tugas dr. anton

35
TUGAS dr.Anton TETANUS Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pad a sistem saraf perifer atau otot. Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang. Gambar Mikroskopik Clostridium tetani.

Upload: daniel-lumban-gaol

Post on 17-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ss

TRANSCRIPT

TUGAS dr.Anton

TETANUSTetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot.Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 m. Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang.

Gambar Mikroskopik Clostridium tetani.

PATOFISIOLOGIClostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen.Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratnya penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-faktor tersebut selain ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium tetani. Masa inkubasi biasanya antara 2 sampai dengan 21 hari. Pengetahuan tentang patofisiologi penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini, namun kebanyakan penelitian berdasarkan atas percobaan pada hewan.

Penyebaran toksinToksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai berikut :1. Masuk ke dalam ototToksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.2. Penyebaran melalui sistem limfatikToksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena. Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat. 4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.

Hubungan antar bentuk manifestasi klinis dengan penyebaran toksin: Tetanus lokalPada bentuk ini, penderita biasanya mempunyai antibodi terhadap toksin tetanus yang masuk ke dalam darah, namun tidak cukup untuk menetralisir toksin yang berada di sekitar luka. Tetanus sefalMerupakan bentuk tetanus lokal yang mengikuti trauma pada kepala. Otot-otot yang terkena adalah otot-otot yang dipersarafi oleh nukleus motorik dari batang otak dan medula spinalis servikalis. Ascending TetanusSuatu bentuk penyakit tetanus yng pada awalnya berbentuk lokal biasanya mengenai tungkai dan kemudian menyebar mengenai seluruh tubuh. Setelah terjadi tetanus lokal, toksin disekitar luka masuk cukup banyak dengan cara asenderen masuk ke dalam SSP. Tetanus umumPada keadaan ini toksin melalui peredaran darah masuk ke dalam berbagai otot dan kemudian masuk ke dalam SSP. Penyakit ini biasanya didahului trismus kemudian mengenai otot muka, leher, badan dan terakhir ekstremitas. Hal ini disebabkan panjang sistem persarafan setiap tempat berbeda-beda, yang paling pendek adalah yang mengurus otot-otot rahang, kemudian secara berurutan mengenai daerah lain sesuai urutan panjang saraf.

Mekanisme kerja toksin tetanus:1. Jenis toksinClostridium tetani menghasilkan tetanolisin dan tetanospsmin. Tetanolisin mempunyai efek hemolisin dan protease, pada dosis tinggi berefek kardiotoksik dan neurotoksik. Sampai saat ini peran tetanolisin pada tetanus manusia belum diketahui pasti. Tetanospasmin mempunyai efek neurotoksik, penelitian mengenai patogenesis penyakit tetanus terutama dihubungkan dengan toksin tersebut.2. Toksin tetanus dan reseptornya pada jaringan sarafToksin tetanus berkaitan dengan gangliosid ujung membran presinaptik, baik pada neuromuskular junction, mupun pada susunan saraf pusat. Ikatan ini penting untuk transport toksin melalui serabut saraf, namun hubungan antara pengikat dan toksisitas belum diketahui secara jelas.Lazarovisi dkk (1984) berhasil mengidentifikasikan 2 bentuk toksin tetanus yaitu toksin A yang kurang mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan sel saraf namun tetap mempunyai efek antigenitas dan biotoksisitas, dan toksin B yang kuat berikatan dengan sel saraf.

Tetanus toxin

Normal:Inhibitory interneuron Glycine blocks excitation & acetylcholine release muscle relaxationTetanus toxin:Blocks glycine release no inhibition at acetylcholine release irreversible contraction Spastic paralysis3. Kerja toksin tetanus pada neurotransmitterTempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf pusat, yaitu dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin, Gamma Amino Butyric Acid (GABA), dopamin dan noradrenalin. GABA adalah neuroinhibitor yang paling utama pada susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang eksesif. Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA, namun secara spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah sinaps dangan cara mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses eksositosis.

Perubahan akibat toksin tetanus:1. Susunan saraf pusatEfek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik yang terus-menerus yang disebut sebagai Generator of pathological enhance excitation. Keadaan ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi tinggi dari SSP ke perifer, sehingga terjadi kekakuan otot dan kejang. Semakin banyak saraf inhibisi yang terkena makin berat kejang yang terjadi. Stimulus seperti suara, emosi, raba dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang karena motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain seperti retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval), hal ini mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin, ada beberapa yang resisten terhadap toksin.Rasa sakitRasa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. Kadang kala ditemukan neurotic pain yang berat pada tetanus lokal sekalipun pada saat tidak ada kejang. Rasa sakit ini diduga karena pengaruh toksin terhadap sel saraf ganglion posterior, sel-sel pada kornu posterior dan interneuron.Fungsi LuhurKesadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak sadar biasanya brhubungan dengan seberapa besar efek toksin terhadap otak, seberapa jauh efek hipoksia, gangguan metabolisme dan sedatif atau antikonvulsan yang diberikan.2. Aktifitas neuromuskular periferToksin tetanus menyebabkan penurunan pelepasan asetilkolin sehingga mempunyai efek neuroparalitik, namun efek ini tertutup oleh efek inhibisi di susunan saraf pusat. Neuroparalitik bisa terjadi bila efek toksin terhadap SSP tidak terjadi, namun hal ini sulit karena toksin secara cepat menyebar ke SSP. Kadang-kadang efek neuroparalitik terlihat pada tetanus sefal yaitu paralisis nervus fasialis, hal ini mungkin n. fasialis lebih sensitif terhadap efek paralitik dari toksin atau karena axonopathi.

Efek lain toksin tetanus terhadap aktivitas neuromuskular perifer berupa:1. Neuropati perifer2. Kontraktur miostatik yang dapat berupa kekakuan otot, pergerakan otot yang terbatas dan nyeri, yang dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah sembuh.3. Denervasi parsial dari otot tertentu.

3. Perubahan pada sistem saraf autonomPada tetanus terjadi fluktuasi dari aktifitas sistem simpatis dan parasimpatis, hal ini mungkin terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari kedua sistem tersebut. Mekanisme terjadinya disfungsi sistem autonom karena efek toksin yang berasal dari otot (retrograd) maupun hasil penyebaran intraspinalis (dari kornu anterior ke kornu lateralis medula spinalis torakal). Gangguan sistem autonom bisa terjadi secara umum mengenai berbagai organ seperti kardiovaskular, saluran cerna, kandung kemih, fungsi kendali suhu dan kendali otot bronkus, namun dapat pula hanya mengenai salah satu organ tertentu.

4. Gangguan Sistem pernafasanGangguan sistem pernafasan dapat terjadi akibat :a. Kekakuan dan hipertonus dari otot-otot interkostal, badan dan abdomen; otot diafragma terkena paling akhir. Kekakuan dinding thorax apalagi bila kejang yang terjadi sangat sering mengakibatkan keterbatasan pergerakan rongga dada sehingga menganggu ventilasi. Tetanus berat sering mengakibatkan gagal nafas yang ditandai dengan hipoksia dan hiperkapnia. Namun dapat terjadi takipnea akibat aktifitas berlebihan dari saraf di pusat persarafan yang tidak terkena efek toksin.b. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret trakea dan bronkus karena adanya spasme dan kekakuan otot faring dan ketidakmampuan untuk dapat batuk dan menelan dengan baik. Sehingga terdapat resiko tinggi untuk terjadinya aspirasi yang dapat menimbulkan pneumonia, bronkopneumonia dan atelektasis.c. Kelainan paru akibat iatrogenik.d. Gangguan mikrosirkulasi pulmonalKelainan pada paru bahkan dapat ditentukan pada masa inkubasi. Kelainan yang terjadi bisa berupa kongesti pembuluh darah pulmonal, oedema hemorrhagic pulmonal dan ARDS. ARDS dapat terjadi pula karena proses iatrogenik atau infeksi sistemik seperti sepsis yang mengikuti penyakit tetanus.e. Gangguan pusat pernafasanObservaasi klinis dan percobaan binatang menunjukkan bahwa pusat pernafasan dapat terkena oleh toksin tetanus. Paralisis pernafasan tanpa kekakuan otot dan henti jantung dapat terjadi pada pemberian toksin dosis tinggi pada hewan percobaan. Selain itu ditemukan bahwa penderita mengalami penurunan resistensi terhadap asfiksia.Observasi klinis yang menunjukkan kecurigaan keterlibatan pusat pernafasan pada penderita tetanus adalah : Adanya episode distres pernafasan akibat kesulitan bernafas yang berat tanpa ditemukan adanya komplikasi pulmonal, bronkospasme dan peningkatan sekret pada jalan nafas. Episode ini bervariasi dalam beberapa menit sampai -1 jam. Adanya apnoeic spells, tanda ini biasanya berlanjut menjadi prolonged respiratory arrest (henti nafas berkepanjangan) dan akhirnya meninggal. Henti nafas akut dan mati mendadak.Sekalipun demikian gangguan pusat pernafasan disebabkan oleh penyebab sekunder seperti hipoksia rekuren/berkepanjangan, asfiksia kaena kejang lama atau spasme laring, hipokapnia setelah serangan distres pernafasan, dan akibat gangguan keseimbangan asam basa.5. Gangguan hemodinamikaKetidakstabilan sistem kardiovaskular ditemukan penderita tetanus dengan gangguan sistem saraf autonom yang berat. Penelitian mengenai hemodinamika pada tetanus berat masih sangat jarang dilakukan karena : Kendala etik Perjalanan penyakit tetanus sering diperberat oleh komplikasi seperti sepsis, infeksi paru, atelektasis, edema paru dan gangguan keseimbangan asam-basa, yang kesemua ini mempengaruhi sistem kardio-respirasi Pemakaian obat sedatif dosis tinggi dan pemakaian obat inotropik mempersulit penilaian dari hasil penelitian.

6. Gangguan metabolikMetabolik rate pada tetanus secara bermakna meningkat dikarenakan adanya kejang, peningkatan tonus otot, aktifitas berlebihan dari sistem saraf simpatik dan perubahan hormonal. Konsumsi oksigen meningkat, hal ini pada kasus tertentu dapat dikurangi dengan pemberian muscle relaxans. Berbagai percobaan memperlihatkan adanya peningkatan ekskresi urea nitogen, katekolamin plasma dan urin, serta penurunan serum protein terutama fraksi albumin. Peninggian katekolamin meningkatkan metabolik rate, bila asupan oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya karena disertai masalah dalam sistem pernafasan maka akan terjadi hipoksia dengan segala akibatnya. Katabolisme protein yang berat, ketidakcukupan protein dan hipoksia akan menimbulkan metabolisme anaerob dan mengurangi pembentukan ATP, keadaan ini akan mengurangi kemampuan sistem imunitas dalam mengenali toksin sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi yang dibentuk. Fenomena ini mungkin dapat menerangkan mengapa pada penderita tetanus yang sudah sembuh tidak/kurang ditemukan kekebalan terhadap toksin.7. Gangguan HormonalGangguan terhadap hipotalamus atau jaras batang otak-hipotalamus dicurigai terjadi pada penderita tetanus berat atas dasar ditemukannya episode hipertermia akut dan adanya demam tanpa ditemukan adanya infeksi sekunder. Peningkatan alertness dan awareness menimbulkan dugaan adanya aktifitas retikular dari batang otak yang berlebihan. Aksis hipotalamus-hipofise mengandung serabut saraf khusus yang merangsang sekresi hormon. Aktifitas sekresi oleh serabut saraf tersebut dimodulasi monoamin neuron lokal. Adanya penurunan kadar prolaktin, TSH, LH dan FSH yang diduga karena adanya hambatan terhadap mekanisme umpan balik hipofise-kelenjar endokrin.

8. Gangguan pada sistem lainBerbagai percobaan pada hewan percobaan ditemukan bahwa toksin secara langsung dapat mengganggu hati, traktus gastro-intestinalis dan ginjal. Pengaruh tersebut dapat berupa nefrotoksik terhadap nefron, inhibisi mitosis hepatosit dan kongesti-pendarahan-ulserasi mukosa gaster. Namun secara klinis hal tersebut sulit ditentukan apakah kelainan klinis seperti gangguan fungsi ginjal, fungsi hati dan abnormalitas traktus gastrointestinal disebakan semata-mata karena efek toksin atau oleh karena efek sekunder dari hipovolemia, shock, gangguan elektrolit dan metabolik yang terganggu. Secara teoritis ileus, distonia kolon, gangguan evakuasi usus besar dan retensi urin dapat terjadi karena gangguan keseimbangan simpatis-parasimpatis karena efek toksin baik di tingkat batang otak, hipotalamus maupun ditingkat saraf perifer simpatis, parasimpatis. Disfungsi organ dapat pula terjadi sebagai akibat gangguan mikrosirkulasi dan perubahan permeabilitas kapiler pada organ tertentu.

Manifestasi KlinisManifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus sampai kejang disebut awitan penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik.Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:a. Tetanus lokalTetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.b. Tetanus sefalBentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.c. Tetanus umumBentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik. d. Tetanus neonatorumTetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, umumnya karena tehnik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang tidak mendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme. Posisi tubuh klasik : trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi dan kegagalan jantung paru.Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Abletts :a. Derajat I (ringan)Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia tidak ada atau ringan, tidak ada gangguan respirasi.b. Derajat II (sedang)Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu dan disfagia ringanc. Derajat III (berat)Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic spell, disfagia berat, takikardia dan peningkatan aktivitas sistem otonomid. Derajat IV (sangat berat)Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem kardiovaskuler, yaitu hipertensi berat dan takikardi atau hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi berat. Hipotensi tidak berhubungan dengan sepsis, hipovolemia atau penyebab iatrogenik.Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari ringan, sedang dan berat, maka derajat tetanus berat meliputi derajat III dan IV.

Penilaian tetanus berdasarkan Phillip score :Ringan : 16Gardasi Penyakit : 1. Masa inkubasi :- < 2 hari = 5- 2-5 hari = 4- 6-8 hari = 3- 11-14 hari = 2- > 15 hari = 12. Tempat infeksi :- Umbilikus = 5- Kepala/leher = 4- Badan = 3- Ektrimitas atas proksimal = 3- Ektrimitas bawah proksimal = 3- Ektrimitas atas distal = 2- Ektrimitas bawah distal = 2- Tidak diketahui = 13. Imunisasi : - Belum pernah = 10- Mungkin pernah = 8- Pernal > 10 th yang lalu = 4- Pernah < 10 th yang lalu = 2- Imunisasi lengkap = 04. Faktor penyerta :- Trauma yg mengancam jiwa = 10- Trauma berat = 8- Trauma sedang = 4- Trauma ringan = 2- A.S.A derajat 1 = 1Faktor-faktor yg mempengaruhi prognosa penyakit :5. Derajat spasme :- Epistotonus = 5- Reflek spasme umum = 4 - Reflek terbatas = 3- Spastisitas umum = 2- Trismus = 16. Frekuensi spasme :- Spontan > 3 x / 15 menit = 5- Spontan < 3 x / 15 menit = 4- Kadsang-kadang spontan = 3- < 6 x / 12 jam = 17. Suhu Badan : - > 38,9 derajat celcius = 10- 38,3 38,9 derajat celcius = 8- 37,8 38,2 derajat celcius = 4- 37,2 37, 7 derajat celcius = 2- 37,7 37,1 derajat celcius = 08. Pernapasan :- Tracheostomy = 10- Henti napas setiap konvulsi = 8- Henti napas kadang setelah konvulsi = 4- Henti napas hanya selama konvulsi = 2- Normal = 0

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi: Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat luka. Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot perut (opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan. Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek Kejang umum episodik dicetusklan dengan rangsang minimal maupun spontan dimana kesadaran tetap baik.Temuan laboratorium : Lekositosis ringan Trombosit sedikit meningkat Glukosa dan kalsium darah normal Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat Enzim otot serum mungkin meningkat EKG dan EEG biasanya normal Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan. Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)

Diagnosis bandingPenyakit-penyakit yang menyerupai gejala tetanus adalah Meningitis bakterialis- Rabies Poliomielitis- Epilepsi Ensefalitis- Tetani Keracunan striknin- Sindrom Shiffman Efek samping fenotiazin- Peritonsiler abses

KomplikasiKomplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia, bronkopneumonia dan sepsis. Komplikasi terjadi karena adanya gangguan pada sistem respirasi antara lain spasme laring atau faring yang berbahaya karena dapat menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak. Spasme saluran nafas atas dapat menyebabkan aspirasi pneumonia atau atelektasis. Komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa takikardi, bradikardia, aritmia, gagal jantung, hipertensi, hipotensi, dan syok. Kejang dapat menyebabkan fraktur vertebra atau kifosis. Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa tromboemboli, pendarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan asidosis metabolik.

PENATALAKSANAANDasar a. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.1. AntibiotikPenggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga.Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain 1,2 juta 1 kali sehari.Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis tetanus belum ditegakkan, kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti Penisilin G.Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal secara loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1 jam perinfus setiap 6 jam. Hal ini pemberian metronidazole secara bermakna menunjukkan angka kematian yang rendah, perawatan di rumah sakit yang pendek dan respon yang baik terhadap pengobatan tetanus sedang.Pada penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat digunakan tetrasiklin dengan dosis 25-50 mg/kg/hari, dosis maksimal 2 gr/hari dibagi 4 dosis dan diberikan secara peroral.Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari selama 10 hari atau metisilin dengan dosis yang sama ditambah gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari.

2. Perawatan lukaLuka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda asing dan luka dibiarkan terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah penderita mendapat anti toksin dan sedasi. Pada tetanus neonatorum tali pusat dibersihkan dengan betadine dan hidrogen peroksida, bila perlu dapat dilakukan omphalektomi.

b. Netralisasi toksin 1. Anti tetanus serumDosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-100.000 unit, setengah dosis diberikan secara IM dan setengahnya lagi diberikan secara IV, sebelumnya dilakukan tes hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada tetanus neonatorum diberikan 10.000 unit IV. Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum tidak diberikan secara intrathekal karena dapat menyebabkan meningitis yang berat karena terjadi iritasi meningen. Namun ada beberapa pendapat juga untuk mengurangi reaksi pada meningen dengan pemberian ATS intratekal dapat diberikan kortikosteroid IV, adapun dosis ATS yang disarankan 250-500 IU. 2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG) Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada tetanus dengan dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG harus diberikan sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984) memberikan HTIG pada neonatus sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU intrathekal. Pemberian intrathekal sangat efektif bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah timbul gejala. Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991) menyatakan pemberian immunoglobulin tetanus intratekal tidak memberikan keuntungan karena kandungan fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang bila diberikan secara intrathekal. Pemberian HTIG 500IU IV atau IM mempunyai efektivitas yang sama. Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993) mengemukakan dosis yang dapat diberikan adalah 30-300IU/kgBB IM, sedangkan Kerr (1991) mengemukakan HTIG sebaiknya diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk meningkatkan kadar antitoksin darah sebelum debridemen luka. c. Menekan efek toksin pada SSP 1. BenzodiazepinDiazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan fisik serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi pernafasan, terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis diazepam yang diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian. Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan drip IV lambat selama 24 jam.2.BarbituratFenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg untuk neonatus dan 100 mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa dan keracunan. Fenobarbital intravena dapat diberikan segera dengan dosis 5 mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB yang diberikan tiap 10 menit sampai otot perut relaksasi dan spasme berkurang. Fenobarbital dapat diberikan bersama-sama diazepam dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis melalui selang nasogastrik.3. FenotiazinKlorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari (dewasa), 25 mg IM 4 kali sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan diberikan secara IV karena dapat menyebabkan syok terlebih pada penderita dengan tekanan darah yang labil atau hipotensi.

UmumPenderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus neonatorum, letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-36,5oC (36-37oC), infus IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari. Pemberian makanan dibatasi 50 ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan dinaikkan bertahap. Aspirasi lambung harus dilakukan untuk melihat tanda bahaya. Pemberian oksigen melalui kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut harus dikerjakan.Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh spasme atau sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea. Bantuan ventilator diberikan pada : 1. Semua penderita dengan tetanus derajat IV2. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali dengan terapi konservatif dan PaO2 < 55mmHg pada pemberian 6-8 liter oksigen/menit3. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-lain.

Berdasarkan tingkat penyakit tetanusa. Tetanus ringanPenderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian antibiotik, HTIG/anti toksin, diazepam, membersihkan luka dan perawatan suportif seperti diatas.b. Tetanus sedangPenanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi atau trakeostomi dan pemasangan selang nasogastrik delam anestesia umum. Pemberian cairan parenteral, bila perlu diberikan nutrisi secara parenteral.c. Tetanus beratPenanganan umum tetanus seperti diatas. Perawatan pada ruang perawatan intensif, trakeostomi atau intubasi dan pemakaian ventilator sangat dibutuhkan serta pemberikan cairan yang adekuat. Bila spasme sangat hebat dapat diberikan pankuronium bromid 0,02 mg/kgBB IV diikuti 0,05 mg/kg/dosis diberikan setiap 2-3 jam. Bila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan dapat diberikan beta bloker seperti propanolo atau alfa dan beta bloker labetolol.

PROGNOSISTetanus neonatorum mempunyai angka kematian 66%, pada usia 10-19 tahun, angka kematiannya antara 10-20% sedangkan penderita dengan usia > 50 tahun angka kematiannya mencapai 70%. Penderita dengan undernutrisi mempunyai prognosis 2 kali lebih jelek dari yang mempunyai gizi baik. Tetanus lokal mempunyai prognosis yang lebih baik dari tetanus umum.

Sistem SkoringSkor 1Skor 0

Masa inkubasi< 7 hari> 7 hari

Awitan penyakit< 48 jam> 48 jam

Tempat masukTali pusat, uterus, fraktur terbuka, postoperatif, bekas suntikan IMSelain tempat tersebut

Spasme(+)(-)

Panas badan (per rektal)> 38,4 0C (> 40 0C)< 38,4 0C ( < 40 0C)

Takikardia dewasa> 120 x/menit< 120 x/menit

neonatus> 150 x/menit< 150 x/menit

Tabel klasifikasi untuk prognosis TetanusTingkatSkorPrognosis

Ringan0-1< 10

Sedang2-310 20

Berat420 40

Sangat berat5-6> 50

Catatan : Tetanus sefalik selalu dinilai berat atau sangat berat Tetanus neonatorum selalu dinilai sangat berat

Syarat foto ekstremitas1. Persyaratan penderita2. Kondisi tulang3. Posisi saling tegak lurus4. Mengenai dua sendi yang melekat dengan tulang yang diperiksa5. Pada kasus tertentu dibuat foto tulang kontralateraluntuk perbandingan (dextra dan sinistra)

Fraktur shalter harrisFraktur Salter-Harris adalah patah tulang melalui plate pertumbuhan, karena itu,dan biasanya pada pasien anak. Patah tulang ini (radiografi yang disajikan di bawah ini) dikategorikan menurut keterlibatan fisis, metafisis, dan epiphysis. Klasifikasi cedera adalah penting, karena mempengaruhi perawatan pasien dan memberikan petunjuk untuk kemungkinan komplikasi jangka panjangSalter-Harris type II fracture of the distal tibia

Salter-Harris type III fracture of the distal tibia

Salter-Harris type IV fracture of the distal tibiaType 1 Tipe 1 fraktur (digambarkan di bawah) adalah fraktur melintang melalui zona hipertrofi dari fisis. Cedera ini lebar, fisis meningkat. Zona berkembang fisis biasanya tidak terluka, dan gangguan pertumbuhan jarang terjadi.On clinical examination, the child has point tenderness at the epiphyseal plate, which is suggestive of a type I fracture.

Type 2Jenis yang paling umum dari fraktur Salter-Harris, fraktur tipe II (digambarkan di bawah) terjadi melalui fisis dan metafisis, epiphysis tidak terlibat dalam fraktur injury. fraktur ini dapat menyebabkan pemendekan minimal, namun cedera jarang mengakibatkan keterbatasan fungsional .

Type 3Sebuah tipe III fraktur (digambarkan di bawah) adalah fraktur melalui fisis dan epiphysis. Fraktur ini melewati lapisan hipertrofik dari fisis dan meluas untuk membagi epiphysis, pasti merusak lapisan reproduksi fisis. Jenis fraktur rentan terhadap cacat kronis, karena dengan menyeberangi fisis, fraktur meluas ke permukaan artikular tulang. Namun, type 3 jarang menyebabkan deformitas signifikan, sehingga mereka memiliki prognosis yang relatif baik. Patah tulang pergelangan kaki disebut fraktur Tillaux adalah jenis Salter-Harris Jenis fraktur III yang rentan terhadap cacat. Pengobatan untuk jenis fraktur III sering bedah.

Type 4 Tipe IV fraktur (digambarkan di bawah) melibatkan semua 3 elemen tulang, melewati epiphysis, fisis, dan metaphysis.Similar untuk fraktur tipe III, fraktur tipe IV adalah fraktur intra-artikular, dengan demikian, dapat mengakibatkan cacat kronis. Karena mengganggu lapisan pertumbuhan sel-sel tulang rawan, patah tulang ini dapat menyebabkan fusi fokus prematur tulang yang terlibat. Oleh karena itu, cedera ini bisa menyebabkan kelainan bentuk sendi.

Type 5 Type V fraktur (digambarkan di bawah) adalah kompresi atau menghancurkan cedera dari pelat epifisis, tanpa epifisis terkait atau fraktur metaphyseal. Fraktur ini dikaitkan dengan gangguan pertumbuhan pada fisis. Awalnya, diagnosis mungkin sulit, dan sering dibuat secara retrospektif setelah penutupan dini fisis yang diamati. Pada remaja yang lebih tua, diagnosis sangat sulit. Sejarah klinis adalah yang terpenting dalam diagnosis fraktur ini. Sejarah khas adalah bahwa dari cedera beban aksial. Cedera Type V memiliki prognosis fungsional yang buruk.

Tipe VI-IX Jenis fraktur Salter-Harris yang sangat jarang adalah sebagai berikut: Type VI - Cedera pada struktur perichondral Type VII - isolated injury to the epiphyseal plateType VIII - Isolated injury to the metaphysis, with a potential injury related to endochondral ossificationType IX - Cedera pada periosteum yang dapat mengganggu pertumbuhan membran

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

Karsinoma sel skuamosa, disebut juga dengan Epitelioma sel skuamosa (prickle), karsinoma sel prickle, karsinoma epidermoid, pavement epithelioma, spinalioma, karsinoma Bowen, cornified epithelioma.Karsinoma sel squamosa didefinisikan sebagai karsinoma awal setempat yang berkembang dari epitel squamosa, serta tampak sebagai sel-sel kuboid dan ditandai dengan keratinisasi dan sering dengan tetap dipertahankan jembatan intraseluler. Pada permukaan lokal dan superfisial, kemudian bermetastasis. Bentuk yang timbuk pada kulit ini biasanya terjadi pada daerah yang terpajan sinar matahari atau pada lesi yang pernah timbul sebelumnya.Tumor ini merupakan tumor kedua terbanyak, setelah karsinoma sel basal, yang banyak terjadi pada daerah-daerah yang terekspos dengan matahari, dengan insidens meningkat seiring bertambahnya usia. Karsinoma sel skuamosa lebih banyak terjadi pada lelaki, dibandingkan dengan perempuan, kecuali dii daerah tungkai bawah.Yang diperkirakan merupakan factor predisposisi karsinoma sel basal, selain sinar matahari adalah karsinogen industri (tar dan minyak0, ulkus kronis dan osteomielitis yang membasah, luka bakar lama, ingesti arsen, radiasi pigmen, dan (di rongga mulut) tembakau.

Klasifikasi HistopatologiDisamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya, yaituGx : Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksaG1 : Diferensiasi baikG2 : Diferensiasi sedangG3 : Diferensiasi burukG4 : Tidak berdiferensiasi (undifferentiated)

Stadium KlinisKlasifikasi TNMT - :Tumor PrimerTx :Tumor primer tidak dapat diperiksa T0 :Tidak ditemukan tumor primer Tis:Karsinoma in situ T1 : Tumor dengan ukuran terbesar 2 s/d 5 cmT4 :Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti kartilago, otot skelet atau tulangN -:Kelenjar getah bening regionalNX:Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa N0: Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah bening N1:Terdapat metastasis kelenjar getah bening regionalM -: Metastasis jauhMX: Metastasis jauh tidak dapat diperiksa M0: Tidak ada metastasis jauh M1: Terdapat metastasis jauhStadiumStadium 0TisNOMOStadium IT1NOMOStadium IIT2,T3NOMOStadium IIIT4NOMOTiap TN1MOStadium IVTiap TTiap NM1EtiologiAdapun penyebab langsung karsinoma sel basal meliputi: Sinar matahari (2900 - 3000 ) masih merupakan faktor yang paling menonjol sebagai penyebab karsinoma sel skuamosa. Pada daerah0daerah terpapar lebih banyak ditemukan kasus keganasan ini. Ras/herediter. Pada kulit berwarna ditemukan lebih banyak pada daerah tertutup daripada terbuka/ Orang kulit putih lebih banyak daripada orang kulit berwarna. Faktor genetic yang paling menonjol tampak pada xeroderma pigmentosum (X.P). Pada X.P. ditemukan defek pembentukan DNA oleh karena pengaruh inar ultra-violet. Arsen inorganic yang terdapat dalam alam (air sumur), maupun yang dipakai sebagai obat. Keganasan umumnya timbul di bagian badan. Radiasi (sinar-X atau gamma) Faktor hidrokarbon (tar, minyak mineral, paraffin likuidum, dll) Sikatris, keloid, ulkus kronik, fistula (osteomielitis)

Penyebab eksogen tersering pada karsinoma sel skuamosa adalah pajanan sinar ultraviolet, yang kemudian menyebabkan kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki. Selain itu, pasien dengan imunosupresi akibat kemoterapi , transplantasi organ, maupun mengidap xeroderma pigmentosum berisiko lebih besar mengalami tumor ini. Selain efeknya pada DNA, sinar UV juga dapat menimbulkan efek imunosupresif sementara di kulit dengan mengganggu fungsi pengenalan antigen oleh Antigen Presenting Langerhans Cell. Kerusakan DNA yang terjadi pada karsinoma sel skuamosa, selain diakibatkan paparan matahari, dapat pula diakibatkkan oleh infeksi virus (co: HPV 36) dan paparan agen kimia yang menginduksi aktivasi onkogen.Gejala Klinis, diagnosis Karsinoma sel skuamosa yag belum menginvasi menembus membran basal taut dermoepidermis (karsinoma in situ) tampak sebagai plak merah, berskuama, dan berbatas tegas. Lesi tahap lanjut yang invasif tampak nodular, dan memperlihatkan produksi keratin dalam jumlah bervariasi yang secara klinis tampak sebagai hiperkeratosis dan mungkin mengalami userasi.3Umur yang paling sering ialah 40-50 tahun (dekade V-VI) dengan lokalisasi yang tersering di tungkai bawah dan secara umum ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada wanita.Tumor ini dapat tumbuh lambat, merusak jaringan setempat dengan kecil kemungkinan bermetastasis. Sebaliknya tumor ini dapat pula tumbuh cepat, merusak jaringan disekitarnya dan bermetastasis jauh, umumnya melalui saluran getah bening.Secara histopatologik ditemukan :1.Bentuk intraepidermalBentuk intraepidermal ditemukan pada : keratosis solaris, kornu kutanea, keratosis arsenikal, penyakit bowen, entroplasia (Queyrat), epitelioma Jadassohn. Penyakit ini dapat menetap dalam jangka waktu lama ataupun menembus lapisan basal sampai ke dermis dan selanjutya bermetastasis melalui saluran getah bening.2.Bentuk invasifBentuk ini terdiri dari:a.Bentuk intraepidermalb.Bentuk prakankerc.De novo (kulit normal)Mula-mula tumor ini berupa nodus yang keras dengan batas-batas yang tidak tegas, permukaannya mula-mula licin seperti kulit normal yang akhirnya berkembang menjadi verukosa atau menjadi papiloma. Pada keadaan ini biasanya tampak skuamasi yang menonjol.Pada perkembangan lebih lanjut tumor ini biasanya menjadi keras, bertambah besar ke samping maupun ke arah jaringan yang lebih dalam. Invasi ke arah jaringan lunak maupun otot serta tulang akan memberikan perabaan yang sulit digerakkan dari jaringan di sekitarnya.Ulserasi dapat terjadi umumnya ulai di tengah dan dapat timbul pada waktu berukuran 1-2 cm. Ulserasi tersebut diikuti pembentukan krusta dengan pinggir yang keras dan mudah berdarah. Bentuk papiloma eksofitik jarang ditemukan.Urutan kecepatan invasif dan metastasi tumor sebagai berikutTumor yang tumbuh di atas kulit normal (de novo): 30%Tumor didahului oleh prakanker (radio dermatitis, sikarik, ulkus, sinud fistula): 25%Penyakit Bowen, eriyoplasia Queyrat: 20%Keratosis solaris: 2%

Tumor yang terletak di daerah bibir, anus, vulva, penis lebih cepat mengadakan invasi dan bermetastasis dibandingkan dengan daerah lainnya. Metastasis umumnya melalui saluran getah bening, engan perkiraan sekitar 0.1-50% semua kasus. Perbedaan metastasis bergantung pada diagnosis dini, cara pengobatan dan pengawasan setelah terapi.1

Faktor-faktor yang mempengaruhiPajanan sinar matahari kronisKulit putih. Queensland, Australia, memiliki angka kejadian kanker kulit tertinggi di dunia karena jumlah pajanan UV yang tinggi dan kebanyakan peduduknya adalah orang Inggris atau Irlandia yng mempuya kulit sensitif UVUmur. Karsinoma sek skuamosa lebih sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata terjadinya kondisi ini adalah 66.Jenis kelamin. Laki-laki leih cenderung mengalami karsinoma sel skuamosa dibanding wanita, mungkin karena pajanan terhadap UV yang lebih besarRiwayat kanker kulit pada diri sendiri. Sekali terkena karsinoma sel skuamosa, ada kemungkinan untuk terkena lagiSistem imun yang lemah. Hal ini terjadi antara lain pada: leukemia kronis, kanker lain, atau HIV/AIDS, dan orang yang memperolh transplantasi organ yang menggunaka obat umtuk mensupresi sistem imun.Kelainan kulit langka. Orang sengan xeroderma pigmentosum, yangmenyebabkan sensitivitas yang ekstrim terhadap sinar matahari, mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena kanker kulitMerokok. Meskipun penelitian tidak yakin menegnai mengapa merokok menyebabkan hal ini, mereka membuat teori bahwa tembakau merusak DNA, menyebabkan perubahan sel menjadi sel kanker leih mungkinInflamasi atau cedera kulit.7

PrognosisPrognosis karsinoma sel skuamosa sangat bergantung pada:Diagnosis diniCara pegobatan dan keterampilan dokterKerjasama antara pasien dengan dokter

Prognosis yang paling buruk bila tumor tumbuh di atas kulit normal(de novo), sedagka tumor yang ditemukan di kepala dan leher, prognosisnya lebih baik daripada tempat lainnya. Demikian juga prognosis yang ditemukan di ekstremitas bawah, lebih buruk daripada ekstremitas atas.1

Promotif dan PreventifKebanyakan karsinoma sel skuamosa dapat dicegah. Cara pencegahannya, antara lainHindari sinar matahari pada tengah hari. sinar matahari terkuat adalah antara pukul 10.00 16.00. ingat ahwa sinar matahari lebih kuat jika dopantulkan oleh aor, pasir, dan salju.Menggunakan sunscreen. Sunscreen tidak memfilter smua radiasi sinar UV yang berbahaya. Gunakan suscreen spectrum luas dengan SPF minimal 15. Gunakan sekitar 1 oz (29,5 mm), lindungi semua permukaan tubuh, termasuk bibir, telinga, punggung tangan dan leher. Gunakan sunscreen 20-30 menit sebelum pajanan sinar matahari dan gunakan kembali setiap 2 jam dan setelah berenang atau latihan fisik. UV A mempenetrasi kulit lebih kuat dibandingkan UVB, dab berperan dalam penuaan serta peningkatan risiko kanker.Gunakan pakaian pelindung. KArena sunscreen tidak menyediakan proteksi lengkap, penting untuk menggunakan pakaian yang ditenun secara rapat untuk menutupi tangan dan kaki, serta topi dengan pinggiran luas daripada ropi baseball atau peci. Jangan lupa menggunakan kacamata hitmHindari tanning beds. Tanning secara indoor dapat lebih berbahaya daripada sinar matahari alami. Tanning beds mengemisikan sinar UVA yang mempenetrasi kulit lebih dalam dan menyebabkan lesi kanker. Peneliti menemukan peningkatan tidak wajar kanker kulit di antara orang-orang yang menggunakan tanning beds. Jika tetap ingin mendapatkan warna kulit seperti terjemur matahari, gunakan tanning lotion atau spray.Hati-hati terhadap obat yang menyebabkan sensitisasi terhadap sinar matahari. Obat-obat tertentu, ibuprofen, obat jerawat isotretinoin.Lakukan pemeriksaan kulit secara teratur.Kosumsi vitamin D yang cukup. Vitamiun ini membentuk menurunkan risiko kanker tertentuMakan 4 sehat 5 smpurna, terutama buah dan sayur. C=Vitamin C, E, dan karotenois menurunkan risiko kanker. U.S. Dietary Guielines menyarankan orang dewasa untuk mengonsumsi diet 2000 kalori sehari, makan 4,5 cangkir buah dan sayur.5

TatalaksanaKebanyakan karsinoma sel skuamosa dapat dihilangkan seutuhnya dengan bedah minor atau kadang-kadang pengobatan topikl. Tipe pengobatan karsinoma sel skuamosa biasanya tergantung ukuran, lokasi, dan keagresifan tumor. Pengobatannya antara lain:Pembekuan (cryosurgery). Membekukan sel kanker dengan niotrogen efektif untuk karsinoma sel basal yang kecil, tetapi tidak direkomendasikan untuk tumor yang lebih besar atau yang ada di hidung, telinga, atau kelopak mata.Eksisi sederhana. Dalam prosedur ini, dokter memotong jaringan kanker dengan kulit sekat yang membetasinya. Pada beberapa kasus, dokter menyarankan eksisi luas, yaotu memotong tambahan kulit normal di s ekitar tur. Untuk minimalisasi scar, terutama di wajah, konsultasi ke dokter yang memiliki keahlian dalam rekonstruksikulit.Laser therapy. Biasanya menyebabkan sedikit kerusakan pada jaringan sekitar dan mereduksi risiko perdarahan, bengkak, dan pembantukan scar. Biasanya digunakan untuk karsinoma superficial di bibirBedah Mohs. Bedah mohs merupakan cara pengobatan karsinoma sel skuamosa yang paling efektif, terutama untuk karsinoma yang lebih besar dari 3 cm, kambuh, atau berlokaso di wajah, membran mukosa dan area genital. Dokter membuang tumor lapis per lapis, memeriksa setiap lapisam di bawah mikroskop hingga tidak adaa sel abnormal yang tertinggal. Hal ini memungkinkan pembuangan tumor tapa mengambil jaringan kulit sehat di sekitarnya secara berlebihan. Karena hal ini membutuhkan seorang ahli, bedah Mohs hanya boleh dilakukan dokter yang telah terlatih dengan prosedur iniTerapi rasiasi, Ini dapat menjadi pilihan untuk merawat kanker yang besarm seperti di kelopak mata, bibir, dan telinga yang merupakan area yang sulit untuk diterapi secara bedah atau untuk tumor yang terlalu dalam untuk dipotongKemoterapi. Untuk kanker yang sangat superficiall, krim, atau lotin yang mengandung agen antikanker dapat diaplikasikan secara langsung ke kulit. Beberapa obat ini dapat menyebabkan inflamasi dan pembentukan parut yang parah.6

Diagnosis DiniKecurigaan akan keganasan hendaknya sudah timbul bila:1.Secara anamnesis terdapat:Rasa gatal/nyeriPerubahan warna (gelap, pucat dan terang)Ukurannya membesarPelebarannya tak merata ke samping permukaan tak rataTraumaPendarahan (walaupun karena trauma ringan)Ulserasi.infeksi yang sukar sembuh2.Secara obyektif ditemukanTidak berambutWarna: suram (waxy, seperti mutiara, translusen)atau sama dengan kulit normalPermukaan: tak rata, cekug di tengah dengan pinggir agak menonjol (linear atau papular)Penyebaran warna tidak homogen skuaasi halus atau krusta yang melekat bila diangkat timbul perdarahanSering timbul tunas yang bersifat seperti tumor induknyaPerabaa berbeda-beda sesuai dengan keadaanl; dapat keras, kenyal, terasa nyeri; dalam taraf permulaan, dasar mudah digerakkanDiameter terpanjang membentuk sudut dengan garis R.S.T.L (Rest Skin Tension Line)Telangiektasia kadang-kadang sitemukan mulai dari pinggir ke arah sentralSangat sukit membedakan bentuk dini karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamoda maupun melanoma malihna. Diagnosis pasti keganasan ditemukan dengan pemeriksaan patologi-anatomik.