tugas dr arsanto.docx

Upload: debbie-takaliuang

Post on 10-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDARumah Sakit Umum Daerah KojaPeriode 17 Agustus 2015 24 Oktober 2015Stephanie Yohanna Tania11.2013.315

1. Kebutuhan cairan pada anak & dewasa berdasarkan rumus Holliday Segar : - 10kg pertama : 100cc/kgBB/hr- 10kg kedua: 50 cc/kgBB/hr- 10kg ketiga: 20cc/kgBB/hr

2. Perdarahan adalah kehilangan volume darah sirkulasi secara akut. Klasifikasi perdarahan (kehilangan darah) menjadi empat kelas berdasarkan tanda-tanda klini, merupakan peranan penting untuk memperkirakan presentase hilangnya darah secara akut. Beberapa fakor dapat mempengaruhi respon hemodinamik klasik terhadap kehilangan volume darah sirkulasi akut yakni umur pasien, parahnya cidera (difokuskan pada tipe & lokasi anatomi cedera), rentang waktu antara cidera dan penanganannya, pemberian cairan pra-rumah sakit & pemakaian PSAG, pemakaian obat-obat sebelumnya untuk kondisi kronis.KeteranganKelas IKelas IIkelas IIIKelas IV

Blood loss (ml)Up to 750750-15001500-2000>2000

Blood loss (%blod volume)Up to 15%15%-30%30%-40%>40%

Pulse rate140

Pulse pressure (mmHg)NormalNormalDecreased>35

Respiratory rateU-2020-3030-40>35

Urine output (mL/hr)>3020-305 -- 15Negligble

CNS / mental statusSlightly anxiousMildly anxiousAnxious, confusedConfused, lethargic

Fluid replacementCrystalloidCrystalloidCrystalloid & bloodCrystalloid & blood

TatalaksanaTerapi cairan awalLarutan elektrolit isotonik hangat seperti Ringer Laktat atau normal saline dapat digunakan sebagai resusitasi awal. Cairan ini dapat mengisi volume intravaskuler dalam waktu singkat dan menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan penyerta yang hilang dalam ruang interstitial dan intraseluler. Pada tahap awal, bolus cairan hangat diberikan secepatnya dengan dosis umum 1-2 liter untuk dewasa dan 20ml/kg untuk anak. Respon pasien diobservasi selama pemberian cairan awal untuk menentukan diagnosa selanjutnya dari respon tersebut.

Perhitungan kasar menentukan jumlah cairan kristaloid yang dibutuhkan secara cepat yakni dengan mengganti 1ml darah yang hilang dengan 3 ml kristaloid sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang dalam ruang interstitial dan intraseluler. Hal tersebut dikenal dengan hukum 3 untuk 1 (3 for 1 rule).

3. SyokDefinisi : Sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yanga dekuat organ-organ vital tubuh.

Macam-macam syok Syok HipovolemikDEFINISISyok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan (aorta pecah, perdarahan gastrointestinal, hematoma), kehilangan plasma (luka bakar), dan kehilangan cairan dan elektrolit (muntah, diare, keringat yang berlebih, asites, obstruksi usus). Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir diastol yang menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac output).

PATOFISIOLOGIBerdasarkan patofisiologi, tahapan syok melalui tiga tahapan :1. Tahap kompensasi Tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktorhumoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) melambat > 2 detik. 2. Fase ProgresifTerjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadibendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan menyebabkan perubahan metabolisme aerobik menjadi metabolisme anaerobik. Akibat perubahan metabolisme tersebut, timbul asidosis metabolik, asam laktat ekstraseluler meningkat dan penumpukan asam karbonat di jaringan. Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).

3. TahapIrrevesibel atau refrakter Ditandai dengan kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Pada tahap ini ditandai dengan kegagalan sistem kardiorespirasi yakni jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.

TatalaksanaPenatalaksanaan syok hipovolemik terdiri dari penanganan primer, sekunder dan tersier. Pada penanganan primer terdiri dari airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Pada penangnaan sekunder meliputi pengkajian fisik dan penangan tersier terdiri dari pemberian resusitasi cairan.A. Penanganan primerPada penanganan primer memeriksa dan melakukan pencatatan tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran untuk memantau respon penderita terhadap terapi.

Airway (Jalan Nafas) :Tiga hal utama dalam tahapan airway adalah :1. Look Melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas seperti agitasi (hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. 2. Listen Mendenngarkan ada atau tidaknya suara napas tambahan obstuksi parsial dan obstruksi total serta henti nafas. Contoh suara nafas tambahan obstruksi parsial adalah snoring, gurgling, crowing/stridor, dan suara parau (laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. 3. FeelMerasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.

Breathing (pernafasan)Tiga hal utama dalam tahapan breathing :1. Look (Melihat)Melihat apakah pasien bernapas atau tidak, pengembangan dada saat bernafas kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya.2. Listen (Mendengar)Mendengarkan ada atau tidaknya suara vesikuler, suara nafas tambahan (rhonki / wheezing)

3.FeelMerasakan pengembangan dada saat bernapas, perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.Pemeriksaan airway dan breathing bertujuan agar pertukaran ventilasi dan oksigenasi tidak terganggu dengan cara pemberian oksigen tambahan untuk mempertahankan saturasi >95%.

Circulation Tiga hal utama dalam tahapan circulation :1. Look Mengamati ada tidaknya sianosis pada ekstremitas, keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung capillary refill time, timbul akral dingin atau tidak.2. FeelMerasakan adanya kekuatan nadi (nadi radialis, brakhialis, dan carotis)3. ListenMelalukan pemeriksaan tekanan darah

Disability (pemeriksaan neurologi)Pada pemeriksaan neurologi berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale). Pemeriksaan mengamati kedaan pupil dengan menggunakan penlight (isokor atau tidak), tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.

Exposure (pemeriksaan lengkap)Pemeriksaan dilakukan dengan cara membuka seluruh pakaian pasien dan melakukan pemeriksaan dari ubun-ubun sampai jari kaki untuk mencari ada atau tidak anggota tubuh yang cedera.

Dilatasi lambung (dekompresi)Dekompresi sering terjadi pada penderita trauma, terutama anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung berupa bradikardi dari stimulasi nervus vagus yang berlebihan. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selang atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

Pemasangan kateter urinBertujuan untuk memudahkan penilaian urin akan ada atau tidak hematuria dan mengevaluasi perfusi ginjal dengan pemantauan urin yang keluar.

B. Penanganan sekunderPenanganan sekunder dengan cara memasang satu atau lebih jalur infus intravena nomor 18/16 kemudain memberikan cairan Infus dengan tetesan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (vena jugularis) yang kolaps terisi. Bila telah terlihat adanya peningkatan nadi dan tekanan darah, tetesan infus diperlambat. Bahaya tetsan infus cepat adalah edema paru, terutama pada pasien lansia. Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus yakni frekuensi nadi, tekanan darah, dan produksi urin. Pada frekeunsi nadi perhatikan frekuensi nadi cepat atau tidak. Frekuensi nadi cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Pada tekanan darah, jika tekanan darah kurang dari 90 mmHg (pasien normotensi) atau tekanan darah menurun lebih dari 40 mmHg (pasien hipertensi), menunjukkan perlunya terapi cairan. Pada produksi urin, dipertahankan minimal satu atau dua mililiter per kilogram per jam. Jika produksi urin kurang dari satu atau dua mililiter per kilogram per jam, menunjukkan adanya hipovolemia dan diberikan obat diuretik (Furosemide) dengan dosis 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urin. Jika pasien masih tampak gelisah,merasa haus terus, sesak, pucat, atau ekstremitas dingin, terapi cairan harus diteruskan.

C. Penanganan tersierPemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid yakni mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi. Cairan kristaloid terdiri dari ringer laktat, ringer asetat, Glukosa 5%, 10% dan 20%, NaCl 0,9%Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengaan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan ringer laktat adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. Larutan ringer laktat dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik atau sindroma syok.

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat di metabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian.

Syok KardiogenikSyok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri yang cukup baik.Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah 90 mmHg dalam 1 jam setelah pemberian obat inotropik, danPasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria lain syok kardiogenik.

PatofisiologiParadigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas miokard yan mengakibatkan lingkaran penurunan jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selannjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik berkompensasi dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai respons dari penurunan curah jantung.Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian kadar iNOS, NO, dan peroksinitrit, di mana semuanya mempunyai efek buruk multipel antara lain inhibisi langsung kontraktilitas miokard, supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik, efek terhadap metabolisme glukosa, efek proinflamasi, penurunan responsivitas katekolamin,merangsang vasodilatasi sistemik.Sindrom respon inflamasi ditemukan pada sejumlah keadaan non infeksi, antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis dan luka bakar. Pasien dengan IM luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah putih, komplemen, intraleukin, C-reactive protein dan petanda inflamasi lain. NO yang disintesis dalam kadar rendah oleh endotheliai nitri oxide (eNOS) sel endotel dan miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif. Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalanventrikel kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengangagal jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunankontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dantekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema paru.

TatalaksanaLangkah penatalaksanaan syok kardiogenik1. Tindakan resusitasi segeraTujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin (norepinefrin), tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata.Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum transportasi jika fasilitas tersedia. Analisis gas darah dan saturasi oksigen harus dimonitor dengan memberikan continuous positive airway pressure atau ventilasi mekanis jika ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terus menerus, dan peralatan defibrilator, obat antiaritmia aiodaron dan lidokain harus tersedia. Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg yang mendapatkan trombolitik pada meta analisis FTT adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan plasebo. Meningkatkan trombolisis dengan meningkatkan tekanan perfusi koroner. 2. Menentukan secara dini anatomi koronerHal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari kegagalan pompa (pump failure) iskemik yang predominan. Hipotensi diatasi segera dengan IABP. 3. Melakukan revaskularisasi dini Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI dengan CABG emergensi pada left main atau penyakit tiga pembuluh darah besar.

Syok anafilaktik Definisi : Keadaan alergi yang mengancam jiwa ditandai dengan penurunan tekanan darah mendadak disertai penyempitan saluran pernafasan dan penurunan kesadaran. Hal tersebut dipicu rekasi alergi yang disebabkan oleh respon sistem kekebalan tubuh terhadap benda asing.

PatofisiologiMekanisme syok anafilaktik melalui beberapa fase yakni :Fase SensitisasiWaktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

Fase AktivasiWaktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.

Fase Efektor Waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating Factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan leukotrien.

Tatalaksana1. Segera berikan adrenalin 0,30,5 mg larutan 1:1000 untuk penderita dewasa atau 0,01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang setiap lima belas menit sampai keadaan membaik. 2. Jika terjadi bronkospasme, berikan aminofilin dengan dosis 5-6 mg/KgBB intravena yang diteruskan dengan dosis 0,40,9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison seratus miligram atau deksametason lima hingga sepuluh miligram intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.4. Untuk mencegah relaps (reaksi fase lambat), berikan hidrokortison 7 10 mg/kgBB intravena lalu lanjutkan hdrokortison suntikan 5 mg/kg BB iv setiap enam jam sampai 48-72 jam. 5. Bila kondisi pasien stabil, berikan terapi suportif dengan cairan selama beberapa hari, pasien harus diawasi karena kemungkinan gejala berulang minimal selama 12-24 jam. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam pertama.

Syok Septik Syok septik atau sepsis adalah suatu sindrom respon inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang terkait dengan adanya inflamasi sistemik akibat adanya infeksi dengan gambaran klinis minimal dua dari semua kondisi yakni suhu tubuh >380C atau < 360C, frekuensi nadi > 90x/menit, frekuensi pernafasan >20x /menit ,atau PaCO2 < 32 torr dan atau leukosit >12000 cells/mm3 atau 10%.

PatofisiologiEndotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ. Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung. Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.

Tatalaksana OksigenasiPada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan. Terapi cairanHipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. Pada keadaan albumin rendah (8g/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5g/kg.menit, phenylepherine 0.5-8g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone). BikarbonatSecara empirik bikarbonat diberikan bila pH 20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.2. Hemoglobin