bab i 1100075 -...

22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya al-Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk umat manusia, menyeru mereka kepada aqidah tauhid, dan mengajari mereka berbagai nilai dan metode pemikiran dan kehidupan yang baru. Al-Qur’an memberikan petunjuk kepada mereka akan tingkah laku yang lurus dan benar, dan mengarahkan mereka pada jalan yang benar dalam mendidik dan membina diri secara benar, sehingga bisa mencapai kesempurnaan manusiawi yang merealisasikan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tidak diragukan lagi bahwa dalam al-Qur’an terdapat kekuatan spiritual yang luar biasa dan mempunyai pengaruh mendalam atas diri manusia. Al-Qur’an membangkitkan pikiran, menggelorakan perasaan, menggugah kesadaran, dan menajamkan wawasan. Dan manusia yang berada dalam pengaruh al-Qur’an seakan menjadi manusia baru yang diciptakan kembali (Najati, 1997: 283-284). Kajian tentang al-Qur’an akhir-akhir ini menemukan momentum pengkajian dan bahkan mengindikasikan pengkajian al-Qur’an sebagai sebuah tren dan lokomotif wacana pengembangan ilmu keIslaman. Bagi kebanyakan umat Islam, al-Qur’an bukan hanya sebatas teks bacaan sehari-

Upload: duongbao

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya al-Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk umat

manusia, menyeru mereka kepada aqidah tauhid, dan mengajari mereka

berbagai nilai dan metode pemikiran dan kehidupan yang baru. Al-Qur’an

memberikan petunjuk kepada mereka akan tingkah laku yang lurus dan benar,

dan mengarahkan mereka pada jalan yang benar dalam mendidik dan

membina diri secara benar, sehingga bisa mencapai kesempurnaan manusiawi

yang merealisasikan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Tidak diragukan lagi bahwa dalam al-Qur’an terdapat kekuatan

spiritual yang luar biasa dan mempunyai pengaruh mendalam atas diri

manusia. Al-Qur’an membangkitkan pikiran, menggelorakan perasaan,

menggugah kesadaran, dan menajamkan wawasan. Dan manusia yang berada

dalam pengaruh al-Qur’an seakan menjadi manusia baru yang diciptakan

kembali (Najati, 1997: 283-284).

Kajian tentang al-Qur’an akhir-akhir ini menemukan momentum

pengkajian dan bahkan mengindikasikan pengkajian al-Qur’an sebagai

sebuah tren dan lokomotif wacana pengembangan ilmu keIslaman. Bagi

kebanyakan umat Islam, al-Qur’an bukan hanya sebatas teks bacaan sehari-

2

hari setidaknya pada saat shalat tapi juga diyakini sebagai firman Tuhan

(Arkoun, 2003: 2)1.

Menurut Abdullah (2000: 10-19), setidaknya ada dua pendekatan

dasar dalam mengkaji al-Qur’an yaitu metode perbandingan dan metode

tematis. Metode perbandingan ini dapat dijumpai dalam tafsir karya Aisyah

Abdurrahman binti al-Syati yang berjudul al-tafsir al-Bayani lil al-Qur’an al-

Karim. Secara garis besar tafsir ini menelaah, mendalami dan

mendampingkan berbagai pemahaman dan pemikiran ahli tafsir terdahulu

dalam menguraikan dan memahami suatu ayat.

Metode kedua adalah metode tematis sebagaimana yang dipaparkan

oleh Quraish Shihab (1996: xiv-xv) dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir

Maudhui atas Berbagai Persoalan Umat (al-Tafsir, al-Maudhu’i)2..

1 Umumnya umat Islam menilai al-Qur’an sebagai teks kitab suci, sehingga umat dilarang

mengkritisi al-Qur’an. Namun, ini berbeda dengan Nasr hamid Abu –Zayd, pemikir Islam asal Mesir, justru mengkaji al-Qur’an dengan teori analisa teks. Dengan teori linguistik ini, dia mengatakan bahwa teks al-Qur’an sangat terkait dengan tradisi dan setting sosial polotik lokalitas bangsa Arab Abad 14 abad silam, waktu ketika al-Qur’an diucapkan. Lihat Nasr Hahid Abu- Zayd, Tekstualitas al-Qur’an Kritik Ulumul Qur’an, terj. Khoiron Nahdhiyin, cetakan II, LkiS, Yogyakarta, 2002, hlm.11-13. sementara itu tradisi-tradisi, termasuk tradisi zahudi dan Kristen. Bagi Wansbrugh, al-Qur’an bukan hanya kreasi Muhammad, tetapi juga hasil kreasi umat Islam. Al-Qur’an merupakan kreasi hasil suatu perkembangan organic tradisi-tradisi selama suatu pereode transmisi yang sangat panjang yang mencapai titik akhir pada permulaan abad ke-3 H/9M. Tesis Wansbrough ini kemudian dikritik Fazlur Rahman, dengan menilai Wansbrugh belum memahami secara sepurna fenomena subtitusi ayat-ayat tertentu dengan ayat-ayat lainnya. Fenomena ini dalam al-Qur’an dikenal dengan istilah naskah. Lihat Fazlur Rahman , Mayor Themes of the Qur’an .dan bisa dilihat juga pada justisia Edisi 23, 2003 hlm.6

2 Metode ini menurut Quraish Shihab, bukanlah konsep yang baru tetapi sudah dikenal sejak masa Rasulullah namun ia baru berkembang jauh sesudah masa beliau. Dalam perkembangannya metode ini mengambil dua bentuk penyajian. Pertama : menyajikan kotak yang berisi pesan-pesan al Qur’an yang terdapat pada ayat-ayat yang terangkum pada satu surat saja. Bentuk kedua dari metode ini berkembang pada tahun enam puluhan. Disadari oleh para pakar bahwa menghimpun pesan-pesan al Qur’an yang terdapat pada satu surat saja belum menuntaskan persoalan, sehingga diperlukan kajian yang menghimpun keseluruhan pesan yang terdapat dalam al Qur’an. Salah satu sebab yang mndorong kelahiran bentuk kedua ini adalah semakin melebar, meluas dan mendalamnya perkembangan keilmuan dan semakin kompleknya persoalan yang memerlukan bimbingan al Qur’an. Di sisi lain kesibukan dan kesempatan waktu yang tersedia bagi peminat tuntutan itu semakin menuntut gerak cepat untuk memperoleh informasi dan bimbingan.

3

Model tematik ini dapat dijumpai dalam tafsir karya Fazlur Rahman

(1996: 13) meskipun ia sendiri tidak menamakan buku atau karyanya sebagai

kitab tafsir, tetapi jika dibaca pendahuluan buku tersebut akan diperoleh

keterangan bahwa ia merasakan adanya kebutuhan mendesak di masyarakat

muslim untuk memperoleh bimbingan al-Qur’an sebagai “Hudalinnas”

(sebagai petunjuk bagi manusia), yang sudah dimodifikasi, diolah dan

dikonstruk sedemikian rupa lewat kekuatan kreatifitas akal; manusia

berdasarkan tuntutan perkembangan zaman untuk memenuhi bimbingan

spiritual serta menanamkan nilai-nilai spiritual ilahi yang transendental dan

sekaligus teraplikasikan secara imanen dalam kehidupan manusia.

Kehidupan manusia di era modernisasi yang telah merambah ke

seluruh penjuru dunia telah membuat manusia terlena dengan kemegahan dan

kemajuan yang ada. Banyak orang terpukau dengan modernisasi, mereka

menyangka bahwa dengan modernisasi itu serta merta akan membawa

kesejahteraan. Mereka lupa bahwa dibalik modernisasi yang serba gemerlap

memukau itu ada gejala yang dinamakan the agony of modernization, yaitu

azab sengsara karena modernisasi (Hawari, 1997: 3). Kemajuan teknologi dan

modernisasi yang cepat telah membawa banyak perubahan dunia. Akibat

kemajuan teknologi dan modernisasi berbagai sektor seperti pertanian,

perhubungan, komunikasi, kerja, mode dan industri diharuskan menghasilkan

produk yang banyak dalam waktu sesingkat mungkin. Orientasi hidup

menjadi materialis, akibatnya tuntutan kebutuhan hidup semakin banyak dan

M. Quraish shihab, Wawasan al-Qur’an : Tafsir Maudu’I atas Berbagai Persoalan Ummat,Bandung: Mizan,1996, hlm. Xiv-xv

4

semakin mahal. Akibat meningkatnya kebutuhan-kebutuhan pada masyarakat

modern, maka orang dalam kehidupan selalu mengejar waktu, mengejar

benda dan mengejar prestice. Semuanya ini akan membawa hidup seperti

mesin, tidak mengenal istirahat dan ketenteraman. Hidupnya dipenuhi oleh

ketegangan perasaan (tension), karena keinginanya menghindari perasaan

tertekan, jika semua yang diinginkan tidak terpenuhi. Hubungan antara

manusia yang pada mulanya bersifat persaudaraan menjadi bersifat

kepentingan. Persaingan dalam mencari keperluan-keperluan hidup yang

makin hari makin meningkat, telah membawa manusia hidup menjadi lebih

gelisah dan lebih renggang antara satu sama lain (Daradjat, 2001: 4). Maka

pada abad ke-20 masehi adalah suatu abad yang oleh ilmuwan disebut abad

kecemasan (The Age of anxiety).

Perasaan cemas, iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, ragu,

takut dan kekhawatiran yang tidak beralasan dalam masyarakat modern

menurut Daradjat (2001: 17-25) merupakan gejala gangguan mental.

Kesehatan mental yang terganggu berpengaruh buruk terhadap kesejahteraan

dan kebahagiaan. Gejala-gejala gangguan mental dapat dilihat dari perasaan,

pikiran, tingkah laku dan kesehatan badan. Dari segi perasaan, gejalanya

menunjukkan rasa gelisah, iri, dengki, risau, kecewa, putus asa, bimbang dan

rasa marah. Dari segi pikiran dan kecerdasan, gejalanya menunjukkan sifat

lupa dan tidak mampu mengkonsentrasikan pikiran kepada suatu pekerjaan

karena kemampuan berpikir menurun. Dari segi tingkah laku, sering

menunjukkan tingkah laku yang tidak terpuji, seperti suka mengganggu

5

lingkungan, mengambil milik orang lain, menyakiti dan memfitnah. Hal

tersebut merupakan salah satu penyebab penyimpangan fungsional pada

sistem syaraf (nervous-system).

Disorder fungsional mental ini (nervous system) mencakup pula

disintegrasi sebagian dari kepribadian; khususnya dengan berkenaan dengan

tidak adanya atau berkurangnya hubungan antara pribadi dengan sekitarnya.

Hal ini merupakan bentuk gangguan fungsional pada sistem syaraf,

mencakup pula desintegrasi sebagian dari kepribadian, khususnya terdapat

berkurang atau tidak adanya kontak antara pribadi dengan sekitar, walaupun

orangnya masih memiliki wawasan/ insight. Menurut J.P. Chaplin dalam

bukunya Kartono (2000: 96-105) ini merupakan satu penyakit mental lunak

ditandai oleh (1) wawasan yang keliru mengenai sifat kesulitannya, (2)

konflik-konflik batin, (3) reaksi-reaksi kecemasan, (4) kerusakan parsial pada

struktur kepribadian, (5) sering disertai fobia-fobia, gangguan pencernaan,

dan tingkah laku obsesif-kompulsif (Kartono, 1989: 97), atau yang sering

disebut dengan psikoneurosa.

Psikoneurotik biasanya akan menimbulkan gejala-gejala seperti: (1) Histeria, yaitu gangguan / disorder psikoneurotik yang khas ditandai oleh emosionalitas ekstrim; mencangkup macam-macam gangguan fungsi psikis, sensoris, motoris, vasomotor (syaraf-syaraf yang membesarkan/mengecilkan pembuluh-pembuluh darah), dan alat pecernaan, sebagai produk dari represi terhadap macam-macam konflik dalam kehidupan kesadaran. (2) Bentuk-bentuk dissosiasi kepribadian. Seperti fugue, yaitu usaha melarikan diri disertai kondisi amnesia ( kehilangan ingatan), dan ada kondisi dissosiasi dengan lingkungan. (3) psikastenia, merupakan tipe psikoneurosa ditandai oleh reaksi-reaksi kecemasan dibarengi kompulsi, ide-ide fixed, obsesi dan ketegangan-ketegangan fobik (akibat fobia). (4) Tics (gangguan berupa gerak facial/wajah) yaitu macam-macam gerak facial atau gerak muka/wajah seperti dipaksakan, berupa gerak-gerak pengejangan yang habitual dari satu kelompok kecil otot-otot tertentu, yang menurut J.P. Chaplin disebut

6

kejangan (kedutan, gerenyet) otot yang kadang-kadang diserai bunyian/vokalisasi.

Dari fenomena di atas di berbagai sisi kehidupan modern sedang

mengalami alienasi dan deviasi (Nasir, 1997: 6) eksistensi sehingga

memunculkan tekanan jiwa yang mengarah pada psikoneurotik serta di sisi

lain terjadi perkembangan yang menarik terhadap pemahaman terhadap al-

Qur’an yang salah satunya adalah metode tematik. Menurut Usman Nadjati,

dalam bukunya al-Qur’an dan ilmu jiwa dijelaskan bahwa salah satu jalan

keluarnya adalah melakukan dzikrullah, karena menurutnya hal ini akan

mampu sebagai terapi terhadap psikoneurotik tersebut (Najati, 1985: 328),

sehingga diperlukan kajian tematik tentang dzikir ini.. Dari sinilah maka

dalam penelitian ini mencoba mencari implementasi konseptual untuk melihat

sejauh mana al-Qur’an memberikan alternatif bagi persoalan modernitas

sehingga judul : “Konsep Dzikir Menurut al Qur’an Sebagai Terapi Mental

Penderita Psikoneurotik : Studi Analisis Bimbingan Konseling Islam”,

menjadi kajian menarik yang perlu perhatian lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka muncul

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep dzikir menurut al Qur’an ?

2. Bagaimana implementasi dzikir menurut al Qur’an sebagai terapi mental

penderita psikoneurotik ditinjau dari bimbingan konseling Islam ?

7

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dzikir menurut al Qur’an.

2. Untuk mengetahui bagaimana impiementasi dzikir menurut al Qur’an

sebagai terapi mental penderita psikoneurotik ditinjau dari bimbingan

konseling Islam.

Adapun signifikansi atau manfaat dari penelitian ini meliputi dua

aspek, yaitu:

1. Aspek teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu

yang berkaitan dengan bimbingan konseling Islam di Fakultas Dakwah

IAIN Walisongo.

2. Aspek praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat mendiskripsikan manfaat-

manfaat dzikir bagi rohani yang pada akhirnya diharapkan dapat

memberikan pemahaman yang komprehensif tentang manfaat dzikir bagi

kesehatan, sehingga dapat memberikan sumbangan bagi keilmuan bahwa

dzikir mempunyai peranan yang penting dalam kesehatan rohani.

D. Tinjauan Pustaka

Dari hasil survai kepustakaan di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo

Semarang, penelitian yang mengkaji tentang dzikir menurut Qur’an dengan

metode tematik sebagai terapi mental penderita psikoneurotik belum pernah

8

dilakukan, tetapi ada beberapa penelitian yang secara tidak langsung terkait

yaitu penelitian yang berjudul “Dzikir Sebagai Alternatif Pendekatan Dakwah

Islam Dalam Penyembuhan Mental Disorder”.

Penelitian tersebut ditulis oleh Abdul Kholil pada tahun 1997 yang

secara garis besar menyatakan bahwa dzikir merupakan salah satu alternatif

pendekatan jiwa kepada Yang Maha Kuasa, guna menemukan ketenangan

batiniyah sehingga orang yang memiliki mental yang tidak sehat dapat mulai

menemukan jati diri agar dapat menyelesaikan permasalahan hidupnya

melalui jalan yang benar dan tidak melampiaskannya kepada hal yang bersifat

negatif. Hal ini dapat terlaksana dengan bantuan bimbingan penyuluhan yang

merupakan salah satu metode dakwah Islamiyah. Dan klien dapat menemukan

ketengan batin dan dapat menyelesaikan persoalan hidup secara lebih bijak

dengan berdasar nilai-nilai ajaran agama Islam.

Penelitian lain tentang hal ini dapat ditemukan juga dalam : “Pengaruh

Ibadah Shalat Dan Dzikir Terhadap Kepribadian Pasien Di RSJ (Rumah Sakit

Jiwa) Semarang” yang ditulis oleh Uswatun pada tahun 1992. Dalam

penelitiannya tersebut dia berpendapat bahwa shalat yang khusu’ (konsentrasi)

sama dengan meditasi dengan menggunakan perasaan, keluhan dan

permasalahan kepada Allah. Dengan shalat orang akan memperoleh kelegaan

batin, karena ia merasa Allah mendengarkan, memperhatikan dan menerima

permohonannya tersebut maka ia akan dapat menjadikannya shalat sebagai

pengobatan jiwanya. Sedangkan dzikir adalah mengingat Allah dengan cara

mengucapkan kalimat Allah yang dapat diartikan sebagi gerakan hati dengan

9

menyebut asma Allah terus-menerus sebagi pengawas hati agar tidak mudah

tergoda oleh perbuatan dosa yang akan dapat menumbuhkan kegelisahan

individu, serta dzikir amal yang berarti melaksanakan seluruh perintah Allah.

Jadi salah satu manfaat dzikir adalah adanya gerakan tubuh dan hati yang

diarahkan sepenuhnya kepada Allah. Dan hasil dari penelitian ini adalah

pasien mulai melaksanakan kewajiban beribadah tersebut yang tentunya

melalui proses bimbingan dan penyuluhan (salah satu metode dakwah Islam)

dengan menggunakan pendekatan individu maupun kelompok dengan

menerapkan metode Psikoterapi Islam yaitu shalat dan dzikir.

Penelitian ketiga tentang hal ini dilakukan oleh Ahmadi pada tahun

2000 yang berjudul ; “Shalat Dan Dzikir Sebagai Terapi Terhadap Gangguan

Kejiwaan : Tinjauan Historisitas Dan Normativitas”. Inti dalam penelitian ini

dia menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara shalat dan dzikir

yang dilakukan oleh seseorang terhadap kualitas kejiwaan. Menurutnya hal ini

ditemukan secara langsung dalam al-Qur’an baik dalam dimensi historisitas

maupun normativitas.

Berbeda dengan penelitian di atas, dalam penelitian ini penulis

berangkat dari sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini sedang

mendalami kehidupan di era modern, dengan perubahan-perubahan sosial

yang cepat dan komunikasi tanpa batas, di mana kehidupan berorientasi pada

materialistik, sekuleristik, rasionalistik dengan kemajuan IPTEK di segala

bidang. Kondisi ini ternyata tidak selamanya memberikan kesejahteraan, tetapi

justru menjadi abad kecemasan (The age of anxiety).

10

Peluang yang diberikan dzikir dalam memberikan solusi atas problem

manusia. Memungkinkan penelitian untuk melakukan analisis terhadap konsep

dzikir menurut al-qur’an sebagai terapi terhadap mental penderita

psikoneurotik. Argumen-argumen tersebut menunjukkan perbedaan yang

mendasar antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

Sehingga penelitian ini bisa menambah khasanah keilmuan dalam penelitian-

penelitian yang pernah diteliti sebelumnya.

E. Kerangka Teoritik

Dzikir menurut Miftah Farid (1997: 25), secara bahasa dzikir bermula

dari dzkara, yadzkuuru, dzukr/dzikr, merupakan perbuatan dengan lisan

(menyebut, menuturkan) atau dan dengan hati (mengingat/menyebut dan

mengingat). Ada yang berpendapat bahwa dzukr (bidlammi) saja bisa berarti

pekerjaan hati dan lisan, sedang dzikr (bilkasri) khusus pekerjaan lisan. Dalam

peristilahan kata, dikr tidak terlalu jauh pengertiannya dengan makna-makna

lughawinya semula. Bahkan kamus-kamus modern seperti Al-Munjid, Al-

Munawir, Al-Qamus al-Ashri dan sebagainya, sudah pula menggunakan

pengertian-pengertian istilah seperti adz-dzikr = membaca tasbih,

mengagungkan Allah dan seterusnya (Bisri, 1997: 169). Pengertian-pengertian

ini semua dapat dilihat di banyak lafal dzikr yang dituturkan dalam Al-Qur’an.

Bahkan seringkali pengertian dzikr (dalam berbagai shieghatnya) dalam

kitab suci itu merupakan cakupan dari makna-makna lughawinya sekaligus.

Dalam kitab Al-Adzkaar-nya yang terkenal, Imam Nawawi (631-676 H),

menyebutkan : “ Dzikir itu bisa dengan hati, bisa dengan lisan. Dan yang

11

terbaik adalah yang dengan hati dan dengan lisan sekaligus. Kalau harus

memilih antara keduanya, maka dzikir dengan hati saja lebih baik dari dzikir

dengan lisan saja” (Nawawi, 1984: 45).

Para ahli berbeda pendapat mengenai dzikir. Dzikir dapat diartikan

sebagai kehidupan hati dan faktor yang menyebabkan hati manusia menjadi

hidup, juga sebagai faktor yang menghidupkan rumah seseorang

(Jauziyah,2002: viii). Abu bakar Aceh mendefinisikan dzikir sebagai ucapan

yang dilakukan dengan lidah atau mengingat akan Tuhan dengan hati, ucapan

atau ingatan yang mempersucikan Tuhan dan membersihkannya daripada

sifat-sifat yang tidak layak untuk-Nya, selanjutnya memuji dengan puji-pujian

dan sanjungan dengan sifat-sifat yang sempurna, sifat-sifat yang menunjukkan

kebesaran dan kemurnian (Atjeh, 1985: 276). Sedangkan Hasan Albana dalam

Mujid (1985: 14) memberikan pengertian zikir sebagai semua apa saja yang

mendekatkan diri kepada Tuhan dan semua ingatan yang menjadikan diri kita

dekat dengan Tuhan.

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa zikir

adalah mengingat dengan sepenuh keyakinan akan kebesaran Tuhan, dengan

segala sifatNya serta menyadari bahwa dirinya senantiasa berada dalam

pengawasan Allah, seraya selalu menyebut asma Allah dalam hati dan atau

lisan.

Psikoneurotik merupakan sekelompok reaksi psikis yang dicirikan

secara khas dengan unsur kecemasan, yang secara tidak sadar diekspresikan

dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri (Kartono, 2000: 97). JP.

12

Chaplin mendefinisikan Psikoneurotik sebagai suatu penyakit mental lunak

yang ditandai oleh wawasan yang keliru mengenai sifat kesulitannya, konflik-

konflik batin, reaksi kecemasan, kerusakan parsial pada struktur kepribadian,

disertai fobia-fobia, gangguan pencernakan dan tingkah laku obsesif

kompulsif (Kartono, 2000: 97). Jadi psikoneurotik dapat diartikan sebagai

bentuk dari mental disorder fungsional pada sistem syaraf yang ditandai

dengan unsur kecemasan, gelisah, ketakutan dan konflik batin, namun

penderita masih memiliki wawasan atau insight.

Istilah bimbingan dan konseling sering dipandang sama, tidak

memiliki perbedaan fundamental, namun ada pendapat yang menyatakan

keduanya berbeda, baik dasar-dasarnya maupun cara kerjanya. Pandangan ini

menganggap konseling lebih identik dengan psikoterapi, sedang bimbingan

lebih identik dengan pendidikan (Surya,1988: 23)3 Bimbingan merupakan

proses memberikan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu

dengan menggunakan sarana yang ada, berdasarkan norma-norma yang

berlaku, sedangkan konseling adalah proses pemberian bantuan yang

dilakukan wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu

yang sedang mengalami masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya

masalah yang dihadapi klien.

3 Psikoterapi adalah sejenis pengobatan yang digunakan oleh seseorang yang terlatih

khusus (psikoterapis) terhadap kesulitan (penderitaan/gangguan) yang bersifat emosional dengan jalan meletakkan hubungan yang bersifat professional dengan seorang penderita, dengan tujuan menghilangkan, mengubah, atau memperlambat gejala-gejala yang ada atau menjadi perantara dalam berbagai gangguan kelakuan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan positif pada kepribadian penderita.

13

Dari diskripsi di atas terdapat hubungan yang menarik antara dzikir,

psikoneurotik dan bimbingan konseling Islam. Dzikir merupakan upaya

mendekatkan diri kepada Allah, yang mengandung unsur psiko terapiutik,

sehingga dzikir dapat digunakan sebagai metode terapiutik bagi penderita

psikoneurotik. Hal ini dikarenakan dzikir memiliki kekuatan spiritual atau

kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme. Kedua

aspek tersebut merupakan dimensi yang esensial bagi penyembuhan suatu

penyakit di samping tindakan secara medis.

Kaitannya dengan bimbingan konseling Islam, Dzikir dapat dijadikan

sebagai salah satu metode layanan bimbingan konseling Islam. Di mana

prosesnya adalah seorang konselor membantu klien yang sedang mengalami

permasalahan, sehingga ia merasa tidak bahagia. Ketidakbahagiaan tersebut

seharusnya mendapatkan pemecahan masalah, tentunya disesuaikan dengan

kadar kemampuan masing-masing orang. Menurut Tohari Musnamar, salah

satu alternatif yang dapat dilakukan kaitannya dengan layanan bimbingan

konseling Islami adalah dengan berdzikir (Musnamar,1992: 33-39) sehingga

yang bersangkutan merasa terselesaikan masalahnya dan merasa damai.

Dari sinilah dapat dipahami bahwa dzikir yang dilakukan secara

kontinyu dapat mendatangkan ketenangan dan keseimbangan mental spiritual

yang tercermin dalam perilaku sehari-hari. Sehingga secara langsung dapat

dijadikan sebagai metode layanan bimbingan konseling Islami, di mana dalam

hal ini terjalin suatu hubungan antara klien dengan manusia dan lingkungan

sekitarnya. Dengan demikian klien akan dapat menyelesaikan permasalahan

14

yang sedang dihadapinya dan akhirnya mendapatkan kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian literer sehingga termasuk

jenis penelitian kualitatif, karena data-data yang disajikan berupa

pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan dzikir dan

psikoneurotik.

1.2. Pendekatan Penelitian

Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan

pendekatan-pendekatan yang diharapkan mampu memberikan

pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Ada tiga pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama : pendekatan filosofis.

Filsafat berarti mencari hakekat sesuatu, berusaha menautkan sebab

dan akibat dan serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman

manusia (Nata, 2000: 42-43). Dari definisi tersebut diketahui bahwa

filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakekat, atau

mengenai sesuatu yang berada di balik obyek formanya. Filsafat

mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik

yang bersifat lahiriah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

pendekatan filsafat dengan landasan bahwa manusia diciptakan dalam

15

kondisi fitrah4, memiliki naluri keagamaan (memiliki nilai Illahiyah),

di samping manusia sebagai mahluk itu sendiri, sehingga atas dasar

inilah manusia dipandang sebagai mahluk secara utuh, yaitu manusia

yang memiliki bio-psikososio-religious.

Kedua : pendekatan sosiologis. Sosiologi adalah suatu ilmu

yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan

struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling

berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisa

dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas

sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari proses tersebut

(Nata, 2000: 38-39). Dalam penelitian ini penulis menggunakan

pendekatan sosiologis dikarenakan sosiologi dapat digunakan sebagai

salah satu pendekatan memahami kehidupan manusia di masyarakat

baik intern yaitu manusia dikodratkan sebagai mahkluk individu yang

cenderung untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Dan ekstern yaitu

manusia dikodratkan untuk hidup bersama dan saling membutuhkan

antara satu dengan yang lain di dalam masyarakat. Untuk memahami

manusia seutuhnya diperlukan pendekatan sosiologis ini, sehingga

permasalahan sosial individu dapat diketahui secara rinci, penyebab

dan kemungkinan solusinya.

Ketiga : pendekatan psikologis. Psikologi atau ilmu jiwa

adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku

4. Mengenal fitrah dijelaskan dalam al-Qur’an : disadari atau tidak manusia membutuhkan

penciptaan (39: 8, 49). Suara fitrah manusia muncul atau terdengar dan menjerit memanggil Robb-

16

yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, bahwa perilaku

seseorang yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh

keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa mengucapkan

salam dan rela berkorban untuk kebenaran adalah merupakan gejala-

gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama.

Ilmu jiwa agama sebagaimana diungkapkan oleh Zakiah Daradjat

tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut

seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan

agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.

Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang

menggambarkan sikap batin seseorang (Nata, 2000: 50). Dalam

penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologi dikarenakan

dengan pendekatan psikologi dapat diketahui tingkat keagamaan yang

dihayati, dipahami dan diamalkan sesorang, juga dapat di gunakan

sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa. Sehingga

seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan dengan mengunakan

terapi dzikir ini jiwanya akan mengalami ketenangan.

2. Sumber Data

Di dalam penelitian ini, pengumpulan data-data yang berkaitan

dengan masalah yang dibahas akan dilakukan dengan jalan penelitian

kepustakaan (library research), yaitu dengan jalan melakukan penelitian

terhadap sumber-sumber tertulis (Irawan, 1999: 65)

Nya manakala manusia dihadapkan malapetaka (31: 32; 17: 77- 69)

17

Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah sumber

primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber pokok yang

dalam hal ini adalah al- Qur’an yang diterbitkan oleh Departemen Agama

Republik Indonesia tahun1989. Adapun data yang lain adalah data

sekunder yang berposisi sebagai data pelengkap. Data sekunder ini

diantaranya adalah :

- Muhammad Fu’ad Abd al Baqi, al-Mu’jam al-Fahras li Alfazhal

Qur’an al Karim, Beirut, Dar al Fikr, 1987.

- Quraish Shihab, Tafsir al Misbah : Pesan Kesan dan Keserasian

Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2002

- Hamka, Tafsir al Azhar, Jakarta : Panji Mas, 1983

- Muhammad Afif Ansori, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa, Solusi

Tasawuf atas Problem Manusia Modern, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

2003

- Dadang Hawari, Do’a Dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis;

Jakarta : Primayasa, 1997

- Zakiyah Daradjat Kesehatan Mental; Jakarta : Gunung Agung 2001.

3. Metode Analisis Data

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa objek materi penelitian ini

adalah konsep dzikir menurut al- Qur’an, maka dalam menganalisis data,

penulis menggunakan metode analitis kritis. Metode ini merupakan

pengembangan dari metode deskriptif. Jika metode tersebut terakhir hanya

berhenti pada pendeskripsian atau penggambaran gagasan manusia tanpa

18

suatu analisis yang bersifat kritis, maka metode analitis kritis adalah

merupakan deskripsi yang disertai dengan analisis yang bersifat kritis.

Fokus penelitian analitis kritis adalah mendeskripsikan, membahas dan

mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontrasikan dengan

gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi perbandingan

hubungan dzikir dalam al-Qur’an sebagai pengembangan bimbingan dan

konseling Islam. Sehingga dalam penelitian ini perlu digunakan metode

penafsiran dzikir dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode tematik

yaitu memperlakukan apa yang harus dipahami dari al-Qur’an secara

obyektif, dan hal itu dimulai dengan pengumpulan seluruh surat-surat dan

ayat-ayat tentang topik yang ingin diteliti.

Adapun beberapa langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai

mana yang dikemukakan oleh Yuyun Suria Sumatri (1997: 41) dalam

Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan dan Keagamaan; Mencari Paradikma

Keberagamaan.

- Pertama, mendeskripsikan gagasan primer yang menjadi objek

penelitian.

- Kedua membahas gagasan primer tersebut, yang pada hakekatnya

memberikan panafsiran terhadap gagasan yang telah dideskripsikan.

- Ketiga melakukan kritik terhadap gagasan primer yang telah

ditafsirkan tersebut.

- Keempat melakukan studi analitik yaitu studi terhadap serangkaian

gagasan primer dalam bentuk perbandingan, hubungan

19

pengembangan model rasional dan penelitian historis, kelima

mengumpulkan hasil penelitian.

Langkah-langkah yang peneliti gunakan dalam menganalisis data

yang telah terkumpul adalah sebagai berikut :

a. Peneliti mendiskripsikan data yang telah diperoleh, yang berkaitan

dengan zikir menurut al-Qur’an dan psikoneurotik.

b. Setelah didiskripsikan, tahap selanjutnya adalah menganalisis data

diskriptif tersebut dengan menggunakan pendekatan bimbingan

konseling Islam untuk menemukan keterpaduan proses terapi mental

penderita psikoneurotik.

G. Sistematika Penulisan

Dalam rangka menguraikan pembahasan di atas, maka peneliti berusaha

menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan lebih

terarah dan mudah dipahami serta yang tak kalah penting adalah uraian-uraian

yang disajikan nantinya mampu menjawab permasalahan yang telah

disebutkan, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sebelum

menginjak pada bab pertama dan bab-bab berikutnya yang merupakan satu

pokok pikiran yang utuh, maka penulisan skripsi ini diawali dengan bagian

muka yang memuat halaman judul, nota pembimbing, pengesahan, motto,

persembahan kata pengantar dan daftar isi.

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

kerangka teori dan metode penelitian yang meliputi : jenis pendekatan

20

filosofis, sosiologis dan psikologis, penegasan istilah, sumber data,

pengumpulan data dan analisis data.

Bab kedua, merupakan landasan teori yang mendasari penulisan dalam

pembahasan skripsi. Bab ini mendiskripsikan secara umum konsep bimbingan

konseling Islam dan kesehatan mental yang terdiri dari dua sub bab, sub bab

pertama tentang Bimbingan Konseling Islam, yang meliputi pengertian

Bimbingan Konseling Islam, landasan dan fungsi Bimbingan Konseling Islam

asas-asas Bimbingan Konseling Islam, Bab ini juga mendiskripsikan tentang

kesehatan mental yang terdiri dari pengertian kesehatan mental, Pandangan

Islam mengenai kesehatan mental, Psikoneurotik sebagai gangguan kesehatan

mental, dan prinsip-prinsip dan langkah dalam mencapai kesehatan mental.

Bab ketiga. Bab ini mendiskripsikan secara umum konsep dzikir

menurut al- Qur’an yang terdiri dari definisi dzikir, dzikir dalam al-Qur’an,

ayat-ayat dzikir dalam al-Qur’an, pemaknaan ayat dzikir dalam al-Qur’an,

dzikir dalam Islam, Pemetaan Konsep dzikir dalam al-Qur’an berdasarkan

wilayah Makiyah-Mahdaniyah, Pemetaan konsep dzikir dalam al-Qur’an

berdasarkan kronologi Makiyah, Konsep dzikir menurut al-Qur’an dalam

bingkai ayat-ayat Makiyah, Hikmah dzikir dalam al-Qur’an. Bab ini juga

mengkaji tentang Gangguan Kejiwaan Psikoneurotik, terdiri dari tiga sub anak

bab yaitu: Pengertian tentang psikoneurotik, Faktor penyebab gangguan

psikoneurotik, Macam-macam gangguan psikoneurotik.

Bab keempat. Bab ini berisi analisa sesuai dengan pembahasan pada bab

kedua dan ketiga, yang terdiri dua sub bab yaitu Analisis bimbingan konseling

21

Islam terhadap konsep dzikir dalam al-Qur’an sebagai terapi mental penderita

psikoneurotik yang terdiri dari fungsi dzikir sebagai terapi psikoneurotik,

implementasi konsep dzikir dalam al-Qur’an sebagai terapi mental penderita

psikoneurotik.

Bab kelima. adalah penutup. Bab ini memuat kesimpulan yang

merupakan hasil dari pengkajian dan analisis terhadap mental penderita

psikoneurotik analisis bimbingan konseling Islam. Setelah kesimpulan diikuti

saran-saran, penutup dan lampiran-lampiran serta biodata penulis.

22