laporan miastenia

23

Click here to load reader

Upload: chyntia-giska

Post on 13-Aug-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan miastenia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini

merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnyater

jadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan. Pada masa lampau

kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya

obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah

jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi.

Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, dan pada akhir tahun

1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan otot akibat paralisis burbar. Pada

tahun 1920 seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia gravis merasa lebih

baik setelah minum obat efidrin yang sebenarnya obat ini ditujukan untuk

mengatasi kram menstruasi. Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris

bernama Mary Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia

gravis dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare

yaitu fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan

nyata dalam penyembuhan penyakit ini.

Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara wanita

dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan usia yang kedua yang

paling sering terserang penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua.

Kematian dari penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi

pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam perawatan intensif untuk

pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani dengan lebih baik.

Penyembuhan dapat terjadi pada 10 % hingga 20 % pasien dengan melakukan

timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu dan yang paling cocok dengan jalan

Page 2: laporan miastenia

penyembuhan seperti ini adalah golongan wanita muda, yaitu pada usia awitan.

Usia awitan dari miastenia gravis adalah 20-30 tahun untuk wanita dan 40-60

untuk pria.

Berdasarkan uraian diatas, Miastenia gravis merupakan penyakit yang masih

belum diketahui penyebab pasti serta masih belum teratasi secara menyeluruh.

Page 3: laporan miastenia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu

kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara

terus menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul

karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular

junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada

otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik

yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan

pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.

Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi

neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin

oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit

autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam

serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat

melewati plasenta pada kehamilan.

B. ETIOLOGI

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi

pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot.

Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang

merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada

ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat

memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR)

pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat

otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian

terjadilah kontraksi otot.

Page 4: laporan miastenia

Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak

diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau

kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologiklah yang

berperanan.

C. EPIDEMIOLOGI

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada

berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun.

Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan

wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1. Pada wanita,

penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan

pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40 tahun. Pada bayi, sekitar 20%

bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita Miastenia gravis akan memiliki miastenia

tidak menetap/transient (kadang permanen).

D. PATOFISIOLOGI

Sebelum tahun 1973, kelainan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis

dianggap karena kekurangan ACh. Dengan ditemukan antibodi terhadap AChR

(anti-AChR), baru diketahui, gangguan tersebut adalah suatu proses imunologik

yang menyebabkan jumlah AChR pada membran postsinaptik berkurang. Anti-

AchR ditemukan pada 80 - 90% penderita. Adanya proses imunologik pada

Miastenia gravis sudah diduga oleh Simpson dan Nastuk pada tahun 1960. Selain

itu, dalam serum penderita Miastenia gravis juga dijumpai antibodi terhadap

jaringan otot serat lintang 30 - 40% dan antibodi antinuklear 25%.

Kadar anti-AChR pada Miastenia gravis bervariasi antara 2-1000 nMol/L dan

kadar ini berbeda secara individu. Anti-AChR ini akan mempercepat

penghancuran AChR, tetapi tidak menghambat pembentukan AChR baru. Sebagai

akibat proses imunologik, membran postsinaptik mengalami perubahan sehingga

jarak antara ujung saraf dan membran post sinaptik bertambah lebar dengan

demikian kolinesterase mendapat kesempatan lebih banyak untuk menghancurkan

Page 5: laporan miastenia

Ach . Gejala klinik Miastenia gravis akan timbul bila 75% AChR tidak berfungsi,

atau jumlahnya berkurang 1/3 dari normal.

E. MANIFESTASI KLINIS

Miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi

reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuscular. Keadaan

ini sering bermanisfestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat.

Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang

menimbulkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan

memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya

terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan

tidak akan menyebabkan kematian.

Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring. Keadaan ini dapat

menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot

palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan pasien tak

mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.

Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya

batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak

lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang- cabangnya. Pada kasus

yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang hingga terjadi

kelemahan pada semua otot-otot rangka.

Tanda Khas Miastenia Gravis

• Kelemahan otot voluntar berfluktuasi, terutama otot wajah dan otot ekstraokular

• Kelemahan otot meningkat dengan aktivitas

• Kekuatan otot meningkat setelah istirahat

• Kekuatan otot meningkat sebagai respon terhadap pengobatan

Page 6: laporan miastenia

Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan

memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejala tersebut dapat menjadi

lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab

1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi

selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid.

2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas,

dan infeksi yang disertai diare dan demam.

3. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan

otot apabila mereka berada dalam keadaan tegang.

4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin

(suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot) dan obat-obat

lainnya.

Pada pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan. Gejala kelemahan otot

dapat diprovokasi oleh aktivitas, stres, nervositas, demam dan obat-obat tertentu

seperti B-blocker, derivat kinine, aminoglikosida dan lain-lain. Dulu diduga

Miastenia gravis tidak timbul sebelum pubertas, akan tetapi dengan uji prostigmin

dapat dibuktikan pada anak umur 18 bulan - 10 tahun.

Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi:

1. Kelompok I: Miastenia okular

Hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan,

tidak ada kasus kematian.

2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan

Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka

dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik.

Angka kematian rendah.

3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang

Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala okular, lalu berlanjut semakin

berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia,

dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum

Page 7: laporan miastenia

ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang

memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.

4. Kelompok III: Miastenia berat akut

Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat

disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang

maksimal dalam waktu 6 bulan. Respons terhadap obat buruk. Insiden krisis

miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian

tinggi.

5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut

Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-

gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan

atau secara tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis buruk.

Disamping klasifikasi tersebut diatas, Millichap dan Dodge membagi Miastenia

gravis pada anak dalam 3 tipe:

1. Neonatal transient Miastenia gravis

Tipe ini terdapat pada 10-20% bayi baru lahir dari ibu-ibu yang menderita

Miastenia gravis. Beratnya gejala tidak berkaitan dengan beratnya

penyakit pada ibu . Segera atau beberapa jam setelah lahir, bayi menjadi

lemah, gerakan berkurang, tidak dapat mengisap, sukar menelan,

pernapasan melemah. Gejala ini berlangsung tidak lebih dari 1 Bulan dan

bayi berangsurangsur kembali normal karena masuknya anti-AChR dari

ibu secara transplasenter ke dalam tubuh bayi.

2. Neonatal persistent Miastenia gravis (congenital Miastenia gravis)

Gejala timbul pada waktu lahir, tetapi ibunya tidak sakit Miastenia gravis.

Gejala hampir sama dengan tipeneonatal transient Miastenia gravis,

bersifat ringan, berlangsung lama, makin lama makin buruk . Relatif

resisten terhadap pengobatan dan remisi komplit jarang.

3. Juvenile Miastenia gravis

Tipe ini timbul pada umur 2 tahun sampai remaja. Keluhan dan gejala

sama seperti pada orang dewasa dan gejala pertama biasanya diplopia dan

Page 8: laporan miastenia

ptosis atau gejala THT seperti gangguan mengunyah, menelan atau suara

sengau.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksa harus memiliki pengetahuan mengenai Miastenia gravis. Banyak

pasien telah berterus terang kepada psikiater karena gejala mereka hanya memiliki

dasar fisiologis. Meminta pasien untuk memperlihatkan aktivitas berulang hingga

kelelahan adalah bukti-bukti yang dapat membantu menegakkan diagnosis.

Elektromiografi (EMG) memperlihatkan satu ciri khas penurunan dalam

amplitudo unit motorik potensial dengan penggunaan yang terus menerus. Tes

khusus untuk Miestenia gravis adalah adanya antibodi serum terhadap reseptor

asetilkolin. Setidaknya 80% penderita Miestenia gravis memiliki kadar antibodi

serum tinggi yang abnormal, tetapi penderita bentuk penyakit Miestenia gravis

okular yang ringan atau tunggal dapat memiliki hasil negatif palsu. Diagnosis

dipastikan dengan tes Tensilon. Enrofonium klorida (Tensilon) adalah suatu obat

menghambat kolinesterase, yang diberikan secara intravena. Pada pasien

Miestenia gravis terlihat perbaikan kekuatan otot dalam 30 detik. Ketika

didapatkan diagnosis banding antara Miestenia gravis sejati, namun penyebabnya

berkaitan dengan proses patologis lain ( seperti diabetes, kelainan tiroid, dan

keganasan yang menyebar). Usia awitan dua keadaan ini adalah faktor pembeda

yang penting. Penderita Miestenia gravis sejati biasanya berusia muda, sedangkan

penderita sindrom miestenia cenderung lebih tua. Gejala sindrom miastenia

biasanya menghilang bila penyakit dasarnya dapat dikontrol.

Pada Miestenia gravis terjadi kelainan kelenjar timus. Walaupun terlalu kecil

untuk dapat dilihat secara radiologis, kelenjar timus sebagian besar pasien secara

histologis adalah abnormal. Perempuan usia muda cenderung mengalami

hiperplasia timus sedangkan laki-laki usia tua cenderung mengalami neoplasma

timus.

Page 9: laporan miastenia

G. KOMPLIKASI

1. Krisis dalam Miastenia Gravis

Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,

membersihkan sekret atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat. Ada dua

jenis krisis, yaitu:

a. Krisis miastenik

Krisis miastenik merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila otot

yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat

menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan

respirator untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung. Krisis

miastenik juga merupakan keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang

lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat

secara cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi. Tindakan terhadap kasus

demikian adalah sebagai berikut:

Kontrol jalan napas

Pemberian antikolinesterase

Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis

Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator),

obat-obat antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini

dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat

terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui, obat-obat dapat mulai

diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat diturunkan.

2. Krisis kolinergik

Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat

antikolinesterase.

Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat

berlebihan,

atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan.

Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis

yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali.

Page 10: laporan miastenia

Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial. Tindakan terhadap

kasus demikian adalah sebagai berikut:

Kontrol jalan napas

Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat

diberikan atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika

diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat, karena secret

saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin

gumpalan lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis.

Kemudian antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan dosis yang

lebih rendah.

Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.

Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg

intravena. Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik,

tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala

krisis kolinergik.

2. Komplikasi Lain

Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan

pneumonia.

Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat

penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi,

pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih

(terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.

H. TATA LAKSANA

Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan

oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam

agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan

istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari factor-faktor pencetus dan

harus minum obat tepat pada waktunya.

Page 11: laporan miastenia

Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi

Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.

Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunosmudulasi

merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase

biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien

dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang

rutin.

Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan

pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya

mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis.

Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan

kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih lambat tetapi

memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.

Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu :

1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:

a. Istirahat

Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan

bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah

ambang rangsang dapat berkontraksi.

b. Memblokir pemecahan Ach

Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin, edroponium

atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai

dosis kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan

dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg , kelebihan

dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.

2. Mempengaruhi proses imunologik

a. Timektomi

Page 12: laporan miastenia

Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan

signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus

dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari

pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpa timoma yang telah

berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi, setelah 3 tahun ± 25%

penderita akan mengalami remisi klinik dan 40-50% mengalami

perbaikan.

b. Kortikosteroid

Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek

samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan sampai

dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk mencegah

kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau bekerja langsung pada

transmisi neromuskuler.

c. Imunosupresif

Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,

Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin

(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat yang

secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum

memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat

imunosupresif lainnya. Perbaikan lambat sesudah 3-12bulan. Kombinasi

azathioprine dan kortikosteroid lebih efektif yang dianjurkan terutama

pada kasus-kasus berat.

d. Plasma exchange

Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat diturunkan

sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.

3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot

Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:

a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah problem

psikis.

b. Alat bantuan non medikamentosa

Page 13: laporan miastenia

Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus yang

dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher yang kena,

diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk menghindari panas

matahari, mandi sauna, makanan yang merangsang, menekan emosi dan

jangan minum obat-obatan yang mengganggu transmisi neuromuskuler

seperti B-blocker, derivat kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika

seperti aminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin

I. PROGNOSIS

Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang

dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang,

terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravis tetap terbatas pada

otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat fatal, 10%

cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi penyakit lambat, mencapai

puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun

dan ± 20% antaranya mengalami remisi. Remisi spontan pada awal penyakit

terjadi pada 10% Miastenia gravis.

J. PENCEGAHAN

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan suatu bentuk pencegahan yang dilakukan pada saat

individu belum menderita sakit. Bentuk upaya yang dilakukan yaitu dengan cara

promosi kesehatan atau penyuluhan degan cara memberikan pengetahuan

bagaimana penanggulangan dari penyakit Miastenia gravis yang dapat dilakukan

dengan:

a. Memberi pengetahuan untuk tidak mengkonsumsi minum- minuman

beralkohol, khususnya apabila minuman keras tersebut dicampur dengan

air soda yang mengandung kuinin. Kuinin ini merupakan suatu obat yang

memudahkan terjadinya kelemahan otot.

b. Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan

menjaga kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien- pasien

Page 14: laporan miastenia

Miastenia gravis ini terjadi pada saat mereka dalam kondisi yang lelah dan

tegang.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit dan menunjukkan

adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat dilakukan adalah dengan cara

pengobatan antara lain dengan mempengaruhi proses imunologik pada tubuh

individu, yang bisa dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid,

Imunosupresif yang biasanya menggunakan Azathioprine.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini mengusahakan agar

penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi

komplikasi pada individu. Yang dapat dilakukan dengan:

a. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan. Karena

hal ini dapat memperburuk kelemahan otot yang diderita oleh individu.

b. Istirahat yang cukup

c. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan kacamata

khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata.

d. Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat

antikolinesterase secara berlebihan.

Page 15: laporan miastenia

BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu

kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara

terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul

karena adanya gangguan darisynaptic transmission atau pada neuromuscular

junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada

otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).

Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan

wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1. Pada wanita,

penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan

pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40 tahun. Pada anak, prognosis

sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang dewasa

Tanda Khas Miastenia Gravis, yaitu 1) Kelemahan otot voluntar berfluktuasi,

terutama otot wajah dan otot ekstraokular, 2) Kelemahan otot meningkat dengan

aktivitas, 3) Kekuatan otot meningkat setelah istirahat, 4) Kekuatan otot

meningkat sebagai respon terhadap pengobatan.

Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,

membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat. Ada dua

jenis krisis, yaitu: krisis miastenik dan krisis kolinergik.

Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu;

(1) Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2) Mempengaruhi proses

imunologik, (3) Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.