bahan miastenia
DESCRIPTION
BAHAN MIASTENIATRANSCRIPT
MYASTENIA GRAVIS
2.1.Definisi
Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis
merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan
antara cepatnya terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan
(dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal).
Miastenia gravis ialah gangguan oto-imun yang menyebabkan otot skelet
menjadi lemah dan lekas lelah1.
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan
dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada
sambungan neuromuskular3.
2.2. Patofisiologi
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular,
maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga
asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah
sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.
Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium dan
kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai
potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk
potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang
akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian
reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati
hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzim
asetilkolinesterase.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam
penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada
membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi.
Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan postsinaps
menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arah
motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin
yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate
menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat
berlangsung lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis
kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar
timus pada kebanyakan pasien menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda
cenderung menderita hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan
neoplasma timus. Elektromiografi menunjukkan penurunan amplitudo potensial
unit motorik apabila otot dipergunakan terus-menerus3.
Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa kelenjar
timus mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita miastenia didapati
kelenjar timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan
struktur timoma dan pada penderita-penderita lainnya terdapat infiltrat
limfositer pada pusat germinativa kelenjar timus tanpa perubahan di jaringan
limfoster lainnya5.
2.3. Manifestasi Klinis
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan
gangguan otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi
efisiensi hubungan neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai
penyakit yang berkembang progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap
terlokalisir pada sekelompok otot tertentu saja.
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang
ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33%
hanya terdapat gejala kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya.
Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala kelainan okular jarang ditemukan
dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati kesulitan mengunyah dan
menelan.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang
menimbulkan ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau
bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi
dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul
setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit tidak
diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar
dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari
orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot okular paretik, paresis
N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan
otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas
lumpuh pada miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal.
Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan
melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot
mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan
menyebabkan kematian.
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat
LMN, kelemahan otot pengunyah, paresis palatum mol/arkus
faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat menyebabkan
regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan, menimbulkan suara
yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut yang
dinamakan sebagai tanda rahang yang menggantung. Kelemahan otot non-
bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang pertama terkena
adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan.
Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan
dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk
lagi8.
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan
akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi
membersihkan lendir.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan
dengan memberikan obat antikolinesterase. Gejala-gejala dapat menjadi lebih
atau mengalami eksaserbasi oleh sebab:
1.Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi
selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid.
2.Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian
atas dan infeksi yang disertai diare dan demam.
3.Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila
mereka berada dalam keadaan tegang.
4.Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung
kuinin, suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot, dan
obat-obat lainnya3.
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi3:
1. Kelompok I: Miastenia okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan,
tidak ada kasus kematian.
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka
dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik.
Angka kematian rendah.
3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin
berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria,
disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia
gravis umum ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi
obat kurang memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian
rendah.
4. Kelompok III: Miastenia berat akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat
disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit
berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Respons terhadap obat buruk.
Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi.
Tingkat kematian tinggi.
5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-
gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan
atau secara tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis buruk.
Disamping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa bentuk
varian miastenia gravis, ialah1:
1. Miastenia neonatus
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi
pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8,
dan disebabkan oleh masuknya antibodi antireseptor asetilkolin ke dalam
melalui plasenta.
2. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada
dewasa.
3. Miastenia kongenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan
imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini
biasanya tidak progresif.
4. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa
terjadi pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis
dewasa.
5. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya
pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma
bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia
gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal
tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan
refleks tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh mulutnya
kering.
6. Miastenia gravis antibodi-negatif
MYASTENIA GRAVIS
2.1.Definisi
Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis
merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan
antara cepatnya terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan
(dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal).
Miastenia gravis ialah gangguan oto-imun yang menyebabkan otot skelet
menjadi lemah dan lekas lelah1.
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan
dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada
sambungan neuromuskular3.
2.2. Patofisiologi
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular,
maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga
asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah
sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.
Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium dan
kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai
potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk
potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang
akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian
reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati
hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzim
asetilkolinesterase.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam
penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada
membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi.
Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan postsinaps
menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arah
motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin
yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate
menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat
berlangsung lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis
kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar
timus pada kebanyakan pasien menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda
cenderung menderita hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan
neoplasma timus. Elektromiografi menunjukkan penurunan amplitudo potensial
unit motorik apabila otot dipergunakan terus-menerus3.
Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa kelenjar
timus mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita miastenia didapati
kelenjar timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan
struktur timoma dan pada penderita-penderita lainnya terdapat infiltrat
limfositer pada pusat germinativa kelenjar timus tanpa perubahan di jaringan
limfoster lainnya5.
2.3. Manifestasi Klinis
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan
gangguan otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi
efisiensi hubungan neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai
penyakit yang berkembang progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap
terlokalisir pada sekelompok otot tertentu saja.
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang
ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33%
hanya terdapat gejala kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya.
Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala kelainan okular jarang ditemukan
dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati kesulitan mengunyah dan
menelan.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang
menimbulkan ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau
bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi
dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul
setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit tidak
diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar
dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari
orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot okular paretik, paresis
N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan
otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas
lumpuh pada miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal.
Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan
melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot
mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan
menyebabkan kematian.
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat
LMN, kelemahan otot pengunyah, paresis palatum mol/arkus
faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat menyebabkan
regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan, menimbulkan suara
yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut yang
dinamakan sebagai tanda rahang yang menggantung. Kelemahan otot non-
bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang pertama terkena
adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan.
Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan
dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk
lagi8.
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan
akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi
membersihkan lendir.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan
dengan memberikan obat antikolinesterase. Gejala-gejala dapat menjadi lebih
atau mengalami eksaserbasi oleh sebab:
1.Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi
selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid.
2.Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian
atas dan infeksi yang disertai diare dan demam.
3.Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila
mereka berada dalam keadaan tegang.
4.Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung
kuinin, suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot, dan
obat-obat lainnya3.
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi3:
1. Kelompok I: Miastenia okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan,
tidak ada kasus kematian.
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka
dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik.
Angka kematian rendah.
3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin
berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria,
disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia
gravis umum ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi
obat kurang memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian
rendah.
4. Kelompok III: Miastenia berat akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat
disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit
berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Respons terhadap obat buruk.
Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi.
Tingkat kematian tinggi.
5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-
gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan
atau secara tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis buruk.
Disamping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa bentuk
varian miastenia gravis, ialah1:
1. Miastenia neonatus
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi
pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8,
dan disebabkan oleh masuknya antibodi antireseptor asetilkolin ke dalam
melalui plasenta.
2. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada
dewasa.
3. Miastenia kongenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan
imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini
biasanya tidak progresif.
4. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa
terjadi pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis
dewasa.
5. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya
pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma
bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia
gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal
tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan
refleks tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh mulutnya
kering.
6. Miastenia gravis antibodi-negatif
Miastenia Gravis
DEFINISI
Miastenia Gravis menghasilkan kelemahan progresif dan sporadis serta kelelahan abnormal pada otot skeletal, yang bertambah buruk setelah latihan dan pengulangan gerakan, namun dapat diperbaiki dengan obat antikholineterase.
Biasanya, gangguan ini menyerang otot yang dikendalikan oleh saraf kranial (wajah, bibir, lidah, leher, dan tenggorokan) tetapi dapat juga menyerang otot-otot lainnya.
Miastenia Gravis mengikuti terjadinya ledakan kemarahan dan remisi periodik yang tidak dapat diramalkan. Pengobatannya pun tidak diketahui, tetapi terapi obat-obatan dapat memperbaiki
gejala dan memungkinkan penderita hidup relatif normal, kecuali pada saat ledakan kemarahan terjadi.
Bila penyakit melibatkan sistem pernafasan, maka dapat membahayakan jiwa.
PENYEBAB
Miastenia Gravis menyebabkan kegagalan dalam transmisi impuls saraf pada sambungan neuromuskuler. Secara teoritis, kerusakan seperti ini dapat diakibatkan dari reaksi autoimun atau tidak dapat berfungsinya aktivitas neurotransmiter.
Miastenia Gravis menyerang semua usia, namun penyakit ini paling banyak ditemukan pada usia antara 20 sampai 40 tahun. Miastenia Gravis menyerang wanita 3 kali lebih banyak dari pria, tetapi setelah usia 40 tahun, penyakit ini tampaknya menyerang baik pria maupun wanita secara seimbang.
Sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita Miastenia Gravis akanmemiliki miastenia tidak menetap/transient (kadang permanen).
Penyakit ini akan muncul bersamaan dengan gangguan sistem kekbalan dan gangguan tiroid; sekitar 15% penderita miastenia gravis mengalami thymoma (tumor yang dibentuk oleh jaringan kelenjar timus). Remisi terjadi pada 25% penderita penyakit ini.
GEJALA
Gejala dominan penyakit ini adalah lemah otot skeletal dan kelelahan. Pada tahap awal, otot-otot tertentu mudah terkena kelelahan, tetapi tidak ditemukan gejala lain. Pada akhirnya, gejala ini makin parah dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
Biasanya, otot terasa kuat pada pagi hari dan melemah sepanjang hari, terutama setelah latihan.
Istirahat singkat untuk sementara dapat mengembalikan fungsi otot. Lemah otot semakin berkembang; akhirnya beberapa otot menjadi tidak berfungsi sama sekali. Gejala yang terjadi tergantung pada kelompok otot yang terserang; gejala ini semakin menjadi pada masa haid dan setelah stres emosional, terlalu lama terkena sinar matahari atau udara dingin atau infeksi.
Pemunculan gejala dapat terjadi tiba-tiba atau dari dalam. Pada banyak penderita, penutupan mata lemah, kelopak mata yang menutup, dan penglihatan ganda merupakan awal gangguan ini. Penderita biasanya memiliki regurgitasi cairan hidung yang kerap terjadi dan kesulitan mengunyah dan menelan.
Karena gangguan ini, penderita sering takut tercekik. Penderita juga mengalami kesulitan bernafas. Karena pelupuk mata yang menutup,penderita harus menaikkan kepalanya ke arah belakang untuk melihat, otot leher menjadi terlalu lemah untuk menyangga kepala tanpa menjadi pendek.
Penderita krisis miasenik (gangguan pernafasan yang muncul tiba-tiba) dapat terkena pneumonia dan infeksi saluran pernafasan lainnya. Situasi ini dapat bertambah parah sehingga memerlukan ventilasi mekanis serta saluran udara darurat.
DIAGNOSA
Otot lelah yang dapat disembuhkan dengan istirahat sangat disarankan dalam diagnosis Miastenia Gravis. Pemeriksaan terhadap kondisi neurologis ini mencatat efek latihan dan istirahat pada lemah otot elektromiografi, dengan stimulasi saraf berulang kali, dapat membantu konfirmasi diagnosis.
Bukti Miastenia Gravis klasik adalah fungsi otot yang pulih setelah injeksi intravena dari Edrophonium Chlorida atau Neostigmin Metilsulfat. Pada penderita fungsi otot sembuh dalam 30 sampai 60 menit setelah pemberian obat dan berakhir setelah 30 menit. Meskipun demikian, otot mata yang telah lama kurang berfungsi mungkin tidak bereaksi terhadap pemeriksaan.
Pengujian ini dapat membedakan krisis miasthenik dari krisis kolenergis dan disebabkan oleh aktivitas aserilkolin yang berlebihan pada sambungan neuromuskuler. Evaluasi harus mengesampingkan penyakit tiroid dan thymoma.
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala. Obat-obat antikolinesterase seperti Neostigmin Metilsulfat dan Piridostigmin bromida, melawan kelelahan dan lemah otot dan memungkinkan otot berfungsi 80% normal.
Meskipun demikian, obat-obat ini dapat menjadi kurang efektif saat penyakit bertambah parah. Kortikosteroid dapat menyembuhkan gejala. Plasmapheresis (penyaringan elemen penyakit dari plasma) digunakan saat terjadi ledakan kemarahan yang parah.
Penderita dengan thymoma, perlu mendapatkan pemindahan kelenjar timus, yang dapat menyebabkan remisi pada beberapa kasus pemunculan penyakit ini pada orang dewasa.
Ledakan kemarahan yang akut dapat menyebabkan gangguan pernafasan yang parah sehingga memerlukan pengobatan segera. Trakeotomi, ventilasi tekanan positif, dan penyedotan untuk memindahkan sekresi biasanya menghasilkan perbaikan dalam beberapa hari.
Karena obat antikolinesterasi tidak efektif dalam krisis miasthenik, penggunaannya dapat dihentikan sampai fungsi pernafasan pulih. Krisis ini memerlukan pengobatan rumah sakit segera dan pertolongan pernafasan yang cepat.
Miastenia Gravis
DEFINISI
Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf (neuromuscular junction) berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot menahun.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun.
KELAINAN NEUROMUSCULAR JUNCTION LAINNYA
Sindroma Eaton-Lambert merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan kelemahan.
Penyebabnya adalah pelepasan asetilkolin yang tidak adekuat.
Penyakit ini bisa timbul secara sporadis, tetapi biasanya merupakan efek samping dari kanker tertentu, terutama kanker paru-paru.
Botulisme merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena mencerna makanan yang mengandung bahan racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum. Bahan racun ini melumpuhkan otot-otot dengan cara menghambat pelepasan asetilkolin dari saraf.
Berbagai obat, insektisida tertentu (fosfat organik) dan gas saraf yang digunakan dalam peperangan kimia bisa menyerang neuromuscular junction.
Beberapa bahan tersebut mencegah pemecahan alami asetilkolin setelah impuls saraf diantarkan ke otot.
Dosis antibiotik yang sangat tinggi juga bisa menyebabkan kelemahan dengan cara yang sama.
PENYEBAB
Pada miastenia gravis, sistem kekebalan membentuk antibodi yang menyerang reseptor yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction.
Reseptor yang dirusak terutama adalah reseptror yang menerima sinyal saraf dengan bantuan asetilkolin (bahan kimia yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau disebut juga neurotransmiter).
Apa yang menjadi penyebab tubuh menyerang asetilkolinnya sendiri, tidak diketahui.
Tetapi faktor genetik pada kelainan kekebalan tampaknya memegang peran yang penting.
Antibodi ini ikut dalam sirkulasi darah dan seorang ibu hamil yang menderita miastenia gravis bisa melalui plasenta dan sampai ke janin yang dikandungnya. Pemindahan antibodi ini bisa menyebabkan miastenia neonatus, dimana bayi memiliki kelemahan otot yang akan menghilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah dilahirkan.
GEJALA
Gejala yang paling sering ditemukan adalah:
- kelemahan pada kelopak mata (kelopak mata jatuh )
- kelemahan pada otot mata sehingga terjadi penglihatan ganda
- kelelahan otot yang berlebihan setelah melakukan olah raga.
Bisa terjadi kesulitan dalam berbicara dan menelan serta kelemahan pada lengan dan tungkai.
Kesulitan dalam menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak.
Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah.
Penderita mengalami kesulitan dalam menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi kelumpuhan.
Sekitar 10% penderita mengalami kelemahan otot yang diperlukan untuk pernafasan (krisis miastenik).
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.
Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.
Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap asetilkolin.
Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.
CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.
PENGOBATAN
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.
Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.
Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap asetilkolin.
Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.
CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.