tugas dr saras

32
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus Glomerulonefritik akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritis akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Gejala - gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A di saluran nafas atas atau dibagian kulit. GNAPS terutama menyerang anak usia sekolah dan jarang menyerang anak usia < 3 tahun. Laki – laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self limiting, tetapi dapat juga mengakibatkan gagal ginjal akut. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5% diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptokokus beta hemolitikus di saluran nafas atas dan kulit sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran nafas atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat ini, kejadian penyakit ini dapat dikurangi. Diagnosis Anamnesis - Riwayat infeksi saluran nafas atas atau kulit 1-2 minggu sebelumnya. - Umumnya psien datang dengan hematuria nyata (gross hematuria) atau sembab di kedua kelopak mata atau tungkai

Upload: mark-chrisatya-bolla

Post on 31-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas anak

TRANSCRIPT

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

Glomerulonefritik akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritis akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Gejala - gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A di saluran nafas atas atau dibagian kulit. GNAPS terutama menyerang anak usia sekolah dan jarang menyerang anak usia < 3 tahun. Laki – laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self limiting, tetapi dapat juga mengakibatkan gagal ginjal akut. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5% diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.

Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptokokus beta hemolitikus di saluran nafas atas dan kulit sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran nafas atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat ini, kejadian penyakit ini dapat dikurangi.

Diagnosis

Anamnesis

- Riwayat infeksi saluran nafas atas atau kulit 1-2 minggu sebelumnya. - Umumnya psien datang dengan hematuria nyata (gross hematuria) atau

sembab di kedua kelopak mata atau tungkai- Kadang – kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan

kesadaran akibat ensefalopati hipertensi. Keluhan lain adalah oliguria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung.

Pemeriksaan Fisik

- sering ditemukan edema di kedua kelopak mata dan tungkai, dan hipertensi.

- Dapat ditemukan lesi bekas infeksi di kulit.- Jika terjadi ensefalopati, pasien dapat mengalami penurunan kesadaran

dan kejang.

- Pasien dapat mengalami gejala – gejala hipervolemia seperti gagal jantung, edema paru

Pemeriksaan Penunjang

- Urinalisis menunjukkan proteinuria, hematuria dan adanya silinder eritrosit.

- Kreatinin dan ureum darah umumnya meningkat.- ASTO meningkat pada 75 – 80% kasus.- Komplemen C3 menurun pada hampir semua pasien pada minggu

pertama. - Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia,

asidosis metabolik, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.

Tata Laksana

Medikamentosa

Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu amoksisilin 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika anak alergi terhadap golongan penisilin, eritromisin dapat diberikan dengan dosis 30 mg/kg/bb hari dibagi dalam 3 dosis.

Diuretik diberikan yntuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jika terdapat hipertensi, berikan obat antihipertensi tergantung pada berat ringannya hipertensi.

Bedah

Tidak diperlukan tindakan bedah

Suportif

Pengobatan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya diperlukan jika pasien tampak sakit, misalnya terjadi penurunan kesadaran, hipertensi dan edema.

Diet nefritis diberikan terutama bila terdapat retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, ensefalopati,

hipertensi, gagal jantung, edema paru, maka tata laksananya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi

Lain – lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)

Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati hipertensi, atau gagal jantung.

Pemantauan

terapi

Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vitakl secara berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam 3 – 4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam 6 – 8 minggu. Kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun pada sebagian besar. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendakanya diikuti secara seksama, karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukkan glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronik.

Tumbuh Kembang

Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadaptumbuh kembang anak, kecuali jika terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele.

KEPUSTAKAAN

1. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The Child with acute nephritic syndrome. Dalam : Webb N, postlewaite R, penyunting. Clinical pediatric nephrology. Edisi ke – 3. New york:Oxford University Press.2003.h. 367 – 79

2. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections. Dalam; Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson

textbook of pediatrics. Edisi ke – 18. Philadelphia : Elsevier.2007.h.2173 – 5

3. Noer MS. Glomerulonephritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Pardede SO. Buku Nefrologi Anak. Edisi ke – 2. Jakarta:IDAI.2002.h.323 – 61

KEJANG DEMAM

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 derajat C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektroli atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi, kejang umum didahului kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1) imaturitas otak dan termoregulato, (2) demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat, dan (3) predisposisi genetik:>7 lokus kromosom (poligenik,

DIAGNOSIS

Anamnesis

1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang.2. Suhu sebelum/saatkejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan

anak pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat (gejala ISPA, ISK, OMA,dll)

3. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga

4. Singkirkan penyebab kejang lainnya (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrilit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemi)

Pemeriksaan fisik

- Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran,suhu tubuh : apakah terdapat demam

- tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudszinski 1 dan 2, Kernique, Laseque

- Pemeriksaan nervus kranial- tanda peningkatan tekanan intrakranial: UUB membonjol, papil edema- tanda infeksi diluar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll- pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, refleks fisiologis, refleks

patologis

pemeriksaan penunjang

pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis, dan biakan darah, urin atau feses.

Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menegakkan/ menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manisfestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada :

- bayi usia dibawah 12 bulan : sangat dianjurkan,- bayi berusia 12 – 18 bulan: dianjurkan- bayi berusia diatas 18 bulan tidak rutin dilakukan

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan :

1. Kelainan neurologi fokal yang menetap ( hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas)

2. Terdapat tanda peningkatan TIK ( kesadaran menurun, muntah berulang, UUB menonjol, paresis nervus VI, edema papil)

TATA LAKSANA

Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritma tatalaksana penghentian kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa :

- AntipiretikParasetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari

- Anti kejangDiazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,5 derajat C. Terdapat efek samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 – 39 % kasus.

- Pengobatan jangka panjang/rumatanPengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): 1. Kejang lama > 15 menit2. Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang: hemiparesis,

paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.3. Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :

1. Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan3. Kejang demam ≥ 4 kali pertahun.

Obat untuk pengobatan jangka panjang : fenobarbital ( dosis 3 – 4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat ( dosis 15 -140 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis) pemberian obat ini efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang (level 1). Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan.

Indikasi rawat

- Kejang demam kompleks- Hiperpireksia- Usia dibawah 6 bulan- Kejang demam pertama kali

- Terdapat kelainan neurologis

Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah:

- Riwayat kejang demam dalam keluarga- Usia kurang dari 12 bulan- Temperatur rendah saat kejang- Cepatnya kejang setelah demam

Jika seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnyha kejang demam hanya 10 – 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor resiko terjadinya epilepsi

- Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

- Kejang demam kompleks- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4% - 6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%. Kemungkian menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

KEPUSTAKAAN

1. Konsesus penatalaksanaan kejang demam UKK Neurologi IDAI 20062. ILAE. Comission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34:592 –

8

3. AAP. The neurodiagnostic evaluation of the child with simple febrile seizures. Pediatric 1996; 97:69 – 95

4. Wong V, Clinical guidelines on management of febrile convulsion. HK J pediatric; 7: 143 – 51

5. Van Esch A, dkk. Antipyretic efficacy of ibuprofen and acetaminophen in children with febrile seizures. Arch pediatric Adolesc Med 1995; 632 – 5

6. Knudsen FU. Intermitten diazepam prophylaxis in febrile convulsions: pros and cos. Acta Neurol Scand 1991; 83(suppl. 135): 1 -24

7. AAP. Practice parameter. Longterm treatment of the child with simple febrile aseizures. Pediatric 1999; 103: 1307 – 9

8. Knudsen FU. Febrile seizures – treatment and outcome. Epilepsia 2000; 41: 2 – 9

TETANUS

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang disebabkan oleh clostridium tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6 – 7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11 – 23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit 7 – 40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5 – 9 tahun, 30% kelompok 1 – 4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun dan sisanya pada bayi < 12 bulan. Angka kematian antara 6,7 – 50%.

ETIOLOGI

Clostridium tetani (bakteri gram positif)

PATOGENESIS

Toksin dari tempat luka menyebar ke motor end plate dan aksis silinder saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, maka terjadi eksitasi terus menerus dan spasme. Eksotoksin tetanospasmin pada sistem saraf otonom berpengaruh pada saraf simpatis sehingga terjadi gangguan pernapasan, metabolisme, hemodinamik, hormonal, saluran cerna, saluran kemih dan neuromuskuler.

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF

Pencegahan

1. Imunisasi aktifImunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4 – 6 minggu, ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun

2. Pencegahan pada lukao luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuango luka ringan dan bersih

imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulinimunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT

o luka sedang/berat dan kotorimunisasi (-)/ tidak jelas : ATS 3000 – 5000 U, intravena, tetanus immunoglobulin 250 – 500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain.Imunisasi (+), lamanya sudah >5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000 – 5000 U, intravena, tetanus immunoglobulin 250 – 500 U.

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Anak

Riwayat mendapat trauma, pemotonmgan dan perawatan tali pusatyang tidak steril ( untuk neonatus), riwayat menderita otitis media supuratifa kronik (OMSK) atau gangren gigi.

Riwayat tidak diimunisasi/tidak lengkap imunisasi tetanus

Pemeriksaan Fisik

Masa inkubasi 5 – 14 hsri

Gejala awal adalah trismus; pada neonatus tidak dapat/sulit menetek, mulut mencucu. Disertai dengan kaku kuduk, resus sardonikus, opistotonus, perut papan. Selanjtnya dapat diikuti kejangapabila dirangsang atau kejang spontan; pada kasus berat dijumpai status konvulsius.

Derajat Penyakit

Derajat I (tetatus ringan)

Trismus ringan sampai sedang Kekakuan umum : kaku kuduk, opistotonus, perut papan Tidak dijumpai disfagia atau disfagia ringan Tidak dijumpai kejang Tidak dijumpai gangguan respirasi

Derajat II (tetanus sedang)

Trismus sedang Kekakuan jelas Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan Takipnea Disfagia ringan

Derajat III (tetanus berat)

Trismus berat Otot spastis, kejang spontan Takipnea, takikardia Apneic spell Disfagia berat Aktivitas sistem autonom meningkat

Derajat IV (tetanus stadium terminal), derajat III ditambah dengan

Gangguan otonom berat Hipertensi berat dan takikardi, atau Hipotensi berat dan bradikardi Hipertensi berat atau hipotensi berat

Penyulit pada tetanus adalah :

Gangguan ventilasi paru, Aspirasi pneumonia, Bronkopneumoniae Atelektasis Emfisema mediastinal Pneumotoraks Sepsis Fraktur vertebra.

Diagnosis banding

Abses gigi, abses parafaring/retrofaring/peritonsiler, meningitis bakterialis, ensefalitis, rabies, keracunan striknin, efek simpang fenotiazin, tetani, epilepsi.

TERAPI

Antibiotik

Penisilin prokain 50.000 IU/kgBB?kali i.m, tiap 12 jam, atau Ampisillin 150 mg/kgBB/hari IV dibagi 4 dosis, atau Tetrasiklin 25 – 50 mg/kgBB/hari p.o dibagi 4 dosis (maks 2 gram), atau Metronidazol loading dose 15 mg/kgBB/jam, selanjutnya7,5 mg/kgBB

tiap 6 jam, atau Eritromisin 40 – 50 mg/kgBB/hari p.o dibagi 4 dosis

Catatan : bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan sefalosporin

Netralisasi toksin

Anti tetanus serum (ATS) 50.000 – 100.000 IU, setengah dosis diberikan i.m dan setengahnya i.v, dilakukan uji kulit terlebih dahulu.

Apabila tersedeia dapat diberikan human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000 – 6000 IU i.m

Anti konvulsi

Diazepam 0,1 – 0,3 mg/kgBB/ kali i.v tiap 2 – 4 jam Dalam keadaan berat : diazepam drip 20 mg/kgBB/hari dirawat di ICU Dosis pemeliharaan 8 mg/kgBB/hari oral 6 – 8 dosis

Perawatan luka atau por’t de entree yang diduga

Dilakuakan setelah diberikan anti toksin dan anti konvulsi

Terapi suportif

Bebaskan jalan nafas Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan – lahan dan

memindahkan – mindahkan posisi pasien Pemberian oksigen Perawatan dengan stimulasi minimal Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila trismus berat dapat dibantu

sonde nasogastrik Bantuan nafas pada tetanus berat atau atau tetanus neonatus Pemantauan / monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus ringan dan sedang

Diberikan pengobatan tetanus dasar

Tetanus sedang

Terapi dasar tetanus Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas ( akibat kejaqng dan aspirasi) Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral

Tetanus berat

Terapi dasar seperti diatas Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi dan pemakaian

ventilator Balans cairan dimonitor secara adekuat Apabila spasme sangat hebat, diberikan pankuronium bromida 0,02

mg/kgBB/ kali intravena, diikuti0, 05 mg/kgBB/kali, diberikan tiap 2 – 3 jam

Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihgan, berikan b-blocker seperti propanolol/a dan b_blocker labetalol

Lain – lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya)

Konsultasi ke divisi neurologi anak dan PGD apabila diperlukan

MONITORING

Gejala sisa

Spasme berkurang, setelah 2 – 3 minggu, namun kekakuan dapat terus berlangsung lebih lama.

Kekakuan dapat tetap berlangsung sampai 6 – 8 minggu pada kasus yang berat.

Gangguan otonom biasanya dimulai beberapa hari setelah kejang dan berlangsung selama 1 – 2 minggu.

Tumbuh kembang

Infeksi tetanus pada anak merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak mengganggu tumbuh kembang anak.

Sedangkan pada tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan tumbuh kembang oleh karena hipoksia yang berat.

SYOK

Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi kebutuhanb nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan maupun utilisasinya untuk metabolisme seluler. Untuk mempertahankan sirkulasi normal, dibutuhkan volume intravaskuler yang adekuat serta fungsi pompa jantung dan sistem vaskular yang normal. Berdasarkan kegagalan komponen penunjang sirkulai, syok dibagi menjadi syok hipovolemik, kardiogenik dan distributuif. Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering dijumpai pada anak.

Pada anak, hipotensi biasanya baru terjadi pada syojk yang telah lanjut, oleh karena itu hipotensi tidak merupakan keharusan untuk diagnosis syok. Pada fase awal, terjadi kompensasi tubuh, secara klinis dapat dijumpai takikardi, ekstremitas dingin, capillary refill yang mulai memanjang, pulsasi perifer melemah, sementara tekanan darah masih normal. Lebih lanjut, ketika mekanisme kompensasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh, akan dijumpai penurunan kesadaran, hipotermia atau hipertermia, penurunan produksi urine, asidosis metabolik atau peningkatan kadar laktat darah. Selanjutnya tekanan darah menurun hingga tidak terukur, nadi tidak terba, kesadaran semakin menurun, anuria disertai kegagalan sistem organ lain.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Selain tanda – tanda syok, seperti telah diuraikan diatas, beberapa penyebab syok yang sering pada anak dapat digali dari anamnesis.

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis syok dapat ditegakkan bila ditemui takikardia (mungkin tidak ada pada kasus yang hipotermia), disertai tanda penurunan perfusi organ atau perfusi perifer, termasuk pulsasi nadi perifer yang lebih kecil dari sentral, penurunan kesadaran,waktu pengisian kapiler yang lebih dari 2 detik, ekstremitas yang dingin atau mottled, atau penurunan produksi urine.

Tanda awal syok hipovolemik adalah takikardia dan penurunan fungsi perifer. Pada syok hipovolemik, hipotensi baru terjadi setelah kehilangan lebih dari 25% volume intravaskuler. Agitasi hingga obtundasi dapat terjadi akibat penurunan perfusi serebral. Bila kehilangan darah lebih dari 405 akan terjadi koma, bradikardi, penurunan tekanan darah, asidosis dan anuria.

Pada syok kardiogenik dengan kegagalan fungsi ventrikel kiri, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik vaskuler paru. Akibatnya terjadi transudasi hingga mengganggu pertukaran gas alveolar. Pada pemeriksaan fisik biasanya anak tampak takipneu disertai ronkhi basah halus tidak nyaring di kedua lapangan paru, kadang – kadang dapat juga ditemukan wheezing. Kegagalan fungsi ventrikel kanan biasanya disertai kongesti vena sistemik dengan peningkatan tekanan vena jugulerdan pembesaran hati. Bunyi gallop dapat dijumpai pada auskultasi jantung. Untuk mempertahankan tekanan darah, pada curah jantung yang rendah akan terjadi vasokonstriksi hingga dapat dijumpai akral yang dingin, sianosis atau mottled. Vasokonstriksi sistemik akan mengakibatkan peningkatan afterload hingga memperburuk kerja jantung.

Pada syok distributif, yang sering dijumpai pada syok septik, terjadi paralisis vasomotor, sehingga terjadi vascular pooling dan peningkatan permeabilitas kapiler. Situasi semacam ini dikenal dengan kondisi hipovolemia efektif. Pemeriksaan fisis menunjukkan takikardia dengan akral yang hangat, penurunan produksi urine, penurunan kesadaran dan hipotensi.

Pemeriksaan Penunjang

Saturasi oksigen mixed vein (SvO2) dapat menggambarkan keseimbangan antara pasokan (DO2) dan kebutuhan oksigen (VO2). Penurunan SVO2 sebesar 5% (normal 65menunjukkan penurunan DO2 atau peningkatan VO2).

Pemantauan kadar laktat darah arteri dan saturasi vena sentral dapat digunakan untuk menilai defisiensi oksigen global.

Foto rontgen thoraks pada syok kardiogenik dapat menunjukkan gambaran edema paru.

Indikator hemodinamik lain dapat diperoleh melalui pemasangan pulmonary arthery catheter (PAC) atau pulse contour continuous cardiac output monitoring (PICCO).

Tata Laksana

- Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen (FiO2 100%), bila perlu berikan tunjangan ventilor.

- Pasang akses vaskular secepatnya ( 60-90 detik), lalu berikan cairan kristaloid 20 ml/ kgbb dalam waktu kurang dari 10 menit. Nilai respons terhadap pemberian cairan dengan menilai perubahan denyut

nadi dan perfusi jaringan. Respons yang baik ditandai dengan penurunan denyut nadi, perbaikan perfusi jaringan dan perbaikan tekanan darah bila terdapat hipotensi sebelumnya.

- Pasang kateter urin untuk menilai sirkulasi dengan memantau produksi.

- Penggunaan koloid dalam jumlah yang terukur dapat dipertimbangkan untuk mengisi volume intravaskular.

- Pemberian cairan resusitasi dapat diulangi, bila syok belum teratasi hingga volume intravaskular optimal. Target resusitasi cairan: 1. Capillary refill kurang dari 2 detik2. Kualitas nadi perifer dan sentral sama3. Akral hangat4. Produksi urine > 1ml/kgbb/jam5. Kesadaran normal

- Pemberian cairan resusitasi dihentikan bula penambahan volume tidak lagi mengakibatkan perbaikan hemodinamik, dapat disertai terdapatnya ronkhi basah halus tidak nyaring, peningkatan vena jugular atau pembesaran hati akut.

- Periksa dan atasi gangguan metabolik seperti hipoglikemi, hipokalsemi dan asidosis. Sedasi dan pemasangan ventilator untuk

mengurangi konsumsi oksigen dapat dipertimbangkan- Bila syok belum teratasi, lakukan pemasangan vena sentral. Bila

tekanan vena sentral kurang dari 10mmhg, pemberian cairan resusitasi dapat dilanjutkan hingga mencapai 10 mmHg.

- Bila syok belum teratasi, setelah langkah no.8, berikan dopamine 2 – 10 mikrogram/kg/menit atau dobutamine 5 – 20 mikrogram/ kgbb/menit

- Bila syok belum teratasi setelah langkah no., 9, berikan epinephrine 0,05 – 2 mikrogram/kg/menit, bila akral dingin (vasokonstriksi) atau norephineprine 0,05 – 2 mikrogram/kg/menit, bila akral hangat(vasodilatasi pada syok distributif). Pada syok kardiogenik dengan resistensi vaskular tinggi, dapat dipertimbangkan milrinone yang mempunyai efek initropik dan vasodilator. Dosis milrinone adalah 50 mikrogram/kg/bolus dalam 10 menit, kemudian dilanjutkan dengan 0,25 – 0,75 mikrogram/kg/menit (maksimum 1,13 mikrogram/kg/hari)

- Bila syok masih belum teratasi setelah langkah no 10, pertimbangkan pemberian hidrokortison atau metil-prednisolon atau dexamethasone, terutama pada anak yang sebelumnya mendapat terapi steroid lama (misalnya asma, penyakit autoimun dll) dosis hidrokortison dimulai dengan 2 mg/kg, setara dengan metil prednisolon 1,3 mg/kg dan dexamethasone 0,2 mg/kg

- Bila syok masih belum teratasi, dibutuhkan pemasangan pulmonary artery catheter (PAC) untuk pengukuran dan intervensi lebih lanjut. Inotropik dan vasodilator digunakan untuk kasus dengan curah jantung rendah dan resistensi vaskular sistemik tinggi. Vasopressor untuk kasus dengan curah jantung tinggi dan resistensi vaskuler sistemik rendah. Inotropik dan vasopressor untuk kasus dengan curah jantung rendah dan resistensi vaskular sistemik rendah. Saat ini telah tersedia berbagai alat diagnostik untuk mengukur parameter hemodinamik sebagai alternatif pemasangan pulmonary artery catheter. Target terapi :1. Cardiac index > 3,3 dan < 6L/.menit/M22. Perfusion pressure (MAP – CVP ) normal (<1 tahun 60 cmH2O; >

1 tahun : 65 cm H2O) 3. Saturasi vena sentral (mixed vein) >70%4. Kadar laktat < 2 Mmol

- Bila kadar laktat tetap > 2 mmol/L, saturasi vena sentral < 70% dan hematrokrit <30%, dapat dilakukan transfusi packed red cells disertai upaya menurunkan konsumsi oksigen.

Tabel 1. Nilai normal denyut jantung dan tekanan darah sesuai usia

Usia Denyut jantung ( 95 % range) (denyut/menit)

Mean Arterial Pressure (95% range) (mmhg)

Neonatus 95 – 145 40 – 603 bulan 110 – 175 45 – 756 bulan 110 – 175 50 – 901 tahun 105 – 170 50 – 1003 tahun 80 – 140 50 – 1007 tahun 70 – 120 60 – 9010 tahun 60 – 110 60 – 901 2 tahun 60 – 100 65 – 9514 tahun 60 – 100 65 – 9521 tahun 60 kg 65 – 115 65 – 10521 tahun 70 kg 65 – 115 70 – 110

Tabel 2. Penyebab syok pada anak

Hipovolemik Perdarahan DiareMuntahLuka bakarperitoninitis

Distributif SepsisAnafilaksisObat yang menyebabkan vasodilatasiTrauma medula spinalis

Kardiogenik AritmiaKardiomiopatiKontusio miokardiumInfark miokardium

Tabel 3. Nilai normal Cardiac Index (CI) dan Systemic Vascular Resistance Index (SVRI)

parameter Perhitungan Nilai normalCI CO/SA

Cardiac Output/Surface Area

3,5 – 5,5 L/menit/meter4 persegi

SVRI 79,9x (MAP – CVP)/ CI79,9x (Mean arterial – central venous pressure)/cardiac index

800 – 1600 dyne/ detik/ cm kubik

Tabel 4. Obat inotropik, vasopressor dan vasodilator

Efek Obat Dosis Inotropik Dopamine

DobutamineAmrinone

Milrinone

Epinephrine

5 – 10 µg/kg/menit1 – 20 µg/kg/menitUsia <4minggu: bolus 4 mg/kg dalam 1 jam, lalu 3 – 5 µg/kg/menit; usia >4 minggu bolus 1 – 3 mg/kg 1 jam, lalu 5 – 15 µg/kg/menit50µg/kg/bolus dalam 10 menit, lalu 0,25 – 0,75 µg/kg/menit; dosis maksimum 1,13 µg/kg/hari0,05 – 0,3 µg/kg/menit

Vasopresor Dopamine Norepinephrine Phenylephrine

Epinephrine

10 – 20 µg/kg/menit0,05 – 2 µg/kg/menitBolus 2 – 10 µg/kg, lalu 1- 5 µg/kg/menit0,3 – 2 µg/kg/menit

Vasodilator Nitrop uside

Nitroglyserine

Phentolamine

0,5 – 10 µg/kg/menit. Bila digunakan >24 jam dosis maksimal 4 mg/kg/menit; dosis maksimum 70 mg/kg/hari bila fungsi ginjal normal1 – 10 µg/kg/menitBolus 0,1 mg/kg, lalu 5 – 50 µg/kg/menit

STATUS KONVULSIVUS

Status konvulsius adalah kejang konvulsif yang berlangsung lebih dari 30 menit atau kejang berulang selama lebih dari 30 menit; selama kejang pasien tidak sadar. Tata laksana status konvulsius dapat dilihat pada gambar

kejang

kejang (+): diazepam rektal

(5menit)

Di rumah sakit (10 – 20 menit)

Pencarian akses vena

Laboratorium: darah tepi, gula darah, natrium, kalsium, magnesium, ureum, kreatinin

Kejang ( +)

Diazepam IV diazepam IV 0,3 – 0,5 mg/kgbb

Kecepatan 0,5 – 1 mg/ menit (3 – 5 menit)

(hati – hati depresi pernapasan)

Kejang (-): - bisa disebabkan kejang ( + ) fenitoin bolus IV 10 – 20 mg/kgbb

Ensefalitis, terapi rumatan perlu kecepatan 0,5 – 1 mg/kgbb/menit

Dilanjutkan dengan phenobarbital

8 – 10 mg/kgbb/hari selama 2 hari

Kemudian dilanjutkan dengan kejang(-)

4 – 5 mg/kgbb/hari sampai resiko rumatan fenitoin IV

Untuk kejang berulang tidak ada 5 – 7 m/kgbb/hari

- Bila epilepsi, lanjutkan 12 jam kemudian

OAE dengan menaikkan dosis

Status konvulsius kejang ( + )

Transfer ke ICU, phenobarbital 5 – 15 mg/kgbb/hari

Bolus IV dilanjutkan dengan dosis 1 – 6 mg/kg menit drip

Atau midazolam 0,2 mg/kg dilanjutkan midazolam 0,1 – 0,4 mg/kg/jam