susmanto bab ii -...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kompetensi Profesional Guru
1. Pengertian Kompetensi Profesional Guru
Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kecakapan atau
kemampuan.1 Menururt Uzer Usman kompetensi berarti suatu hal yang
menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang
kualitatif maupun yang kuantitatif.2 Pengertian tersebut lebih melihat dari
segi administratif keilmuan.
Muhammad Surya mengungkapkan bahwa kompetensi adalah
keseluruan kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diperlukan oleh seseorang dalam kaitan dengan tugas tertentu.3 Sejalan
dengan itu, Finch dan Cruncilton sebagaimana dikutip oleh Mulyana
mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas,
keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan.4 Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup
tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh guru atau
pendidik untuk menjalankan tugas-tugasnya guna mencapai suatu tugas
tertentu yang telah ditentukan.
Di samping bermakna kemampuan, oleh Mc Load kompetensi juga
bermakna sebagai “… the state of being usually competent or qualified”,
yaitu keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menurut keentuan
hukum.5 Ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa orang yang memiliki
kompetensi harus memiliki wewenang dan syarat sesuai dengan ketentuan
1Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya,2004),Cet. 9,hlm.229. 2Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet.
2, hlm. 4. 3Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, 2004), Cet I, hlm. 92. 4Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik dan Implementasi),
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 3, hlm. 38. 5Muhibbin Syah, op.cit.
9
hukum yang berlaku, misalnya seorang dokter merupakan suatu jabatan
yang diharuskan memiliki kemampuan dalam bidangnya. Dia memiliki
kewenangan dan syarat-syarat sebagai dokter yang didasarkan atas hukum
yang berlaku, yaitu harus lulusan fakultas kedokteran. Jadi guru pun
demikian, harus memiliki kompetensi. Munurut Barlow dalam Muhibin
Syah berpendapat bahwa kompetensi guru (teacher competency), ialah
“the ability of a teacher to responsibly perform his or her duties
appropriately”,6 yaitu, merupakan suatu kemampuan guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
Guru dituntut agar memiliki kemampuan dalam melaksanakan
kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Layak disini
maksudnya sesuai dengan kewenangannya sebagai guru. Berdasarkan
beberapa gambaran pengertian kompetensi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam
melaksanakan profesi keguruannya.
Selanjutnya beralih pada istilah “profesional” yang mengiringi kata
kompetensi sebagaimana tersebut dalam judul sub bab ini. Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah profesional,
profesionalisme dan profesi yang dianggap memiliki arti yang sama.
Padahal anggapan tersebut salah. Untuk itu agar lebih jelas, yang
dimaksud dengan profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa
setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.7 Sedangkan
profesi adalah pekerjaan yang untuk melaksanakannya memerlukan
sejumlah persyaratan tertentu.8 Profesi merupakan pekerjaan orang-orang
tertentu, misalnya guru, dokter dan lain-lain, bukan pekerjaan sembarang
orang.
6Ibid. 7Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1994), Cet. 2, hlm. 107. 8Lihat Departemen Agama RI, Pengembangan Profesional dan Petunjuk Penulisan Karya
Ilmiyah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001), Cet. 1, hlm. 10.
10
Istilah “profesional” aslinya adalah kata sifat dari kata profession
( pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan.9 Sebagai
kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru,
dokter, hakim dan sebagainya.10 Pekerjaan yang bersifat profesional adalah
pekerjaan yang hanya dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan
untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena
tidak dapat memperoleh pekerjaan yang lain.11
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan yang
bersifat profesional memerlukan bidang ilmu yang secara sengaja harus
dipelajari, kemudian diaplikasikan untuk kepentingan umum. Sedangkan
guru dalam pengertian yang sederhana adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didik.12
Menurut Zakiah Daradjat guru adalah pendidik profesional, karena
secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian
tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua.13
Berdasarkan hal tersebut maka pengertian guru profesional adalah
orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang
keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai
guru dengan kemampuan maksimal.14 Pengertian ini mengindikasikan
bahwa pekerjaan profesional merupakan pekerjaan yang memerlukan
pendidikan dan pelatihan yang khusus. Jadi guru profesional adalah orang
yang menempuh program pendidikan guru, memiliki tingkat master dan
telah mendapat ijazah negara serta telah berpengalaman dalam mengajar
pada kelas-kelas besar.15
9Muhibbin Syah, op.cit., hlm. 230. 10Uzer Usman, op.cit., hlm. 14. 11Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
1995), Cet. 5, hlm. 13. 12Syaeful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif , (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2000), Cet.1,hlm. 31. 13Zakiah Daradjat, dkk.., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1992), hlm.39. 14Uzer Usman, op.cit., hlm. 15. 15Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2003), Cet. 2, hlm. 27.
11
Berdasarkan pengertian kompetensi dan profesional yang telah
diuraikan di atas maka yang dimaksud dengan kompetensi profesional
guru merupakan berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat
mewujudkan dirinya sebagai guru atau pendidik profesional. Dalam
melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki
seperangkat kemampuan (competency) profesional yang beraneka ragam.
Seorang guru, sebagai pendidik profesional harus memiliki
keahlian dalam berbagai ilmu keguruan, lebih khusus lagi guru agama
harus memiliki keahlian dalam bidang agama, guru matematika harus
memiliki keahlian dalam bidang matematika, begitu juga dengan guru
bidang studi yang lain, harus memiliki ilmu keguruan dalam bidangnya
masing-masing.
Syarat di atas menunjukkan bahwa suatu pekerjaan harus dimiliki
dengan tanggung jawab yang penuh dan dikerjakan oleh orang yang
berilmu pengetahuan serta memiliki keahlian yang khusus yang diperoleh
melalui proses pendidikan dan pelatihan atau program khusus.
Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional,
dalam arti harus dilakukan secara benar dan tepat. Hal itu hanya dapat
dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian atau kemampuan
sebagaimana sabda Rasulullah saw:
رواه . (إذا وسد األمر اىل غري اهله فانتظر الساعة: ... عن اىب هريرة قال 16)البخاري
Dari Abu Hurairoh berkata: … ketika suatu urusan dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. (HR. al-Bukhari) Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa suatu pekerjaan atau
urusan akan dapat dicapai dengan baik dan berhasil apabila dilakukan oleh
orang yang memiliki keahlian dalam urusan tersebut, dan sebaliknya
apabila pekerjaan atau urusan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki
16Abi Abdillah Muhammad bin Ismaill Al-Bukhari, Matan Al-Bukhari, (Indonesia: Darul
Ihya, t.th), hlm. 21.
12
keahlian dalam urusan tersebut maka akan mengakibatkan kehancuran,
artinya urusan itu tidak dapat dicapai dengan baik dan berhasil. Begitu
juga dengan masalah mendidik, apabila diserahkan kepada guru yang tidak
ahli (tidak profesional) maka akan mengakibatkan kehancuran baik bagi
siswa maupun bagi lembaganya. Menurut Ahmad Tafsir, kata “kehancuran” dapat diartikan secara
terbatas dan dapat juga diartikan secara luas.
Bila seorang guru mengajar tidak dengan keahlian, maka yang “hancur” adalah muridnya, ini dalam pengertian yang terbatas. Murid-murid itu kelak mempunyai murid lagi, murid-murid itu kelak berkarya, kedua-duanya dilakukan dengan tidak benar (karena telah dididik tidak benar), maka akan timbullah “kehancuran”. Kehancuran apa? ya kehancuran orang-orang, yaitu murid-murid itu, dan kehancuran sistem kebenaran karena mereka mengajarkan pengetahuan yang dapat saja tidak benar, ini kehancuran dalam arti yang luas.17 Berdasarkan hal tersebut guru sebagai pengajar dan pendidik harus
memiliki kemampuan profesional sebagaimana disyaratkan oleh
Rasulullah saw dalam hadits di atas.
2. Karakteristik Kompetensi Profesional Guru
Dalam uraian di atas telah dijelaskan bahwa jabatan guru adalah
jabatan profesional. Guru dalam tulisan ini adalah guru yang
melaksanakan fungsinya di sekolah. Dalam pengertian tersebut telah
terkandung suatu konsep bahwa guru profesional yang bekerja
melaksanakan fungsi dan tujuan di sekolah harus memiliki kompetensi-
kompetensi yang mendukung agar guru berhasil dengan baik dan
menjalankan fungsinya.
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut
melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki
pengetahuan kemampuan profesional.18 Tanpa mengabaikan kemungkinan
17Ahmad Tafsir, op.cit hlm. 113. 18Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. 2, hlm. 191.
13
antara perbedaan tuntutan kompetensi profesional dari setiap instansi
sekolah, maka guru yang dinilai kompetensi secara profesional, apabila
memiliki ciri-ciri:
a. Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya.
b. Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil.
c. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional) sekolah.
d. Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas.19
Dalam buku Education and Teacher, BJ. Chandler yang dikutip
oleh Piet Sahertian dan Ida Aleida Sahertian mengemukakan ciri-ciri
mengajar sebagai berikut:
a. Lebih mementingkan layanan dari pada kepentingan pribadi. b. Mempunyai status yang tinggi. c. Memiliki pengetahuan yang khusus. d. Memiliki kegiatan intelektual. e. Memiliki hak untuk memperoleh standar kualifikasi
profesional. f. Memiliki profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi.20 Cukup menarik pula bila ciri guru yang memiliki kemampuan
profesional penulis uraikan, seperti yang diungkapkan oleh Robert W.
Rechey (1974) sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim dalam bukunya
“Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan” ia mengemukakan
karekteristik utama yang harus dimiliki oleh para guru profesional yang
meliputi:
1. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan ideal dari pada mementingkan layanan yang semata berdampak bagi kepentingan pribadi guru selaku penyandang profesi.
2. Adanya kesadaran dalam diri pribadi guru. 3. Memiliki kualitas tertentu untuk memasuki altar perjalanan
profesi keguruan. 4. Memiliki komitmen terhadap kode etik (ethic code) yang
mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
19Oemar Hamalik, op.cit., hlm. 38. 20Piet A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan (Dalam Rangka
Program Inservice Education), (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. 2, hlm. 9.
14
5. Mensyaratkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi. 6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar
pelayanan, disiplin profesi serta kesejahteraan anggotanya. 7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan spesialiasasi dan
kemandirian bagi penyandang profesi. 8. Memandang profesi sebagai suatu karier seumur hidup dan
menjadi seorang anggota profesi yang permanen.21
Dengan memperhatikan berbagai karakteristik yang diuraikan di
atas, maka menurut hemat penulis karekteristik profesional guru pada
intinya terdiri dari beberapa hal, yaitu:
1. Berkaitan dengan tanggung Jawab atau kewajiban sebagai seorang
yang profesional.
2. Berkaitan dengan hak sebagai penyandang profesi.
3. Berkaitan dengan fungsi dan peranannya (guru) dalam menjalankan
kewajibannya.
4. Berkaitan dengan organisasi profesi yang menjadi wadah atau tempat
bernaung.
3. Jenis-jenis Kompetensi Profesional Guru
Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari
kompetensi yang harus ada atau dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang
pendidikan apapun. Sebagai pendidik yang dianggap profesional, guru
bukan hanya dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi
juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional.
Sejalan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan
adalah kompetensi-kompetensi profesional apakah yang seharusnya
dimiliki oleh guru. Menurut Sudarwan Danim bahwa:
kompetensi profesional yaitu berkenaan dengan tugas-tugas teknis pengajaran dan penguasaan materi bahan ajar dengan segala perangkat pendukungnya yang terkait langsung, serta kemampuannya menciptakan kondisi anak didik menjadi masyarakat belajar (learning society) yang dirasakan mendesak pada era globalisasi ekonomi dan informasi ini.22
21Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), Cet. 1, hlm. 199-200. 22Ibid. hlm.82.
15
Menurut Glaser yang dikutip Nana Sudjana ada empat hal yang
harus dikuasai oleh guru, yaitu:
a. Menguasai bahan pelajaran. b. Kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa. c. Kemampuan melaksanakan proses pengajaran. d. Kemampuan mengukur hasil belajar siswa.23 Kompetensi di Indonesia telah dikembangkan oleh Proyek
Pembinaan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (sekarang Departemen Pendidikan Nasional), ada sepuluh
kompetensi guru menurut P3G, yaitu:
a).menguasai bahan; b) mengelola program belajar mengajar; c) mengelola kelas; d) menggunakan media/sumber; e) menguasai landasan-landasan kependidikan; f) mengelola interaksi belajar mengajar; g) menilai prestasi untuk kepentingan pengajaran; h) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan; i) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan j) memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran.24
Sepuluh kompetensi di atas jika dicermati maka dapat dikatakan
bahwa delapan dari sepuluh kompetensi di atas merupakan kompetensi
guru sebagai pengajar dan dua kompetensi lainnya merupakan kompetensi
guru sebagai pembimbing dan administrator.
Untuk keperluan tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan
guru atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha
meningkatkan proses dan hasil belajar, Nana Sujana mengkhususkan ke
dalam empat kemampuan, yakni:
a) Merencanakan program belajar mengajar, b) Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar, c) Menilai kemajuan proses belajar mengajar, d) Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya/dibinanya.25
23Nana Sudjana, op.cit., hlm. 18. 24Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1993), Cet. 4, hlm. 88. 25Nana Sudjana, op.cit., hlm. 19.
16
Keempat kemampuan di atas merupakan kemampuan yang
sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional. Untuk
mempertegas dan memperjelas keempat kemampuan tersebut berikut akan
dibahas satu per satu.
(1). Kemampuan merencanakan program belajar mengajar
Kemampuan merencanakan program belajar dan mengajar
merupakan muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar
dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi
pengajaran.26 Perencanaan program belajar mengajar tidak lain adalah
suatu proyeksi atau perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus
dilakukan selama pengajaran itu berlangsung, dengan kata lain
perencanaan program belajar mengajar merupakan langkah awal
sebelum tahap pengajaran, yang nantinya digunakan sebagai padanan
dalam melaksanaka kegiatan PBM.
Merencanakan program belajar mengajar merupakan aspek
keterampilan yang harus dikuasai oleh guru profesional. Berdasarkan
keptusan Menteri Agama No. 372 tahun 1993 aspek keterampilan yang
harus dikuasai yaitu: 1) membuat Analisis Materi Pelajaran (AMP); 2)
membuat program pengajaran tahunan; 3) membuat program catur
wulan, membuat Program Satuan Pelajaran (PSP); 5) membuat
Rencana Pengajaran (RP).27
Dalam merencanakan program tersebut, Hasibuan dan
Moedjiono menjelaskan ada beberapa hal atau aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu sebagai berikut:
a. Bekal bawaan yang ada pada siswa (pupil entering behavior).
b. Perumusan tujuan pelajaran. c. Pemilihan metode. d. Pemilihan pengalaman-pengalaman belajar. e. Pemilihan bahan pengajaran, peralatan, dan fasilitas belajar. f. Mempertimbangkan karakteristik siswa.
26Ibid, hlm. 20. 27Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Cet. 3,
hlm. 263.
17
g. Cara membuka pelajaran, pengembangan dan menutup. h. Peranan siswa dan pola pengelompokan. i. Prinsip-prinsip belajar, antara lain: pemberian penguatan,
motivasi dan pengulangan.28
(2) Melaksanakan atau mengelola proses belajar mengajar
Melaksanakan atau mengelola proses belajar mengajar
merupakan tahap pelaksanaan program yang telah dibuat dalam
perencanaan. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kemampuan
yang harus dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian guru dalam
menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa sesuai dengan rencana
yang telah disusun dalam perencanaan.29 Guru juga harus menguasai
cara-cara mengajar dan memenuhi syarat-syarat penyampaian
pelajaran yang baik, baik pada saat memberi pengarahan atau pada saat
menjelaskan satu mata pelajaran kepada siswa-siswanya.30
Di antara syara-syarat itu adalah suara yang sedang (tidak
terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi), perlahan dalam menyampaikan
dan mengulang pembicaraannya agar mereka tidak jenuh.31
Untuk itu guru dalam melasanakan proses belajar mengejar
perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip psikologis, yang antara lain
terdiri dari: motivasi, pengulangan, pemberian penguatan balikan
kogntif. Pokok-pokok yang akan dikembangkan (advence organizens),
mata rantai kognitif, transfer dan keterlibatan aktif siswa.32
Selain prinsip-prinsip psikologis yang harus dipertimbangkan,
ada dua aspek dari masalah pengelolaan atau pelaksanaan proses
belajar mengajar yang juga perlu mendapat perhatian, yaitu:
1. Membantu perkembangan murid sebagai individu dan kelompok.
28Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000), Cet. 8, hlm. 39. 29Nana Sudjana, op.cit., hlm. 21. 30Mahmud Samir Al-Munir, Guru Teladan di Bawah Bimbingan Allah, terj. Uqinu Attaqi,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Cet. 1, hlm. 25. 31Ibid. 32Hasibunan dan Moedjiono, op.cit., hlm. 40.
18
2. Memelihara kondisi kerja dan kondisi belajar yang sebaik-baiknya
di dalam maupu luar kelas.33
Sebagai individu murid adalah makhluk yang unik yang
memiliki karakter yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang
lain. Sebagai kelompok, murid memiliki kebutuhan yang sama untuk
memperoleh pengajaran baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas.
(3) Menilai kemajuan proses belajar mengajar
Selanjutnya selain dua kemampuan guru yang telah disebutkan
di atas, guru juga harus mampu mengadakan penilaian. Penilaian
adalah kegiatan untuk mengetahui perkembangan kemajuan dan atau
hasil belajar siswa selama program pendidikan.34 Selain itu penilain
juga dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program
berhasil diterapkan.35
(4) Menguasai bahan pelajaran
Kemampuan guru menguasai bahan pelajaran sebagai kegiatan
integral dari proses belajar mengajar, jangan dianggap pelengkap bagi
profesi guru. Pengetahuan guru terhadap pelajaran atau ilmu
merupakan keharusan, karena tanpa menguasai bahan pelajaran, maka
apa yang akan disampaikan kepada siswanya?
Adanya buku pelajaran yang dapat dibaca oleh siswa tidak
berarti guru tidak perlu menguasai bahan. Sunguh ironis dan
memalukan jika ada kejadian siswa yang lebih dahulu tahu tentang
sesuatu dari pada gurunya. Memang guru bukan maha tahu, tapi guru
dituntut memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam pengetahuan
yang telah dimilikinya.
Setiap guru wajib meningkatkan ilmunya karena ilmu
pengetahuan itu seperti makanan yang selalu penting bagi manusia.
33Zakiah Darajat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), Cet. 1, hlm. 267. 34Lihat UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), Cet. 1, hlm.
102. 35Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2003), Cet. 4, hlm. 11.
19
Sungguh akan terasa janggal kalau seorang guru tidak memiliki ilmu
yang luas. Bagaimana guru mengajar dan menjawab persoalan yang
sedang ada akan dilalui kalau guru tidak mempunyai keluasan ilmu
yang memadai.36
Mahmud Samir al-Munir berpendapat bahwa seorang guru
yang sukses harus mempunyai dua kelebihan, yaitu kelebihan
horizontal (pengetahuan luas) dan vertikal (menguasai bidangnya
secara mendalam).37 Maksudnya guru selain memiliki pengetahuan
khusus yang menjadi spesialisasinya (bidang yang diajarkan), guru
juga harus memiliki pengetahuan umum yang luas sebagai
pendukung.
Atas dasar uraian di atas jelaslah bahwa guru sebagai pendidik
profesional merupakan pekerjaan yang tidak mudah dan tidak setiap
orang dapat melakukannya.Untuk menjadi guru haruslah ditempuh
melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup lama yang secara khusus
mempersiapkannya untuk menjadi seorang guru.
B. Kompetensi Kepribadian Guru
1. Pengertian
Dalam pembahasan di awal bab ini telah disebutkan tentang
pengertian dari kompetensi yaitu bahwa kompetensi (competency) adalah
kecakapan atau kemampuan.38 Maka yang dimaksud dalam pembahasan
ini adalah kecakapan atau kemampuan kepribadian guru berkaitan tugas-
tugasnya dalam pendidikan.
Berbicara masalah kepribadian kita sering mendengar seseorang
mengucapkan dalam kehidupan sehari-harinya, seperti ucapan: menurut
pribadi saya si A orang yang berkepribadian baik dan si B adalah orang
yang berkeribadian buruk. Sebenarnya apa itu kepribadian.
36Muhammad AR., Pendidikan di Alaf Baru, (Yogyakarta: Prisma Shopie, 2003), Cet. 1,
hlm. 72. 37Mahmud Samir Al-Munir, op.cit., hlm. 26-27. 38Lihat catatan kaki nomor 1.
20
Kepribadian dalam bahasa Inggris adalah personality.39 Sedangkan
kata personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin: personal
yang pada mulanya menunjuk pada topeng yang biasa gunakan oleh para
pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peranan-
perananya. Pada waktu itu setiap pemain sandiwara memainkan
peranannya masing-masing sesuai dengan topeng yang dikenakannya.
Lambat laun kata person (personality) berubah menjadi satu istilah yang
mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima individu dari
kelompoknya atau masyarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan
bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial (peran)
yang diterimanaya.40
Hal tersebut dapat dipahami bahwa kepribadian diartikan sebagai
seorang yang memiliki tingkah laku seperti apa yang diperankannya dalam
sandiwara atau sesuai dengan topeng yang dipakainya yang mana antara
topeng yang satu dengan topeng yang lainnya memiliki karakter yang
berbeda-beda.
Jadi secara sederhana kepribadian berarti sifat hakiki individu yang
tercermin dalam sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya
dengan yang lain.41 Pengertian ini dapat dipahami bahwa kepribadian
sifatnya hakiki yaitu statis yang tidak akan berubah.
Berbeda dengan Allport (19971) dalam bukunya Personality
sebagaimana dikutip oleh Alex Subur mendefinisikan tidak kurang dari
lima puluh definisi yang berbeda dan sejak itu jumlahnya kian bertambah
banyak. Allpoet sendiri mendefinisikan kepribadian sebagai berikut:
Personality is the dymanic organization within individual of the psychophysical sistems that determine this unique adjustments to his environment. (Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-
39John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia,
2000), Cet. 24, hlm. 426. 40Koswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: PT. Eresco, 1991), Cet. 2, hlm. 10. 41Muhibbin Syah, op.cit., 225.
21
caranya yang unik atau khas dalam menyesuaikan dengan lingkungannya).42 Berdasarka definisi di atas, kepribadian memiliki beberapa unsur,
yaitu:
1. Kepribadian itu merupakan organisasi yang dinamis, yaitu tidak statis
tetapi senantiasa berubah setiap saat.
2. Organisasi tersebut terdapat dalam individu.
3. Organisasi itu terdiri dari sistem psikis dan sistem fisik.
4. Organisasi itu menentukan corak penyesuaian diri yang unik dari tiap
individu terhadap lingkungannya.
Koentjaraningrat dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi”
mengemukakan bahwa kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan
jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap
individu manusia.43
Dalam bahasa populer istilah “kepribadian” juga berarti ciri-ciri
watak seorang individu yang konsisten yang memberikan kepadanya suatu
identitas segala individu yang khusus. Kalau dalam bahasa sehari-hari kita
anggap bahwa seorang tertentu mempunyai kepribadian, memang yang
biasa yang dimaksud ialah bahwa orang tersebut mempunyai beberapa ciri
watak yang diperlihatkan secara lahir, konsisten, dan kosekuen dalam
tingkah lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki
identitas khusus yang berbeda dari individu-individu lainnya.44
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa konsep
kepribadian merupakan konsep yang demikian luas sehingga tidak ada
satu definisi yang tajam tetapi seragam yang diungkapkan oleh para ahli
psikologi. Menurut tinjauan psikologi kepribadian pada prinsipnya adalah
susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan
sebagainya), dengan aspek perilaku behavior (perbuatan nyata). Aspek-
42Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), Cet. 1, hlm. 300. 43Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990), Cet. 8,
hlm. 102. 44Ibid.
22
aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu,
sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap.45
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia.
Mengapa demikian? karena dalam situasi pendidikan dan pengajaran
terjalin interaksi antara siswa dengan guru yang merupakan interaksi
antara dua kepribadian, yaitu kepribadian guru dengan kepribadian siswa
sebagai anak yang belum dewasa dan sedang berkembang mencari bentuk
kedewasaan.46 Sebagai pendidik dan pengajar guru juga merupakan
teladan bagi siswa. Artinya bahwa sebelum memberikan pendidikan dan
bimbingan serta pengajaran guru juga harus memberikan teladan atau
contoh.
Sebagai teladan guru harus memiliki kepribadian yang dapat
dijadikan profesi dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang
paripurna.47 Mengenai pentingnya kepribadian guru seorang psikolog
terkemuka, Zakiyah Daradjat yang dikutip oleh Muhibbin Syah,
menegaskan bahwa:
Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik atau pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusakatau penghancur bagi hari depan anak didik terutama yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).48 Berdasarkan gambaran definisi kepribadian, sangat jelas bahwa
kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat
dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam
menghadapi setiap permasalahan. Menurut Zakiyah Daradjat yang dikutip
oleh Syaiful Bahri Jamarah mengatakan bahwa:
45 Lihat Muhibbin Syah, loc.cit. 46 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 1, hlm. 251. 47 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, hlm. 41. 48 Muhibbin Syah, op.cit., hlm. 226.
23
Kepribadian sesungguhnya adalah abstrak (maknawi) sukar dilihat atau diketahui secara nyata yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakan, ucapan, cara bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah baik yang ringan atau yang berat.49 Jadi yang dimaksud dengan kepribadian guru adalah keseluruhan
dari sifat-sifat individu yang terdiri unsur psikis (emosi dan perasaan dan
sebagainya) dan unsur fisik yang dapat dilihat dan diketahui seperti
tindakannya sebagai guru, ucapannya sebagai guru, cara berpakaiannya
dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah baik yang ringan
atau yang berat.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kepribadian guru itu
mencakup semua aktualisasi dari penampilan yang selalu tampak pada diri
guru, merupakan bagian yang khas atau ciri-ciri dari seorang guru yang
membedakan antara guru yang satu dengan guru yang lain.
Kemudian yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian guru
adalah kualitas kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar
dapat menjadi guru yang baik.50
Dari hal tersebut timbulah pertanyaan kemampuan-kemampuan
apa sajakah yang merupakan cerminan kepribadian guru? Apa
karakteristik dari kepribadian guru?.
3. Karakteristik Kompetensi Kepribadian Guru
Secara umum karakteristik kepribadian menurut Wetherington
yang dikutip oleh Jalaludin yaitu sebagai berikut:
1. Manusia karena keturunannya mula-mula hanya merupakan individu dan barulah menjadi suatu pribadi setelah mendapat (menerima) dari lingkungan sosial dengan cara belajar.
2. Kepribadian adalah istilah untuk menamakan tingkah laku seseorang secara terintegrasi merupakan satu kesatuan.
49Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 39-40. 50Muhammad Surya, op.cit., hlm. 92-93.
24
3. Kepribadian untuk menyatakan pengertian tertentu yang ada pada pikiran orang lain dan pikiran tersebut ditentukan oleh nilai dari perangsang sosial seseorang.
4. Kepribadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat statis seperti bentuk badan, ras, akan tetapi merupakan gabungan dari keseluruhan dan kesatuan tingkah laku seseorang.
5. Kepribadian tidak berkembang secara pasif, tetapi setiap pribadi menggunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lingkungannya.51
Abu Ahmadi dan Munawar Shalih, mengemukakan beberapa
karakterisk kepribadian sebagai berikut:
1. Penampilan fisik: tubuh yang besar, wajah yang tampan, pakaian yang rapi, atau tubuh yang kurang sehat, wajah yang kuyu, pakaian yang kusut, semuanya menggambarkan kepribadian dari guru yang bersangkutan apakah ia berwibawa dan percaya pada dirinya sendiri atau kurang semangat dan mempunyai rendah diri.
2. Tempramen: yaitu suasana hati yang menetap dan khas pada orang yang bersangkutan, misalnya pemurung, pemarah, dan sebagainya.
3. Kecerdasan dan sebagainya. 4. Arah minat dan pandangan mengenai nilai-nilai. 5. Sikap sosial. 6. Kecenderungan-kecenderungan dalam motivasinya. 7. Cara pembawaan diri, misalnya sopan santun, banyak bicara
kritis, mudah bergaul dan sebagainya. Cara pembawaan diri ini terlepas dari isi atau materi yang dibawanya.
8. Kecenderungan patologis: yaitu tanda-tanda adanya kelainnan kepribadian seperti reaksi-reaksi skizofrensis dan lain sebagainya.52
Dua pendapat tentang karakteristik di atas dapat penulis simpulkan
bahwa kepribadian pada dasarnya adalah untuk menggambarkan aspek-
aspek luar dari seseorang yang tampak dan dapat diamati seperti tubuh
yang besar, wajah yang tampan, dan sebagainya dan menggambarkan
aspek-aspek dalam yang merupakan bagian yang tidak tampak atau
51Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Remaja Grafindo Persada, 2001), Cet. 1,
hlm. 172-173. 52Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2005), Cet. 2, hlm. 204.
25
sesuatu yang mungkin tidak dapat diamati secara langsung seperti berkata
dengan perasaan, emosi dan sebagainya.
Karakteristik atau ciri-ciri kemampuan kepribadian guru tidak jauh
berbeda dengan ciri-ciri kepribadian pada umumnya. Karena pada
dasarnya guru pun merupakan individu atau pribadi yang secara umum
memiliki karakeristik kepribadian seperti yang diungkapkan oleh
Jalaluddin, Abu Ahmadi dan Munawar Shalih yang secara umum terdiri
dari ciri yang tampak atau dapat diamati dan siri yang tidak tampak atau
tidak dapat diamati secara langsung.
Menurut Mahmud Samir al-Munir,53 dalam bukunya “Guru
Teladan di Bawah Bimbingan Allah” mengungkapkan bahwa karakteristik
guru itu terdiri dari karakteristik akidah, akhlak dan perilaku yakni sebagai
berikut:
1. Mempunyai akidah yang bersih dari hal-hal yang bertentangan dengannya (bid’ah dan kesesatan) atau mengurangi kesempurnaan.
2. Konsisten menjalankan ibadah-ibadah wajib, menjaga ibadah-ibadah sunnah, dan menghindari hal-hal haram, makruh baik itu dengan perkataan atau perbuatan, lahir maupun batin.
3. Merasa diawasi Allah (muraqabah) baik di kala sendiri atau di tengah keramaian, mengharap pahala-Nya, takut kepada azab-Nya, konsisten dalam perilaku.
4. Menyadari kekurangan, jangan tertipu dan lupa diri dengan pujian orang. Jangan sampai timbul perasaan ujub dan ghurur dalam dirinya. Karena orang yang tawadhu akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.
5. Hendaknya motivasi dalam mengajar adalah memberikan ilmu, mencari pahala dan mencontoh teladan Rasulullah saw dan melaksanakan perintah beliau. “Sampaikanlah dariku meski sekedar satu ayat”.
6. Berakhlak mulia, berkelakukan baik, dan menjauhi hal-hal yang bertertentangan dengan hal itu, baik di dalam maupun di luar kelas.
Kepribadian guru merupakan persyaratan yang harus dimiliki oleh
seorang guru yang profesional dalam kaitannya dengan perilaku yang baik.
Hal ini penting karena guru dalam (bahasa Jawa) adalah seorang yang
53Muhammad Samir Al-Munir, op.cit., hlm. 20.
26
harus digugu dan harus ditiru oleh semua muridnya. Harus digugu artinya
segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan
diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Segala ilmu pengetahuan
yang datangnya dari sang guru dijadiakan sebagai sebuah kebenaran yang
tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Harus ditiru, artinya seorang guru
menjadi suri teladan bagi semua muridnya. Mulai dari cara berfikir, cara
berbicara dan cara berperilakunya sehari-hari.54
Sebagai guru yang harus digugu dan harus ditiru inilah maka
dengan sendirinya seorang guru harus memiliki kepribadian yang
sempurna baik dalam kaitannya dengan akidah dan akhlak maupun
berkaitan dengan tingkah lakunya. Baik dengn Allah SWT maupun dengan
sesama makhluk Allah (murid, masyarakat dan sebagainya).
4. Jenis-jenis Kompetensi Kepribadian Guru
Dalam Islam, guru atau pendidik mendapatkan kedudukan dan
penghormatan yang amat tinggi. Mengenai kedudukan guru yang
sedemikian tinggi tersebut Al-Ghozali mengemukakan bahwa seorang
sarjana yang bekerja mengamalkan ilmunya adalah lebih baik dari pada
seorang yang hanya beribadah saja, puasa saja setiap hari dan sembahyang
sehari semalam.55
Sejalan dengan itu Athiyah Al-Abrasy mengatakan seorang yang
berilmu dan kemudian ia mengamalkan ilmunya itu, maka orang itulah
yang dinamakan orang yang berjasa besar di kolong langit ini. Ia ibarat
matahari yang mencahayai dirinya sendiri dan menyinari orang lain, ibarat
minyak kesturi yang baunya dinikmati orang lain dan ia sendiripun harum.
Siapa yang bekerja di bidang pendidikan, sesungguhnya ia telah memiliki
pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting, hendaknya ia
memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya ini.56
54Mohamad Nurdin, op.cit., hlm. 13. 55Lihat Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Prinsip Prinsip Dasar Pendidikan Islam,
Terj.Abdullah Zakiy Al-Kaaf, (Bandung : CV.Pustaka Setia,2003), Cet. 1, hlm. 145. 56Ibid.
27
Guru merupakan orang yang mempunyai ilmu, sehingga memiliki
derajat yang tinggi jika dibanding dengan orang yang tidak berilmu.
Kedudukannya sebagai orang yang berilmu inilah, maka akan diangkat
derajatnya oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an
surat Al-Mujadalah ayat 11:
57)11:اادلة(…يرفع اهللا الذين آمنوا منكم و الذين اوتوا العلم درجات …
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
Menurut Hamka, menafsirkan ayat tersebut menjadi dua penafsiran
yaitu;
Pertama,jika seseorang disuruh melapangkan majelis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekalipun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut didudukan di muka. Janganlah ia berkecil hati, melainkan hendaklah dia berlapang dada, karena yang berlapang dada itulah kelak yang akan diangkat Allah imannya dan ilmunya, sehingga derajatnya berubah baik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempatnya kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya. Kedua, memang orang yang diangkat Allah derajatnya lebih tinggi daripada orang kebanyakan, pertama karena imannya, kedua karena ilmunya.58 Sedangkan menurut Quraish Shihab dalam tafsir Al- Misbah
menjelaskan bahwa الذين اوتوا العلم درجات - mereka yang berilmu dan
menghiasi diri mereka dengan pengetahuan, ini berarti ayat diatas
membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama
sekedar beriman dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal
saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi
lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disadangnya, tetapi juga
57Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm. 910-
911. 58Hamka, Tafsir Al – Azhar, (Singapura : Pustaka Nasional PTE LDT, 1999), Cet. 3., hlm.
7228-7229.
28
amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan atau tulisan
maupun dengan keteladanan.59
Berdasarkan hal tersebut menjadi jelaslah bahwa guru sebagai
orang yang berilmu patut menyandang predikat yang tinggi. Hal ini sangat
logis diberikan kepadanya karena dilihat dari jasanya yang demikian besar
dalam membimbing, mengarahkan, memberikan pengetahuan, membentuk
akhlak dan menyiapkan anak didik agar siap menghadapi hari depan
dengan penuh keyakinan dan percaya diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi kekhalifahan di muka bumi dengan baik.60
Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, seorang guru di samping
harus memiliki kemampuan profesional seperti menguasai pengetahuan
yang akan diajarkan kepada murid juga harus memiliki kepribadian yang
baik, yang didalamnya terkadang segala sikap, watak da sifat-sifat yang
baik.
Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa sikap dan sifat-sifat guru
yang baik adalah :
1. Adil 2. Percaya dan suka kepada murid 3. Sabar dan rela berkorban 4. Memiliki pewibawa (gezag) terhadap anak-anak 5. Penggembira 6. Bersikap baik terhadap guru-guru lainnya 7. Bersikap baik terhadap masyarakat 8. Benar-benar menguasai mata pelajarannya 9. Suka kepada mata pelajaran yang diberikan 10. Berpengatahuan luas.61 Selanjutnya dijumpai pula pendapat Muhammad Athiyah Al-
Abrasyi mengemukakan tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh guru
dalam pendidikan Islam, yaitu:
59Quraish Shihab, Tafsir Al – Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al – Quran, (Jakarta:
Lentera Hati,2004), Cet. 2., hlm.70-80. 60Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1997), Cet. 1, hlm. 70. 61Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), Cet. 13, hlm. 143-148.
29
1. Zuhud, tidak mengutamakan materi, dan mengajar karena mencari
keridhaan Allah.
2. Kebersihan guru (bersih tubuh, dan jiwa dari sifat-sifat tercela).
3. Ikhlas dalam pekerjaan.
4. Pemaaf.
5. Seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia seorang guru
(menganggap murid-muridnya seperti anaknya sendiri).
6. Harus mengetahui tabiat murid (pembawaan, kebiasaan, perasaan dan
pemikiran muridnya), dan
7. Harus menguasai mata pelajaran.62
Ws. Winkel,63 seorang ahli psikologi mengemukakan bahwa
kepribadian guru itu mencakup beberapa hal yaitu:
1. Penghayatan nilai-nilai kehidupan (values). Sebagai manusia, guru
berpegang pada nilai-nilai tertentu yang akan menampakkan diri dalam
pembicaraan dan tingkah laku di depan kelas misalnya tanggung
Jawab dalam bertindak, kebanggaan atas hasil jerih payah sendiri,
kerelaan membantu sesama dan pengorbanan diri, penghargaan
terhadap jenis kelamin sendiri serta lawan jenis dan lain sebagainya.
2. Motivasi kerja. Apakah seorang guru bekerja terutama untuk
mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin ataukah untuk
menyumbangkan tenaga kerja dan pikiran bagi perkembangan generasi
muda, pasti akan mewarnai tingkah laku guru itu entah hal itu disadari
atau tidak.
3. Sifat dan sikap. Telah banyak penelitian tentang “guru yang ideal”,
yaitu ciri-ciri kepribadian bagaiamanakah yang harus dimiliki
seseorang supaya menjadi guru yang baik. Penelitian itu menghasilkan
beberapa ciri, seperti keluwesan dalam pergaulan, suka humor,
kemampuan untuk menyelami alam pikiran dan pikiran anak,
62Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, op.cit., hlm. 146-149. 63W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo, 1999), Cet. 5, 195-196.
30
kepekaan terhadap tuntutan keadilan, kemampuan untuk mengadakan
organisasi, kreativitas dan rela membantu.
Sifat-sifat guru tersebut diatas yang dikemukakan oleh tiga tokoh
dari Indonesia, barat dan timur pada dasarnya terdiri dari dua bagian.
Pertama, sifat yang berkaitan dengan kepribadian. Kedua, sifat yang
berkaitan dengan keahlian akademika. Selian dari sifat dan sikap di atas,
ada sifat-sifat asasi yang harus dimiliki atau ada pada diri guru yaitu
berhubungan dengan kesehatan dan penampilan di antaranya sebagai
berikut:
1. Bebas dari penyakit menular dan menjijikan. 2. Suara yang bersih dan tidak cacat berbicara, gugup, cedal, atau
volume suara yang lemah. 3. Memperhatiakan penampilan. Guru harus berpenampilan
rapi,tapi harus dalam batas yang wajar tidak berlebihan. Berikut sebagian tanda-tanda meperhatikan penampilan: a. Menjaga hal-hal yang tergolong khismatul fitrah. Seperti
memotong kuku, menyisir dan merapikan rambut. b. Komitmen dengan kriteria pakaian syar’i, seperti menutup
aurat, lebar, tidak transparan, diatas mata kaki dan tidak menyerupai pakaian manusia-manusia rendah seperti Yahudi dan orang-orang barat, juga bukan pakaian ketenaran dan sejenisnya.
c. Membersihkan badan dan pakaian serta mengenakan pakaian orang yang berwibawa dan tawadhu.
d. Menggunakan siwak untuk menghilangkan bau mulut dan memakai minyak wangi jika ada.64
Dari uraian yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang
kepribadian dapat dipahami bahwa guru dengan berbagai peran dan
fungsinya seyogyanya mempunyai kepribadian yang harmonis atu
keseimbangan antara aspek jasmani dan rohani (fisik dan psikis), hal ini
akan terwujud apabila guru memiliki keinginan yang kuat untuk
menggunakan segala potensi yang dimilikinya secara penuh dan utuh serta
penuh tanggung jawab.
Guru yang dianggap sebagai orang sudah dewasa, harus mampu
membawa anak didiknya kepada kedewasaan, yang berarti bahwa ia harus
64Mahmud Samir Al-Munir, op.cit., hlm. 23-24.
31
dapat menentukan diri sendiri dan bertanggung jawab sendiri. Anak harus
dididik menjadi orang yang sanggup mengenal dan berbuat menurut
kesusilaan. Orang dewasa adalah orang sudah mengetahui dan memiliki
nilai-nilai hidup, norma-norma kesusilaan, keindahan, keagamaan,
kebenaran dan sebagainya, dan hidup sesuai dengan nilai-nilai dan norma-
norma itu.65
Pada anak hal demikian itu belum mungkin, anak belum cukup
mengenal diri sebagai “aku”, baru pada masa pubertas anak mulai
mengenal “akunya” dan mulai memilih dan mengenal nilai-nilai hidup;
tetapi untuk menentukan nilai-nilai hidup manakah yang bukan termasuk
martabat manusia dan nilai-nilai manakah yang bukan termasuk martabat
manusia, mereka membutuhkan seorang pendidik. Dan yang pasti dalam
hal ini si pendidik sendiri harus telah memiliki dan menentukan tujuan
hidupnya sendiri, karena seorang pendidik tidak akan tahu kemana anak
akan dibawanya (dididik) jika tidak mengetahui jalan hidupnya, ingatlah
ungkapan bahwa pendidik, tidak dapat memberikan sesuatu kepada anak
didiknya, kecuali hanya apa yang ada padanya.66 Guru yang memiliki
kepribadian yang buruk tidak akan mampu mengajarkan hal-hal yang baik.
Selain beberapa hal tentang kepribadian guru yang telah disebutkan
diatas, guru juga harus memiliki sikap pribadi guru yang berjiwa Pancasila
yang mengagungkan budaya bangsa Indonesia, yang rela berkorban bagi
kelestarian bangsa dan negaranya.67
C. Motivasi Belajar Siswa
1. Pengertian
Motivasi belajar pada dasarnya merupakan gabungan dari dua
istilah yaitu motivasi dan belajar. Istilah motviasi menunjuk kepada semua
gejala yang terkandung dalam stimulasi tindakan ke arah tujuan tertentu
dimana sebelumnya tidak ada gerakan atau aktivitas untuk melakukan
65Ngalim Purwanto, op.cit, hlm. 19. 66Ibid. 67Piet A. Sahertian dan Ida A. Sahertian, op.cit., hlm. 6.
32
sesuatu guru mencapai tujuan tertentu, perilaku individu pada dasarnya
tidak berdiri sendiri, selalu ada hal yang mendorongnya dan tertuju pada
suatu tujuan yang ingin dicapainya.
Banyak sekali, bahkan sudah umum orang menggunakan istilah
“motif” untuk menunjuk mengapa seseoarng itu berbuat sesuatu, misalnya
apa motiv si A itu mencuri, motif apa yang membuat si B itu bekerja, dan
lain sebagainya. Kalau demikian apakah motif itu?
Kata “motif” atau dalam bahasa Inggrisnya motive berasal dari kata
motion, yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Jadi istilah motif
erat hubungannya dengan gerak, yaitu gerakan yang dilakukan oleh
manusia atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku. Motif dalam
psikologi berarti rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga bagi
terjadinya seuatu tingkah laku.68 Kemudian, Sardiman mengartikan motif
sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam
subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu
tujuan. Motif juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern
(kesiapsiagaan).69
Berawal dari pengertian motif itu, motivasi merupakan istilah yang
lebih umum, yang menunjuk kepada keseluruhan proses gerakan, termasuk
situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu,
tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut, dan tujuan atau akhir
dari gerakan atau perbuatan.70
Menurut Mc. Donald dalam bukunya Educational Psychology
mengemukakan bahwa “motivation is an energy change within the person
characterized by affective arousal and auticipatory goal reactions.71
(motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam diri seseorang yang
68Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. 2, hlm. 59-60. 69Sardiman AM., op.cit., hlm. 71. 70Ahmad Fauzi, op.cit., hlm. 60. 71Frederich J. Mc. Donald, Educational Psychology, (Tokyo: Everseas Publication, Ltd.
“kaigai shappau boeki kk”, 1959), Cet. 1, hlm. 77.
33
ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai
tujuan). Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald tersebut
mengandung tiga elemen penting :
1. Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa
perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada
organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia
(walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia).
Penampakkannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa “feeling”, afeksi seseorang.
Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan.
Afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam
hal ini sebenarnya merupakan respon atau reaksi dari suatu aksi yakni
tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi
kemunculannya karena terangsang atau terdorong oleh adanya unsur
lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal
kebutuhan.72
Ketiga elemen yang diungkapkan di atas, maka dapat dikatakan
bahwa motivasi merupakan suatu yang kompleks. Motivasi itu
menyebabkan munculnya perubahan pada diri setiap invidu manusia,
sehingga akan berhubungan dengan persoalan-persoalan kejiwaan,
perasaan dan emosi yang dapat menimbulkan tingkah laku manusia yang
bersifat fisik. Semua itu (tingkah laku) timbul karena didorong oleh suatu
tujuan dan kebutuhan. Dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan
suatu motif yang telah aktif. Jadi, motif adalah tenaga atau daya yang
masih pasif.
Selanjutnya beralih pada istilah “belajar”, belajar secara psikologi
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai
72Lihat Sardiman AM, op.cit., hlm. 72.
34
hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhannya
hidupnya.73
Menurut Slameto, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan. Sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.74
Pengertian ini dapat dipahami bahwa belajar itu memiliki ciri-ciri
adanya perubahan tingkah laku yang baru, jadi suatu usaha yang tidak
menimbulkan perubahan tingkah laku tidak dapat dikatakan sebagai proses
belajar. Namun demikian tidak semua perubahan tingkah laku itu dapat
dikatakan sebagai belajar. Ciri lain dari belajar ialah bahwa perubahan
tingkah laku yang baru tersebut merupakan hasil dari pengalamannya
sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari Witting dalam bukunya
yang berjudul Theory and Problems of Psycology of Learning, bahwa
Learning can be defined as any relatively permanent chang in an
organism’s behavioral repertoire that as a result of experience ,75 belajar
ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam
atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.
Definisi ini menekankan bahwa perubahan tingkah laku itu dilakukan
relatif tetap dan menyangkut segala macam atau aspek tingkah laku suatu
oragnisme yang terdiri dari aspek fisik dan psikis (jasmani dan rohani).
Sedangkan menurut Shaleh Abdul Azis dan Abdul Azis Abdul
Majid menerangkan bahwa:
73Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1995), Cet. 3, hlm. 2. 74Ibid. 75Arno F. Wittig, Theory and Problems of Psychology of Learning , ( New York: Mc
Graw Hill Book Company, t.th ),hlm. 2
35
وليجرب بنفسه حىت حيصل على , التعلم هو حث التلميذ واهلامه ليعمل وحده 76وينمو منوا حمسوسا بدنيا واخالقيا, فوائد معينة
Belajar ialah memberikan dorongan dan inspirasi kepada anak agar berbuat sendiri dan mencoba sendiri sehingga memperoleh faedah tertentu dan berkembang perasaan jasmaniah dan moralitasnya. Berdasarkan rumusan-rumusan belajar, sebagaimana dikemukakan
di atas, jelaslah bahwa perubahan yang dapat dikategorikan belajar itu
memiliki prinsip-prinsip yang mendasarinya yaitu:
1. Perubahan sebagai hasil belajar ditandai dengan: a. perubahan yang disadari b. bersifat kontinyu dan fungsional c. bersifat relatif menetap/permanen dan bukan yang bersifat
temporer, dan bukan karena proses kematangan, pertumbuhan atau perkembangan.
2. Ditandai dengan perubahan seluruh aspek pribadi 3. Belajar merupakan suatu proses yang disengaja 4. Belajar terjadi karena ada dorongan dan tujuan yang ingin
dicapai. 5. Belajar merupakan suatu bentuk pengalaman yang dibentuk
secara sengaja, sistematis dan terarah.77 Pengertian istilah motivasi dan istilah belajar, maka motivasi
belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan daya penggerak atau
energi di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar yang
mengarahkan pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan belajar atau
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Ws. Winkel mengemukakan bahwa motivasi belajar ialah
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan.78
Definisi yang diungkapkan oleh Ws. Winkel di atas menegaskan
bahwa motivasi itu timbul dari dalam diri siswa atau seseorang, dengan
76Shaleh Abdul Azis dan Abdul Azis Abdul Majid, At-Tarbiyah Waturuq At-
Tadris,(Mesir: Daar Al-Ma’arif, t.th ),hlm.178-179. 77Muhammad Surya, op.cit., hlm. 48-49. 78W.S. Winkel, op.cit., hlm. 150.
36
kata lain motivasi merupakan tenaga atau energi yang berasal dari dalam
diri seseorang yang kemudian menimbulkan reaksi-reaksi berupa kegiatan
untuk mencapai suatu tujuan, atau memenuhi kebutuhan dan
keinginannya.
Mengacu pada pendapat tersebut, dapat dikemukakan bahwa
motivasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kegiatan
belajar. Para peserta didik akan belajar dengan giat dan sungguh-sungguh
apabila memiliki motivasi atau didorong oleh motivasi jadi morivasi disini
merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan.
Dalam kegiatan belajar-mengajar, tidak semua siswa memiliki
motivasi belajar yang sama kuat, kadang ada siswa yang memiliki
motivasi yang lemah, bahkan ada juga yang tidak memiliki motivasi untuk
belajar. Bagi siswa yang memiliki motivasi yang lemah dan bagi siswa
yang tidak memiliki motivasi sama sekali, perlu dilakukan daya upaya
atau usaha untuk menemukan sebab-musababnya dan kemudian
mendorong siswa tersebut agar mau melakukan kegiatan belajar dengan
sungguh-sungguh. Siswa yang lemah dan tidak memiliki motivasi itu,
perlu didorong dan dirangsang agar motivasi itu timbul pada diri mereka,
singkatnya perlu dimotivasi. Sehingga motivasi dapat juga dikatakan
sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu,
sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak
suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengalahkan perasaan
tidak suka itu.79 Jadi dalam hal ini motivasi dapat dirangsang dari luar
individu.
Dalam proses belajar mengajar, guru memiliki peranan yang sangat
menentukan terhadap motivasi belajar siswanya, guru sebagai pengajar
hendaklah mampu memotivasi siswa agar proses belajar mengajar dapat
berjalan dengan baik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas M. Risk sebagaimana
dikutip oleh Ahmad Rohani H.M., dan Abu Ahmadi bahwa motivasi
79Sardiman AM, op. cit., hlm. 73.
37
adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-
motif pada diri peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatan ke arah
tujuan-tujuan belajar.80 Dari pengertian ini fungsi guru adalah sebagai
motivator atau sebagai stimulan.
Motivasi sebagai faktor yang menentukan dalam belajar terbentuk
oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan luar individu. Terhadap
tenaga-tenaga tersebut beberapa ahli memberikan istilah yang berbeda,
seperti : desakan (drive), motif (motive), kebutuhan (need) dan keinginan
(wish), walaupun ada kesamaan dan semuanya mengarah pada motivasi
beberapa ahli memberikan arti khusus terhadap hal-hal tersebut. Desakan
atau drive diartikan sebagai dorongan yang diarahkan kepada pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Motif atau motive adalah dorongan yang
terarah pada pemenuhan kebutuhan psikis atau rohaniah, kebutuhan atau
need merupakan suatu kebutuhan dimana individu merasakan adanya
kekurangan suatu keadaan dimana individu merasakan adanya
kekuarangan atau ketiadaan dimana individu merasakan adanya
kekurangan atau ketiadaan sesuatu yang dipelukannya. Sedangkan
keinginan atau wish adalah harapan untuk mendapatkan atau memiliki
sesautu yang dibutuhkan. Walaupun ada variasi makna, keempat hal
tersebut sangat berkaitan erat dan sukar dipisahkan, dan semuanya
termasuk suatu kondis yang mendorong individu untuk melakukan
kegiatan, kondisi tersebut disebut dengan motivasi.81
Sejalan dengan itu Hersey dan Blanchard sebagaimana dikutip oleh
Mulyasa menyatakan bahwa istilah-istilah tersebut merupakan motif,
sedangkan motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu kegiatan. Motif masih bersifat potensial, dan
aktualisasinya dinamakan motivasi serta pada umumya diwujudkan dalam
bentuk perbuatan nyata. Dengan demikian motivasi adalah keinginan
80Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1995), Cet. 2, hlm. 10. 81Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, op.cit., hlm. 61.
38
untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan dan
dorongan.82
2. Fungsi Motivasi Dalam Belajar
Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu
kegiatan, orang melakukan suatu kegiatan didorong oleh motivasi,
misalnya tukang becak, begitu semangatnya menarik becaknya walaupun
beban yang dibawanya itu berat. Hal ini dipengaruhi oleh motif-motif
seperti kebutuhan dan keinginan untuk memperoleh uang yang banyak,
dengan kata lain tukang becak menarik becaknya karena memiliki tujuan
untuk mendapatkan uang guna untuk menghidupi keluarganya. Begitu
pula dalam belajar, siswa yang ingin memperoleh prestasi yang baik dalam
belajarnya pasti memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan
belajar baik di sekolah maupun di rumah. Dari hal tersebut maka motivasi
itu mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah
kelakukan seseorang. Dalam hal ini adalah mendorong timbulnya belajar,
dan mempengaruhi belajar serta mengubah kelakuan atau tingkah laku
belajar siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut, Oemar Hamalik dalam bukunya
yang berjudul “Psikologi Belajar dan Mengajar” menyingkap tiga fungsi
motivasi, yaitu:
1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.
2. Sebagai pengaruh, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang dinginkan.
3. Sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.83
Sejalan dengan itu Sardiman juga mengemukakan tiga fungsi dari
motivasi, yaitu:
82Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. 4, hlm. 121.
83Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), Cet. 3, hlm. 175.
39
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.84
Disamping itu, selain fungsi-fungsi di atas Sardiman juga
mengungkapkan bahwa motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha
dan pencapaian prestasi.85
Selanjutnya, Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi mengemukakan
bahwa motivasi itu berfungsi :
a. Memberi semangat dan mengaktifkan peserta didik supaya tetap berminat dan siaga.
b. Memusatkan perhatian peserta didik pada tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan belajar.
c. Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang.86
Nana Syaodih Sukmadinata menjelaskan bahwa motivasi itu
memiliki dua fungsi, yaitu : pertama mengarahkan atau directional
function dan kedua mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan (activating
and energizing function). Dalam mengarahkan individu dari sasaran yang
akan dicapai. Apabila sesuatu sasaran atau tujuan merupakan sesuatu yang
diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan mendekatkan (approach
motivation) dan bila sasaran atau tujuan tidak dinginkan oleh individu,
maka motivasi berperan menjauhi sasaran (avoidance motivation). Karena
motivasi berkenaan dengan kondisi yang cukup kompleks, maka mungkin
pula terjadi bahwa motivasi tersebut sekaligus berperan mendekatkan dan
menjauhkan sasaran (approach-avoidance motivation). Motivasi juga
84Sardiman AM, op.cit, hlm. 83. 85Ibid. 86Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, op.cit., hlm. 11.
40
dapat berfungsi mengaktifkan atau meningkatkan kegiatan. Suatu
perbuatan atau kegiatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat lemah,
akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan
kemungkinan besar tidak akan membawa hasil. Sebaliknya apabila
motivasinya besar atau kuat maka akan dilakukan dengan sungguh-
sungguh, terarah dan penuh semangat, sehingga kemungkinan akan
berhasil lebih besar.87
Berdasarkan dari berbagai pendapat tentang fungsi motivasi yang
diuraikan diatas. Maka dapat penulis simpulkan yaitu :
1. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ibarat mobil motivasi adalah
mesinnya. Mobil itu akan berjalan manakala ada mesin penggeraknya.
2. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Motivasi mengarahkan kemana
seseorang harus bergerak dan melakukan kegiatan sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan.
3. Motivasi berfungsi sebagai pendorong timbulnya aktivitas atau
kegiatan. Siswa yang tidak bergairah, tidak memiliki motif untuk
belajar akan didorong oleh motivasi sehingga timbullah gairah untuk
beraktivitas (belajar).
4. Motivasi berfungsi meningkatkan kegiatan yang sudah berjalan
sehingga menghasilkan hasil yang lebih maksimal.
5. Motivasi berfungsi sebagai penyeleksi atau mengklasifikasikan
kegiatan-kegiatan mana yang harus dikerjakan agar tujuan yang
ditetapkan dapat tercapai dengan baik. Seorang siswa yang sedang
menghadapi ujian akhir nasional misalnya bertujuan agar ia dapat lulus
dengan hasil yang baik, tentu saja akan selau berusaha untuk belajar
dan tidak akan menghabiskan waktunya hanya untuk bermain-main
atau yang lain.
6. Motivasi berfungsi membantu memenuhi/mencapai kebutuhan
seseorang (siswa) baik yang bersifat jangka pendek maupun yang
berjangka panjang.
87Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, op.cit, hlm. 52-53.
41
Manusia dalam hidupnya memiliki berbagai macam kebutuhan.
Maslow sebagaimana dikutif oleh Alex Sobur membagi kebutuhan
manusia menjadi lima yaitu:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yang paling dasar, paling
kuat dan paling jelas di antara segala. Kebutuhan manusia adalah
kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu makan,
minum, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Kebutuhan tersebut pada
dasarnya mengarah kepada dua bentuk, yakni:
a. kebutuhan keamanan jiwa
b. kebutuhan keamanan harta
Kebutuhan akan rasa aman muncul sebagai kebutuhan yang paling
penting kalau kebutuhan fisiologis telah terpenuhi. Kebutuhan ini
meliputi : perlindungan, keamanan, hukum, kebebasan dari rasa takut
dan kecemasan.
3. Kebutuhan cinta dan memiliki-dimiliki (belongingness and love
needs).
Kebutuhan ini muncul ketika kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi
secara rutin. Orang butuh dicintai dan pada gilirannya butuh
menyatakan cintanya, cinta disini berarti rasa sayang dan rasa terikat
(to belong) antara orang satu dengan orang yang lain, lebih-lebih
dalam keluarga sendiri.
4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs).Pemenuhan kebutuhan ini
menjurus pada kepercayaan terhadap diri sendiri dan perasaan diri
berharga. Maslow membagi kebutuhan penghargaan ini dalam dua
jenis : Pertama, didasarkan atas respek terhadap kemampuan,
kemandirian, dan perwujudan kita sendiri. Kedua, didasarkan atas
penilaian orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs)
Kebutuhan ini timbul jika kebutuhan-kebutuhan yang lain telah
terpenuhi. Kebutuhan aktualisasi diri, sebagaimana kebutuhan lainnya,
42
menjadi semakin penting, jenis kebutuhan tersebut menjadi aspek yang
sangat penting dalam perilaku manusia. Maslow melukiskan
kebutuhan aktualisasi diri ini sebagai hasrat untuk menjadi diri
sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut
kemampuannya. Hal itu didasarkan bahwa manusia memiliki hakikat
intrinsik yang baik, dan itu memungkinkan untuk mewujudkan
perkembangan. Perkembangan yang sehat terjadi bila manusia
mengaktualisasikan diri dan mewujudkan segenap potensinya.88
Dari uraian-uraian di muka terlihat, betapa kompleksnya masalah
motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu itu. Dalam kehidupan
sehari-hari kita dapat mengamati bahwa kebutuhan manusia itu berbeda-
beda, begitu pula peserat didik yan sedang belajar juga memiliki
kebutuhan-kebutuhan yang kompleks. Menurut Clifford T. Morgan
sebagaimana dikutip oleh Rohani dan Ahmadi memandang bahwa anak
(individu) memiliki kebutuhan :
a. Untuk berbuat sesuatu demi kegiatan itu sendiri; activity in it self is a plesure.
b. Untuk menyenangkan hati orang lain c. Untuk berprestasi atau mencapai hasil (to achive) d. Untuk mengatasi kesulitan. Sikap anak terhadap kesulitan
banyak bergantung pada sikap lingkungannya.89
3. Macam-macam Motivasi Belajar Siswa
Berbicara mengenai macam atau jenis motivasi ini pada dasarnya
sangat banyak dan bervariasi. Dalam hal ini (motivasi belajar) menurut
Ws. Winkel menjelaskan bahwa motivasi belajar di sekolah yang lazim itu
dibedakan atas dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi
intrinsik.90
a. Motivasi ekstrinsik
88Alex Sobur,op. cit. hlm. 274-278. 89Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, op.cit., hlm. 12. 90W.S. Winkel, op.cit., hlm. 173.
43
Motivasi ektrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi
karena adanya perangsang dari luar.91 Pengertian ini dapat dipahami
bahwa motivasi itu bukanlah bentuk motivasi yang berasal dari luar
siswa, misalnya dari guru, tetapi motivasi itu berasal dari dalam diri
siswa itu sendiri namun kemunculannya itu karena dirangsang dari luar
individu (siswa). Misalnya seorang siswa belajar bukan karena ingin
mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik,
disanjung, dipuji dan lain sebagainya.
Jadi kalau dilihat dari segi tujuannya, maka motivasi ekstrinsik
itu tidak secara langsung berhubungan dengan esensi apa yang
dilakukannya itu (dalam hal ini belajar) oleh karena itu dapat dikatakan
motivasi ekstrinsik menekankan bahwa tingkah laku individu dimotivasi
oleh kekuatan-kekuatan eksternal berupa tujuan-tujuan tertentu yang
ingin dicapai individu.92
Dari hal tersebut, maka motivasi ekstrinsik lebih kurang
mementingkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sebagaimana
diungkapkan di atas yaitu menyangkut empat kebutuhan manusia yang
terdiri dari kebutuhan psysiologis kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta
atau memiliki-dimiliki, dan kebutuhan penghargaan (esteem needs).
Berdasarkan pada hal ini maka yang tergolong motivasi belajar
ekstrinsik antara lain (1) belajar demi memenuhi kewajiban; (2) belajar
demi menghindari hukuman; (3) belajar demi memperoleh hadiah; (4)
belajar demi memperoleh pujian dari orang lain; (5) belajar demi
meningkatkan gengsi sosial; (6) belajar demi memperoleh jabatan.93
b. Motivasi intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif
yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar,
karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan
91Sardiman AM, op.cit., hlm. 88. 92Koeswara, Motivasi Teori dan Penelitiannya, (Bandung: Angkasa, 1989), Cet. 1, hlm.
239. 93W.S. Winkel, op.cit., hlm. 174.
44
sesuatu.94 Motivasi ini merupakan motivasi yang datang atau muncul
dari dalam diri individu itu sendiri karena adanya rasa senang atau suka
untuk melakukan sesuatu, misalnya belajar.
Orang yang memiliki motivasi intrinsik dalam tingkah lakunya
didasarkan atas dorongan dari dalam, misalnya dalam masalah belajar,
siswa melakukan belajar atas dasar kesadaran diri, karena betul-betul
mengetahui atau betul-betul ingin mendapat ilmu pengetahuan,
keterampilan, nilai agar menjadi atau memiliki tingkah laku yangbaik,
bukan karena tujuan-tujuan yang lain seperti ingin dipuji, disayang
karena hadiah, karena takut, dan lain sebagainya. Orang yang
termotivasi intrinsik menganggap bahwa apabila ia telah berhasil
memenuhi kebutuhan maka ia akan merasa puas dan merasa cukup.
Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi intrinsik mengacu
pada fakta bahwa individu bisa dan sering termotivasi untuk bertingkah
laku bukan karena adanya kekuatan atau perkuatan eksternal, melainkan
karena tingkah laku itu sendiri cukup memberikan kepuasan bagi
individu.95
Pada motivasi intrinsik, peserta didik belajar karena belajar itu
sendiri dipandang bermakna atau dapat bermanfaat bagi dirinya. Tujuan
yang ingin dicapai terletak dalam perbuatan belajar itu sendiri yaitu
menambah pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
Motivasi intrinsik pada umumnya lebih menguntungkan karena
biasanya dapat bertahan lebih lama.96 Seperti dijelaskan di atas. Bahwa
orang yang melakukan sesuatu (siswa-belajar) betul-betul ingin
mendaptkan pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Hal ini lebih
menguntungkan bagi siswa, karena dia akan memiliki kesadaran sendiri,
menimbulkan minat, dan perasaan senang dalam belajarnya.
Hal tersebut bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak
baik dan tidak penting, dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting.
94Sardiman AM, op.cit., hlm. 87. 95Koeswara, Motivasi Teori dan Penelitiannya, loc.cit. 96Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, op.cit., hlm. 120.
45
Sebab kemungkinan besar itu dinamis berubah-ubah, dan juga
memungkinkan komponen-komponen lain dalam proses belajar
mengajar ada yang karena menarik bagi siswa, sehingga dibutuhkan
motivasi ekstrinsik.97
4. Indikasi Motivasi Belajar
Sebagaimana telah diuraikan diatas, motivasi adalah keseluruhan
daya penggerak atau pendorong di dalam diri individu yang menimbulkan
munculnya perubahan tingkah laku atau kegiatan untuk mencapai tujuan
yang telah dirumuskan. Dapat diketahui bahwa motivasi itu mendasari
semua perilaku individu.
Demikian juga halnya dengan siswa dalam proses belajar
mengajar, mereka dapat melakukan aktivitas belajar karena didorong oleh
motivasi. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi
yang ada pada diri siswa, baik yang berkaitan dengan kejiwaan, perasaan
dan emosi yang diwujudkan dalam tingkah lakunya dalam kegiatan
belajar-mengajar.
Motivasi yang ada pada diri setiap orang pada dasarnya dapat
diketahui dengan ciri-ciri atau indikasi-indikasi motivasi. Ada beberapa
ciri atau indikasi bahwa orang tersebut memiliki motivasi sebagai berikut :
a. Tekun menghadapi tugas b. Ulet menghadapi kesulitan c. Menunjukkan minat terhadap bermcam-macam masalah d. Lebih senang bekerja mandiri e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin f. Dapat mempertahankan pendapatnya g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.98 Ciri-ciri motivasi seperti di atas akan sangat penting dalam
kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar akan berhasil baik
apabila siswa memiliki motivasi, siswa tekun yang menghadapi tugas dari
97Sardiman AM, op.cit., hlm. 89. 98Ibid, hlm. 81.
46
guru, ulet menghadapi kesulitan-kesulitan memilki minat dan rasa senang
untuk belajar, siswa yang memiliki motivasi yang kuat akan bosan apabila
tugas-tugas yang diberikan secara rutin dan monoton serta mengulang-
ngulang. Siswa juga dapat mempertahankan setiap pendapat dilontarkan
kepada forum/kelas ketika proses belajar mengajar, dan mampu mencari
sumber-sumber untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Selain ciri-ciri di atas ada ciri atua indikasi yang lain bahwa siswa
itu memiliki motivasi belajar yaitu :
a. Rajin ke perpustakaan untuk membaca buku-buku pelajar atau yang
lain.
b. Selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya.
c. Tidak pernah terlambat masuk sekolah.
d. Tidak gaduh atau ramai saat proses belajar mengajar terjadi.
e. Mentaati peraturan-peraturan sekolah.
f. Selalu bertanya kepada gurunya apabila dia tidak paham dan lain
sebagainya.
5. Cara Memotivasi
Belajar merupakan suatu proses yang panjang, ditempuh selama
bertahun-tahun. Untuk itu membutuhkan motivasi yang baik agar siswa
selalu memiliki motivasi yang tetapi tinggi dan tahan lama. Agar para
siswa memiliki motivasi tersebut, dalam hal ini guru harus berusaha untuk
membangkitkan motivasi siswanya.
Dalam kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis
memumbuhkan motivasi adalah bermacam-macam. Cara-cara tersebut
kadang-kadang tepat dan kadang-kadang juga bisa kurang sesuai. Hal ini
guru harus berhati-hati dan cermat dalam menumbuhkan atau merangsang
motivasi belajar siswa. Sebab mungkin maksud guru memberikan motivasi
tetapi justru tidak menggantungkan dan petunjuk agar guru dalam
memotivasi siswanya dapat berhasil yaitu :
47
a. Usahakan agar tujuan pelajar jelas dan menarik, makin jelas tujuan makin kuat motivasi.
b. Guru sendiri harus antusias mengenai pelajaran yang diberikannya.
c. Ciptakan suasana yang menyenangkan, senyum yang menggembirakan.
d. Usahakan agar anak turut serta dalam proses belajar mengajar. Anak-anak ingin aktif.
e. Hubungkan pelajar dengan kebutuhan anak. f. Pujian dan hadiah lebih berhasil dari hukuman dan celaan. g. Pekerjaan dan tugas harus sesuai dengan kematangan dan
kesanggupan anak. h. Mengetahui hasil baik menggiatkan usaha murid. i. Hasil buruk apalagi bila berulang-ulang mematahkan semangat. j. Hargailah pekerjaan murid. k. Berilah kritik dengan senyuman, jangan anak memiliki kesan
bahwa guru marah kepadanya, tetapi hanya kecewa atas hasil pekerjaannya atau perbuatannya.99
Dari beberapa prinsip memotivasi di atas jelaslah bahwa
memotivasi siswa/anak berarti mengatur kondisi-kondisi sehingga ia ingin
melakukan apa yang dapat dikerjakannya; “to motivate a child is to
arrange conditions so tahat he want to do wahat he is capable of
doing”.100
Dalam memotivasi siswa agar mau belajar, ada beberapa teknik
atau cara yaitu: melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan
pengulungan informasi, memberikan stimulus baru misalnya melalui
pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik, memberi kesempatan peserat
didik untuk menyalurkan keinginan belajarnya, menggunakan media dan
alat bantu yang menarik perhatian peserta didik seperti gambar, foto,
diagram dan sebagainya.101
Selain teknik dan bentuk memotivasi di atas ada beberapa teknik
dan bentuk motivasi yang penting dalam merangsang timbulnya motivasi
belajar siswa yaitu sebagai berikut:
1. Pemberian penghargaan atau ganjaran.
99Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. 2, hlm. 83. 100Ibid. 101Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, op.cit., hlm. 11-12.
48
2. Pemberian angka atau grade. 3. Memberitahukan keberhasilan dan tingkat aspirasi siswa. 4. Pemberian pujian 5. Kompetisi dan kooperasi (kerjasama). 6. Pemberian harapan. 7. Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar mau melibatkan
dirinya (ego-involue). 8. Memberi ulangan, memberitahu kapan akan diadakan ulangan. 9. Hukuman. 10. Tujuan yang diakui oleh siswa 11. Menumbuhkan hasrat untuk belajar 12. Menumbuhkan minat anak.102 Dari beberapa teknik dan bentuk memotivasi siswa yang diuraikan
di atas, bukanlah merupakan teknik dan bentuk yang sangat baik atau
standar dan pasti berhasil, itu semua kembali kepada kemampuan guru
dalam menggunakan teknik tersebut, usaha keras guru juga dalam hal ini
sangat diperlukan. Jadi keberhasilan memotivasi itu tergantung kepada
guru.
D. Hubungan Kompetensi Profesional dan Kompetensi Kepribadian Guru
dengan Motivasi Belajar Siswa
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Dalam proses
tersebut merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan
guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dengan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses belajar megnajar. Dalam hal ini guru bukan hanya
sebagai pengajar yang hanya menyampaikan ilmu kepada siswa tetapi juga
harus sebagai pendidik, pembimbing, teladan atau model dan sebagainya.
Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh
sekolah, pola, struktur, dan isi kurikulum akan tetapi sebagian besar
102Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, op.cit., hlm. 184-186; lihat pula Sardiman,
op.cit., hlm. 90-93.
49
ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka.
Guru yang kompetensi akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar
yang afektif, menyenangkan dan akan lebih mampu mengelola kelasnya,
sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal.103
Proses pembelajaran-pengajaran yang efektif hanya mungkin akan
terwujud apabila dilaksanakan oleh guru profesional dan dijiwai
profesionalisme yang tinggi. Guru profesional ialah guru yang memiliki
keahlian yang memadai, rasa tanggung jawab yang tinggi, serta memiliki rasa
kebersamaan dengan sejawatnya, mereka mampu melaksanakan fungsi-
fungsinya sebagai pendidik yang bertanggung jawab mempersiapkan siswa
bagi peranannya di masa depan.104
Guru dengan berbagai kemampuan profesionalnya sebagaimana telah
diuraikan di muka,105 diharapkan mampu menumbuhkan motivasi belajar
siswa agar dapat berhasil dalam belajarnya sesuai dengan tujuannya, sebagai
motivasi, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan
aktif belajar hal ini dapat dilakukan dengan cara penganekaragaman cara-cara
belajar, memberikan penguatan dan sebagainya.106 Selain itu teknik-teknik
yang telah diuraikan diatas juga dapat digunakan untuk merangsang timbulnya
motivasi belajar siswa.
Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses
belajar, dan karenanya guru harusmenguasai prinsip-prinsip belajar disamping
menguasai materi yang akan diajarkan.107
Kemampuan guru dalam berbagai metode penyampaian atau dalam
menggunakan metodologi pengajaran tentu akan lebih menarik minat siswa
dibanding dengan guru yang tidak mampu menggunakan berbagai/bermacam-
macam metode. Guru yang menguasai pelajaran juga akan lebih memberikan
103Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi,op.cit., hlm.
36. 104Mohamad Surya, op.cit., hlm. 78. 105Lihat catatan kaki nomor 22,23 dan 24. 106Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 45. 107Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, op.cit., hlm. 33.
50
semangat terhadap siswa dalam belajaranya. Dengan kata lain kompeten
profesional guru memiliki pengaruh terhadap motivasi-motivasi siswa.
Demikian juga dengan kepribadiaan guru yang merupakan ciri atau
karakteristik guru yang khas mempunyai pengaruh langsung dan komulatif
terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. Sejumlah
percobaan dan hasil-hasil observasi menguatkan kenyataan bahwa banyak
sekali yang dipelajari oleh siswa dari gurunya. Para siswa menyerap sikap-
sikap gurunya, merefleksikan perasaan-perasaannya menyerap keyakinan-
keyakinannya, meniru tingkah lakunya dan mengutip pernyataan-
pernyataannya. Pengalaman menunjukkan bahwa masalah-masalah seperti
motivasi, disiplin, tingkah laku sosial, prestasi, dan hasrat belajar yang terus
menerus itu semuanya bersumber dari kepribadian guru.108
Menurut Arifin, dalam bukunya Kapita Selekta Pendidiakn (Islam dan
Umum), mengemukakan bahwa kepribadian guru yang unik dapat
mempengaruhi murid yang dikembangkan terus menerus sehingga ia benar-
benar terampil dalam tugasnya:
a. Memahami dan menghargai tiap potensi dari tiap murid
b. Membina situasi sosial yang meliputi dari tiap murid yang mendorong
murid dalam meningkatkan kemampuan memahami pentingnya
kebersamaan dan kesepahaman arah pemikiran dan perbuatan dikalangan
murid.
c. Membina perasaan saling mengerti, saling menghormati dan saling
bertanggung jawab dan percaya-mempercayai antara guru dan murid.109
Dari hal tersebut dapat dipahami bahwa guru yang terampil dalam tiga
hal diatas, maka baik langsung maupun tidak, baik cepat maupun lambat akan
disenangi oleh siswanya, dengan dimulai dari rasa senang terhadap gurunya
tersebut timbullah dorongan untuk menyukai apa yang diajarkannya, dari sini
timbul motivasi belajar.
108Ibid, hlm. 34-35. 109Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
Cet. 3, hlm. 112-113.
51
Sebagaimana diuraikan diatas bahwa motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan
arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan.110
Motivasi merupakan salah satu faktor yang mendorong keberhasilan
proses belajar siswa di sekolah memiliki berbagai fungsi yakni sebagai
penggerak, pengarah, penyeleksi dan membantuk memenuhi kebutuhan siswa
agar berhasil dalam belajarnya. Dari sini motivasi adalah syarat mutlak untuk
belajar.111 Motivasi belajar yang disertai dengan motivasi yang kuat, akan
menghasilkan prestasi yang baik. Semakin tepat motivasi yang diberikan,
semakin berhasil pengajaranitu, motivasi menentukan intensitas usaha
belajar.112
Mengingat pentingnya motivasi dalam belajar, maka guru harus
mampu membangkitkan motivasi belajar siswa baik motivasi intrinsik maupun
motivasi ekstrinsik.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara kompetensi profesional dan kompetensi
kepribadian guru dengan motivasi belajar siswa. Dengan kompetensi tersebut,
guru akan mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.
E. Kajian Penelitian yang Relevan
Kajian mengenai judul yang penulis teliti pada dasarnya sudah banyak
yang membahasnya, misalnya kajian yang dilakukan oleh (1) Sri Uswatun
Khotimah dalam skripsinya yang berjudul Kompetensi Guru menurut Imam
Al-Ghazali,113 membahas secara panjang lebar tentang kedudukan, tugas dan
kompetensi guru menurut Al-Ghazali.
(2) M. Faela dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Kompentensi
dan Akhlak Guru terhadap Minat Belajar Siswa dalam Bidang PAI di SLTP 1
110Lihat catatan kaki nomor 75. 111Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, op.cit., hlm. 60. 112Nasution, op.cit., hlm. 60. 113Sri Uswatun, Kompetensi Guru Menurut Imam Al-Ghazali, Skripsi S.I IAIN Walisongo
Semarang, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2001),.
52
Bodeh Pemalang Tahun 2000/2001.114 membahas tentang: Pertama, pengaruh
kompentensi guru Agama terhadap minat belajar siswa dalam bidang studi
PAI, dalam hal ini dibahas tentang berbagai macam kompetensi guru secara
keseluruhan dan pengaruhnya terhadap minat belajar siswa. Kedua, pengaruh
akhlak guru agama terhadap minat belajar siswa dalam bidang studi PAI, lebih
khusus membahas tentang beberapa kahlak yang harus dimiliki oleh guru
agama dan minat belajar siswa. Dari kajian yang dilakukannya menghasilkan
suatu kesimpulan bahwa ada pengaruh yang positif antara kompentensi dan
akhlak guru agama terhadap terhadap minat belajar siswa dalam bidang studi
PAI di SLTP 1 Bodeh Pemalang.
Selanjutnya dalam skrispi yang berjudul Pengaruh Kualtias
Kompetensi Profesional Guru terhadap Motivasi belajar siswa MTs Al-
Muayyad III Tegowangu Grobogan tahun 2000 Ali Mudlofar.115 Membahas
tentang beberapa permasalahan yaitu: (1) Seperti apakah kualitas kompetensi
profesional guru MTs Al-Muayyad III Tegowangu Grobogan, (2)
Bagaimanakah variasi motivasi belajar siswa di MTs Al-Muayyad III
Teqowangu Grobogan, dan (3) Bagaimanakah pengaruh kualitas kompetensi
profesional guru dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa di MTs Al-
Muayyad III Tegowangu Grobogan, setelah dikaji menghasilkan beberapa
kesimpulan yaitu (1) Kualitas kompetensi profesional guru MTs Al-Muayyad
III Teqowangu Grobogan adalah sedang, (2) Motivasi belajar siswa MTs al-
Muayyad III Tegowangu Grobogan tinggi, dan (3) Tidak ada pengaruh yang
positif antara kualitas kompentensi profesional guru dengan motivasi belajar
siswa.
114M. Faela, Pengaruh Kompetensi dan Akhlak Guru terhadap Minat Belajar dalam
Bidang PAI di SLTP 1 Bodeh Pemalang tahun 2000/2001, skripsi S.I IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Fakultas Tarbiyah, 2000),
115Ali Mudlofar, Pengaruh Kualitas Kompetensi Profesional Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa MTs Al-Muayyad III Tegowangu Grobogan tahun 2000, skripsi S.I IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Fakultas Tarbiyah, 2001)
53
Nur Rohmah,116 dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh
Profesionalime Guru PAI terhadap Prestasi Belajar Bidang Studi PAI di SMU
Negeri 1 Semarang, mengkaji tentang tiga permasalahan yaitu (1) Bagaimana
profesionalisme guru PAI di SMU Negeri 1 Semarang? (2) Bagaiamana
prestasi belajar PAI siswa di SMU Negeri 1 Semarang? dan, (3) Adakah
korelasi positif profesionalisme guru PAI terhadap prestasi belajar PAI Siswa
SMU Negeri 1 Semarang? penelitian ini menghasilkan; (1) Profesionalisme
guru PAI pada taraf baik, (2) Demikian juga dengan prestasi siswa juga baik,
(3) Ada korelasi yang positif antara profesionalisme guru PAI dan prestasi
belajar siswa di SMU Negeri 1 Semarang.
Dari beberapa kajian yang telah diuraikan diatas, penulis bertambah
yakin dan tertarik terhadap penelitian yang berjudul “Persepsi Siswa Tentang
Kompetensi Profesional dan Kompetensi Kepribadian Guru Pengaruhnya
Terhadap Motivasi Belajar Siswa MAN Pagerbarang Tegal tahun 2005”.
Penulis berpendapat bahwa dari beberapa penelitian yang telah diuraikan di
atas atau telah penulis temukan, masing-masing menunjukkan perbedaan dari
segi pembahasan dan tempat penelitiannya.
Penelitian yang penulis kaji pada intinya membahas secara mendalam
tentang tiga permasalahan yaitu: (1) Bagaimana persepsi siswa tentang
kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian guru MAN Pagerbarang
Tegal? (2) Bagaimanakah motivasi belajar siswa MAN Pagerbarang Tegal?
dan (3) Adakah pengaruhnya kompetensi profesional dan kompetensi
kepribadian guru teradap motivasi belajar siswa MAN Pagerbarang Tegal.
F. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hipo berarti kurang atau lemah dan tesis
atau thesis yang berarti teori yang disajikan sebagai bukti. Dalam pembicaraan
in hipo diartikan lemah dan tesis diartikan teori, proporsi atau pernyataan, jadi
116Nur Rohmah, Pengaruh Profesionalisme Guru PAI Terhadap Prestasi Belajar Bidang
Studi PAI di SMU Negeri I Semarang, Skripsi S.I IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah, 2003).
54
hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan masih perlu
dibuktikan kenyataannya.117
Menurut Sutrisno Hadi bahwa hipotesis adalah dugaan yang mungkin
benar atau mungkin juga salah, dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan
diterima jika fakta-fakta membenarkannya setelah adanya penyelidikan
terhadap fakta-fakta tersebut.118
Berdasarkan pengertian tersebut dan pengamatan sementara maka
hipotesis yang penulis ajukan yaitu: “Ada pengaruh yang positif antara
kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian guru terhadap motivasi
belajar siswa di MAN Pagerbarang Tegal tahun 2005”
117Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2003), Cet. 5, hlm. 29. 118Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 1997), Cet. 29.
hlm. 63.