Gejala

kelemahan otot dapat diprovokasi oleh aktivitas, stres, nervositas, demam

dan obat-obat tertentu seperti B-blocker, derivat kinine, aminoglikosida dan

lain-lain. Dulu diduga Miastenia gravis tidak timbul sebelum pubertas, akan

tetapi dengan uji prostigmin dapat dibuktikan pada anak umur 18 bulan - 10

tahun. Millichap dan Dodge membagi Miastenia gravis pada anak dalam 3

tipe (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986) :

1. Neonatal transient Miastenia gravis

Tipe ini terdapat pada 10-20% bayi baru lahir dari ibu-ibu

yang menderita Miastenia gravis. Beratnya gejala tidak berkaitan

dengan beratnya penyakit pada ibu . Segera atau beberapa jam

setelah lahir, bayi menjadi lemah, nabgis dan gerakan berkurang,

tidak dapat mengisap, sukar menelan, pernapasan melemah. Gejala

ini berlangsung tidak lebih dari 1 Bulan dan bayi berangsur-angsur

kembali normal karena masuknya anti-AChR dari ibu secara

transplasenter ke dalam tubuh bayi.

2. Neonatal persistent Miastenia gravis (congenital Miastenia gravis)

Gejala timbul pada waktu lahir, tetapi ibunya tidak sakit

Miastenia gravis. Gejala hampir sama dengan tipe neonatal

transient Miastenia gravis, bersifat ringan, berlangsung lama,

makin lama makin buruk . Relatif resisten terhadap pengobatan dan

remisi komplit jarang.

Page 10: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 10

3. Juvenile Miastenia gravis

Tipe ini timbul pada umur 2 tahun sampai remaja. Keluhan

dan gejala sama seperti pada orang dewasa dan gejala pertama

biasanya diplopia dan ptosis atau gejala THT seperti gangguan

mengunyah, menelan atau suara sengau.

2.6 Komplikasi

Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang

terjadi bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah.

Kondisi ini dapat menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali

membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan selama krisis

berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi

makanan, dan pneumonia.

Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk

riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca

operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas

berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress

emosional.

2.7 Pencegahan Primer, Sekunder, Dan Tersier

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan suatu bentuk pencegahan yang

dilakukan pada saat individu belum menderita sakit. Bentuk upaya yang

dilakukan yaitu dengan cara promosi kesehatan atau penyuluhan degan

cara memberikan pengetahuan bagaimana penanggulangan dari

penyakit Miastenia gravis yang dapat dilakukan dengan;

a. Memberi pengetahuan untuk tidak mengkonsumsi minum-

minuman beralkohol, khususnya apabila minuman keras tersebut

dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin. Kuinin ini

merupakan suatu obat yang memudahkan terjadinya kelemahan

otot.

Page 11: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 11

b. Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan

dan menjaga kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien-

pasien Miastenia gravis ini terjadi pada saat mereka dalam kondisi

yang lelah dan tegang.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit

dan menunjukkan adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat

dilakukan adalah dengan cara pengobatan antara lain dengan

mempengaruhi proses imunologik pada tubuh individu, yang bisa

dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang

biasanya menggunakan Azathioprine.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini

mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan

bagi individu serta tidak terjadi komplikasi pada individu. Yang dapat

dilakukan dengan;

a. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan.

Karena hal ini dapat memperburuk kelemahan otot yang diderita

oleh individu.

b. Istirahat yang cukup

c. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan

kacamata khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata.

d. Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat

antikolinesterase secara berlebihan.

2.8 Penatalaksanaan

Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan

yang ditetapkan oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan

tidur selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu

menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari

Page 12: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 12

factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. (Silvia

A. Price, Lorain M. Wilson. 1995.)

Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang

pasti, tetapi Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling

dapat diobati. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi

imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis.

Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan.

Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan

terapi imunomudulasi yang rutin.

Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan

dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat

terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia

gravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat

memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih

lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah

terjadinya kekambuhan. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)

Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3

prinsip, yaitu

1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:

a. Istirahat

Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan

bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah

ambang rangsang dapat berkontraksi.

b. Memblokir pemecahan Ach

Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin,

edroponium atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita,

biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayi

dapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anak

besar 30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.

Page 13: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 13

2. Mempengaruhi proses imunologik

a. Timektomi

Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya

perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat

yang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan

yang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpa

timoma yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi,

setelah 3 tahun ± 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan

40-50% mengalami perbaikan.

b. Kortikosteroid

Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah

efek samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan

sampai dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk

mencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau

bekerja langsung pada transmisi neromuskuler.

c. Imunosupresif

Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,

Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin

(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat

yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan

secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit

dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya. Perbaikan lambat

sesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebih

efektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.

d. Plasma exchange

Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat

diturunkan sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.

3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot

Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:

a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah

problem psikis.

Page 14: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 14

b. Alat bantuan non medikamentosa

Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus

yang dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher

yang kena, diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk

menghindari panas matahari, mandi sauna, makanan yang

merangsang, menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yang

mengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker, derivat

kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika seperti

aminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.

2.9 Prognosis

Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari

pada orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang

dapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravis

tetap terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan

yang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot.

Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian

berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan ± 20% antaranya mengalami

remisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% Miastenia

gravis. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)

Page 15: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 15

BAB 3. PATHWAY

3.1 Patofisiologi Gambaran Penyakit Secara Menyeluruh

Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla

spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-

saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial

menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan

mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf

motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.

Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi

setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik.

Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf

motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan

neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia

antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps,

elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å.

Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang

berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis

dan disimpan dalam akson terminal (bouton). Membran plasma akson

terminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membran

postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran postsinaps

dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan alur

atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.

Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangat

menambah luas permukaan. Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptor

asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yang

selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran

postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin

yaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara

membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat

gelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.

Page 16: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 16

Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membran

akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan

dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps

dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.

Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium

maupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium dan

pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempeng

akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai

ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membrane otot yang tidak

berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema.

Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi

serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,

asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang

normal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk

menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis, konduksi

neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang

mungkin dikarenakan cedera autoimun.

Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya

tampak normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak

digunakan. Secara mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi

limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat

ditemukan kelainan yang konsisten.

Page 17: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 17

Gambaran patofisiologi Miastenia gravis dapat dilihat dari skema yang ada

dibawah ini :

Gangguan Autoimun yang merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membrane

Kerusakan pada transisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal

membrane postsinaps pada sambungan neuromuskular

Penurunan hubungan neuromuscular

Kelemahan otot-otot

Otot – otot okular

Otot wajah, laring, faring

Otot volunter Otot pernapasan

Gangguan otot levator

palpebra

4. Gangguan citra diri

Ptosis & Diplopia

Regurgitasi makanan ke hidung pada saat menelan Suara abnormal

ketidakmampuan menutup rahang

Krisis miestania 3. Kerusakan komunikasi

verbal

Kelemahan otot-otot rangka

Ketidakmampuan batuk

efektif Kelemahan otot-otot

pernafasan

1. Ketidakefektifan pola

2. Hambatan mobilitas fisik

kematian

Page 18: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 18

BAB 4. IMPLIKASI DALAM BIDANG KEPERAWATAN

4.1 Implikasi Patofisiologi Miastenia gravis Dalam Bidang Keperawatan

Seperti telah disebutkan sebelumnya, Miastenia gravis diduga

merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin

dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular. Berikut dibawah ini

adalah asuhan keperawatan mengenai Miastenia gravis:

A. Pengkajian, meliputi:

a. B1 (Breating)

Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau

penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan

otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan sering

didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot

pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi atau

stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan

nafas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.

b. B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan

untuk memantau perkembangan status kardiovaskular, terutama

denyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah

sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernafasan.

c. B3 (Brain)

Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular,

jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien

mungkin disatrik.

d. B4 (Bladder)

Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.

Biasanya terjadi kondisi dimana fungsi kandung kemih menurun,

retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.

e. B5 (Bowel)

Page 19: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 19

Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,

kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.

f. B6 (Bone)

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan

aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi hal

berikut :

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot

pernapasan.

2. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan

fisik umum, keletihan.

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,

gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan

kontrol tonus otot fasial atau oral.

4. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan

komunikasi verbal.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa

Keperawatan No. 1

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan

dengan kelemahan otot pernapasan.

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola

pernapasan klien kembali efektif

Kriteria Hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam

batas normal, bunyi nafas terdengar jelas, respirator

terpasang dengan optimal

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan

ventilasi

Untuk klien dengan penurunan kapasitas

ventilasi, perawat mengkaji frekuensi

pernapasan, kedalaman, dna bunyi nafas,

pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume

Page 20: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 20

tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi),

dengan interval yang sering dalam

mendeteksi masalah pau-paru, sebelum

perubahan kadar gas darah arteri dan

sebelum tampak gejala klinik.

Kaji kualitas, frekuensi,

dan kedalaman

pernapasan, laporkan

setiap perubahan yang

terjadi.

Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan

kedalaman pernapasan, kita dapat

mengetahui sejauh mana perubahan kondisi

klien.

Baringkan klien dalam

posisi yang nyaman

dalam posisi duduk

Penurunan diafragma memperluas daerah

dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

Observasi tanda-tanda

vital (nadi,RR).

Peningkatan RR dan takikardi merupakan

indikasi adanya penurunan fungsi paru.

Diagnosa

Keperawatan No. 2

Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan

dengan kelemahan fisik umum, keletihan.

Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk

menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan

penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor

yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki

paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.

Kriteria Hasil : Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90

x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal,

tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien

dalam melakukan

aktivitas

Menjadi data dasar dalam melakukan

intervensi selanjutnya.

Page 21: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 21

Atur cara beraktivitas

klien sesuai kemampuan.

Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan

dan daya tahan. Menjadi partisipan dalam

pengobatan, klien harus belajar tentang

fakta-faakta dasar mengenai agen-agen

antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian

dosis, gejala-gejala kelebihan dosis, dan

efek toksik. Dan yang penting pada

pengguaan medikasi dengan tepat waktu

adalah ketegasan.

Evaluasi kemampuan

aktivitas motorik

Menilai singkat keberhasilan dari terapi

yang boleh diberikan.

Diagnosa

Keperawatan No. 3

Gangguan komunikasi verbal berhubungan

dengan disfonia, gangguan pengucapan kata,

gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol

tonus otot fasial atau oral.

Tujuan : Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah

komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu

menggunakan bahasa isyarat.

Kriteria Hasil : Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan

klien dapat dipenuhi, klien mampu merespons setiap

berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi Rasional

Kaji komunikasi verbal

klien.

Kelemahan otot-otot bicara klien krisis

miastenia gravis dapat berakibat pada

komunikasi.

Lakukan metode

komunikasi yang ideal

sesuai dengan kondisi

klien.

Teknik untuk meningkatkan komunikasi

meliputi mendengarkan klien, mengulangi

apa yang mereka coba komunikasikan

dengan jelas dan membuktikan yang

Page 22: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 22

diinformasikan, berbicara dengan klien

terhadap kedipan mata mereka dan atau

goyangkan jari-jari tangan atau kaki untuk

menjawab ya/tidak. Setelah periode krisis

klien selalu mampu mengenal kebutuhan

mereka.

Beri peringatan bahwa

klien di ruang ini

mengalami gangguan

berbicara, sediakan bel

khusus bila perlu.

Untuk kenyamanan yang berhubungan

dengan ketidakmampuan komunikasi.

Antisipasi dan bantu

kebutuhan klien.

Membantu menurunkan frustasi oleh karena

ketergantungan atau ketidakmampuan

berkomunikasi.

Ucapkan langsung

kepada klien dengan

berbicara pelan dan

tenang, gunakan

pertanyaan dengan

jawaban ”ya” atau

”tidak” dan perhatikan

respon klien

Mengurangi kebingungan atau kecemasan

terhadap banyaknya informasi. Memajukan

stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.

Kolaborasi: konsultasi ke

ahli terapi bicara.

Mengkaji kemampuan verbal individual,

sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif

untuk mengidentifikasi defisit dan

kebutuhan terapi.

Diagnosa

Keperawatan No. 4

Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis,

ketidakmampuan komunikasi verbal.

Tujuan : Citra diri klien meningkat.

Page 23: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 23

Kriteria Hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan

orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang

sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri

terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan

perubahan ke dalam kosep diri dengan cara yang

akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi Rasional

Kaji perubahan dari

gangguan persepsi dan

hubungan dengan derajat

ketidakmampuan.

Menentukan bantuan individual dalam

menyusun rencana perawatan atau

pemilihan intervensi.

Identifikasi arti dari

kehilangan atau

disfungsi pada klien.

Beberapa klien dapat menerima dan

mengatur beberapa fungsi secara efektif

dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan

yang lain mempunyai kesulitan

membandingkan mengenal dan mengatur

kekurangan.

Bantu dan anjurkan

perawatan yang baik dan

memperbaiki kebiasaan.

Membantu meningkatkan perasaan harga

diri dan mengontrol lebih dari satu area

kehidupan.

Anjurkan orang yang

terdekat untuk

mengizinkan klien

melakukan hal untuk

dirinya sebanyak-

banyaknya.

Menghidupkan kembali perasaan

kemandirian dan membantu perkembangan

harga diri serta mempengaruhi proses

rehabilitasi.

Kolaborasi: rujuk pada

ahli neuropsikologi dan

konseling bila ada

indikasi.

Dapat memfasilitasi perubahan peran yang

penting untuk perkembangan perasaan.

Page 24: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 24

D. Implementasi Keperawatan

Tahap ini merupakan pengelolaan, perwujudan, serta bentuk

tindakan nyata dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap

intervensi.

E. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi merupakan suatu penilaian terhadap proses

keperawatan yang telah dilakukan. Dengan kata lain, evaluasi

merupakan suatu bentuk perbandingan antara hasil-hasil yang diperoleh

dengan kriteria hasil yang telah dibuat sebelumnya pada tahap

intervensi. Berikut adalah evaluasi dari diagnosa proses keperawatan di

atas:

1. Keefektifan fungsi pernapasan.

2. Batuk secara optimal bisa dilakukan.

3. Fungsi komunikasi sudah adekuat ditunjukkan dengan

penggunaan baik dengan bahasa isyarat maupun verbal secara

optimal.

4.2 Peranan Keperawatan

Dalam proses pencegahan ataupun penyembuhan Miastenia gravis

sangat penting dilakukan oleh perawat. Adapun peran perawat pada individu

dengan Miastenia gravis antara lain:

1. Care giver (pemberi perawatan),

Dimana perawat memberikan perawatan secara langsung pada

klien Miastenia gravis dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

dasar klien seperti pada saat pasien menunjukkan gejala sesak nafas,

maka perawat harus meninggikan bagian kepala tempat tidur 30-40

derajat, karena dengan posisi ini akan memudakan upaya untuk

bernafas.

2. Pendidik

Perawat harus mengajarkan atau memberi pendidikan baik pada

klien ataupun pada keluarga mengenai penatalaksaan jangka panjang

Page 25: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 25

dalam penanganan pemyakit Miastenia gravis ini. Sehingga

diharapkan klien dan keluarga dapat memahami dengan baik tentang

proses penyakit kronis yang memungkinkan dapat mengenali gejala

yang bisa menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.

3. Pengawas kesehatan

Perawat perlu mengawasi klien dengan cara melakukan

kunjungan rumah (home visit) secara periodik yang bertujuan untuk

mengetahui sebagaimana jauh perkembangan setelah menjalani

pengobatan dan perawatan.

4. Konsultan

Perawat sebagai narasumber baik pada klien maupun keluarga

dalam mengatasi masalah yang timbul, seperti bila tidak mengetahui

atau lupa dalam memberikan obat-obatan baik kapan maupun jumlah

dosis, maka perawat perlu memberikan nasehat kepada mereka.

Waktu yang tepat dalam pemberian obat sesuai dosis yang akurat

berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energy. Dengan memberikan

obat sebelum makan akan memberikan kekuatan otot untuk

mengunyah makanan.

5. Kolaborasi

Perawat harus mampu berkolaborasi atau bekerja sama dengan

tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan penanganan pada masalah

klien. Dengan adanya kerjasama ini, maka pemberian asuhan

keperawatan bisa sesuai dengan pengobatan yang seharusnya

diberikan.

Page 26: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 26

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh

suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang

dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat

beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic

transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan

mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di

bawah kesadaran seseorang (volunter).

Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio

perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.

Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar

20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40

tahun. Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari

pada orang dewasa

Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3

prinsip, yaitu; (1) Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2)

Mempengaruhi proses imunologik, (3) Penyesuaian penderita terhadap

kelemahan otot.

5.2 Saran

Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai

pedoman bagi pembaca baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalam

pemberian asuhan keperawatan secara professional. Selain itu pembaca

diharapkan dapat mengaplikasikan tindakan pencegahan dan

penanggulangan untuk menghindari penyakit Miastenia gravis ini. Mungkin

dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah

ini.

Page 27: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 27

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan:

Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Edisi 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC, hal: 293-297

Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi.

Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871

Dewabenny. 2008. Miastenia Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/ 07/12/

miastenia-gravis. (3 September 2009)

Endang Thamrin dan P. Nara. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. No. 41, 1986.

Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal: 40-42

Mubarak, Husnul. 2008. Miastenia gravis. http://cetrione.blogspot.com/

2008/06/miastenia-gravis.html. (3 September 2009)

Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. Edisi 4. Buku 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,

hal: 998 – 1003

Qittun. 2008. Asuhan keperawatan dengan Miastenia Gravis.

http://qittun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-

miastenia.html. (3 September 2009)

Page 28: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 28

LAMPIRAN

Page 29: Miastenia Gravis (By_ Susilo Eko Putra)

Created by: Susilo Eko Putra ([email protected]) Page 29