miastenia gravis pada kehamilan

24
TEXT BOOK REVIEW MIASTENIA GRAVIS PADA KEHAMILAN Pembimbing dr. Untung Gunarto, Sp. S Disusun oleh : Melan Mulyana G1A211030 BAGIAN SMF ILMU PENYAKIT SARAF RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2012

Upload: melan-mulyana

Post on 30-Dec-2014

194 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

tbr

TRANSCRIPT

Page 1: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

TEXT BOOK REVIEW

MIASTENIA GRAVIS PADA KEHAMILAN

Pembimbing

dr. Untung Gunarto, Sp. S

Disusun oleh :

Melan Mulyana G1A211030

BAGIAN SMF ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

2

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui Text Book Review yang berjudul :

“MIASTENIA GRAVIS PADA KEHAMILAN”

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Penyakit Saraf

RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh :

Melan Mulyana G1A211030

Disetujui dan disahkan:

Tanggal : November 2012

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Untung Gunarto, Sp. S

Page 3: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan

karuniaNya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Text Book Review

(TBR) ini. TBR yang berjudul “Miastenia Gravis pada Kehamilan” ini merupakan

salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik SMF Ilmu Penyakit Saraf

sebagai dokter muda.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Untung Gunarto, Sp.S,

sebagai pembimbing atas waktu yang diluangkan, bimbingan, dan saran yang

sifatnya membangun dalam penyusunan TBR ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan TBR ini masih belum

sempurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penyusun

mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak

yang membaca analisis referat ini. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya.

Purwokerto, November 2012

Penyusun

Page 4: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

4

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 5

1.1 Latar belakang .................................................................................. 5

1.2 Tujuan ............................................................................................... 6

1.3 Manfaat .............................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7

2.1 Definisi ............................................................................................ 7

2.2 Etiologi ............................................................................................. 7

2.3 Epidemiologi .................................................................................... 7

2.4 Klasifikasi ........................................................................................ 8

2.5 Diagnosis Banding............................................................................ 9

2.6 Patogenesis ..................................................................................... 10

2.7 Manifestasi Klinis ........................................................................... 12

2.8 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 13

2.9 Efek Miastenia Gravis Terhadap Kehamilan ................................. 15

2.10 Penatalaksanaan .............................................................................. 16

2.11 Manajemen Miastenia Gravis pada Kehamilan dan Persalinan ..... 20

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

Page 5: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Miastenia gravis merupakan suatu gangguan autoimun pada transmisi

neuromuskular yang disebabkan oleh adanya suatu antibodi yang merusak

reseptor asetilkolin sehingga menyebabkan transmisi impuls saraf tidak

adekuat. (1)

Miastenia gravis ditandai dengan adanya kelemahan yang

fluktuatif dengan adanya remisi dan eksaserbasi. (2)

Miastenia gravis

berkaitan dengan patologi timik yaitu sekitar 15% pasien miastenia gravis

mempunyai timoma dan 60% mengalami hipertrofi timus. Miastenia gravis

bisa juga bersifat kronik, menyebabkan disabilitias berat, dan bahkan

kematian. (3)

Prevalensi miastenia gravis di dunia diperkirakan sebanyak 1 juta

pasien. Sebelum ditemukan berbagai macam pengobatan, prognosis miastenia

gravis sangat buruk dengan angka kematian sekitar 50% 10 tahun setelah

onset. Dengan pengobatan modern seperti immunoterapi, timektomi, dan

pengobatan lainnya menunjukkan bahwa seorang individu dengan dan tanpa

miastenia gravis memiliki life expectancy yang sama walaupun pada

miastenia gravis terjadi penurunan kemampuan fisik, penurunan kualitas

hidup, dan risiko timbulnya komplikasi. (4)

Selama kehamilan, miastenia gravis bisa terjadi kapan saja yaitu pada

trimester pertama, kedua, ataupun trimester ketiga. Miastenia gravis pada

kehamilan lebih sering mengalami perburukan pada trimester pertama dan

trimester ketiga. Miastenia gravis tidak bisa diprediksikan selama kehamilan.

Gejala miastenia gravis biasanya memberat pada trimester pertama dan pada

trimester ketiga. Selain itu, apabila ibu mengalami miastenia gravis selama

kehamilan maka dapat menyebabkan bayinya mengalami transient

myasthenic syndrome yang ditandai dengan tangisan yang lemah, kesulitan

Page 6: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

6

untuk menelan dan kelemahan pernafasan. Gejala-gejala ini timbul beberapa

jam setelah bayi lahir. (5)

Miastenia gravis pada kehamilan sangatlah penting untuk diketahui dan

diobati secara tepat karena efek yang ditimbulkannya tidak hanya pada ibu

hamil itu sendiri tetapi juga pada bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu,

pada Text Book Review ini akan dibahas mengenai miastenia gravis pada

kehamilan.

1.2 Tujuan

Penulisan Text Book Review ini bertujuan untuk membahas tentang

miastenia gravis, khususnya miastenia gravis pada kehamilan.

1.3 Manfaat

Penulisan Text Book Review ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca sehingga dapat membantu dalam mendiagnosis dan

mengobati miastenia gravis pada kehamilan

Page 7: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Miastenia gravis merupakan suatu gangguan autoimun pada transmisi

neuromuskular yang disebabkan oleh adanya suatu antibodi yang merusak

reseptor asetilkolin sehingga menyebabkan transmisi impuls saraf tidak

adekuat. (1)

Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang dapat

diobati, ditandai dengan kelemahan otot. Hal ini berkaitan dengan suatu

antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AChR) pada membran postsinaptik

neuromuscular junction (NMJ). (6)

2.2 Etiologi

Penyebab miastenia gravis pada kebanyakan pasien tidak diketahui.

Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun dengan lebih dari 90%

kasus memiliki antibodi anti AChR. Antibodi antibodi IgG ditemukan pada

80-90% miastenia gravis generalisata dan 50-70% miastenia gravis okular.

Beberapa penelitian telah menghubungkan miastenia gravis dengan HLA-

B8, HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 yang berperan dalam menyebabkan

kerentanan seseorang mengalami miastenia gravis. Beberapa obat juga bisa

menginduksi atau menyebabkan eksaserbasi miastenia gravis, yaitu

antibiotik, penicillamine, beta blocker, antikolinergik, dan lain sebagainya.

Abnormalitas timik juga sering dihubungkan dengan miastenia gravis, yang

meliputi hiperplasi timik, dan timoma. (7)

2.3 Epidemiologi

Miastenia gravis merupakan gangguan tersering pada neuromuscular

juntion (NMJ). Prevalensi miastenia gravis di inggris dilaporkan sekitar 2-

7/10.000. Miastenia gravis ini bisa terjadi pada semua usia tetapi lebih

Page 8: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

8

sering pada dekade ketiga terutama pada wanita, sedangkan pada pria lebih

sering terjadi pada dekade 6 dan 7. (6)

Di amerika diperkirakan miastenia gravis generalisata terjadi skitar 20

kasus dari 100.000 penduduk. Insidensi di dunia diperkirakan sekitar 20-100

per satu juta penduduk dan prevalensi miastenia gravis diperkirakan 1 dari

20.000 ibu hamil (8)

2.4 Klasifikasi

Miastenia gravis bisa diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidak

adanya antibodi anti AChR, berdasarkan tingkat keparahan penyakit, dan

berdasarkan etiologi. (6)

A. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya antibodi anti AChR

1. Seropositif

Tipe ini merupakan tipe miastenia gravis autoimun didapat

yang paling banyak dan diperkirakan menyerang sekitar 85% pasien

miastenia gravis generalisata dan 50% pasien miastenia gravis

okular. Untuk mendeteksi adanya antibodi, digunakan pemeriksaan

radioimmunoassay. (6)

2. Seronegatif

Antara 10-20% pasien dengan miastenia gravis didapat tidak

terdapat antibodi anti AChR. Akhir-akhir ini, antibodi Muscle

Spesific Kinase (MuSK) telah dilaporkan pada beberapa pasien.

Antibodi ini merupakan suatu protein pada membran post sinap yang

berhubungan dengan AChR. Pasien-pasien kebanyakan mengalami

kelemahan pada otot mata. (6)

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

Klasifikasi original osserman’s membagi miastenia gravis dewasa

ke dalam 4 golongan berdasarkan tingkat keparahan penyakit, yaitu :

1. Miastenia okular

2. Miastenia generalisata dengan tingkat keparahan ringan dan sedang

3. Miastenia gravis generalisata berat

Page 9: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

9

4. Krisis miastenia dengan kegagalan pernafasan. (6)

C. Klasifikasi berdasarkan etiologi

Berdasarkan etiologi, miastenia gravis diklasifikasikan menjadi 4

jenis, yaitu :

1. Miastenia gravis autoimun didapat (acquired autoimmune

myasthenia gravis), merupakan tipe tersering pada orang dewasa

2. Transient neonatal myasthenia gravis, disebabkan oleh transfer pasif

antibodi anti AchR dari maternal.

3. Miastenia gravis yang diinduksi obat seperti D-penicillamine. Tipe

ini identik dengan miastenia gravis autoimun didapat dengan

antibodi anti AChR positif. Obat lain yang bisa menyebabkan

eksaserbasi atau penyebab myasthenia-like weakness adalah curare,

aminoglikosida, quinin, procainamide, dan ca channel blockers.

4. Sindrom miastenia gravis kongenital, disebabkan oleh mutasi protein

yang berperan dalam transmisi neuromuscular post sinap (6).

2.5 Diagnosis Banding

1. Kelainan NMJ lain

a. Sindrom miastenik Lambert-Eaton

Merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh

suatu antibodi pada pre-synaptic voltage-gated calcium channel dan

berhubungan dengan kelemahan ekstremitas. Olah raga akan

memperbaiki kelemahan sementara dan refleks bisa menghilang.

Stimulasi saraf repetitif menunjukkan respon incremental sedangkan

pada miastenia gravis menunjukkan respon decremental. Penyakit ini

sering berhubungan dengan karsinoma paru .

b. Miastenia gravis yang diinduksi obat

Miastenia gravis yang diinduksi penicillamine merupakan

gangguan autoimun yang mirip miastenia gravis dan akan membaik

beberapa minggu setelah penghentian obat tersebut. Obat-obatan lain

seperti aminoglikosida, procainamide, calcium channel blocker, dan

Page 10: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

10

quinine bisa menyebabkan orang normal mengalami kelemahan pada

ototnya seperti eksaserbasi miastenia gravis.

c. Botulisme

Toksin botulinum menghambat dusi vesikel pre sinap yang

menggandung asetilkolin dengan membran pre sinap. Botulisme

menyebabkan kelemahan generalisata, oftammoplkeia, dan

kelemahan otot-otot pernafasan. Penyakit ini berbeda dengan

miastenia gravis, dilihat dari keterlibatan dan pu[il dan respon

incremental pada stimulasi repetitif.

d. Miastenia kongenital

Penyakit ini terdiri dari beberapa gangguan yang diakibatkan

oleh mutasi pada gen yang mengkode protein uuntuk transmisi

neuromuscular.

2. Miopati

Miastenia okular mirip dengan oftalmoplegia progresif kronik dan

gangguan mata pada penyakit graves

3. Proses batang otak

Kombinasi gejala dan tanda okular dan bulbar bisa terlihat pada

gangguan batang otak seperti iskemik, infeksi, dan inflamasi. (6)

2.6 Patogenesis

Neuromuscular junction (NMJ) merupakan suatu sinap yang

menghubungkan saraf dan otot. Secara normal, asetilkolin dilepaskan dari

membran presinap baik secara spontan atau sebagai akibat impuls saraf.

Asetilkolin yang terlepas akan berikatan dengan reseptor ACh. Asetilkolin,

sekali dilepaskan ke dalam daerah sinaptik akan terus mengaktifkan reseptor

asetilkolin. Namun demikian, asetilkolin ini secara cepat akan disingkirkan

melalui dua cara yaitu penghancuran asetilkolin oleh enzim

asetilkolinesterase dan difusi asetilkolin keluar dari celah sinap. Periode

waktu yang singkat dimana asetilkolin menetap di dalam ruangan sinaptik

Page 11: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

11

paling lama hanya beberapa detik dan sudah cukup untuk merangsang serat

otot. (9)

Gambar 1. Neuromuscular Junction (6)

Miastenia gravis dihubungkan dengan adanya antibodi anti AChR.

Terdapat beberapa bukti autoantibodi anti AChR menyebabkan miastenia

gravis. Bukti-bukti tersebut di antaranya adalah :

1. Antibodi anti AChR ditemukan pada sekitar 80—90% pasien dengan

miastenia gravis autoimun generalisata.

2. Antibodi anti AchR pada sirkulasi maternal ditemukan juga pada serum

bayi dengan miastenia gravis neonatal dan titer antbodi menurun ketika

bayi tersebut mangalami perbaikan dari miastenia gravis.

3. Suatu eksperimen transfer pasif IgG dari pasien miastenik terhadap tikus

menyebabkan penyakit yang sama dengan miastenia gravis.

4. Plasmaferesis untuk menurunkan AChR menghasilkan perbaikan dari

miastenia gravis.

5. Antibodi berikatan dengan AChR pada NMJ.

6. Suatu model miastenia gravis eksperimental bisa dibuat dengan cara

memasukkan antibodi anti AChR pada hewan. (6)

Gangguan utama NMJ pada pasien dengan miastenia gravis meliputi

penurunan jumlah reseptor ACh, pemendekan lipatan sinap akibat destruksi

lipatan sinap dan pelebaran celah sinap yang disebabkan oleh pemendekan

lipatan-lipatan junction. Perubahan tersebut disebabkan karena serangan

imun pada membran post sinap. Sumber lain menyebutkan bahwa

Page 12: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

12

setidaknya terdapat 3 mekanisme yang diperantarai antibodi dan

menyebabkan gangguan pada reseptor ACh. Mekanisme-mekanisme itu

ialah :

1. Percepatan endositosis dan degradasi reseptor ACh

2. Blokade sisi fungsional perlekatan ACh

3. Destruksi lipatan junctional pada membran post sinap yang disebabkan

oleh komplemen (2)

Titer antibodi tidak berhubungan dengan tingkat kelemahan pada

pasien. (6)

Sekitar 10-20% pasien dengan miastenia gravis tidak mempunyai

antibodi anti AChR dan disebut seronegatif. Pasien-pasien tersebut

mempunya antibodi terhadap protein MuSK pada membran post sinap. (6)

Miastenia gravis secara dominan disebabkan oleh antibodi anti AChR

tetapi sel T juga mempunyai peran dalam patogenesis penyakit ini. Subset

spesifik sel T berespon terhadap stimulasi antigenik dan aktivasi sel B

spesifik AChR. Mekanisme pemecahan toleransi imun tidak diketahui tetapi

dipercaya melibatkan timus. Abnormalitas timik ditemukan pada sekitar

75% pasien. Hiperplasia germinal ditemukan sekitar 85% dan tumor timus

pada sekitar 15% pasien. Lebih dari 90% pasien dengan timoma dan

miastenia gravis mempunyai antibodi anti otot lurik. Sel-sel mioid yang

mengekspresikan AChRs ditemukan di timus dan menunjukkan bahwa

reseptor-reseptor tersebut merupakan sumber autoantigen yang

menyebabkan miastenia gravis. (6)

2.7 Manifestasi Klinis

Pasien menunjukkan gejala kelemahan otot yang memburuk setelah

beraktivitas dan apabila beristirahat maka kelamahan otot tersebut hilang.

Gejala-gejala bisa bervariasi dari jam ke jam dan dari hari ke hari dan

biasanya memburuk pada di akhir pekan. Faktor-faktor yang memperburuk

kelemahan meliputi olah raga, stress emosional, temperatur yang panas,

infeksi, obat-obatan tertentu (aminoglikosida, fenitoin, anestesi lokal),

tindakan operasi, menstruasi dan kehamilan. Otot yang paling sering terkena

Page 13: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

13

adalah musculus levator palpebra superioris, musculus ekstraokular, otot-

otot wajah, dan otot-otot leher. (6)

Ptosis merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi dan biasanya

unilateral, parsial, berfluktuasi menyebabkan kebingungan dalam

menegakkan diagnosis. Adanya cogan’s lid twitch sign merupakan ciri

miastenia gravis. Ketika mata masien melihat ke bawah sekitar 20-30 detik

dan secara cepat kembali ke posisi semula, kedua mata akan jatuh ke bawah.

Ptosis membaik setelah tidur. Kelemahan okular biasanya asimetris,

berfluktuasi, dan bisa seperti oftalmoplegia berat. Wajah menunjukkan

sedikit ekspresi, dan pasien mungkin menengadahkan kepalanya sehingga

bisa melihat walopun mengalami ptosis. Suara pasien mungkin mengalami

disfonia dan bisa juga terjadi regurgitasi nasal apabila palatum mole terlibat.

(6)

Arah kelemahan pada miastenia gravis adalah craniocaudal dengan

urutan ialah mata, wajah, badan, dan terakhir adalah ekstremitas.

Kelemahan otot interkostal dan diafragma dapat menyebabkan dyspnea

ketika berolah raga, ketika terlentang, dan bahkan ketika beristirahat.

Osthopnea dengan resolusi yang cepat ketika bangun merupakan tanda

klinis yang penting yang menunjukkan kegagalan neruromuskular

pernafasan. Sesak nafas berat bisa berkembang dalam beberapa jam

sehingga harus dilakukan monitoring Forced Vital Capacity (FVC) dan

analisa gas darah. Pada kasus yang berat, intubasi dan ventilasi mekanik

sangat dibutuhkan. (6)

2.8 Pemeriksaan penunjang

1. Tes tensilon (endrophonium)

Edrophonium merupakan asetilkolinesterase dengan aksi yang

cepat yang bekerja dalam 30 detik dan paling lama sekitar 5 menit. dosis

tes ialah 2 mg, selanjutnya 8 mg setelag 30 detik apabila tidak ada respon

terhadap dosis 2 mg. Pemberian ini bisa mengakibatkan bradikardi dan

hipertensi sehingga harus dilakukan pada fasilitas yang menyediakan

Page 14: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

14

alat-alat resusitasi. Pasien harus terlebih dahulu diperiksa EKD dan

apabila ada penyakit jantung akut atau blokade konduksi maka tes tidak

bisa dilakukan. Selama test harus dimonitor EKG-nya dan atropine harus

tersedia untuk menanggulangi bradikardi. Hasil test bisa positif pada

kondisi-kondisi lain seperti penyakit motor neuron, poliomielitis, dan

neuropati perifer. Hasil test harus diinterpretasikan dan disesuaikan

dengan tanda dan gejala yang ada pa apasien serta temuan-temuan

lainnya. (6)

2. Tes antibodi anti AChR

Antibodi-antibodi tersebut ditemukan pada 80-85% miastenia

gravis generalisata dan 50-60% miastenia gravis okular. Test ini sangat

spesifik untuk miastenia gravis. Meskipun titer antibodi tidak berkorelasi

terhadap tingkat keparahan penyakit, tetapi tes ini sangat berguna dalam

menentukan miastenia gravis. (6)

3. Antibodi anti MuSK

Test ini dilakukan terutama pada pasien dengan kelemahan okular

dan hasil test antibodi anti AChR negatif. (6)

4. Test elektrofisiologi

Stimulasi saraf berulang dan EMG serat tunggal adalah dua test

utama untuk menilai fungsi NMJ. Stimulasi saraf berulang meliputi

stimulasi elektrik supramaksimal pada frekuensi 3 Hz terhadap saraf dan

menilai respon pada otot distal. Pada miastenia gravis, tes ini

menunjukkan reduksi progresif amplitudo dari potensial aksi pada otot

stimulasi yang keempat. Pada orang normal, respon stimulasi keempat

biasanya berkurang sekitar 7%. Apabila berkurang lebih dari 10% maka

test dikatakan positif dan menunjukkan respon dekremental. Test hampir

selalu positif pada miastenia gravis generalisata dan juga bisa neggatif

pada 50% miastenia okular. Single fibre EMG merupakan test yang

paling sansitif (95%) untuk miastenia gravis. (6)

Page 15: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

15

5. MRI/CT Scan dada

Pasien dengan miastenia gravis bisa saja menderita tumor timis

terutama pada usia lebih dari 40 tahun. Persistensi jaringan timus setelah

umur 40 tahun atau peningkatan ukuran timik harus dicurigai merupakan

suatu tumor timus. (6)

2.9 Efek Miastenia Gravis Terhadap Kehamilan

Miastenia gravis dapat diderita oleh perempuan selama usia

reproduksinya. Miastenia gravis diderita oleh sekitar 1 dari 20.000

kehamilan. (9)

Suatu penelitian menyebutkan bahwa eksaserbasi terjadi pada

sekitar 41% pasien selama kehamilan dan 29,8% postpartum. Sekitar 4%

pasien pasien meninggal karena perburukan penyakit atau disebabkan oleh

komplikasi pengobatan. Penelitian lain menyebutkan bahwa penyakit

semakin memburuk pada 10 dari 54 pasien miastenia gravis yang sedang

hamil. Sekitar 60% eksaserbasi terjadi selama trimester pertama dan 28%

segera setelah melahirkan. Persalinan prematur terjadi pada 4 ibu hamil dari

54 pasien dan 16 persalinan dilakukan melalui tindakan sectio caesaria.

Penelitian ini menyimpulkan, tidak ada hubungan antara derajat keparahan

miastenia gravis sebelum dan selama kehamilan. (8)

Kejadian miastenia gravis pada waktu kehamilan sulit untuk

diprediksikan. Pasien mungkin mengalami remisi, eksaserbasi, atau bahkan

kiris miastenia. Tidak hanya itu, pasien yang sedang hamil setiap saat biasa

saja mengalami eksaserbasi, kegagalan pernafasan, kiris miastenik, atau

bahkan kematian. (8)

Walaupun demikian, kehamilan dan persalinan pada

wanita dengan miastenia gravis biasanya tidak menimbulkan komplikasi,

meskipun suatu tindakan seperti sectio caesaria, penggunaan forceps sering

dilakukan karena berhubungan dengan partus tak maju. (4)

Meskipun hubungan antara miastenia gravis dengan kehamilan telah

lama menjadi bahan penelitian, tetapi sampai saat ini hasilnya masih

kontradiktif. Sebagai contoh, suatu penelitian mendapatkan bahwa wanita

dengan miastenia gravis mempunyai prevalensi lebih tinggi melahirkan bayi

Page 16: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

16

prematur atau bayi dengan berat bayi lahir rendah jika dibandingkan dengan

populasi normal tetapi penelitian lain gagal membuktikan hal ini. Selain itu

peningkatan tindakan sectio caesaria pada wanita hamil dengan miastenia

gravis juga masih kontroversial. (9)

2.10 Penatalaksanaan Miastenia Gravis

Penatalaksanaan miastenia gravis meliputi terapi simptomatik untuk

memperbaiki transmisi neuromuskular, pemberian obat-obat

immunomodulating seperti steroid, dan modifikasi pada penyakit yang

mendasarinya seperti timektomi. Secara umum penatalaksanaan miastenia

gravis dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Secara

farmakologis yaitu:

1. Pengobatan Simptomatik

Inhibitor asetilkolinesterase menghambat pemecahan asetilkolin

pada NMJ. Peningkatan ketersediaan Ach akan merangsang AChR dan

memfasilitiasi aktivasi dan konstraksi otot. (3)

Obat ini tidak mengobati

proses penyakit yang mendasarinya dan murni hanya bersifat

simptomatik. (6)

Obat yang paling sering digunakan adalah pyridostigmin.

Obat-obatan golongan ini biasanya digunakan untuk terapi awal pada

pasien yang baru terdiagnosis miastenia gravis tetapi kurang efektif jika

diberikan pada penderita miastenia gravis okular. (2)

Obat-obat ini

biasanya bisa ditoleransi hingga dosis lebih dari 60 mg dengan

penggunaan lima kali sehari dengan onset berkisar antara 15-30 menit

dan paling lama 4 jam. (2)

Efek sampingnya bisa menyebabkan

peningkatan konsentrasi Ach pada sinaps muskarinik ataupun nikotinik.

Efek muskarinik yang paling sering muncul adalah hipermotilitas (kram,

diare), keringat berlebihan, dan bradikardi sedangkan efek nikotiniknya

adalah fasikulasi otot dan kram. (3)

Efek samping muskarinik bisa diobati

dengan obat-obatan antikolinergik seperti propantheline atau

diphenoxylate tanpa berpengaruh terhadap reseptor asetilkolin pada NMJ

Page 17: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

17

serta atropin tablet dengan dosis 0,5-1 mg pada orang dewasa. Krisis

kolinergik disebabkan karena terlalu banyaknya asetilkolin pada NMJ. (6)

2. Kortikosteroid

Steroid oral direkomendasikan sebagai obat lini pertama apabila

dibutuhkan immunosupresi. (2)

Pada suatu penelitian observasional,

remisi terjadi pada sekitar 70-80% pasien miastenia gravis yang

diberikan terapi kortikosteroid seperti prednisolon. Steroid mempunyai

efek samping seperti bertambahnya berat badan, retensi cairan,

hipeprtensi, diabetes, kecemasan, insomnia, glaukoma, katarak,

perdarahan gastrointestinal, miopati, dan meningkatkan kerentanan

terhadap infeksi. Risiko osteoporosis dikurangi dengan pemberian

bisfosfonat dan antasid bisa mencegah komplikasi gastrointestinal. Dosis

awal yang direkomendasikan adalah 10-25 mg per hari dan dinaikkan

dosisnya 10 mg selang seling sampai sekitar 60-80 mg per hari.

Perbaikan biasanya terjadi 2-4 minggu dan dilanjutkan 6-12 minggu. (6)

Setelah pemberian dan Ketika mulai mengalami remisi biasanya setelah

4-16 minggu, dosis harus diturunkan sampai dosis efektif, selang seling.

(3)

3. Azathioprine

Azathioprine merupakan suatu immunosupresan yang bekerja

menghambat sintesis DNA dan RNA serta mengganggu fungsi sel T.

Dosis perhari adalah 2-3 mg/KgBB/hari. Onset respon terapi sekitar 4-12

bulan dan efek maksimal setelah 6-24 bulan. Efek samping obat ini bisa

menyebabkan peningkatan enzim hati, leukopenia, anemia,

trombositopenia, dan pansitopenia. (3)

4. Cyclosporin A

Cyclosporin A menghambat produksi interleukin 2 oleh sel T.

Obat ini merupakan obat lini ketiga dan digunakan pada pasien yang

mengalamo intoleransi atau yang tidak berespon terhadap obat

immunosupresan lain. Dosis yang direkomendasikan adalah 5

mg/KgBB/hari. (2)

Page 18: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

18

5. Cyclophospamide

Cyclophospamide bekerja pada limfosit B dan efektif pada

miastenia gravis yang resisten terhadap obat. Penggunaan obat ini

terbatas karena bisa menyebabkan infertilitas dan juga bisa menyebabkan

respon terhadap pengobatan lain menghilang. (2)

6. Mycophenolate mofetil (MMF); tacrolimus

Obat-obat ini merupakan obat immunosupresan baru dengan

beberapa keuntungan seperti obat immunosupresan lini ke-2. Suatu

penelitian menyebutkan bahwa efikasi obat ini masih belum jelas. (2)

7. Metotreksat

Metotreksat digunakan pada pasien tertentu yang tidak berespon

terhadap immunosupresan. (3)

metotrexate merupakan suatu antagonist

folat yang menghambat sintesis de novo purin dan pirimidin. Metotrexate

masih digunakan sebagai lini kedua. Suatu uji klinik untuk mengetahui

efikasi metotreksat masih belum sepenuhnya diketahui. Efek samping

metotreksat meliputi alopesia, mukositis, intoleransi gastrointestinal, dan

peningkatan enzim hati. (10)

8. Immunoglobulin intravena

Immunoglobulin intravena merupakan suatu produk darah yang

mengandung imunoglobulin G dari darah donor telah digunakan untuk

mengobati defisiensi immun atau gangguan autoimun. Immunoglobulin

intravena bekerja pada sistem imun dengan cara mempercepat

katabolisme IgG, mensupresi produksi antibodi, menetralkan

autoantibodi antibodi anti idiotipik, menghambat komplemen dan

formasi membrana attack kompleks, dan menghambat fungsi reseptor Fc.

Perbaikan miastenia gravis dengan pengobatan ini dilaporkan mencapai

70%. Immunoglobulin ini secara umum diberikan 400 mg/kgBB/hari

selama 3 sampai 5 hari. Efek terapinya terjadi dalam beberapa hari atau

minggu setelah pemberian. (11)

Page 19: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

19

Pengobatan secara nonfarmakologis bisa dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut:

1. Plasmaferesis

Plasmaferesis telah digunakan lama digunakan dalam

pengobatanmiastenia gravis. Dengan cara ini dapat menghasilkan

perbaikan dalam waktu cepat tetapi sifatnya sementara. Terapi dengan

cara ini biasanya dilakukan pada pasien dengan miastenia gravis berat

dan mengalami krisis miastenik. Selain itu biasa dilakukan sebagai

persiapan pada pasien yang akan menjalani timektomi. (6)

2. Timektomi

Terdapat beberapa pendekatan operasi timektomi, di antaranya

adalah sternotomi parsial, transervikal, dan torakoskopik. Timektomi

pada pasien miastenia gravis dengan atau tanpa timoma telah banyak

dilakukan dan perbaikan postoperatif membutuhkan waktu beberapa

bulan sampai beberapa tahun sehingga sulit membedakan perbaikan ini

disebabkan oleh efek obat-obatan imunosupresif atau efek dari timektomi

itu sendiri. (3)

Indikasi timektomi pada miastenia gravis adalah pasien

timoma yang berpotensial menginvasi jaringan sekitarnya dan pasien

muda dengan miastenia generalisata dimana dengan timektomi, penyakit

dasarnya bisa diobati. (6)

Gambar 2. Target Spesifik pada Intervensi pengobatan Miastenia Gravis

(2)

Page 20: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

20

2.11 Manajemen Miastenia Gravis pada Kehamilan dan Persalinan

Prinsip utama manajemen miastenia gravis selama kehamilan adalah:

a. Selama kehamilan, pengobatan miastenia gravis sama dengan

pengobatan pada pasien yang tidak hamil

b. Evaluasi awal pasien hamil dengan miastenia gravis meliputi penilaian

kekuatan motorik, status pernafasan, dan tes fungsi paru. Penilaian

jantung juga harus dilakukan dengan EKG. Selain itu harus diperiksa

juga fungsi tiroid karena terdapat hubungan antara miastenia gravis

dengan penyakit autoimun lainnya

c. Semua penyakit infeksi harus diobati karena bisa menyebabkan

eksaserbasi miastenia gravis

d. Adanya sesak nafas dan batuk harus dievaluasi untuk menentukan adanya

kegagalan otot nadas atau tidak

e. Stress emosional dan fisik dapat menyebabkan eksaserbasi miastenia

gravis (12)

Pada kehamilan, Inhibitor asetilkolinesterase seperti prostigmin

merupakan standar lini pertama untuk mengobati miastenia gravis.

Penyesuaian dosis pada wanita hamil dibutuhkan karena pada wanita hamil

terjadi peningkatan klirens ginjal, volume darah yangmeningkat,

pengosongan lambung yang lambat, dan muntah yang sering. Peningkatan

dosis prostigmin harus disertai dengan penurunan interval pemberian. (12)

Glukokortikoid, azathioprine, dan cyclosporin bisa digunakan

apabila antikolinesterase gagal mengontrol eksaserbasi miastenia gravis.

Obat-obat tersebut telah diteliti dan relatif aman. Bagaimanapun dosis

cyclosporine dan azathioprine berkorelasi dengan aborsi spontan, partus

prematurus, berat bayi lahir rendah, kerusakan kromosom dan supresi

hematologik. Glukokortiokoid bisa menyebabkan intoleransi karbohidrat

khususnya selama kehamilan. Bagaimanapun, tidak ada efek teratogenik

dari glukokortikoid dan pada wanita hamil, glukokortikoid diberikan dengan

dosis efektif yang terendah. (5) (12)

Page 21: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

21

Plasmaferesis dan pemberian imunoglobulin digunakan untuk krisis

miastenik terutama apabila terjadi pada wanita hamil yang sudah tidak

berefek apabila diobati secara konvensional. Terapi ini sangat efektif dan

lebih aman. (12)

Magnesium sulfat sering digunakan untuk mengobati preeklampsia

dan eklampsia. Wanita hamil dengan miastenia gravis merupakan

kontraindikasi diberikannya magnesium sulfat klarena dapat menyebabkan

krisis miastenik berat dengan adanya blokade sinap. Hipertensi berat dapat

diobati dengan methyldopa atau hidralazine sedangkan fenobarbital dapat

digunakan sebagai profilaksis kejang. (13)

Pasien dengan preeklampsia dan

miastenia gravis yang diobati dengan glukokortikoid dosis tinggi berisiko

mengalami edema pulmo sehingga harus selalu dalam pengawasan. (12)

Efek miastenia gravis terhadap persalinan lebih dirasakan pada

persalinan kala II. Persalinan kala I tidak dipengaruhi oleh miastenia gravis

karena uterus terdiri dari otot polos dan sedikit reseptor asetilkolin post

sinaptik. Pada persalinan kala II banyak digunakan otot-otot lurik selama

usaha eksvulsif sehingga bisa terjadi kelemahan. Selama proses ini

berlangsung maka inhibitor asetilkolinesterase, yaitu prostigmin, diberikan

secara parenteral dengan dosis satu per tigapuluh dosis oral. (12)

Page 22: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

22

BAB III

KESIMPULAN

1 Miastenia gravis merupakan suatu gangguan autoimun pada transmisi

neuromuskular yang disebabkan oleh adanya suatu antibodi yang merusak

reseptor asetilkolin sehingga menyebabkan transmisi impuls saraf tidak

adekuat

2 Penyebab miastenia gravis pada kebanyakan pasien tidak diketahui.

3 Miastenia gravis bisa diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidak adanya

antibodi anti AChR, berdasarkan tingkat keparahan penyakit, dan berdasarkan

etiologi

4 Arah kelemahan pada miastenia gravis adalah craniocaudal dengan urutan

ialah mata, wajah, badan, dan terakhir adalah ekstremitas.

5 Pasien yang sedang hamil setiap saat biasa saja mengalami eksaserbasi,

kegagalan pernafasan, kiris miastenik, atau bahkan kematian

6 Penatalaksanaan miastenia gravis dilakukan secara farmakologis dan non

farmakologis.

7 Pada kehamilan, Inhibitor asetilkolinesterase seperti prostigmin merupakan

standar lini pertama untuk mengobati miastenia gravis.

8 Plasmaferesis dan pemberian imunoglobulin digunakan untuk krisis miastenik

terutama apabila terjadi pada wanita hamil yang sudah tidak berefek apabila

diobati secara konvensional

Page 23: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Berlit S, Tuschy B. Myasthenia Gravis in Pregnancy: A Case Report.

Germany: Obstetric and Gynecology; 2012.

2. Montegazza R, Bonanno S, Camera G. Current and emerging therapies for the

treatment of myasthenia gravis. Neuropsychiatric Disease and Treatment.

2011; 7.

3. Skeie GO, Apostolski S, Avoli A, Gilhus NE. Guidelines for treatment of

autoimmune neuromuscular. European Journal of Neurology. 2010.

4. Gilhus NE, Owe J. Myasthenia Gravis: A Review of Available Treatment

Approaches. SAGE-Hindawi Access to Research. 2011.

5. Manoj SK. Caesarean section in a patient with Myasthenia Gravis: A bigger

challenge for the anesthesiologist that the obstetrician. Journal of Obstetric

Anesthesia and Critical Care. 2012; 2(1).

6. Turner C. A review of myasthenia gravis: Pathogenesis, Clinical features and

Treatment. Current Anaesthesia & Critical Care. 2007; 18.

7. Goldenberg WD. Myasthenia Gravis. [Online].; 2012 [cited 2012 November

11. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1171206-

overview#aw2aab6b2b4.

8. Sharon I. Myasthenia Gravis and Pregnancy. [Online].; 2011 [cited 2012

November 11. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/261815-overview#showall.

9. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed.

Philadelpia: Elsevier Saunders; 2011.

10. Wen JC, Liu TC. No increased risk of adverse pregnancy outcomes for

women with myasthenia gravis: a nationwide population-based study.

European journal of Neurology. 2009; 16.

Page 24: Miastenia Gravis Pada Kehamilan

24

11. Sathasivam S. Current and emerging treatments for the management of

myasthenia gravis. Ther Clin Risk Manag. 2011; 7.

12. Keem JY. Treatment of Myasthenia Gravis Based on Its Immunopathogenesis.

J Clin Neurol. 2011; 7.

13. Bird SJ, Stafford IP. Management of myasthenia gravis in pregnancy. In ;

2011.

14. Picon PD. Clinical Practice Guidelines for Pharmaceutical Treatment of

Myasthenia Gravis. In Department of Health Care; 2010; Brazil.