tugas dr irsan
DESCRIPTION
tTRANSCRIPT
Nama : Egi Nabila
NIM : 04011381419195
Kelas : Gamma
1. Antidepresants dan Sympathomimetics
Monoamin oksidase (MAO) adalah suatu enzim mitokondria
yang ditemukan dalam jaringan saraf dan jaringan lain, seperti usus
dan hati. Dalam neuron, MAO berfungsi sebagai "katup
penyelamat", memberikan deaminasi okidatif dan meng-nonaktifkan
setiap molekul neurotransmiter (norepinefrin, dopamin, dan
serotonin) yang berlebihan dan bocor keluar vesikel sinaptik ketika
neuron istirahat. inhibitor MAO dapat meng-nonaktifkan enzim
secara ireversibel atau reversibel, sehingga molekul
neurotransmiter tidak mengalami degradasi dan karenanya
keduanya menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke
ruang sinaptik. Hal ini menyebabkan aktivasi reseptor norepine dan
serotonin, dan menyebabkan aktivasi antidepresi obat, Tiga
inhibitor MAO yang ada untuk pengobatan depresi sekarang:,
isokarboksazid, dan tranilsipromin; tidak ada satu obat-pun sebagai
prototip. Penggunaan inhibitor MAO sekarang terbatas karena
pembatasan diet yang dibutuhkan pasien pengguna inhibitor MAO.
MAOI secara ireversibel menghambat degradasi metabolik
monoamine dengan berikatan secara ireversibel dengan MAO tipe A
dan B, sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi yang dapat
mematikan (cheese reaction) akibat penghambatan metabolisme
perifer amin penekan: makanan yang kaya akan tiramin, amin
simpatomimetik yang bekerja tidak langsung, L-dopa dan pethidine
harus dihindari pada pasien yang menggunakan MAOI. MAOI dapat
mematikan pada overdosis.
Sebagian besar inhibitor MAO, seperti isokarboksazid
membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim,
menyebabkan inaktivasi yang ireversibel. Ini mengakibatkan
peningkatan depot norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam
neuron dan difusi selanjutnya sebagai neurotransmiter yang
berlebih ke dalam ruang sinaptik. Obat ini menghambat bukan
hanya MAO dalam obat, tetapi oksidase yang mengkatalisis
deaminasi oksidatif obat dan substansi yang mungkin toksik seperti
tiramin yang ditemukan pada makanan terlentu. Karena itu,
inhibitor MAO banyak berinteraksi dengan obat ataupun obat-
makanan.
Gambar : mekanisme kerja MAO inhibitor
Monoamine oxidase inhibitor (MAOI) meningkatkan jumlah noradrenaline
yang disimpan di ujung saraf noradrenergik sehingga berbahaya bila diberikan
bersama dengan ephedrine atau tyramine, yang kerjanya rilis noradrenaline. Hal ini
juga dapat terjadi pada makanan yang mengandung tyramine, terutama yang di-
fermentasi.
MAOI menghambat kerja dari MAO-A, dan MAO-B, yang adalah enzim-
enzim neuron yang me-metabolisme atau mendegradasi monoamine (noradrenaline,
5-HT, dan dopamine). MAO mempunyai dua bentuk iso utama, yaitu MAO-A dan
MAO-B, yang berbeda dalam hal kecenderungan pilihan substrat masing-masing;
penghambatan dari bentuk iso MAO-A sangat terkait dengan kemanjuran anti-
depresan. Tersedia juga penghambat MAO-A dan MAO-B yang bersifat non-selektif
dan tidak reversibel, dan juga obat-obatan yang menghambat MAO-A secara
reversibel.
MAO di dinding usus dan di liver akan memecah tyramine. Ketika enzim
terhambat, tyramine mencapai peredaran dan ini mengakibatkan pelepasan
noradrenaline dari terminal syaraf simpatik; ini dapat mengakibatkan kenaikan
tekanan darah secara hebat dan kemungkinan dapat mengakibatkan kefatalan. Oleh
karenanya pasien MAOI harus menghindari makanan-makanan yang kaya akan
tyramine, yaitu keju, binatang buruan, dan minuman beralkohol. Sediaan yang
mengandung amine simpatomimetik (misalnya campuran obat batuk dan dekongestan
nasal) harus dihindari. MAOI adalah tidak spesifik, dan dapat mengurangi
metabolisme barbiturat, opioid, dan alkohol. Efek-efek sampingnya adalah
rangsangan pada sistem syaraf pusat yang menyebabkan lonjakan picuan rangsangan
dan tremor, blokade simpatik yang menyebabkan hipotensi postural, dan blokade
muscarinic yang menyebabkan mulut kering dan penglihatan kabur. Pemakaian
phenelzine dapat meracuni hepar.
Efek samping yang hebat dan sering tidak diramalkan
membatasi penggunaan MAOI. Misalnya, tiramin, terdapat dalam
makanan tertentu, seperti keju tua, hati ayam, bir dan anggur
merah biasanya diinaktifkan oleh MAO dalam usus. Orang-orang
yang menerima MAOI tidak dapat menguraikan tiramin yang
diperoleh dalam makanan ini. Tiramin menyebabkan lepasnya
katekolamin dalam jumlah besar, yang tersimpan di ujung terminal
syaraf, sehingga terjadi sakit kepala, takikardia, mual, hipertensi,
aritmia jantung dan stroke. Karena itu, pasien harus di beritahu
menghindarkan makanan yang mengandung tiramin. Fentolamin
atau prazosin berguna dalam pengobatan hiperensi akibat tiramin.
[catatan: Pengobatan dengan MAOI dapat berbahaya terutama
pasien depresi dengan tendensi bunuh diri. Ada kemungkinan
pasien tersebut menggunakan makanan yang mengandung tiramin
secara sengaja]. Efek samping lain dalam pengobatan MAOI
termasuk mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut
kering, disuria dan konatipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan
bersamaan karena bahaya “sindrom serotinin” yang dapat
mematikan. Kedua obat memerlukan periode pencucian 6 minggu
sebelum memberikan obat lain.
2. NSAIDs dan AntihyperensivesObat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat
yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan
tergolong obat-obatan jenis narkotika.
Mekanisme kerja NSAID didasarkan atas penghambatan isoenzim COX-1
(cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim cyclooxygenase ini
berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari arachidonic
acid. Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses inflamasi
(radang).
Penggunaan NSAID yaitu untuk penanganan kondisi akut dan kronis dimana
terdapat kehadiran rasa nyeri dan radang. Walaupun demikian berbagai penelitian
sedang dilakukan untuk mengetahui kemungkinan obat-obatan ini dapat digunakan
untuk penanganan penyakit lainnya seperti colorectal cancer, dan penyakit
kardiovaskular.
NSAID merupakan golongan obat yang relatif aman, namun ada 2 macam
efek samping utama yang ditimbulkannya, yaitu efek samping pada saluran
pencernaan (mual, muntah, diare, pendarahan lambung, dan dispepsia) serta efek
samping pada ginjal (penahanan garam dan cairan, dan hipertensi) . Efek samping ini
tergantung pada dosis yang digunakan.
Obat ini tidak disarankan untuk digunakan oleh wanita hamil, terutama pada
trimester ketiga. Namun parasetamol dianggap aman digunakan oleh wanita hamil,
namun harus diminum sesuai aturan karena dosis tinggi dapat menyebabkan
keracunan hati.
NSAID telah banyak digunakan sebagai obat analgesik, tidak hanya sebagai
agen inflamasi, semenjak mekanisme aksi dari asam asetilsalisilat (ASA) ditemukan
kira-kira 30 tahun yang lalu.
Uji klinis telah membuktikan bahwa NSAID efektif untuk menghilangkan rasa
nyeri baik ringan, sedang, dan berat. Untuk dapat mengerti cara penggunaan optimal
dari obat-obatan ini harus mengetahui dulu mekanisme aksi dari asam arakhidonat
yang terangkum dalam bagan berikut.
Gambar 1. Cara kerja asam arakhidonat.
Pada setiap trauma yang terjadi pada jaringan akan menstimulasi enzim
phospholipase A2, yang akan memecah asam arakidonat dari ikatan fosfolipid di
membran sel. Asam arakidonat kemudian akan memasuki dua jalur metabolisme.
Pada jalur yang pertama asam arakidonat dimetabolisme oleh enzim lipoksigenase
menjadi leukotrien. Leukotrien memproduksi bronkokonstriksi pada reaksi alergi.
Pada jalur yang kedua, asam arakidonat akan dimetabolisme oleh enzim
siklooksigenase (COX) menjadi prostaglandins (PGE2), prostacyclin (PGI2), dan
tromboxane A2.
NSAID bekerja dengan cara menghambat sisntesis prostaglandin oleh enzim
siklooksigenase (COX). Obat ini menghambat baik COX-1 maupun COX-2. COX-1
berfungsi untuk melindungi mukosa gastrointestinal, trombosit, dan ginjal. Di bawah
pengaruh COX-1, prsotaglandin menjaga dan memproteksi mukosa gastrik, menjaga
fungsi normal trombosit melalui tromboxan A2 dan prostasiklin (PGI2), dan
meregulasi aliran darah ginjal. Sedangkan COX-2 hanya diproduksi saat terjadi
inflamasi dan ditemukan hanya dalam jumlah yang sedikit. Efek antiinflamasi dari
NSAIDs bekerja dengan cara menghambat COX-2.
NSAID memblok enzim sikloogsigenase, yang terbagi menjadi dua bentuk
yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). COX-1
bertanggung jawab dalam sintesis beberapa mediator, salah satunya adalah
prostaglandin, yang bertugas menjaga mukosa lambung dan meregulasi aliran darah
ginjal. Leukotrien juga ikut berperan dalam terjadinya inflamasi, dan dapat
menyebabkan bronkospasme. Jika inflamasi yang terjadi menyebabkan kerusakan
jaringan, misalnya pada kerusakan jaringan akibat prosedur bedah, maka COX-2 akan
terinduksi, dan akan menyebabkan sintesis prostaglandin yang merangsang serat-serat
nyeri dan menghasilkan inflamasi.
Secara umum NSAID memblokir aktivitas COX-1 dan COX-2, namun
beberapa tahun belakangan, jenis-jenis obat NSAID yang lebih selektif terhadap
COX-2 baru telah ditemukan. Obat-obatan inhibitor COX-2 selektif ini diciptakan
untuk menghindari efek merusak mukosa lambung.
Contoh:1. Ibuprofen
Mekanisme kerja
Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis siklooksigenase, yang dinamakan
COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah, lambung, dan ginjal,
sedangkan COX- 2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi oleh sitokin
dan merupakan mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi
dari ibuprofen.
Berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2, dan adapun efek samping seperti
perdarahan saluran cerna dan kerusakan ginjal adalah disebabkan inhibisi COX-1.
Ibuprofen menghambat COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin
yang berhubungan dengan respon inflamasi.
Farmakodinamik
Ibuprofen hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, dan
efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek
analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi tidak
menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang
merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, ibuprofen bekerja pada hipotalamus,
menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah
sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
Ibuprofen akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Demam yang
menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan
prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen
dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Ibuprofen menghambat baik pirogen
yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat
terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali “thermostat” di hipotalamus
dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.
Sebagai antiinflamasi, efek inflamasi dari ibuprofen dicapai apabila penggunaan pada
dosis 1200-2400 mg sehari. Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap
rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya
mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya
yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai
gangguan fungsi.
Ibuprofen dapat dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritis
rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Namun, ibuprofen hanya
meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara
simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan
pada kelainan musculoskeletal.
Interaksi obat
NSAIDs kemungkinan menghambat respon antihipertensi dari ACE inhibitor, beta
bloker, deuritik,. Selama terapi dengan menggunakan antikoagulan ada kemungkinan
terjadi GI bleeding dan efek antiplatelet NSAIDs dapat meningkatkan resiko bleeding.
NSAIDs dapat menurunkan klirens renal dari litium. Beberapa NSAIDs (terutama
indometasin dan ketoprofen) menurunkan klirens metotresat. Indometasin (dan
kemungkinan NSAIDs lainnya) dapat menurunkan fungsi renal.
INTERAKSI NSAID
Karena NSAID dipakai oleh penderita yang sering menderita penyakit lain dan
sedang mendapat pengobatan lain, kemungkinan terjadinya interaksi obat cukup
tinggi. Ada dua macam interaksi obat :
1) Interaksi farmakokinetik :
Terdapat perubahan konsentrasi obat dalam plasma.
2) Interaksi farmakodinamik :
Penambahan efek farmakologis obat yang dipengaruhi terjadi tanpa perubahan
konsentrasi obat dalam plasma.
• Kombinasi antikoagulansia oral dengan fenilbutazon, oksifenbutazon atau
azaproparon harus dihindarkan; antikoagulansia oral dapat digunakan bersama-sama
dengan NSAID lain jika benar-benar diperlukan, tetapi harus dibawah pengawasan
ketat.
• Harus dilakukan monitoring yang ketat jika obat hipoglikemik oral, antiepilepsi
dan lithium dipakai bersama-sama dengan NSAID.
• Semua NSAID mempengaruhi klirens metotreksat. Interaksi ini penting jika
metotreksat dosis tinggi diperlukan pada kemoterapi kanker; tetapi mungkin tidak
begitu penting pada dosis rendah, misalnya pada pengobatan artritis reumatoid.
• Terdapat interaksi yang penting antara obat antihipertensi, diuretik dan semua
NSAID (kecuali sulindac). Interaksi ini mengurangi efek hipotesi dan diuretik dan
tampaknya timbul atas dasar perbedaan individu. Harus
dilakukan monitoring kardiovaskuler yang ketatjika obat-obat ini digunakan bersama-
sama.
Tabel 2. Interaksi Obat NSAIDNama
GolonganNama Generik/
DagangInteraksi obat
Derivat Asam Salisilat
Aspirin(Aspilet,Farmasal, Aptor)
ACE inhibotor: menurunkan efek antihipertensiAntasida: menurunkan konsentrasi salisilatKortikosteroid: meningkatkan risiko ulkus dari GI dan meningkatkan ekskresi salisilatDiltiazem: meningkatkan efek antiplateletAnikoagulan: meningkatkan risiko perdarahan
Derivat Asam Propionat
Ibuprofen (Bufect, bufect forte,Fenris, Proris,Dofen 200/400)
Aminoglikosida: ↓bersihan aminog dgn ↑kadar aminoglikosid & potensi toksisitasnya (tu indometasin pd bayi premature)Antikoagulan: ↑↑hipoprotrombinemia, ↓agregasi platelet dgn ↑perdarahan lambungantiHT: menghambat efek antiHT obat tsbcorticosteroid:↑resiko ulkus GIsiklosporin:↑nefrotoksik
litium:↓bersihan litium (mllPG)->↑kdr litium serum toksikMTX: ↓sekresi MTX dr renal↑kadar MTXPPA: Rx HT akutK-sparing diuretic:↑hiperkalemiTriamterene: ARF bersama dgn indometasin.
Derivat Asam Fenamat
Asam mefenamat (Analspec,Landson,Benostan,Asimat,Dolfenal,Mefinal,Molasic,Ponstan Pfi)
Aminoglikosida:↓bersihan &↑kadar aminoglikosida & potensi toksisitasAntikoagulan : hipoprotrombinemia, ↓agregasi platelet dgn↑resiko perdarahan lambungAnti HT: inhibisi efek anti HTCorticosteroid: ↑ulserasi gasterSiklosporin:↑resiko nefrotoksikLithium:↓bersihan litiumMTX:↓sekresi MTX dr renal↑kadar MTXPPA: Rx hipertensifK-sparing diuretic: ↑potensi hiperkalemiTriamteren: ARF + indometasin (hati-hati dgn NSAID ) lain
Derivat Asam Fenilasetat
Diklofenak(Aclonac,Diclomec,Nadifen,Voltadex)
Aminoglikosida: meningkatkan konsentrasi aminoglikosidaAntikoagulan: meningkatkan risiko hipoprotrombinemia, menurunkan aggregasi plateletAntihipertensi: menurunkan efek antihipertensikortikosteroid: meningkatkan risiko gi bleeding
Derivat Asam Asetat-inden/ indol
Indometasin (Dialon,Benocid)
Aminoglikosida: meningkatkan konsentrasi aminoglikosidaAntikoagulan: meningkatkan risiko hipoprotrombinemia, menurunkan aggregasi plateletAntihipertensi: menurunkan efek antihipertensikortikosteroid: meningkatkan risiko perdarahan GIT
Derivat Fenilbutazon Steroid anabolic, kumarin,
Pirazolon (Phenylbuta-zon Berlico,Akrofen,Berlizon)
insulin, obat hipoglikemik oral, alcohol, asetosal atau NSAID yg lain, kortikosteroid
Derivat Oksikam
Piroksikam (Felden) Aminoglycosida, Antikoagulan, Antihipertensi, kortikosteroid, Siklosporin, Lithium, Methotrexate, Phenilpropanolamin, triamterence