tugas dr anita

45
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu masalah penting yang dihadapi negara- negara berkembang saat ini adalah pertumbuhan dan konsentrasi penduduk di kota-kota besar yang pesat. Saat ini hampir seluruh penduduk dunia tinggal di perkotaan. Berdasarkan laporan Divisi Kependudukan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (2006) penduduk perkotaan rata-rata meningkat setiap tahunya sebesar 3,54%. Pada tahun 1950, penduduk dunia yang tinggal di perkotaan hanya 29%, tahun 1970 sebesar 35,9%, 1990 sebesar 43% dan pada tahun 2000 sekitar 46,7% hingga tahun 2005 sekitar 49% atau 3,2 miliar penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Dengan asumsi rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, pada tahun 2030 jumlah penduduk perkotaan di dunia diperkirakan akan mencapai 4,9 miliar atau sekitar 60% dari jumlah penduduk dunia. Hal ini disebabkan olehpertumbuhan penduduk alami (natural growth) yang pesat dan juga karena urbanisasi (migration growth). Pada saat yang sama keadaan ini tidak diikuti dengan kecepatan pertumbunhan industrialisasi yang sebanding. Keadaan Indonesia tidak jauh berbeda. Pada tahun 2005, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah 1

Upload: zelfi-primasari

Post on 12-Aug-2015

24 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Dr Anita

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu masalah penting yang dihadapi negara-negara berkembang saat

ini adalah pertumbuhan dan konsentrasi penduduk di kota-kota besar yang pesat.

Saat ini hampir seluruh penduduk dunia tinggal di perkotaan. Berdasarkan laporan

Divisi Kependudukan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (2006) penduduk

perkotaan rata-rata meningkat setiap tahunya sebesar 3,54%. Pada tahun 1950,

penduduk dunia yang tinggal di perkotaan hanya 29%, tahun 1970 sebesar 35,9%,

1990 sebesar 43% dan pada tahun 2000 sekitar 46,7% hingga tahun 2005 sekitar

49% atau 3,2 miliar penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Dengan asumsi

rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, pada tahun 2030 jumlah

penduduk perkotaan di dunia diperkirakan akan mencapai 4,9 miliar atau sekitar

60% dari jumlah penduduk dunia. Hal ini disebabkan olehpertumbuhan penduduk

alami (natural growth) yang pesat dan juga karena urbanisasi (migration growth).

Pada saat yang sama keadaan ini tidak diikuti dengan kecepatan pertumbunhan

industrialisasi yang sebanding.

Keadaan Indonesia tidak jauh berbeda. Pada tahun 2005, penduduk

Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan telah mencapai 107 juta atau sebesar

48,1% dari seluruh penduduk Indonesia. Angka tersebut cukup fantastis,

mengingat dalam waktu 55 tahun hampir separuh penduduk Indonesia menempati

wilayah perkotaan. Padahal pada tahun 1950 hanya seperdelapan atau sekitar 12,4

% penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan.

Pertumbuhan penduduk perkotaan biasanya akan diikuti pertumbuhan

daerah padat kumuh. Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 1, permukiman kumuh adalah

permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat

kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan

prasarana yang tidak memenuhi syarat dan perumahan kumuh adalah perumahan

yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Pemukiman

1

Page 2: Tugas Dr Anita

padat dan kumuh juga ditemui di kota-kota di Indonesia. Pada tahun 2001, UN-

Habitat memperkirakan proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di daerah padat

kumuh sebesar 23%, yaitu sekitar 21 jiwa dari keseluruhan penduduk yang tinggal

di wilayah perkotaan. Pada tahun 2005, sekitar 21,25 juta penduduk atau 18% dari

120 juta jiwa di wilayah perkotaan, tinggal di kawasan padat kumuh.

Kecenderungan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan, perlu

mendapatkan perhatian dari semua pihak. Ada hal-hal penting yang harus

diperhatikan; Pertama, kecenderungan pertumbuhan penduduk di perkotaan

dikhawatirkan menimbulkan the big bang of urban poverty, yaitu ledakan

kemiskinan di wilayah perkotaan. Kedua, kawasan kumuh-padat dan kemiskinan

di perkotaan dikhawatirkan dapat menyuburkan kriminalitas.

Dalam UU No 1 Tahun 2011 Pasal 96 disebutkan bahwa dalam upaya

peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh,

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta

pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis.

Sehingga menjamurnya kawasan padat kumuh di wilayah perkotaan dapat

dikatakan sebagai dampak ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola

pemerintahanya. Karena pertumbuhan daerah kumuh di perkotaan dipicu oleh

kebijakan yang salah, banyak korupsi, buruknya pemerintahan, tidak tepatnya

regulasi, dan tidak adanya keinginan politik dari pemerintah.

Kota Palembang sebagai kota metropolitan di Indonesia mempunyai jumlah

penduduk sebanyak 1.452.840 jiwa pada tahun 2010. Dengan luas wilayah 358,57

kilo meter persegi, rata-rata tingkat kepadatan penduduk kota Palembang adalah

sebanyak 4.052 jiwa per kilo meter persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat

kepadatanya adalah kecamatan Bukit Kecil (18.223 jiwa per kilo meter persegi)

sedangkan yang paling rendah adalah kecamatan Gandus (1.132 jiwa per kilo

meter). Laju pertumbuhan penduduk kota Palembang per tahun dari tahun 2000-

2010 sebesar 1,76%. Bertambahnya jumlah penduduk per tahunnya dapat

dipastikan akan bertambah pula jumlah daerah kumuh di Palembang, sempitnya

lapangan pekerjaan juga membuan masyarakat daerah kumuh dilanda kemiskinan.

2

Page 3: Tugas Dr Anita

I.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui keadaan lingkungan dari kawasan dan permukiman

kumuh.

2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kawasan dan permukiman kumuh.

3. Untuk mengetahui dampak dari kawasan dan permukiman kumuh.

4. Untuk mengetahui cara dan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi

dampak dari kawasan dan permukiman kumuh.

5. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam menentukan strategi, kebijakan

yang akan diambil dalam penanggulangan permukiman kumuh.

I.3 Rumusan Masalah

1. Apa itu kawasan dan permukiman kumuh dan bagaimana keadaan

lingkungannya?

2. Apa penyebab terjadinya kawasan dan permukiman kumuh?

3. Bagaimana dampak yang terjadi akibat kawasan dan permukiman kumuh?

4. Bagaimana cara dan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak

dari kawasan dan permukiman kumuh?

5. Apa peran pemerintah dalam menentukan strategi, kebijakan yang akan

diambil dalam penanggulangan permukiman kumuh?

3

Page 4: Tugas Dr Anita

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Perumahan

Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat

manusia serta mutu kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat yang adil dan

makmur. Perumahan dan permukiman juga merupakan bagian dari pembangunan

nasional yang perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah,

terencana, dan berkesinambungan.

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal / lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan, dimaksudkan agar lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang

sehat, aman, serasi, dan teratur dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan

lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi

sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan

yang mendukung prikehidupan dan penghidupan (UU No 4/1992). Permukiman

dapat pula didefinisikan sebagai kawasan yang didominasi oleh lingkungan

hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan

prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan

dan kesempatan kerja untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga

fungsi-fungsi perumahan tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Masalah perumahan dan permukiman merupakan masalah tanpa akhir (the

endless problems). Betapa tidak, masalah papan bagi manusia senantiasa menjadi

pembicaraan yang seolah tanpa akhir. Bukan hanya di kota-kota besar saja

masalah ini mengemuka, tetapi di kota kecil pun masalah perumahan dan

permukiman tersebut menjadi bahan pembicaraan. Masalah perumahan dan

permukiman berkaitan dengan proses pembangunan, serta kerap merupakan

4

Page 5: Tugas Dr Anita

cerminan dari dampak keterbelakangan pembangunan umumnya. Munculnya

masalah perumahan dan permukiman ini disebabkan, karena :

1. Kurang terkendalinya pembangunan perumahan dan permukiman sehingga

menyebabkan munculnya kawasan kumuh pada beberapa bagian kota yang

berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan.

2. Keterbatasan kemampuan dan kapasitas dalam penyediaan perumahan dan

permukiman yang layak huni baik oleh pemerintah, swasta maupun

masyarakat.

3. Pembangunan sumberdaya manusia dan kelembagaan masyarakat yang masih

belum optimal khususnya menyangkut kesadaran akan pentingnya hidup sehat.

4. Kurang dipahaminya kriteria teknis pemanfaatan lahan permukiman dan

perumahan khususnya yang berbasis pada ambang batas daya dukung

lingkungan dan daya tampung ruang.

Pembangunan perumahan dan permukiman yang kurang terpadu, terarah,

terencana, dan kurang memperhatikan kelengkapan prasarana dan sarana dasar

seperti air bersih, sanitasi (jamban), sistem pengelolaan sampah, dan saluran

pembuangan air hujan, akan cenderung mengalami degradasi kualitas lingkungan

atau yang kemudian diterminologikan sebagai “Kawasan Kumuh”.

Kawasan kumuh meskipun tidak dikendaki namun harus diakui bahwa

keberadaannya dalam perkembangan wilayah dan kota tidak dapat dihindari. Oleh

karena itu, dalam rangka meminimalisir munculnya kawasan kumuh, maka perlu

dilakukan upaya-upaya secara komprehensif yang menyangkut berbagai aspek

yang mampu menghambat timbulnya kawasan kumuh tersebut.

II. 2 Pengertian Kawasan Kumuh

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang cukup pesat mempunyai

dampak terhadap berbagai bidang antara lain di bidang fisik lingkungan, sosial,

maupun ekonomi yang memerlukan ketersediaan prasarana dan sarana dasar yang

secara umum akan bersifat susul menyusul dengan laju pertumbuhan penduduk.

Kurang tersedianya sarana dasar ini akan mengakibatkan tumbuhnya beberapa

5

Page 6: Tugas Dr Anita

bagian wilayah perkotaan menjadi kawasan kumuh. Kawasan yang kumuh sering

diidentikkan dengan kawasan yang jorok dengan masalah atau kemiskinan kota.

Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi

tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan

kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di Indonesia. Kawasan kumuh

umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran

tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti

kejahatan, obat-obat terlarang dan minuman keras. Di berbagai wilayah, kawasan

kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak

higienis.

Menurut CSU’s Urban Studies Department, kawasan kumuh merupakan

suatu wilayah yang memiliki kondisi lingkungan yang buruk, kotor, penduduk

yang padat serta keterbatasan ruang (untuk ventilasi cahaya, udara, sinitasi, dan

lapangan terbuka). Kondisi yang ada seringkali menimbulkan dampak yang

membahayakan kehidupan manusia (misalnya kebakaran dan kriminalitas)

sebagai akibat kombinasi berbagai faktor.

Beberapa karakteristik kawasan kumuh di Indonesia menggambarkan suatu

kawasan permukiman yang secara fisik memiliki kondisi lingkungan yang tidak

sehat, seperti kotor, tercemar, lembab, dan lain-lain. Kondisi tersebut secara

ekologis timbul sebagai akibat dari ketiakmampuan daya dukung lingkungan

mengatasi beban aktivitas yang berlangsung di kawasan tersebut. Di wilayah

perkotaan kondisi tersebut timbul sebagai akibat tingkat kepadatan penduduk

yang tinggi. Di wilayah pedesaan dengan kepadatan penduduk yang rendah,

kekumuhan wilayah ditimbulkan oleh kondisi sanitasi lingkungan yang buruk,

sebagai akibat keterbatasan sarana maupun kebiasaan masyarakat yang kurang

memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan.

Di berbagai kawasan kumuh, penduduk tinggal di kawasan yang sangat

berdekatan sehingga sangat sulit untuk dilewati kendaraan seperti ambulans dan

pemadam kebakaran. Kurangnya pelayanan pembuangan sampah juga

mengakibatkan sampah yang bertumpuk-tumpuk. Dalam beberapa tahun terakhir

ini perkembangan kawasan kumuh terus meningkat, hal ini sejalan dengan

6

Page 7: Tugas Dr Anita

meningkatnya populasi penduduk. Pemerintah telah mencoba menangani masalah

kawasan kumuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggantikan

kawasan kumuh tersebut dengan perumahan modern yang memiliki sanitasi yang

baik (umumnya berupa rumah bertingkat / rumah susun).

Selain kawasan kumuh yang menepati lahan-lahan yang legal, yang disebut

“Slum Area”, kawasan kumuh seringkali juga muncul pada lahan-lahan tanpa hak

yang jelas, baik secara status kepemilikan maupun secara fungsi ruang kota yang

umumnya merupakan lahan bukan untuk tempat hunian. tanpa seijin pemiliknya,

yang karenanya, pada umumnya membawa konsekuensi terhadap tidak layaknya

kondisi hunian masyarakat tersebut, karena tidak tersedia fasilitas sarana dan

prasarana dasar bagi lingkungan huniannya.

Kawasan semacam ini menurut berbagai literatur termasuk ke dalam kriteria

kawasan squatter. Squatter adalah suatu area hunian yang dibangun di atas lahan

tanpa dilindungi hak kepemilikan atas tanahnya, dan masyarakat squatter adalah

suatu masyarakat yang mendiami (bertempat tinggal) di atas lahan yang bukan

haknya atau bukan diperuntukkan bagi permukiman; seringkali tumbuh

terkonsentrasi pada lokasi terlarang untuk dihuni (bantaran sungai, pinggir pantai,

dibawah jembatan, dll.) dan berkembang cepat sebagai hunian karena terlambat

diantisipasi; dan menempati lahan tanpa hak yang sah (tanah negara, tempat

pembuangan sampah, atau bahkan tanah milik orang/lembaga lain yang belum

ataupun tidak dimanfaatkan).

Kelompok squatter umumnya merupakan pendatang dari wilayah perdesaan

atau pinggiran kota yang bermigrasi ke perkotaan untuk mengadu nasib (mencari

nafkah) di perkotaan. Selain secara ekonomi umumnya mereka merupakan

komunitas yang berpenghasilan rendah, bekerja di sektor informal, dengan

penghasilan yang tidak tetap, juga secara sosial mereka berpendidikan rendah,

berketrampilan terbatas dengan tatanan sosial kemasyarakatan yang longgar,

menghadapi eksklusifisme dari masyarakat di sekitarnya, dan akses yang terbatas

terhadap pelayanan sosial dan administrasi publik.

Kemudian secara hukum mereka tidak memiliki kekuatan dan kepastian

terutama menyangkut lahan yang mereka tempati serta status administrasi, serta

7

Page 8: Tugas Dr Anita

secara fisik mereka tinggal dalam kondisi lingkungan yang sangat buruk, tidak

tersedia fasilitas sarana dan prasarana dasar lingkungan hunian, sering terkena

banjir dan polusi lingkungan lainnya.

Pertumbuhan permukiman kumuh (slum dan squatter) ini terasa makin

pesat, terutama sejak terjadinya krisis yang “menasional”, mulai dari krisis

moneter, disusul krisis ekonomi sampai dengan krisis multidimensi yang

mengakibatkan bertambah besarnya jumlah penduduk miskin baik di perdesaan

maupun di perkotaan. Kondisi ini telah menyebabkan semakin merebaklah

kawasan-kawasan slum dan squatter di wilayah perkotaan.

Hal itu terjadi karena banyak penduduk kota yang menurun tingkat

kesejahtera-annya, sementara pendatang dari perdesaan yang membawa banyak

penduduk miskin juga meningkat. Dari kondisi tersebut di atas jelas terlihat

bahwa permukiman kumuh (slum dan squatter) merupakan ”buah” dari berbagai

situasi rumit dari ketimpangan pembangunan yang perlu digali akar persoalannya

dan dicari kemungkinan pemecahannya yang realistik yang dapat disepakati oleh

berbagai pihak serta berdampak positif bagi peningkatan kualitas lingkungan

penduduk dan perkembangan ruang kota. Fenomena keberadaan masyarakat slum

dan squatter di perkotaan ini selain telah menjadi salah satu penyebab timbulnya

ketidakjelasan fungsi elemen-elemen lahan perkotaan, juga telah menimbulkan

penurunan kualitas lingkungan perkotaan, sehingga wajah kota menjadi tidak jelas

dan semerawut. Keberadaan kawasan-kawasan kumuh akan memberikan dampak

negatif, baik ditinjau dari sisi tingkat kalayakan kawasan maupun keterjaminan

kualitas hidup dan keberlanjutan fungsi lingkungan.

II. 3 Faktor Penyebab Munculnya Kawasan Kumuh

Sejalan dengan perkembangaan kota baik secara fisik, ekonomi, dan sosial

budaya, kota telah mengalami pergeseran peran, mulai dari paradigma bahwa kota

telah berkembang dengan berbagai konflik kepentingan, kemudian muncul

paradigma bahwa kota berkembang sebagai proses ekologi budaya, sampai

dengan munculnya pandangan bahwa kota merupakan tempat berkumpulnya

berbagai komunitas dan budaya dengan istilah “social world”, sebagaimana

8

Page 9: Tugas Dr Anita

diungkapkan oleh Howard Becker (1970an, dari Herbert Gans, 1962; Ernest

Burgess 1925, the Chicago School): yang memandang bahwa semua kehidupan di

kota merupakan produk dari kebudayaan-kebudayaan yang tercipta oleh “dunia

sosial” yang hidup di kota tersebut.

Semakin kuatnya daya tarik kota ditambah dengan adanya berbagai

keterbatasan secara ekonomi di perdesaan, telah mendorong sebagian besar warga

perdesaan untuk mengadu nasib di perkotaan. Perkembangan kota yang pesat

tersebut yang berfungsi sebagai pusat kegiatan serta menyediakan layanan primer

dan sekunder, telah mengundang penduduk dari daerah pedesaan untuk datang ke

perkotaan dengan harapan bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik serta

berbagai kemudahan lain termasuk lapangan kerja, sehingga mengakibatkan

kurang perhatiannya terhadap pertumbuhan kawasan perumahan dan permukiman

penduduk maupun kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut pada kenyataannya

mengakibatkan :

1. Terjadinya pertambahan penduduk yang lebih pesat dari pada kemampuan

pemerintah dalam menyediakan hunian serta layanan primer lainnya secara

layak/memadai;

2. Tumbuhnya kawasan perumahan dan permukiman yang kurang layak huni,

yang pada berbagai daerah cenderung berkembang menjadi kumuh, dan tidak

sesuai lagi dengan standar lingkungan permukiman yang sehat;

3. Kurangnya perhatian / partisipasi masyarakat akan pendayagunaan prasarana

dan sarana lingkungan permukiman guna kenyamanan dan kemudahan

dukungan kegiatan usaha ekonomi.

Dari penjelasan diatas maka dapat ditegaskan bahwa permasalahan perumahan

dan permukiman diperkotaan merupakan permasalahan yang komplek dan perlu

mendapatkan perhatian, hal ini disebabkan karena rumah merupakan kebutuhan

dasar manusia selain pangan dan sandang yang masih belum dapat dipenuhi oleh

seluruh masyarakat. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rumah merupakan

aset dalam rangka pengembangan kehidupan sosial dan ekonomi bagi pemiliknya.

Sedangkan pengadaan perumahan yang dilakukan oleh semua pelaku

9

Page 10: Tugas Dr Anita

pembangunan pada hakekatnya dapat mendorong berkembangnya kegiatan

ekonomi nasional. Oleh karena itu bidang perumahan dan permukiman

merupakan program yang penting dan strategis dalam rangka pembangunan

nasional.

Pengadaan perumahan yang diselenggarakan secara formal oleh pemerintah

dan pengembang swasta ternyata setiap tahun hanya mampu memenuhi 15 % dari

kebutuhan perumahan nasional. Kekurangan sebesar 85 % dari kebutuhan

nasional dipenuhi oleh masyarakat secara swadaya tanpa menggunakan fasilitas

pendanaan formal. Pembangunan perumahan yang tidak terfasilitasi ini

berlangsung terus sesuai dengan kebutuhan sosial dan kemampuan ekonomi yang

dimiliki masing-masing individu yang mendorong masyarakat untuk

menyelenggarakan pengadaan perumahan dan permukimannya secara swadaya.

Dampak yang ditimbulkan dari kondisi yang demikian ini terutama

pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh masyarakat berpenghasilan

rendah adalah tumbuh dan berkembangnya permukiman-permukiman yang tidak

terkendali dan terintegrasi dalam suatu perencanaan permukiman yang sesuai

dengan arah pengembangan ruang kota. Pada akhirnya hal tersebut akan

mengakibatkan permasalahan fisik lingkungan serta kerawanan sosial.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan faktor penyebab munculnya

kawasan kumuh (slum dan squatter) dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu faktor

yang bersifat langsung dan faktor yang bersifat tidak langsung.

1. Faktor yang Bersifat Langsung

Faktor-faktor yang bersifat langsung yang menyebabkan munculnya kawasan

kumuh adalah faktor fisik (kondisi perumahan dan sanitasi lingkungan). Faktor

lingkungan perumahan yang menimbulkan kekumuhan meliputi kondisi rumah,

status kepemilikan lahan, kepadatan bangunan, koefisien Dasar Bangunan (KDB),

dll, sedangkan faktor sanitasi lingkungan yang menimbulkan permasalahan

meliputi kondisi air bersih, MCK, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah

rumah tangga, drainase, dan jalan.

10

Page 11: Tugas Dr Anita

Kondisi lingkungan perumahan yang menyebabkan timbulnya kekumuhan adalah

keadaan rumah yang mencerminkan nilai kesehatan yang rendah, kepadatan

bangunan yang tinggi, koefisien dasar bangunan (KDB) yang tinggi, serta status

lahan yang tidak jelas (keberadaan rumah di daerah marjinal) seperti rumah yang

berada di bantaran sungai, rel KA, dll. Rumah–rumah yang berada di daerah

marjinal berpotensi terkena banjir pada saat musim hujan. Dengan demikian nilai

kekumuhan tertinggi pada saat musim penghujan.

Sedangkan faktor sanitiasi lingkungan yang menyebabkan kekumuhan

seperti kurangnya sarana air bersih yang terlihat dari banyaknya masyarakat yang

memanfaatkan air dari sumber yang tidak bersih sehingga berpotensi

menimbulkan penyakit akibat mengkonsumsi air yang tidak sehat, rendahnya

penggunaan MCK serta banyaknya masyarakat yang membuang hajat secara tidak

sehat, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran organik dan peningkatan

bakteri E. coli, yang akan menimbulkan dampak lanjutan berupa gangguan

kesehatan masyarakat.

Belum adanya pengelolaan sampah yang baik menjadi salah satu unsur

penentu timbulnya kekumuhan. Akibat tidak adanya sistem pengelolaan sampah

dan kurangnya sarana pembuangan sampah mengakibatkan terjadinya

penumpukan sampah di pekarangan. Tidak berfungsinya sistem jaringan drainase

juga merupakan salah satu penyebab munculnya kawasan kumuh. Kondisi ini

menimbulkan tambahan prolematika lingkungan antara lain terjadinya banjir

(genangan) akibat penyumbatan sungai dan saluran air (drainase).

Faktor terakhir yang dinilai memiliki dampak langsung terhadap timbulnya

lingkungan kumuh adalah pembuangan limbah rumah tangga dan kondisi jaringan

jalan. Rendahnya kualitas sistem pembuangan air limbah rumah tangga dan

jaringan jalan juga menyebabkan suatu kawasan menjadi kumuh.

2. Faktor yang Bersifat Tidak Langsung

Faktor-faktor yang bersifat tidak langsung adalah faktor-faktor yang secara

langsung tidak berhubungan dengan kekumuhan tetapi faktor-faktor ini

berdampak terhadap faktor lain yang terbukti menyebabkan kekumuhan. Faktor-

11

Page 12: Tugas Dr Anita

faktor yang dinilai berdampak tidak langsung terhadap kekumuhan adalah faktor

ekonomi masyarakat, sosial dan budaya masyarakat.

Faktor ekonomi yang berkaitan dengan kekumuhan yaitu taraf ekonomi

masyarakat (pendapatan masyarakat), pekerjaan masyarakat. Penghasilan yang

rendah menyebabkan masyarakat tidak memiliki dana untuk membuat kondisi

rumah yang sehat, pengadaan MCK, tempat sampah dan lain-lain yang terkait

dengan sarana lingkungan rumah yang sehat. Pengahasilan yang rendah juga

mengakibatkan sebagian masyarakat membangun rumah tidak permanen di

bantaran sungai, Rel KA, dll. Dengan demikian taraf ekonomi secara tidak

langsung berpengaruh terhadap terjadinya kekumuhan. Demikian juga halnya

dengan pekerjaan masyarakat. Pekerjaan masyarakat yang kurang layak

menyebabkan tingkat pendapatan yang rendah, sehingga kemampuan untuk

membuat rumah yang layak huni dan sehatpun menjadi rendah.

Faktor kedua yang berpengaruh tidak langsung terhadap kekumuhan

adalah kondisi sosial kependudukan yang meliputi jumlah anggota keluarga,

tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan. Jumlah anggota keluarga yang besar

dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah menyebabkan rendahnya

kemampuan dan pengetahuan masyarakat terhadap permasalahan lingkungan yang

akhirnya mendorong kesadaran yang rendah terhadap upaya menciptakan

lingkungan dan kehidupan yang sehat. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap

kesehatan lingkungan menyebabkan masyarakat melakukan aktivitas membuang

hajat dan sampah yang berdampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan dirinya.

Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi munculnya kawasan kumuh yaitu

faktor budaya yang berhubungan dengan masalah kebiasaan dan adat istiadat.

Selain faktor sosial seperti tingkat pendidikan, faktor kebiasaan juga menjadi

pendoroong munculnya kawasan kumuh. Faktor kebiasaan ini juga yang

menyebabkan masyarakat merasa lebih enak membuang hajat di saluran air dan

kebun sekalipun tidak sehat, dibanding membuang hajat di WC umum. Untuk itu

beberapa WC umum yang dibangun oleh pemerintah berada dalam kondisi

terlantar tidak dimanfaatkan oleh masyarakat.

12

Page 13: Tugas Dr Anita

Selain itu faktor adat istiadat seperti ”makan tidak makan yang penting

kumpul” juga merupakan salah satu penyebab munculnya kawasan kumuh,

walaupun bersifat tidak langsung. Namun adat istiadat seperti ini mendorong

orang untuk tetap tinggal dalam suatu lingkungan perumahan walaupun tidak

layak huni yang penting dekat dengan saudara, tanpa mau berusaha mencari

lingkungan hunian yang lebih baik.

II. 4 Parameter Dan Kriteria Penilaian Kawasan Kumuh

II. 4. 1 Parameter Penilaian Kawasan Kumuh

Dalam melakukan penilaian terhadap kawasan kumuh terdapat beberapa

parameter yang dapat digunakan yang didasarkan pada beberapa komponen yaitu

komponen fisik, komponen sanitasi lingkungan; komponen sosial kependudukan;

komponen sosial budaya, dan komponen ekonomi. Lebih jelasnya parameter

tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini :

Komponen Fisik

a. Penggunaan Lahan (Land Use), parameter yang diteliti : tata guna lahan untuk

berbagai peruntukan, mencakup penggunaan untuk fungsi lindung seperti

sempadan pantai, sempadan sungai, dan daerah konservasi; penggunaan untuk

fungsi budidaya seperti permukiman dan aktivitas lainnya.

b. Keadaan Permukiman, parameter yang diteliti : jumlah rumah, jenis rumah,

kondisi rumah, jumlah penghuni, kepadatan bangunan, KDB, dan status

kepemilikan lahan. Contoh : tata bangunan yang sangat tidak teratur, umumnya

bangunan-bangunan yang tidak permanen dan bangunan darurat; tidak adanya

suasana ”privacy (pribadi)” bagi pemilik rumah, karena jumlah ruang di rumah

tinggalnya terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penghuninya.

c. Kondisi Fisik Lingkungan, para meter yang diteliti kualitas udara dan

pencahayaan matahari. Kualitas udara yang tidak baik (kualitas udara

menurun) dan pencahayaan matahari yang kurang yang biasanya disebabkan

karena tidak adanya ruang-ruang terbuka (open space). kondisi seperti ini akan

13

Page 14: Tugas Dr Anita

menyebabkan udara di dalam rumah tak dapat mengalir dengan baik,

akibatnya akan menggangu kesehatan penghuni rumah tersebut;

Komponen Sanitasi Lingkungan

a. Kecukupan sumber air bersih, dasar penentuan nilai adalah persentase jumlah

keluarga yang memanfaatkan sungai sebagai sumber air bersih.

b. Pemanfaatan MCK oleh Warga, dasar penentuan nilainya adalah persentase

penduduk yang telah menanfaatkan jamban sebagai tempat membuang hajat

dalam satuan wilayah tertentu (satuan wilayah desa).

c. Pembuangan air limbah, dasar penentuan nilai dalam kriteria ini adalah

keviasaan penduduk membuang air limbah yang diukur dalam persen

penduduk yang membuang limbah berupa air kotor rumah tangga

kepekarangan rumahnya dalam satuan wilayah tertentu (satuan wilayah desa).

d. Kondisi saluran air, kondisi saluran air (drainase) diukur dalam persentase

saluran drainase dalam kondisi mengalir dalam satu satuan wilayah tertentu.

e. Penumpukan dan Upaya pengelolaan sampah, kondisi persampahan di hitung

dari banyaknya lokasi penumpukkan sampah dalam satu wilayah tertentu.

f. Frekuensi banjir, frekuensi banjir di ukur dari jumlah terjadinya banjir dalam

satu tahun pada satuan wilayah terntentu (satuan wilayah desa).

g. Kondisi jalan lingkungan, kondisi jalan lingkungan diukur dalam persentase

jalan lingkungan yang berada pada kondisi sedang dan buruk dalam satu

satuan wilayah tententu (satuan wilayah desa/kelurahan).

h. Kondisi penerangan dan komunikasi, kondisi penerangan dan komunikasi

diukur dalam persentase KK yang mendapatkan pelayanan penerangan dan

komunikasi.

Komponen Sosial Kependudukan

a. Jumlah penduduk, diukur dari banyaknya jumlah penduduk yang tinggal dalam

satu kawasan atau wilayah.

14

Page 15: Tugas Dr Anita

b. Komposisi penduduk, melihat jumlah penduduk berdasarkan struktur usia

(belum produktif, produktif, dan tidak produktif) dan mata status pekerjaan

(bekerja, setengah pengangguran atau pengangguran)

c. Kepadatan penduduk, melihat kepadatan penduduk yang diukur dari jumlah

penduduk dibagi dengan ketersediaan lahan (daya tampung).

d. Pendidikan penduduk, tujuannya untuk melihat sejauh mana tingkat pendidikan

penduduk dalam kawasan tersebut. Sehingga akan diketahui berapa besar

pengetahuan dan pemahaman penduduk terhadap lingkungan permukiman

yang sehat dan layak huni.

e. Kesehatan penduduk, tujuannya untuk melihat sejauh mana kekuatan yang

dimiliki penduduk dari tingkat kesehatannya yang dapat diukur dari jenis

penyakit yang pernah diderita, jumlah penduduk yang terkena penyakit, dll.

Komponen Sosial Budaya

a. Kebiasaan penduduk, diukur dari banyaknya jumlah penduduk yang melakukan

kebiasaan-kebiasaan yang dapat mendorong munculnya kawasan kumuh

seperti : kebiasaan membuang sampah disembarang tempat, kebiasaan

membuang hajat di sungai, pekarangan atau tempat terbuka lainnya, kebiasaan

penduduk mengkonsumsi air yang tidak bersih dan hieginis, dll

b. Adat istiadat, yaitu kultur budaya masyarakat yang dapat mendorong

terciptanya kawasan kumuh seperti : makan tidak makan yang penting

ngumpul, dll.

Komponen Ekonomi

a. Tingkat Pendapatan, diukur dari besarnya pendapatan yang diterima tiap KK

dalam setiap bulannya.

b. Aktivitas ekonomi atau mata pencaharian penduduk, diukur dari besarnya

jumlah penduduk yang bekerja dalam suatu bidang tertentu (PNS, buruh tani,

industri, dll).

15

Page 16: Tugas Dr Anita

c. Sarana atau fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, bertujuan untuk melihat

berapa besar fasilitas ekonomi yang dapat melayani masyarakat dalam

kawasan tersebut.

II. 4. 2 Kriteria Penilaian Kawasan Kumuh

Dari penjelasan-penjelasan diatas, kemudian dilakukan penentuan status

kawasan kumuh berdasarkan tingkat kekumuhan. Dalam hal ini, status kawasan

kumuh dibagi dalam 5 kelas, yaitu :

Ko = Tidak kumuh

K1 = Kurang kumuh

K2 = Cukup Kumuh

K3 = Kumuh

K4 = Sangat kumuh

Untuk jelasnya mengenai penetapan kriteri kawasan kumuh dapat dilihat pada

Tabel 1.

16

Page 17: Tugas Dr Anita

17

Page 18: Tugas Dr Anita

Gambar 1. Peta Sebaran Rumah Tangga Miskin Kota Palembang Tahun 2008

Penduduk miskin kota Palembang mencapai + 30%, kepadatan penduduk 3.342

jiwa per km2 sehingga memerlukan penanganan multisektorial dan multidimensi.

Tabel 2. Sebaran Rumah Tangga Miskin Kota Palembang Tahun 2006-2007

18

Page 19: Tugas Dr Anita

19

Page 20: Tugas Dr Anita

Gambar 2. Pemukiman Kumuh di Kota Palembang

Identifikasi penduduk pemukiman kumuh Palembang

Kepemilikan rumah 56,88% sewa

Lantai rumah 86,65% tanah/ kayu murahan

Tidak memiliki saluran limbah rumah tangga 86,13%

Dinding bangunan kayu

Tempat buang air besar sederhana di sungai 62,30%

Penerangan sudah dengan listrik 90%

Sumber air minum 76,70% dari sumur tidak terlindungi dan dari sungai

Tidak memakan daging dan telur per minggu 53,14%

Bahan bakar masak 84,29% dari minyak tanah

Tempat berobat ke puskesmas 90%; hanya 67,80% mengaku dapat berobat

gratis

Pekerjaan kepala keluarga buruh/supir angkutan

Pendidikan tertinggi rata-rata SD + 57%

II.5 Masalah-masalah yang Timbul Akibat Permukiman

Kumuh

Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak.

Dari segi pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang

tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan

terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial, dimana

sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan

rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah

dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan

terhadap norma-norma sosial.

Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut

sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial

menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat

merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang,

seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.

20

Page 21: Tugas Dr Anita

Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki

persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-

pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan

adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi

kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata

mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku

penduduk penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara

kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan

melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku

menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan

pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang

terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa

impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak

sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.

Mereka pada umumnya tidak memiliki kemampuan yang

cukup untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan

kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak

menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola

kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan

semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang

tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang

tidak memenuhi syarat kesehatan.

Pemukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan,

seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar

bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini

cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang

sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada

penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah

atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap

21

Page 22: Tugas Dr Anita

bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang

menjadi pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap

disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan,

solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan

kurang diperhatikan.

Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari

golongan-golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan

yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran,

gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya

perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik antar

penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan

sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan

antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi

sumber daya yang tersedia, juga turut membuka celah timbulnya

perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni

pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku

menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat oleh pola

kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau

kelompokya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai moral

dan norma-norma sosial dalam masyarakat.

Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada

permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan

norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku

sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat.

Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa

perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah

dan kotoran di sembarang tempat. Kecuali itu, juga termasuk

perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP dan

menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti

gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya. Bagi kalangan remaja

22

Page 23: Tugas Dr Anita

dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa

mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam,

bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan

berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi,

mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain.

Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah

kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian,

pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan,

pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan

liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.

Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-

masalah baru yang menyangkut:

(a) masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama

masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan

masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah

perkotaan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya

perilaku menyimpang,

(b) masalah adanya kekaburan norma pada masyarakat migran

di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota,

(c) masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya

kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran

di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan

penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah

perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan

pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan

menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.

Masalah yang terjadi akibat adanya permukiman kumuh ini,

khususnya dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan

menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan

23

Page 24: Tugas Dr Anita

sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan kebakaran sering

melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa kehidupan

penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial

kehidupan mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis

kemiskinan (Sri Soewasti Susanto, 1974)

Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah

permukiman kumuh adalah:

1. Ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi

standard untuk bangunan layak huni

2. Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah

permukiman rawan akan bahaya kebakaran

3. Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai

4. Tidak tersedianya jaringan drainase

5. Kurangnya suplai air bersih

6. Jaringan listrik yang semrawut

7. Fasilitas MCK yang tidak memadai

II.6 Upaya Mengatasi Permukiman Kumuh

Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya

pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya

kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan

pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan

pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan

institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan

dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih,

sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan

lingkungan pemukiman pada umumnya.

Cara mengatasi pemukiman kumuh:

24

Page 25: Tugas Dr Anita

1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk

memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana

lingkungan yang ada.

2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang

dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan

perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan

rumah susun yang memenuhi syarat.

Bentuk bentuk peremajaan kota di indonesia:

1. Perbaikan lingkungan permukiman.

Disini kekuatan pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai

faktor tunggal pembangunan kota.

2. Pembangunan rumah susun sebagai pemecahan lingkungan kumuh.

3. Peremajaan yang bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti

munculnya super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak

kritik dalam aspek sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan

dan aktifitas trafik yang sering menciptakan problem diluar super blok).

Faktor tunggalnya adalah pihak swasta besar.

Pemerintah juga telah membentuk suatu institusi yaitu Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tugas Pokok dan

Fungsi Bappenas diuraikan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan

Nomor 5 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara

Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional, tugas pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam

struktur organisasi, proses pelaksanaan perencanaan

pembangunan nasional, serta komposisi sumber daya manusia

dan latar belakang pendidikannya. Dalam melaksanakan

tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf

Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang masing-masing

membidangi bidang-bidang tertentu.

25

Page 26: Tugas Dr Anita

Yang di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro,

pembangunan ekonomi, pembangunan prasarana, pembangunan

sumber daya manusia, pembangunan regional dan sumber daya

alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan

administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam

bidang pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan

pembangunan, pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan

perencanaan pembangunan (pusbindiklatren), program

pembangunan nasional(propenas), badan koordinasi tata ruang

nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan nasional,

hubungan eksternal.

II. 7 Analisis

Warga kumuh kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi

mereka selanjutnya. Seharusnya, pemerintah bisa

mengakomodasi hal ini dengan melakukan relokasi ke kawasan

khusus. Dengan penyediaan lahan khusus tersebut, pemerintah

bisa membangun suatu kawasan tempat tinggal terpadu

berbentuk vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan untuk

disewakan kepada mereka. Namun, pembangunan rusun

tersebut juga harus dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti

sekolah, tempat ibadah, dan pasar yang bisa diakses hanya

dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan kendaraan.

Bangunan harus berbentuk vertikal (rusun) agar tidak

menghabiskan banyak lahan. Sisanya, harus disediakan pula

lahan untuk ruang terbuka hijau, sehingga masyarakat tetap

menikmati lingkungan yang sehat. Dalam hal ini masyarakat

harus turut serta untuk menanam dan memelihara lingkungan

hijau tersebut.

26

Page 27: Tugas Dr Anita

Pemerintah dapat menerapkan program rekayasa sosial, di

mana tidak hanya menyediakan pembangunan secara fisik,

tetapi juga penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,

sehingga mereka dapat belajar survive. Perlu dukungan

penciptaan pekerjaan yang bisa membantu mereka survive,

misalnya dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang

membantu mereka untuk mendapatkan penghasilan, sehingga

mereka memiliki uang untuk kebutuhan hidup.

Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam mengatasi

permukiman kumuh di perkotaan. Karena orang yang tinggal di

kawasan kumuhlah yang tahu benar apa yang menjadi masalah,

termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan, persoalan

mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui

kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara

persis instrumen dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan

dalam mengatasi permukiman kumuh.

Dalam mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada

intervensi dari negara, terutama untuk menilai program yang

disampaikan masyarakat sudah sesuai sasaran atau harus ada

perbaikan. Kerja sama Pemerintah dan Swara (KPS) dalam

membenahi kawasan kumuh, terutama dalam hal penyediaan

infrastruktur pendukung dibutuhkan.

Permukiman kumuh tidak dapat diatasi dengan

pembangunan fisik semata-mata tetapi yang lebih penting

mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di kawasan

kumuh. Jadi masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar

tetap bersih, rapi, tertur dan indah. Sehingga akan tercipta

lingkungan yang nyaman, tertip, dan asri.

27

Page 28: Tugas Dr Anita

BAB III

KESIMPULAN

III. 1 Kesimpulan

Tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan

penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun

karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini

mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan

penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan

permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan

mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk

mempertahankan kehidupan di kota.

28

Page 29: Tugas Dr Anita

Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut

sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial

menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat

merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang,

seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.

Faktor yang menjadi penyebab munculnya kawasan kumuh (slum dan

squatter) dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu faktor yang bersifat langsung dan

faktor yang bersifat tidak langsung. Faktor-faktor yang bersifat langsung adalah

faktor fisik lingkungan perumahan yang menimbulkan kekumuhan meliputi

kondisi rumah, status kepemilikan lahan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar

Bangunan (KDB), dll, sedangkan faktor sanitasi lingkungan yang menimbulkan

permasalahan meliputi kondisi air bersih, MCK, pengelolaan sampah, pembuangan

air limbah rumah tangga, drainase, dan jalan. Faktor-faktor yang bersifat tidak

langsung adalah faktor-faktor yang secara langsung tidak berhubungan dengan

kekumuhan tetapi faktor-faktor ini berdampak terhadap faktor lain yang terbukti

menyebabkan kekumuhan, yaitu faktor ekonomi masyarakat, sosial dan budaya

masyarakat.

Dalam melakukan penilaian terhadap kawasan kumuh terdapat beberapa

parameter yang dapat digunakan yang didasarkan pada beberapa komponen yaitu

komponen fisik, komponen sanitasi lingkungan; komponen sosial kependudukan;

komponen sosial budaya, dan komponen ekonomi, kemudian dilakukan penentuan

status kawasan kumuh berdasarkan tingkat kekumuhan. Dalam hal ini, status

kawasan kumuh dibagi dalam 5 kelas, yaitu : Ko = Tidak kumuh; K1 = Kurang

kumuh; K2 = Cukup Kumuh; K3 = Kumuh; K4 = Sangat kumuh.

Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman

kumuh adalah: ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard

untuk bangunan layak huni, rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat

wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran, sarana jalan yang

sempit dan tidak memadai, tidak tersedianya jaringan drainase,

kurangnya suplai air bersih, jaringan listrik yang semrawut, dan

29

Page 30: Tugas Dr Anita

fasilitas MCK yang tidak memadai. Cara mengatasi permukiman

kumuh:

1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk

memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana

lingkungan yang ada.

2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang

dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan

perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah

susun yang memenuhi syarat.

DAFTAR PUSTAKA

Ami-archuek. 2009. Permukiman Kota. (Online), (http://ami-

archuek06.blogspot.com, Diakses 3 Maret 2013).

30

Page 31: Tugas Dr Anita

Chyntiawati, deby. 2009. Masalah Sosial Permukiman Kumuh. (Online),

(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/pemukiman-kumuh/, Diakses 3

Maret 2013).

Fitrilubis, Nurul. 2009. Pembangunan Dengan Sistem Partisipasi Masyarakat

Sebagai Salah Satu Usaha Untuk Meningkatkan Dan Memperbaiki Kehidupan

Masyarakat Permukiman Kumuh. (Online),

(http://nurulfitrilubis.wordpress.com/2009/04/18/pembangunan-dengan- sistem-

partisipasi-masyarakat-sebagai-salah-satu-usaha-untuk-meningkatkan-dan-

memperbaiki-kehidupan-masyarakat-permukiman- kumuh/ ,

Diakses 3 Maret 2013).

Qurow-yun. 2009. Fenomena Masyarakat Miskin Perkotaan. (Online),

(http://qurow-yun.blogspot.com/2009/05/fenomena-masyarakat-miskin-

perkotaan.html, Diakses 3 Maret 2013).

Rukmana, Deden.2008. Kemiskinan dan Permukiman Kumuh di Perkotaan.

(Online), (http://dedenrukmana.wordpress.com/, Diakses 3 Maret 2013).

Tribun-Timur. 8 oktober 2009. Kawasan Kumuh Perkotaan. (Online),

(http://www.tribun-timur.com/read/artikel/51720, Diakses 3 Maret 2013).

(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/6.%20IKE%20A.%20KMP

%20V1%20N1%20Jan-April%202013.pdf). (Online). Diakses 3 Maret 2013

(www.akatiga.org/index.php/artikeldanopini/institusi/69-antarapendudukkota/

2012). (Online). Diakses 3 Maret 2013

(http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/1671.pdf). (Online). Diakses 3 Maret 2013

31

Page 32: Tugas Dr Anita

(http://inspektorat.palembang.go.id/tampung/dokumen/dokumen-13-4.pdf).

(Online). Diakses 3 Maret 2013

32