tugas dr bao

Upload: ricardo-rama

Post on 18-Jul-2015

291 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi nosocomial (Hospital Acquired Infection/ Nosokomial infection) adalah infeksi yang didapatka ketika penderita itu dirawat di rumah sakit. Dokter muda adalah sarjana lulusan perguruan tinggi pendidikan dokter yang menjalankan profesi disarana kesehatan yang telah ditetapkan. Rumah sakit menjadi sarana pasien untuk mencari kesembuhan, namun rumah sakit juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis. Infeksi nosocomial merupkan masalah kesehatan sejak ratusan tahun yang lalu. Perhtin terhdap infeki nosocomial telah aaa sejak tahun 1840-an di mna Ignaz semmelweiz memperhatikan tingiinya angka kematian pada ruangan persainan yang ditangani oleh mahasiswa kedokteran disbanding dengan ruangan yang ditangani bidan. Ia menduga bahwa ini terjadi akibat infekssi yang dibawa olah mahasiswa dari ruang otopsi. oleh karena itu ia meminta agar para dokter dan mahasiswa mencuci tangan dulu denga lautan klorinated sebelum memeriksa paa iu di ruangan. Ternyata setelah itu ngka kematin menurun tajam. Di Indonesia masalah infeksi nosocomial juga merupakan masalah yang cukup serius. Apalagi di rumh sakit yang jumlah penderit yang diwatny banyak dengan tenaga perawatnya masih tersabatas. Pada penelitian yang dilakukan oleh wardana dan acing pada tahun 1989 merupakan hasil observasi infeksi nosocomial insidensi infeksi nosocomial 18,46% pada asien yng diraat I ruang rawat penyakit dalam RSUP M Jamil, padang. Pada penelitian lain pada tahun yang sama di RS. Hasan Sadikin Badung didapatkan insidensi/prevalensi infeksi nosokomial 17,24% sedangkan di RSUD dr. sutomo adalah sebesar 9,85% . Infeksi nosokomial menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak dewasa ini dan telah banyak perkembangan yang dibuat guna mencari penyabab meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial. Data WHO pada tahun 2002

1

menyebutkan angka terjadinya infeksi nosokomial diseluruh dunia sebesar 8,7 prosen atau sejumlah 1,4 juta jiwa pasien mendapat infeksi nosokomial ketika dirawat di rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah Bagaimana peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial?

2

BAB II ISI 2.1 Definisi dan batasan infeksi nosokomial Dokter muda adalah sarjana lulusan perguruan tinggi pendidikan dokter yang menjalankan profesi disarana kesehatan yang telah ditunjuk sebelum memperoleh hak untuk mendapatkan surat ijin praktek yang ditetapkan konsul kedokteran indonesia. Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah mikro organisme atau bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika. Suatu infeksi dapat disebut infeksi nosokomial bila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi tersebut. 2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut. 3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak mulai dirawat. 4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya. 5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti bahwa infeksi didapat penderita pada waktu 2.2 Epidemiologi Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakitpenyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%. Perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi sedikit demi sedikit menurunkan resiko infeksi nosokomial. Namun semakin

3

meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya 2.3 Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial Sesara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri dari 2 bagian besar yaitu fakktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi lokal) dan faktor eksogen (lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan). Mekanisme pasien terkena infeksi nosokomial adalah pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi), melalui petugas yang merawat di RS, melalui pasien yang dirawat ditempat atau diruangan yang sama, melalui keluarga pasien yang bekunjung, melalui peralatan yang dipakai.

Gambar 2.1 Alur penularan infeksi nosokomial 2.3.1 Agen Infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Beberapa kuman penyebab nosocomial, sebagai berikut:

4

1. Staphylococcus aureus Umumnya ditularkan oleh para petugas yang menularkan biasanya karier dan ditularkan melalui tangan. Di tempat perawatan dimana penyakit yang disebabkan kuman ini berupa endemi/epidemi maka koloni Stafilokokkus aureus ini dapat ditemukan di kulit, lubang hidung dan nasofaring. Semakin banyak koloni ini ditemukan, semakin tinggi pula angka kejadian infeksi oleh kuman tersebut. Infeksi yang ditimbulkannya dapat berupa pustula dikulit, konjungtivitis, paranokia, omfalitis, abses subkutan (mastitis), sepsis,pneumonia, mepingitis, osteomielitis, enteritis dan lain-lain. 2. Streptococcus Koloni kuman ini dapat ditemukan di kulit, liang telinga dan nasofaring oleh karena kuman ini dibawa oleh bayi pada waktu lahir atau didapat di tempat perawatan yang ditularkan oleh petugas bangsal. Pada umumnya infeksi streptococus ini masuk ke tubuh melalui kulit yang lece, jalan nafas atau pencernaan dan kemudian menimbulkan erisipelas dikulit, selulitis, pneumonia, sepsis, meningitis dan lain-lain. 3. Pneumocoocus Penularan biasanya berasal dari karier yaitu petugas. Kuman ini dapat menimbulkan pneumonia, infeksi kulit, infeksi tali pusat, sepsis, meningitis dan lain sebagainya. 4. Listeria monocytogenes Infeksi dapat terjadi di dalam kandungan (melalui plasenta. ke janin ataumelalui jalan lahir). Menurut Barr (1974), infeksi listiriosis lebih sering terjadi pasca waktu bayi melalui jalan lahir, oleh karena bayi terkontaminasi dengan flora di jalan lahir yang mengandung kuman listeria. Wabah yang terjadi di bangsal adalah akibat terjadinya infeksi silang diantara sesama bayi baru lahir. Selain itu dapat terjadi infeksi tranplasental yang menyebabkan timbulnya gejala

5

infeksi berat seperti peumonia, sepsis, abses milier dan abses hati. Koloni kuman ini dapat dijumpai di hidung, tenggorokan, mekonium, darah dan air seni. 5. Infeksi kuman gram negatif Kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumonia, Flavobacterium meningosepticum, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, E.coli, Salmonella, Shigella dan lain-lain sering ditemukan di kulit, hidung, nasofaring dan flora.Pada bayi terkontaminasi dengan mikro organisme tersebut yang terdapat di jalan lahir/daerah perineum ibu, atau bayi menelan cairan yang mengandung mikro organisme tersebut pacta waktu lahir. Penyakit yang ditimbulkannya ialah enteritis, sepsis, meningitis, pneumonia, abseshati, necrotizing enterocolitis dan infeksi traktus urinarius. 6. Neisseria gonorrhoeae Biasanya kuman ini menimbulkan infeksi pada mata yang disebut Gonococcal ophthalmia neonatorum. Disamping itu dapat menyebabkan gonococcal arthritis dan disseminated gonorrhoe. Kuman lain yang juga dapat menyebabkan infeksi mata adalah Klamidia trakhomatis, Stafilokokkus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. 7. Infeksi kuman anaerob Kuman yang selalu menyebabkan infeksi dari golongan anaerob ini adalah bakteriodes dan streptokokkus anaerob, keduanya dapat dijumpai di vagina dan uterus wan ita hamil dan post partum. Oleh sebab itu bayi baru lahir mungkin saja mengandung kuman ini waktu lahir atau beberapa saat setelah lahir sehingga mungkin saja terjadi bakteremia atau sepsis pada hari-hari pertama kehidupan. Lebih-lebih hila diketahui bayi tersebut lahir dari ibu dengan ketuban pecah dini, amnionitis, bayi baru lahir yang berbau busuk atau bayi yang menderita abses di kepala sebagai akibat pengambilan darah intra uterin untuk menganalisa gas darah, setal hematom yang terinfeksi, perforasi usus dan setiap penyakit infeksi yang tidak sembuh-sembuh dengan pengobatan. Kuman anaerob lainnya yang

6

sangat berbahaya adalah Clostridium tetani. Kuman ini berbentuk spora bila diluar tubuh manusia dan didalam tubuh akan mengeluarkan tetanospasmin suatu toksin neurotropik yang menyebabkan kejang otot yang merupakan manifestasi klinik untuk diagnosis tetanus neonatorum. Tempat masuknya kuman ini biasanya dari tali pusat oleh karena alat pemotong tali pusat yang tidak steril atau cara merawat tali pusat yang tidak mengindahkan tindakan aseptic dan antiseptik. Misalnya tali pusat dibungkus dengan bubuk atau daun-daun tertentu atau dibiarkan saja terbuka sehingga kontaminasi dengan Clostridum mudah terjadi. 8. Infeksi jamur Infeksi jamur yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir adalah yang disebabkan oleh Candida albicans. Infeksi ini dapat terjadi : 1) Intra uterin sebagai akibat naiknya mikro organisme ini dari vagina ke uterus, dan dapat menimbulkan pneumonia kongenital dan septikemia. 2) Koloni Candida albicans yang dibawa bayi ketika melalui jalan lahir atau didapat di tempat perawatan, misalnya ditularkan melalui dot, tangan para petugas yang mengandung Candida albicans. Candidiasis yang paling sering di temukan ialah oral thrush (Candidiasis mulut). Penyakit ini merupakan endemis ditempat perawatan bayi baru lahir. Keadaan ini memudahkan terjadinya Candidiasis usus dengan tanpa diare, candidiasis perianal, candidiasisparu dan candidiasis sistemik. Candidiasis sistemik dapat pula terjadi pada pemberian cairan melalui pembuluh darah balik dan dapat menyebabkana abses hati. Pemakaian obat antibiotika dan kortikosteroid yang lama juga memudahkan timbulnya infeksi candida. 9. Infeksi virus Menurut Mc. Cracken (1981) infeksi nosokomial oleh virus dapat disebabkan oleh ECHO (Enteric Cythopathogenic Human Orphan) virus yang dapat menyerang alat pernafasan, pencernaan, selaput otak (aseptic meningitis), Coxsackie virus menyebabkan miokarditis, meningoensefalitis, Adeno virus

7

menyebabkan pneumonia, hepatosplenomegali, ikterus dan perdarahan, Syncytial virus yang terutama menyerang alat pernafasan. . 2.3.2 Respon dan toleransi tubuh pasien Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, penggunaan obat-obatan immunosupresan dan steroid dan intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi. Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi. 2.3.3 Resistensi terhadap antibiotika Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penggunaan yang irasional tersebut meliputi penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat yang disebabkan oleh kesalahan diagnosa Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk8

terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia. 2.3.4 Faktor Alat Medis Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa ekstravasasi infiltrat (cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula, flebitis (terdapat pembengkakan kemerahan dan nyeri sepanjang vena), septikemia (kuman menyebar hematogen) dan supurasi (bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul). Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia. 2.4 Berbagai penyakit yang ditimbulkan infeksi nosokomial 2.4.1 Infeksi saluran kemih Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang biaa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih

9

awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen. Sangat sulit untuk dapat mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik. 2.4.2 Pneumonia Nosokomial Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini tersering berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat menyebabkan infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian bawah. Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus. Faktor resiko terjadinya infeksi pneumonia ini adalah tipe dan jenis pernapasan, riwayat merokok, tidak sterilnya alat-alat bantu, obesitas, beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ, tingkat penggunaan antibiotika, penggunaan ventilator dan intubasi dan penurunan kesadaran pasien. 2.4.3 Bakteremi Nosokomial Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus. 2.4.4 Tuberkulosis Penyebab utama adalah adanya strain bakteri yang multi-drugs resisten. Kontrol terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan. 2.4.5 Diarrhea dan Gastroenteritis

10

Mikroorganisme tersering berasal dari E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. Bedakan antara diarrhea dan gastroenteritis. Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliuti abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria, lemahnya motilitas intestinal, dan perubahan pada flora normal. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi tindakan medis yang diberikan seperti pemasangan nasogastric tube dan obat-obatan saluran cerna. 2.4.6 Infeksi pembuluh darah Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan infus, kateter jantung dan suntikan. Virus yang dapat menular dari cara ini adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan HIV. Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama: Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain. 2.4.7 Dipteri, Tetanus dan Pertusis Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan. Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun. Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot. 2.4.8 Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemik. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella. Organisme yang menginfeksi akan berbeda pada tiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki dan perbedaan negara yang didiami.

11

2.4.9 Infeks lainnya

Tulang dan Sendi Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis Infeksi sistem Kardiovaskuler Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis

Infeksi sistem saraf pusat Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra kranial Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.

Infeksi pada saluran pencernaan Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal Infeksi sistem pernafasan bawah Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya Infeksi pada sistem reproduksi Endometriosis dan luka bekas episiotomi

2.5 Pencegahan Infeksi Nosokomial Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk: Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

12

2.5.1 Dekontaminasi tangan Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan. 2.5.2 Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika). Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan: Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan Pergunakan jarum steril Penggunaan alat suntik yang disposabel. Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti.

13

Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegahpercikan darah, cairan tubuh, urin dan feses. 2.5.3 Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari. Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah: Mempunyai kriteria membunuh kuman Mempunyai efek sebagai detergen Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein. Tidak sulit digunakan

14

Tidak mudah menguap Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien Efektif tidak berbau, atau tidak berbau tak enak 2.5.4 Perbaiki ketahanan tubuh Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika. 2.5.5 Ruangan Isolasi Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila15

sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama. 2.5.6 Peran dokter muda peran dokter dalampengendalian infeksi nosokomial. Menurut Daschner, dokter yang menjadi anggota organisasi pengendalian infeksi nosokomial, harus berkualitas profesional dan merupakan kombinasi antara: ahli penyakit infeksi, ahli mikrobiologi, ahli epidemiologi, social worker, psikolog, guru, ahli riset, ahli terapi antibiotika, polisi/investigator, arsitek dan partner baik dari perawatan. Secara umum dokter tersebut hams memiliki kualifikasi umum : punya interest, wakil kelompok besar, punya wibawa, komunikatif, ahli dalam bidangnya, dan tekun; dan secara khusus mempunyai pengetahuan yang cukup dalam bidang : epidemiologi, bakteriologi - penyakit infeksi, antibiotika, antiseptik - desinfektan, disposal, hospital architecture, psikologi, dan cukup mengenal masalah UPF; sehingga secara umum dapat disimpulkan kualitas mereka adalah mempunyai lima unsur : good manager, good doctor, good scholar, good teacher, good researcher. Secara fungsional, dokter mempunyai peran sebagai berikut: I. Dalam komite : Memimpin untuk : pembuatan kebijakan, rapat rutin (1 bulan sekali), penentuan keputusan penting dalam keadaan KLB, dan menghimpun laporan penting. II. Dalam tingkat team : Memimpin untuk : Penjabaran kebijakan, pelatihan dan pengajaran staf, Surveilan, Pelaporan KLB, dan Rapat rutin (1 minggu sekali). III. Dalam pelaksanaan harian (tingkat UPF) punya peran sebagai berikut : Catatan Medis/LPD Khusus Pelaksanaan SOP. Dokter muda berinteraksi langsung dengan pasien, oleh karena itu peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat vital. Upaya-upaya yang bisa dilakukan dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:1. Menerapkan universal precaution dalam semua tindakan. 2. Imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh. 3. Alat perlindungan diri dalam bekerja. 16

4. Profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan dengan benar.5. Managemen setelah terpapar sumber infeksi.

Universal precaution penting perannya dalam mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Dengan waspada terhadap semua pasien membawa suatu penyakit dalam tubuhnya yang bisa ditularkan melewati berbagai cara akan membuat dokter muda bertindak dengan waspada terhadap segala sesuatu dari tubuh pasien baik berupa darah, urin, air liur, fases dan muntahan. Tindakan- tindakan dalam universal precaution meliputi : a. Mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien. b. Menutup jarum dengan cara yang benar (tidak menggunakan dua tangan) c. Mengumpulkan dan membuang jarum, alat tajam pada tempat yang telah disediakan. d. Menggunakan sarung tangan ketika kontak dengan cairan tubuh, kulit yang luka dan membran mukosa. e. Menggunakan masker, pelindung mata dan gaun ketika kemunkinan berhadapan dengan derah atau cairan tubah yang menyembur. f. Menutup semua luka atau irisan dengan bahan kedap air (linen). g. Segera dan berhati-hati dalam membersihkan tumpahan darah atau cairan tubuh yang lain. Upaya universal precaution diatas diharapkan dokter muda tidak terinfeksi penyakit dari pasien dan tidak akan menularkan penyakit kepada pasien lainnya dengan demikian infeksi nosokomial dapat dicegah. Imunisasi berperan dalam memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit. Profesi dokter muda yang selalu berkontak langsung dengan pasien sangat rentan terhadap penularan penyakit dari pasien. Imunisasi yang dapat diberikan kepada dokter muda salah satumya hepatitis B. HBV adalah agen yang sangat menular diseluruh dunia yang menimbulkan sirosis dan carcinoma hepar. Pemberian vaksinasi pada dokter muda dapat mencegah penyebaran infeksi HBV khususnya dan infeksi nosokomial umumnya.

17

Alat perlindungan diri seperti masker sangat penting dalam mencegah tertular penyakit pernafasan seperti TB. Alat perlindungan diri harus dipakai oleh dokter muda guna mencegah terinfeksi dan menularkan penyakit. Profesionalisme dalam bekerja, tidak melakukan kesalahan dan efektik dalam segala tindakan medis akan menurunkan resiko tertularnya infeksi dari penderita. Semisal dalam manajemen luka, tindakan aseptis harus benar dan skill operator harus sesuai protap agar luka sembuh optimal dan tidak menjadi tempat masuknya infeksi lainnya. Perlunya pematangan pengetahuan dan skill dokter muda dalam segala tindakan medis besar perannya dalam mencegah infeksi nosokomial. Managemen setelah terpapar sumber infeksi meliputi darah dan cairan dari pasien atau sumber lainnya besar manfaatnya guna mencegah terinfeksi penyakit. Darah yang menempel harus dicuci bersih dan antiseptik dipakai guna membunuh kuman penyakit. Alat alat setelah selesai dipakai ditempatkan pada cairan disinfektan dan dilakukan metide disinfeksi yang sesuai guna menghindari adanya penularan penyakit pada pemakaia selanjutnya.

18

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di Rumah Sakit. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian bagi penderita seperti semakin lamanya perawatan penyakit, semakin menderita pasien oleh sakit dan meningkatnya biaya pengobatan. Faktor- faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial tergantung dari agen yang menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika, dan faktor alat. Agen Infeksi yang kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada: karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien dipengaruhi oleh: Umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid, intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh padatnya kondisi rumah sakit, banyaknya pasien yang keluar masuk, penggabungan kamar pasien yang terkena infeksi dengan pengguna obatobat immunosupresan, kontaminasi benda, alat, dan materi yang sering digunakan tidak hanya pada satu orang pasien. Resistensi Antibiotika disebabkan karena: Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, dan kesalahan diagnosa. Faktor alat, dipengaruhi oleh pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial, misalnya Infeksi saluran kemih. Infeksi ini merupakan kejadian tersering, dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Nosokomial pneumonia, terutama karena pemakaian ventilator, tindakan trakeostomy, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Nosokomial bakteremi yang memiliki resiko kematian yang sangat tinggi. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit terutama dari dinding, lantai,

19

tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Peran dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial sangat penting mengingat dokter muda berinteraksi langsung dengan pasien dalam melaksanakan tindakan medis. Upaya yang dapat dilakukan dokter muda dalam mencegah infeksi nosokomial adalah menerapkan universal precaution dalam semua tindakan, imunisasi guna meningkatkan kekebalan tubuh, alat perlindungan diri dalam bekerja, profesionalisme dalam bekerja, menerapkan tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan dengan benar serta managemen setelah terpapar sumber infeksi. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan infeksi nosokomial dapat dicegah dan peningkatan pelayanan kesehatan dapat tercapai sesuai kesehatan yang optimal. 3.2 SARAN 1. Perlunya pembelajaran lebih lanjut kepada dokter muda sebelum mulai bertugas di rumah sakit mengenai infeksi nosokomial. 2. Perlunya pelatihan tindakan septik,aseptik, sterlisasi dan disinfektan. 3. Perlunya vaksinasi kepada dokter muda sebelum mulai bertugas di rumah sakit. tujuan mencapai

20

DAFTAR PUSTAKA

Babb, JR. Liffe, AJ. Pocket Reference to Hospital Acquired infection. Science Press limited, Cleveland Street, London; 2000 Ducel, G. et al. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd edition. World Health Organization. Department of Communicable disease, Surveillance and Response; 2002 Anonymus. Preventing Nosocomial Infection.Louisiana; 2002 Harry Wahyudi, 2006, Infeksi Nosokomial, http://www.ossmed.com/ diakses tanggal 22 maret 2012. Light RW. Infectious disease, noscomial infection. Harrisons Principle of Internal Medicine 15 Edition.-CD Room; 2001 Parhusip, 2005, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Serta Pengendaliannya Di BHG. UPF. Paru RS. Dr. Pirngadi/Lab. Penyakit Paru FK-USU Medan. Soeroso dr. H Santoso, SpA (K), MARS, 2010, Kewaspadaan Universal Pencegahan Infeksi Nosokomial, http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=16, diakses tanggal 20 maret 2012 Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta; 2001 Pohan, HT. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta;2004 Thamrin Hisbullah,1993, Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS Persahabatan Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran, Wenzel. Infection control in the hospital,in International society for infectious diseases, second ed, Boston; 2002 WHO, 2003, Health Care Worker Safety, http://www.who.int/injection_safety/toolbox/docs/en/AM_HCW_Safety.pdf, diakses tanggal 20 maret 2012.

21