bab ii 3100323 -...

30
BAB II TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Abraham Maslow 1. Riwayat Hidup a. Latar Belakang Keluarga dan Sosial Abraham Harold Maslow adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Ia lahir di Brooklyn, New York, USA, pada tanggal 1 April 1908. Orang tuanya adalah imigran berkebangsaan Rusia-Yahudi yang pindah ke Amerika Serikat sebagai pembuat senjata. Pada masa kanak- kanaknya Maslow adalah satu-satunya anak laki-laki Yahudi di sebuah perkampungan non-Yahudi di pinggiran kota Brooklyn. Ia sendiri seperti merasa sebagai orang negro pertama yang berada di sekolah yang seluruh muridnya adalah anak-anak kulit putih dan diperlakukan sama seperti anak-anak negro, terisolasi, tertekan dan tidak bahagia. 1 Dalam kondisi lingkungan yang kurang bersahabat dan keluarga yang miskin, Maslow merasa sangat kesepian. Waktunya ia habiskan untuk membaca buku dan hampir tidak mempunyai teman. Di samping itu ia mulai bekerja sebagai pengantar koran dan ketika liburan musim panas ia bekerja pada perusahaan milik keluarganya yang masih dikelola saudara-saudaranya hingga sekarang. Usaha itu kini berupa perusahaan pembuat drum yang besar dan sukses, yaitu Universal Containers,Inc. 2 b. Pendidikan dan Aktivitas Maslow adalah seorang siswa yang cerdas. Bahkan ia mencapai skor IQ sampai 195, angka yang cukup tinggi saat itu. Karena desakan ayahnya, pada usia 18 tahun ia kuliah di fakultas hukum di City College. Namun baru dua minggu kuliah Maslow pindah ke Universitas Cornel 1 E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: Erecso, 1991), hlm. 110. 2 Frank G. Goble, The Third Force:The Psychology of Abraham Maslow, terj. A. Supratiknya, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 29. 15

Upload: vanthuy

Post on 06-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW DAN PROSES BELAJAR

MENGAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Abraham Maslow

1. Riwayat Hidup

a. Latar Belakang Keluarga dan Sosial

Abraham Harold Maslow adalah anak pertama dari tujuh

bersaudara. Ia lahir di Brooklyn, New York, USA, pada tanggal 1 April

1908. Orang tuanya adalah imigran berkebangsaan Rusia-Yahudi yang

pindah ke Amerika Serikat sebagai pembuat senjata. Pada masa kanak-

kanaknya Maslow adalah satu-satunya anak laki-laki Yahudi di sebuah

perkampungan non-Yahudi di pinggiran kota Brooklyn. Ia sendiri

seperti merasa sebagai orang negro pertama yang berada di sekolah yang

seluruh muridnya adalah anak-anak kulit putih dan diperlakukan sama

seperti anak-anak negro, terisolasi, tertekan dan tidak bahagia.1

Dalam kondisi lingkungan yang kurang bersahabat dan keluarga

yang miskin, Maslow merasa sangat kesepian. Waktunya ia habiskan

untuk membaca buku dan hampir tidak mempunyai teman. Di samping

itu ia mulai bekerja sebagai pengantar koran dan ketika liburan musim

panas ia bekerja pada perusahaan milik keluarganya yang masih dikelola

saudara-saudaranya hingga sekarang. Usaha itu kini berupa perusahaan

pembuat drum yang besar dan sukses, yaitu Universal Containers,Inc.2

b. Pendidikan dan Aktivitas

Maslow adalah seorang siswa yang cerdas. Bahkan ia mencapai

skor IQ sampai 195, angka yang cukup tinggi saat itu. Karena desakan

ayahnya, pada usia 18 tahun ia kuliah di fakultas hukum di City College.

Namun baru dua minggu kuliah Maslow pindah ke Universitas Cornel

1 E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: Erecso, 1991), hlm. 110. 2 Frank G. Goble, The Third Force:The Psychology of Abraham Maslow, terj. A.

Supratiknya, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 29.

15

16

dan tak lama kemudian, di tahun 1928, ia pindah lagi ke Universitas

Wisconsin di bidang psikologi ilmiah. Di Universitas ini Maslow meraih

sarjana muda pada tahun 1930, sarjana penuh tahun 1931, dan meraih

gelar doktor pada tahun 1934.

Di bawah bimbingan Profesor Harry Harlow, peneliti primata

terkenal, Maslow menulis disertasinya tentang ciri-ciri seksual dan sifat-

sifat kuasa pada kera. Barangkali suatu hal yang mengherankan bahwa

disertasi Maslow, seorang tokoh yang di kemudian hari sangat gigih

menentang penyelidikan psikologi menggunakan hewan, adalah studi

pengamatan terhadap ciri-ciri dan dominasi seksual pada kera. Ia

termasuk psikolog profesional yang banyak mengkaji masalah

seksualitas dan penyimpangan-penyimpangannya karena ia memandang

sebagai suatu hal yang esensial bagi pemahaman yang mendalam

tentang manusia.3

Sejak saat itu Maslow mulai mengagumi pemikiran

Behaviorisme yang dikemukakan oleh Watson. Behaviorisme

merupakan sesuatu yang menarik, dan dengan mengikuti program-

program yang diadakan Watson, Maslow berharap dirinya bisa

mengubah dunia. Namun setelah banyak membaca psikologi Gestalt dan

Psikologi Freudian, antusiasmenya pada Behaviorisme mulai surut.

Apalagi ketika ia menemukan pengalaman yang bersifat pribadi

mengenai kelahiran anak pertamanya yang telah mengubah dirinya

sebagai seorang psikolog. “Pengalaman itu membuat behaviorisme yang

selama ini saya kagumi tampak begiti bodoh sehingga menjadikan saya

muak, tidak masuk akal”, begitu ia bertutur kepada Mary Harrington

Hall dalam sebuah wawancara untuk majalah Psychology Today.4

Maslow mengawali karir profesionalnya dengan memegang

jabatan sebagai asisten instruktur psikologi di Universitas Wisconsin

(1930-1934) dan sebagai dosen (1934-1935). Pada tahun 1937 Maslow

3 E. Koeswara, op.cit., hlm. 111. 4 Goble, op.cit., hlm. 29.

17

menjadi staf peneliti di Universitas Columbia sebagai asisten Edward L.

Thorndike, salah seorang tokoh Behaviorisme. Ia kemudian kembali ke

New York dan menjadi guru besar pembantu di Brooklyn College, New

York selama 14 tahun. Dia terinspirasi oleh mahasiswa-mahasiswanya

yang banyak berasal dari keluarga imigran dan antusiasmenya pada

psikologi. Setelah bertemu Maslow mereka merasa tidak asing dan

terisolasi. Maslow menjadi dosen yang dikagumi dan ia termasuk salah

satu dari sedikit profesor yang peduli terhadap mahasiswanya.

Di kota New York inilah Maslow banyak bertemu dengan

ilmuwan ternama Eropa yang melarikan diri ke Amerika Serikat karena

penindasan Hitler. Tokoh-tokoh tersebut antara lain Erich Fromm,

Alfred Adler, Karen Horney dan Margaret Mead yang menjadi

penasehat Maslow pada The New School untuk penelitian sosial di New

York. Dua tokoh lain yang tidak hanya menjadi gurunya tetapi juga

teman dekat Maslow adalah Ruth Benedict, seorang antropolog, dan

Max Wertheimer, seorang tokoh psikologi Gestalt. Maslow terinspirasi

oleh Benedict dan Wertheimer , tidak hanya karena kecerdasannya,

kreativitasnya, keilmuannya tetapi juga kepeduliannya sebagai seorang

manusia yang matang.

Pada tahun 1951, Maslow meninggalkan Brooklyn College dan

menjadi kepala departemen psikologi di Universitas Brandeis sampai

tahun 1961. Selama periode ini Maslow mempelopori gerakan Psikologi

Humanistik di Amerika Serikat yang ia proklamirkan sebagai Psikologi

Mazhab Ketiga, yaitu kelanjutan aliran psikologi Psikoanalisis dan

Behaviorisme. Pada tahun 1969 Maslow meninggalkan Brandeis dan

menjadi anggota yayasan W.P. Laughlin di Menlo Park, California.

Jabatan non akademis ini mendorongnya untuk secara bebas dan

mencurahkan minatnya kepada masalah-masalah filsafat, politik dan

etika.5

5 E. Koeswara, op.cit., hlm 112.

18

Pengaruh penting lain yang mewarnai pemikiran Maslow adalah

pengalamannya dengan suku Indian Northern Blackfoot di Alberta,

Canada. Atas bantuan dana dari dewan Riset ilmu-ilmu sosial (The

Social Science Research Council) ia melakukan penelitian dan hidup

bersama mereka selama musim panas. Dari hasil pengamatan

etnologisnya dikemukakan bahwa permusuhan dan sikap merusak

berbeda-beda dalam taraf 0% sampai 100% di kalangan peradaban

primitif. Ia menyimpulkan bahwa sikap permusuhan adalah lebih

merupakan hasil peradaban dan bukan kodrat.6

Tahun 1962 Maslow bersama Rollo May dan Carl Rogers

mendirikan Perhimpunan Psikologi Amerika (Association for

Humanistic Psychology). Kemudian tahun 1967-1968 ia terpilih sebagai

presiden APA (American Psychology Association). Pada tahun ini pula

ia mendapatkan penghargaan sebagai Humanist of The Year oleh

American Humanist Association. Maslow juga menjadi editor di

beberapa jurnal psikologi. Antara lain Jurnal Psikologi Humanistik dan

Jurnal Psikologi Transpersonal serta berperan sebagai editor ahli di

berbagai media cetak berkala. Maslow terutama tertarik dengan

psikologi pertumbuhan (growth psychology) dan sampai akhir hayatnya

tahun 1970, ia mendukung Essalen Institut di California dan kelompok

lainnya yang bergerak dalam bidang Human Potential Movement.7

c. Karya-karya

Di sepuluh tahun akhir hayatnya Maslow banyak menulis buku

yang cukup terkenal. Antara lain Motivation and Personality (1954),

yang sejak penerbitannya segera mengalir sejumlah tulisannya berupa

laporan, makalah, artikel dan buku-buku yang merupakan

pengembangan, pengolahan serta penyempurnaan gagasan-gagasan

awalnya. Buku lainnya Toward a Psychology of Being (1962), Religious

and Peak Experiences (1964), Eupsychian Management : A Journal

6 Goble, op.cit., hlm. 31.

19

(1965), The Psychology of Science : A Reconnaisance (1966), A Theory

of Metamotivation : The Biological Rooting of The value Life (1967),

dan The Farther Reaches of Human natures, sebuah buku kumpulan

artikel Maslow yang diterbitkan setahun setelah ia meninggal.

Buku-buku lainnya seperti The Creative Attitude,The Structurist

(1963), The Psychology of Science (1966), Adolescence and Juvenile

Delinquency In The Two Different Cultures, dan Some Educational

Implications of The Humanistic Psychologies (1968).

2. Teori Motivasi Abraham Maslow

Dalam teorinya, Maslow yakin bahwa banyak tingkah laku

manusia yang bisa diterangkan dengan memperhatikan tendensi individu

untuk mencapai tujuan-tujuannya dan membuat kehidupan lebih bermakna

serta memuaskan. Dalam kenyataannya, proses-proses motivasional

merupakan jantung dari teori Maslow.

a. Pengertian Teori Motivasi Abraham Maslow

Seringkali kata ‘motif’ dan ‘motivasi’ digunakan secara

bergantian dalam suatu maksud. Pengertian antara keduanya memang

sukar dibedakan secara tegas. Istilah ‘motif’ menunjukkan suatu

dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan

orang tersebut mau melakukan sesuatu. Sedangkan ‘motivasi’ adalah

suatu usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi tingkah laku

seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak sehingga mencapai

hasil atau tujuan tertentu.8

Berawal dari kata ‘motif’ itu, motivasi dapat diartikan sebagai

daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada

saat-tertentu terutama bila ada kebutuhan mendesak. McDonald, dalam

bukunya Sardiman A.M mendefinisikan motivasi adalah perubahan

energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling

8 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 1993), hlm. 61.

20

dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.9 Dapat

dikatakan, motivasi adalah sesuatu yang kompleks. Motivasi akan

menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi sehingga akan

berkaitan dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan, juga emosi yang

pada akhirnya bertindak melakukan sesuatu.

Kesulitan dalam mendefinisikan arti motivasi, seperti dikatakan

Atkinson yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto, adalah karena istilah

itu tidak memiliki arti yang tetap dalam psikologi kontemporer.10

Bahkan kata motivasi dan drive atau dorongan digunakan untuk

pengertian yang sama. Drive adalah suatu perubahan dalam sruktur

neurofisiologis seseorang yang menjadi dasar organis perubahan energi

yang disebut ‘motivasi’.11

Selanjutnya, pengertian motif atau motivasi tidak dapat

dipisahkan dengan istilah kebutuhan atau need, yaitu suatu keadaan di

mana individu merasakan adanya kekurangan atau ketiadaan sesuatu

yang diperlukannya. Sartain, menggunakan istilah kebutuhan (need)

sebagai suatu kekurangan tertentu di dalam suatu organisme.12 Bagi

manusia, istilah kebutuhan sudah mengandung arti yang lebih luas,

tidak hanya bersifat fisiologis tetapi juga psikis.

Jelas sekali bahwa hubungan antara motif, motivasi, drive dan

kebutuhan (need) sangat erat dan sulit sekali dipisahkan. Walaupun

keempat istilah tersebut ada variasi makna, namun keduanya termasuk

kondisi yang mendorong individu melakukan sesuatu, kondisi itu

disebut motivasi.

Berbicara tentang macam atau jenis motivasi, dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang:

9 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Grafindo Persada: Jakarta,

2001), hlm. 72. 10 M. Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 71. 11 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Sinar Baru: Bandung, 1992), hlm.

175. 12 M. Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 61.

21

1). Motivasi Dilihat dari Dasar Pembentukannya

a. Motif-motif Bawaan

Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif

yang dibawa sejak lahir.13 Jadi motivasi tersebut merupakan

motif alami atau normal yang merupakan fitrah manusia sejak

lahir. Misalnya dorongan untuk makan, minum, bekerja,

beristirahat, dorongan seksual, bahkan dorongan beragama.

Berkaitan dengan dorongan beragama, dalam ajaran Islam

merupakan dorongan yang mempunyai landasan alamiah dalam

watak kejadiannya.

Firman Allah SWT:

����������� ���������� ��������������������������

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Q.S. Ar-Ruum: 30).14

Ayat tersebut mendorong pada manusia untuk belajar

supaya menyembah Allah dan menghargai sesama manusia

sebagai umatnya.

b. Motif-motif yang dipelajari

Maksudnya adalah motif-motif yang timbul karena

dipelajari. Misalnya dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan,

dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif-

motif ini sering disebut dengan motif sosial, sebab manusia

hidup dalam lingkungan sosial sehingga motivasi itu terbentuk.

Dengan kemampuan berhubungan dan kerjasama di dalam

masyarakat, tercapailah suatu kepuasan diri sehingga manusia

perlu mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif, membina

hubungan baik dengan sesama terutama orang tua dan guru.

13 Sardiman AM, op.cit., hlm. 86. 14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Samara Mandiri,

1999), hlm. 645.

22

Dalam kegiatan belajar mengajar, hal ini apat membantu siswa

dalam mencapai prestasi.

2). Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

a. Motivasi Intrinsik

Yaitu motif-motif yang tidak perlu dirangsang dari luar

karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan

sesuatu. Sebagai contoh, seorang siswa yang belajar karena ingin

meraih tujuannya yaitu menjadi terdidik, pintar, dan berprestasi.

Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu

kebutuhan. Jadi motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri

denagn tujuan secara esensial.

b. Motivasi Ekstrinsik

Yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena

adanya perangsang dari luar.motivasi ekstrinsik dapat dikatakan

sebagai bentuk motivasi yang di dalam aktivitas belajar dimulai

dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara

mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Misalnya siswa

menjadi rajin mengerjakan tugas karena akan mendapatkan

hadiah dari gurunya.

Adanya tujuan dapat memotivasi tingkah laku juga dapt

memotivasi untuk menentukan seberapa aktif seseorang

melalukan aktivitas. Sebab, selain ditentukan oleh motif dasar,

juga ditentukan oleh tujuan. Oleh karena itu siwa akan semakin

giat belajar apabila ada perangsang dari luar dirinya dan

mencpai tujuan yang hendak dicapai.

Dalam Islam, untuk memotivasi umatnya, Allah akan

memberi hadiah derajat yang tinggi bagi mereka yang beriman

dan mau menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Sebagaimana

firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Mujaadalah ayat 11:

23

����� ! ��"�#���$�%�$���&'(��)��� ��*+�������),�-���&'�-��� ��*+���./��0�����111��2��#�3�������

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.(Q.S. Al-Mujaadalah: 11).15

Motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam

kehhidupan manusia. Sebab segala aktivitas yang dilakukan

setiap orang selalu dilatarbelakangi oleh adanya motivasi. Dalam

ajaran Islam secara jelas menerangkan tentang motivasi sebagai

sisi keberadaan jiwa. Firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Ra’du

ayat 11:

�4�5'��6�7/��+8�����9)��:������-����'��4�5'��;<=��� ��&�>����-'�����?����������

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.(Q.S. Ar-Ra’du: 11).16

Suatu penjelasan tentang kebutuhan-kebutuhan individu

dikemukakan oleh Maslow. Teori motivasi atau Motivation

Theory adalah bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah

kebutuhan dasar (basic needs) yang membentuk suatu hierarki

atau susunan. Dalam pandangan Maslow, susunan kebutuhan

dasar yang bertingkat itu merupakan suatu organisasi yang

mendasari motivasi manusia. Apabila kebutuhan-kebutuhan

tersebut dapat dipenuhi pada suatu tahap tertentu, maka dapat

dilihat kualitas perkembangan kepribadian individu. Semakin

individu itu mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan

tingkat tinggi, maka individu itu akan semakin mampu mencapai

individualitas, matang dan berjiwa sehat.

15 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 911. 16 Ibid., hlm. 370.

24

Kebutuhan, oleh Maslow diartikan sebagai “The desire

to become more and more what one is, to become everything

that one is capable of becoming”.17 Artinya, keinginan untuk

menjadi lebih dan lebih pada diri seseorang, dapat menjadikan

dia mampu mewujudkannya. Dengan potensi yang ia miliki,

memungkinkan seseorang merealisasikan diri segala bentuk

kreatifitasnya.

b. Teori Motivasi Abraham Maslow

Dalam teorinya tentang motivasi, Maslow mengemukakan ada

lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan inilah

kemudian dijadikan pengertian kunci dalam memahami motivasi

manusia. Maslow mengidentifikasi kebutuhan pokok atau kebutuhan

dasar manusia dalam sebuah hierarki yang terendah dan bersifat

biologis sampai tingkat tertinggi dan mengarah pada kemajuan

individu.18 Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya bersifat fisiologis

tetapi juga psikologis. Kebutuhan itu merupakan inti kodrat manusia

yang tidak dapat dimatikan oleh kebudayaan, hanya ditindas, mudah

diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar atau tradisi yang

keliru.19

Kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) yang dimaksud

Maslow adalah:

1) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

Kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah

sekumpulan kebutuhan dasar yang mendesak pemenuhannya

karena berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia.

Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan makanan,

17 Charles and Cofer, Motivation and Emotion, (Scott Foresman Company: London, 1996),

hlm. 133. 18 Henry Clay Lindgren, Psychology In The Classroom, (Modern Asia Edition: Japan,

1972), hlm. 25. 19 Goble, Ibid., hlm. 70.

25

minuman, air, oksigen, istirahat, tempat berteduh, keseimbangan

temperatur, seks dan kebutuhan akan stimulasi sensoris.

Karena merupakan kebutuhan yang paling mendesak, maka

kebutuhan fisiologis akan didahulukan pemenuhannya oleh

individu. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi atau belum terpuaskan,

maka individu tidak akan tergerak untuk memuaskan kebutuhan-

kebutuhan lain yang lebih tinggi. Sebagai contoh, jika seorang

siswa yang sedang lapar, lemas maka ia tidak akan bersemangat

untuk belajar bahkan untuk menerima pelajaran dari gurunya

karena kondisi fisiknya sedang tidak baik. Pada saat lapar tersebut,

ia dikuasai oleh hasrat untuk memperoleh makanan secepatnya.

Kebutuhan fisiologis sangat mempengaruhi aktivitas

seseorang. Keadaan jasmani yang segar lain pengaruhnya dengan

keadaan jasmani yang kurang segar. Bagi anak-anak yang masih

sangat muda, keadaan jasmani yang lemah seperti lesu, lekas

mengantuk, lelah dan sebagainya sangat besar pengaruhnya dalam

aktivitas belajar.20 Mereka akan kesulitan berkonsentrasi dalam

belajar karena kekurangan nutrisi. Akibatnya proses belajar

mengajar menjadi terganggu dan tidak optimal. Dengan

mengetahui kebutuhan fisiologis, seorang guru akan mengerti

mengapa anak tidak semangat dan lesu saat pelajaran berlangsung.

Konsep Maslow tentang kebutuhan fisiologis ini sekaligus

merupakan jawaban terhadap pandangan Behaviorisme yang

mengatakan bahwa satu-satunya motivasi tingkah laku manusia

adalah kebutuhan fisiologis. Bagi Maslow pendapat ini dibenarkan

jika kebutuhan fisiologis belum dapat terpenuhi.

Lalu apa yang terjadi dengan hasrat-hasrat manusia tatkala

tersedia makanan yang cukup dan merasa kenyang? Maslow lalu

menjawab, “dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih

tinggi akan muncul, kemudian kebutuhan-kebutuhan inilah yang

20 Sumadi Suryabrata, op.cit., hlm. 251.

26

akan mendominasi seseorang, bukan lagi kebutuhan fisiologis”.

Selanjutnya jika kebutuhan-kebutuhan ini telah terpenuhi, maka

muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang lebih tinggi dan begitu

seterusnya. Inilah yang dimaksud Maslow bahwa kebutuhan dasar

manusia diatur dalam sebuah hierarki yang bersifat relatif.21

2) Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Need)

Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpenuhi,

maka akan muncul kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang

dominan dan menuntut pemuasan, yaitu kebutuhan akan rasa aman

(safety need). Yang dimaksud Maslow dengan kebutuhan rasa

aman ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk

memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari

lingkungannya. Para psikolog maupun guru menemukan

pandangan bahwa seorang anak membutuhkan suatu dunia yang

dapat diramalkan. Anak menyukai konsistensi dan kerutinan

sampai batas-batas tertentu. Keadaan-keadaan yang tidak adil,

tidak wajar atau tidak konsisten pada diri orang tua akan secara

cepat mendapatkan reaksi dari anak. Orang tua yang

memperlakukan anaknya secara tak acuh dan permisif,

memungkinkan anak tersebut tidak bisa memperoleh rasa aman.

Bahkan lebih jauh lagi bagi seorang anak kebebasan yang dibatasi

adalah lebih baik daripada kebebasan yang tidak dibatasi.22

Menurut Maslow, kebebasan yang ada batasnya semacam itu

sesungguhnya perlu demi perkembangan anak ke arah penyesuaian

yang baik.

Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa aman pada anak-

anak adalah ketergantungan. Menurut Maslow, anak akan

memperoleh rasa aman yang cukup apabila ia berada dalam ikatan

keluarganya. Sebaliknya, jika ikatan ini tidak ada atau lemah maka

21 Abraham Maslow, Motivation and Personality, terj. Nurul Iman, Motivasi dan Kepribadian 1, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 43-56.

22 Ibid.

27

anak akan merasa kurang aman, cemas dan kurang percaya diri

yang akan mendorong anak untuk mencari area-area hidup di mana

dia bisa memperoleh ketentraman dan kepastian atau rasa aman.

Kehidupan keluarga yang harmonis dan normal adalah sebuah

kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi bagi anak. Pertengkaran,

perceraian atau kematian adalah hal yang sangat menakutkan bagi

anak dan memiliki pengaruh buruk terhadap kesehatan mental

anak.

Hukuman yang berwujud pukulan, amarah, kata-kata kasar

akan mendatangkan kepanikan dan teror yang luar biasa pada

seorang anak. Rasa aman dan disayangi merupakan kebutuhan

dasar manusia yang perlu pemenuhan. Dalam proses belajar

mengajar misalnya, diperlukan rasa aman pada diri anak sehingga

merasa betah selama pelajaran berlangsung dan termotivasi untuk

mengikuti dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat ditingkatkan

bila guru selalu memberikan penghargaan dan umpan balik

terhadap tugas-tugas siswa.23

3) Kebutuhan Akan Cinta, Memiliki dan Kasih Sayang (Need for

Love and Belongingness)

Kebutuhan ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong

individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan

emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun

lawan jenis, di lingkungan keluarga maupun kelompok masyarakat.

Ia berharap memperoleh tempat semacam itu melebihi segala-

galanya di dunia, bahkan mungkin ia lupa bahwa ketika ia merasa

lapar, ia mencemooh cinta sebagai suatu yang tidak nyata, tidak

perlu atau tidak penting. Namun satu hal yang harus diperhatikan,

bahwa cinta tidak bisa disamakan dengan seks.

23 Endang Poerwati dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik (Malang: Universitas

Muhammadiyah Malang, 2002), hlm. 14.

28

Cinta tidak boleh dikacaukan dengan seks yang sering

dipandang sebagai kebutuhan fisiologis semata. Bagi Maslow,

cinta menyangkut suatu hubungan sehat termasuk sikap saling

percaya. Ia mengatakan, “the love needs involve giving and

receiving affection…”,24 kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang

memberi dan cinta yang menerima.

Bagi kebanyakan orang, keanggotaan dalam kelompok

sering menjadi tujuan yang dominan dan mereka bisa menderita

kesepian, terasing dan tak berdaya apabila keluarga, pasangan

hidup, atau teman-teman meninggalkannya. Sesorang yang

merantau jauh dari kampung halamannya akan kehilangan ikatan

atau rasa memiliki. Keadaan ini bisa mendorongnya untuk

membentuk ikatan baru dengan orang-orang atau kelompok tempat

ia merantau. Seorang siswa yang berprestasi tiba-tiba dapat tidak

mempunyai semangat dalam belajar, dan tidak mempunyai

motivasi melakukan sesuatu apabila kebutuhan untuk diakui

kelompoknya tidak terpenuhi.25

Pada diri remaja, terutama masa-masa tersebut sangat

terasa penting pengakuan sosial bagi remaja. Mereka akan sedih,

apabila diremehkan atau dikucilkan dari teman-temannya atau

kelompoknya.26 Mereka sangat gelisah apabila dipandang rendah

atau diejek oleh teman-temannya terutama teman dari lain jenis.

Kebutuhan akan cinta, memiliki dan kasih sayang

merupakan proses sosialisasi yang dijalani manusia. Maslow juga

mengungkapkan bahwa terbentuknya gank-gank anak muda yang

selalu memberontak dan membuat kerusuhan, dalam hal banyak

24 Abraham Maslow, Motivation and Personality, Third Edition, America: Longman, 1970,

hlm. 20. 25 Prasetya Irawan dkk., Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar,

(Jakarta:Universitas Terbuka, 1996), hlm. 45. 26 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 45.

29

didorong oleh kebutuhan yang mendalam untuk memperoleh

hubungan yang dekat dan hasrat menciptakan kebersamaan sejati.27

4) Kebutuhan Akan Harga Diri (Esteem Needs)

Setelah kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang

terpenuhi, kebutuhan mendasar berikutnya yang muncul adalah

kebutuhan akan harga diri (need for self esteem). Kebutuhan ini

meliputi dua hal, “for self respect or self esteem, and for the esteem

of others”28 yaitu harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga

diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi,

penguasaan, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Penghargaan

dari orang lain meliputi nama baik, prestise, gengsi, pengakuan,

penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta apresiasi.

Kebutuhan akan penghargaan diri telah diabaikan oleh Sigmund

Freud, namun ditekankan oleh Alfred Adler.

Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada

individu akan menghasilkan sikap percaya, rasa berharga, rasa

mampu, dan perasaan berguna. Sebaliknya, frustasi atau

terhambatnya pemuasan kebutuhan akan rasa harga diri akan

menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, tak

mampu dan tak berguna, yang menyebabkan individu mengalami

kehampaan, keraguan, dan memiliki penilaian yang rendah atas

dirinya dalam kaitannya dengan orang lain. Harga diri yang stabil

dan sehat diperoleh dari penghargaan yang wajar dari orang lain

dan bukan dari pujian atau sanjungan berlebih yang tidak berdasar.

Adanya kompetisi yang sehat dan prestasi yang dihasilkan dari

usahanya sendiri akan mendatangkan penghargaan dari orang lain

dan ia akan semakin termotivasi melakukan sesuatu yang lebih

baik lagi. Apabila anak sering dikritik, dilecehkan, tidak diberi

penghargaan dan dorongan dari orang tua atau gurunya, maka

27 E. Koeswara, op.cit., hlm. 123 28 Abraham Maslow, op.cit. Third Edition, hlm. 21.

30

dalam diri anak akan trbentuk masalah derivatif seperti perasaan

rendah diri atau hina.29

Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat

lebih didasarkan pada prestasi ketimbang prestise, status atau

keturunan. Dengan kata lain, rasa harga diri individu yang sehat

adalah hasil usaha individu yang bersangkutan. Dan merupakan

bahaya psikologis apabila seorang lebih mengandalkan rasa harga

dirinya pada opini orang lain daripada kemampuan dan prestasi

pada dirinya sendiri.30

5) Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)

Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri

merupakan hierarki kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi

dalam Maslow. Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai

perkembangan dari individu yang paling tinggi, mengembangkan

semua potensi yang ia miliki dan menjadi apa saja menurut

kemampuannya.31 Contoh dari aktualisasi diri adalah seseorang

yang berbakat musik menciptakan komposisi musik, seseorang

yang berbakat melukis menciptakan karya lukisannya, seseorang

yang berpotensi menyanyi akan mengembangkan bakatnya.

Maslow menggarisbawahi bahwa aktualisasi diri itu tidak

hanya berupa penciptaan kreasi atau karya-karya berdasarkan bakat

atau kemampuan khusus. Setiap orang bisa mengaktualisasikan

dirinya, yakni dengan jalan melakukan yang terbaik atau bekerja

sebaik-baiknya sesuai bidangnya masing-masing. Ia termotivasi

untuk menjadi dirinya sendiri tanpa pengaruh atau tendensi

apapun. Kecenderungan ini diwujudkan dengan adanya keinginan

untuk menjadi yang terbaik, menjadi apa saja sesaui

29 Ahmad Ali Budaiwi, Ats-Tsawabu wal-Iqaabu wa Atsruhu fi Tarbiyatil Aulad, terj. Dr.

M. Syihabuddin, Imbalan dan Hukuman Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 84.

30 E. Koeswara, op.cit., hlm. 125. 31 Duane Schultz,. Growth Psychology: Models of The Healthy Personality, terj. Yustinus,

Psikologi Pertumbuhan, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 93.

31

kemampuannya. Untuk itu bentuk aktualisasi diri berbeda pada

setiap orang.32 Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan

individual.

Dorongan untuk aktualisasi diri tidak sama dengan

dorongan untuk menonjolkan diri atau untuk mendapatkan prestise

atau gengsi. Karena jika demikian sebenarnya dia belum mencapai

tingkat aktualisasi diri. Aktualisasi diri dilakukan tanpa tendensi

apapun. Meskipun hal ini diawali dari pemenuhan kebutuhan pada

tingkat dibawahnya. Bagaimanapun Maslow mengakui bahwa

untuk mencapai tingkat aktualisasi diri tidaklah mudah, sebab

upaya ke arah itu banyak sekali hambatannya baik internal maupun

eksternal.

Hambatan internal yaitu hambatan yang berasal dari

dirinya sendiri, antara lain ketidaktahuan akan potensi diri,

keraguan dan juga rasa takut untuk mengungkap potensi yang

dimilki, sehingga potensi tersebut terpendam.33 Hambatan

eksternal berasal dari luar atau dari budaya masyarakat yang

kurang mendukung upaya aktualisasi terhadap potensi yang

dimiliki oleh seseorang karena perbedaan karakter. Mengenai hal

ini dapat diambil ilustrasi sebagai berikut. Di masyarakat terdapat

stereotip budaya mengenai bagaimana yang disebut jantan dan

tidak jantan. Apabila masyarakat cenderung menganggap

kejantanan sebagai sifat yang dijunjung tinggi seperti sifat keras,

kasar, dan berani akan lebih dihargai. Sebaliknya sifat-sifat yang

cenderung ke arah feminin seperti kehalusan, kelembutan dan sifat

menahan diri, akan kurang dihargai. Akibatnya di masyarakat

tersebut yang akan muncul dominan adalah kekerasan, sedangkan

kesabaran, kehalusan dan kelembutan akan menjadi lemah dan

tidak terungkapkan. Tegasnya aktualisasi diri hanya mungkin

32 Goble, op.cit., hlm. 55. 33 Ibid., hlm. 49.

32

apabila lingkungan mendukung. Dan dalam kenyataannya menurut

Maslow, tidak ada satu pun lingkungan masyarakat yang

menunjang atas upaya aktualisasi diri para warganya, meski

tentunya ada beberapa masyarakat yang lebih jauh menunjang

daripada masyarakat lainnya.34

Hambatan lainnya di samping membutuhkan kondisi

lingkungan yang menunjang juga menuntut adanya kesediaan atau

keterbukaan individu terhadap gagasan dan pengalaman-

pengalaman baru untuk siap mengambil resiko, membuat

kesalahan dan melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak

konstruktif. Bagi individu yang kebutuhan akan rasa amannya

terpenuhi dan sangat kuat, maka semua itu justru merupakan hal-

hal yang mengancam dan menakutkan. Pada akhirnya ketakutan ini

akan mendorong individu untuk bergerak mundur menuju

kebutuhan akan rasa aman.35

Maslow mendasarkan teorinya tentang aktualisasi diri pada

sebuah asumsi dasar bahwa manusia pada hakekatnya memiliki

nilai intrinsik berupa kebaikan. ‘Baik‘ di sini diartikan dengan

segenap potensi yang dimiliki manusia sejak lahir. Potensi atau

fitrah dalam pandangan Islam adalah suatu bakat atau potensi

kebaikan dan semua itu akan berarti setelah diaktualisasikan

melalui pendidikan. Kemudian dalam pengembangan potensi dan

aktualisasi sumber daya insani, berupa kebebasan untuk berbuat

dan hidayah Allah, Allah membimbing manusia dengan agama

Islam agar dapat berkembang menurut fitrahnya.36

Konsep aktualisasi diri pada intinya adalah konsep menuju

becoming. Becoming oleh Gordon Allport, menunjuk pada proses

aktualisasi diri yang sedapat mungkin dirancang sesuai dengan

34 E. Koeswara, op.cit., hlm. 126. 35 E. Koeswara, op.cit., hlm. 126. 36 Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Semarang: Aditya Media

Bekerja Sama dengan IAIN Walisongo Press, 1997), hlm. 49.

33

persepsi orang tentang citra dirinya. Jika demikian pengertian

aktualisasi diri yang menekankan pada potensi manusia

nampaknya mempunyai persamaan dengan prinsip humanisme

dalam pendidikan. Humanisme dalam pendidikan adalah proses

pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia

sebagai makhluk sosial dan makhluk religius, serta sebagai

individu yang diberi kesempatan oleh Allah untuk

mengembangkan potensinya.37 Menurut pandangan ini individu

selalu dalam proses penyempurnaan diri atau becoming.

Apabila kelima tingkatan kebutuhan dasar manusia tersebut di atas

digambarkan dalam sebuah hierarki, maka akan terlihat sebagai berikut:

Kelima kebutuhan dasar itu tersusun secara hierarkis dari yang

paling rendah sampai yang paling tinggi. Menurut Maslow pada umumnya

kebutuhan yang lebih tinggi akan muncul apabila kebutuhan yang ada di

bawahnya telah terpenuhi. Meskipun demikian tidak mustahil terjadi

37 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Yogyakarta:

Gama Media, 2002), hlm. 135.

Aktualisasi Diri

Harga Diri

Cinta dan Kasih Sayang

Rasa Aman

Fisiologis

34

pengecualian bahwa kebutuhan yang lebih tinggi muncul walaupun motif di

bawahnya belum terpenuhi. Maslow mengingatkan bahwa dalam pemuasan

kebutuhan itu tidak selalu kebutuhan yang ada di bawah lebih penting atau

di dahulukan dari kebutuhan yang ada di atasnya.38 Sebagai contoh, orang

yang berpegang teguh pada nilai-nilai prinsip yang diyakininya lebih

memilih menderita kelaparan atau bahkan kematian daripada harus

melepaskan keyakinannya itu. Tetapi tentu saja kejadian semacam itu

merupakan pengecualian. Jadi bagaimanapun secara umum kebutuhan yang

lebih rendah pemuasannya lebih mendesak daripada kebutuhan yang lebih

tinggi.

Pada individu tertentu juga terjadi bahwa perkembangannya hanya

pada tahap tertentu saja. Misalnya dalam situasi tertentu individu hanya

memiliki motif fisiologis, motif lainnya tidak atau belum sempat

berkembang. Dalam situasi lain perkembangan kebutuhan ini hanya sampai

pada tahap kebutuhan akan kasih sayang dan memiliki.

Maslow membagi motif-motif manusia dalam dua kategori, yaitu

motif kekurangan (deficit motive) dan motif pertumbuhan (growth motive).

Motif kekurangan (deficit motive) ditujukan untuk mengatasi ketegangan-

ketegangan organismik yang disebabkan oleh kekurangan. Seperti lapar

(kekurangan makanan), haus (kekurangan minuman), takut (kekurangan

rasa aman).39 Oleh karena itu motif pertama sampai ke empat yaitu

kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan akan harga diri disebut motif

menghilangkan (Deprivation Motivation atau D-Motives). Ke empat motif

tersebut Maslow menggunakan istilah kebutuhan atau need (physiological

needs, safety needs, love and belongingness needs dan esteem needs).

Sedangkan motif pertumbuhan (growth motives) yaitu aktualisasi

diri yang bersifat mengembangkan individu untuk mengungkapkan potensi-

potensinya, oleh karena itu disebut motif pengembangan, pertumbuhan atau

motif hidup (Growth atau Being motivation atau B-Motives). Seseorang

38 E. Koeswara, op.cit., hlm. 119. 39 Paulus Budiharjo, Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir, (Yogyakarta: Kanisius,

1997), hlm. 164.

35

yang telah mencapai tahap aktualisasi diri atau orang yang telah

mengaktualisasikan dirinya akan memiliki pribadi yang utuh, sehat,

sseimbang dan matang.

Hierarki kebutuhan dasar oleh Maslow dapat dijelaskan bahwa

kebutuhan manusia yang paling mendesak adalah kebutuhan fisiologis. Jika

kebutuhan ini telah terpenuhi maka kebutuhan berikutnya yang mendesak

dan menuntut pemuasannya adalah kebutuhan akan rasa aman sampai ke

tingkat yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri.

Namun jangan diartikan bahwa kehidupan tiap manusia itu akan

mengikuti kelima tingkatan kebutuhan dasar tersebut secara berurutan.

Proses kehidupan manusia itu berbeda-beda dan tidak selalu mengikuti garis

lurus yang meningkat. Kadang-kadang melompat dari kebutuhan-kebutuhan

tertentu ke tingkat kebutuhan lain dengan melampaui tingkat kebutuhan

yang berada di atasnya. Atau kemungkinan terjadi lompatan balik, dari

tingkat kebutuhan tertinggi ke tingkat kebutuhan di bawahnya.40 Dengan

demikian pada saat-saat tertentu tingkat kebutuhan seseorang berbeda

dengan orang lain.

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

1. AD : Aktualisasi diri

2. HD : Harga Diri

40 M. Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 78-80

AD

HD

C

R A

F

AD

HD

C

RA

F

AD

HD

C

RA

F

AD

HD

C

RA

F

Gb. 1 Gb. 2 Gb. 3 Gb. 4

36

3. C : Cinta

4. RA : Rasa Aman

5. F : Fisiologis

Dari uraian di muka, terlihat betapa kompleksya masalah motivasi

yang melatar belakangi perilaku individu. Kompleksnya masalah motivasi

ini berhubungan erat dengan kompleksnya kepribadian individu, sebab

motivasi bukan hanya memegang peranan penting dalam kepribadian tetapi

pribadi individu itu terbentuk dari jaringan hubungan bermacam-macam

motif.41

B. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian

a. Proses Belajar Mengajar

Abin Syamsuddin Makmun memberi pengertian proses belajar

mengajar sebagai suatu rangkaian interakasi antara siswa dan guru

dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.42

Selanjutnya, dalam buku Pedoman Guru Pendidikan Agama

Islam, yang dikutip oleh B. Suryosubroto, proses belajar mengajar

adalah belajar mengajar sebagai proses dapat mengembil dua

pengertian, yaitu rentetan tahapan atau fase dalam mempelajari sesuatu

dan rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan

sampai evaluasi dan program tindak lanjut.43

41 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2003), hlm. 70. 42 Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2000),

hlm. 156. 43 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), cet.

I, hlm. 19

37

Menurut Muhibbin Syah, proses belajar mengajar adalah

kegiatan integral antara siswa dan guru dalam kesatuan interaksi timbal

balik yang bersifat konstruksional atau suasana pelajaran.44

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

proses belajar mengajar tidak bisa lepas dari hubungan pengajaran

antara guru dan siswa yang tentu saja dalam kegiatan belajar mengajar

tersebut terdapat komponen-komponen yang saling mempengaruhi.

Proses belajar mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai

dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program

tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai

tujuan pengajaran.

a. Pendidikan Agama Islam

Pengertian pendidikan agama Islam menurut Depdikbud adalah

usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,

menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan

untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat

beragama untuk mewujudkan persatuan nasional.45

Zuhairini dkk mendefinisikan pendidikan agama Islam adalah

usaha untuk membimbing ke arah pertumbuhan kepribadian peserta

didiksecara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesuai ajaran

agama Islam sehingga terjalin kebahagiaan di dunia dan akherat.46

Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah usaha

berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar dapat

memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta menjadikannya

sebagai pandangan hidup (way of life).47

44 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rineka

Cipta, 1995), hlm. 237. 45 Kurikulum Pendidikan Dasar Garis-garis Nesar Program pPengajaran Pendidikan

Agama Islam, (Jakarta: Depdikbud, 1993), hlm. 12. 46 Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1999), hlm. 10. 47 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. 2, hlm. 86.

38

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

agama Islam adalah usaha bimbingan secara sadar untuk mengantarkan

anak didik menjadi insan yang berkepribadian luhur, mengerti,

memahami dan mengamalkan ajaran Islam sebagai bekal keselamatan

hidup di dunia dan akherat.

Jadi pengertian proses belajar mengajar pendidikan agama Islam

adalah serangkaian interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan

siswa serta beberapa komponen di dalamnya untuk membimbing siswa

dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran

agama Islam supaya berkepribadian luhur dan berakhlak mulia.

Inti pokok ajaran Islam tersebut meliputi masalah keimanan

(aqidah), masalah keislaman, (syari’ah), dan masalah Ikhsan (akhlak).

Ketiga ajaran pokok ini dijabarkan dalam bentuk rukun Iman, rukun

Islam dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah beberapa ilmu agama yaitu

ilmu tauhid, ilmu fiqih dan ilmu akhlak.48

2. Komponen-komponen Mengajar

a. Guru

Guru memegang peranan penting dalam keberhasilan proses

belajar mengajar. Guru merupakan key person dalam kelas yang

bertugas mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi

siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Ia mempunyai tanggung

jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk

membantu proses perkembangan siswa.

Secara konvensional, seorang guru harus memiliki tiga

kualifikasi dasar, yaitu menguasai materi, antusiasme, dan penuh kasih

sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik. Loving atau kasih

sayang mempunyai arti bahwa guru harus mengajar hanya

berlandaskan cinta kepada sesama umat manusia tanpa memandang

status ekonomi, agama, bangsa, dan sebagainya.

48 Fathiyah Hasan Sulaiman, Alam Fikir Al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu,

(Bandung: CV. Diponegoro, 1990), hlm. 35.

39

Dalam perspektif humanisme religius, guru tidak dibenarkan

memandang remeh atau bahkan memandang rendah kemampuan anak

didik. Sebagai akibat dari pandangan tersebut, siswa menjadi tidak

mampu mengembangkan diri dan tidak mengalami interaksi yang

positif dengan guru.

Peran guru disamping sebagai pengajar juga sebagai pengarah

belajar. Sebagai pengarah belajar, tugas dan tanggung jawab guru

menjadi lebih meningkat termasuk fungsi guru sebagai perencana

pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai

motivator dan sebagai pembimbing. Kaitannya dengan motivasi

belajar siswa, guru sebagai motivator hendaknya berusaha

menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi siswa untuk

belajar. Peranan guru sebagai motivator penting artinya dalam rangka

meningkatkan keinginan dan pengembangan kegiatan belajar siswa.

Guru harus dapat membangkitkan dorongan serta reinforcement

(penguatan) untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan

aktifitas dan kreatifitas dalam proses belajar mengajar.49

Fungsi lainnya, guru harus dapat memimpin anak-anak ke arah

tujuan yang tegas. Dengan adanya panutan, petunjuk maupun teguran

bahkna hukuman dari guru, maka mereka akan mendapat rasa aman.

Selain itu, dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya

memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek

biologis, intelektual dan psikologis. Hal tersebut dimaksudkan agar

guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik

secara individual. Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut akan

mendekatkan hubungan guru dengan siswa sehingga memudahkan

mastery learning atau belajar tuntas. Mastery learning adalah salah

satu strategi belajar mengajar dengan pendektan individual.

49 Sardiman AM, op.cit, hlm. 143.

40

b. Siswa

Sebelum mempelajari secara khusus mengenai anak didik atau

siswa sebagai subyek belajar, perlu kiranya melihat hakikat anak didik

sebagai manusia. Sebab manusia adalah kunci utama dalam kegiatan

pendidikan. Bagaimana manusia itu sehingga mampu

mendinamisaassikan dirinya dalam berbagai perilaku kehidupan.

Dalam hal ini ada beberapa pandangan mengenai hakikat manusia.

1) Pandangan Psikoanalisis

Para psikoanalisis berpendapat bahwa manusia pada

hakekatnya digerakkan dorongan dari dalam dirinya yang bersifat

instinktif. Tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol oleh

kekuatan psikologis. Menurut aliran ini, struktur kepribadian

individu terdiri dari tiga komponen, yaitu id, ego dan super ego.

Id atau das es adalah aspek biologis kepribadian yang

orisinil. Id meliputi berbagai instink manusia yang mendasari

perkembangan individu. Dua instink yang penting adalah instink

seksual dan agresi. Instink-instink ini berfungsi memuaskan diri

dan berusaha menghindarkan diri dari ketidakenakan. Ego atau das

ich merupakan aspek psikologis kepribadian yang timbul dari

kebutuhan organisme untuk berhubungan dengan dunia luar secara

realistis. Super ego atau das uber ich adalah aspek sosiologis

kepribadian yang sesuai dengan nilai moral yang berlaku.

Jadi ego berfungsi menjembatani id dan super ego agar

pribadi manusi seimbang, tidak mementingkan nafsunya saja juga

tidak cenderung kepada hal-hal yang idealis dan moralis, tetapi ada

keseimbangan antara keduanya.

2) Pandangan Behaviorisme

Aliran ini beranggapan bahwa lingkungan merupakan

faktor utama dalam tingkah laku manusia. Manusia pada dasarnya

‘baik’ atau ‘buruk’ tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi

41

perkembangan kepribadian individu semata-mata tergantung pada

lingkungannya.

3) Pandangan Humanistik

Aliran ini berpendapat bahwa manusia memiliki dorongan

mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif. Manusia itu selalu

berkembang dan berubah menjadi pribadi yang lebih maju.

Manusia sebagai individu selalu melibatkan dirinya dalam

mewujudkan potensinya. Dalam hal ini jelas adanya pengakuan

terhadap manusia sebagai makhluk individu maupun sebagai

anggota masyarakat ciptaan Tuhan. Aliran ini melihat manusia

sebagai makhluk bebas, selalu bergerak maju dan mengembangkan

segenap potensi yang ia miliki.

Beberapa pandangan mengenai hakikat manusia tersebut

dapat membantu dalam upaya pemahaman terhadap diri anak didik.

Hakikat siswa adalah manusia dengan segala dimensinya seperti

diuraikan mengenai pandangan manusia di atas. Oleh karena itu

dalam kegiatan belajar mengajar manusia adalah sebagai subyek

didik atau subyek belajar.

Dengan demikian tidak tepat kalau dikatakan bahwa siswa

atau anak didk sebagai obyek belajar. Itu berarti siswa hanya

bersikap pasif seolah-olah tidak mempunyai kehendak ibarat

sebuah botol kosong yang siap diisi apapun juga sekehendak

gurunya. Dalam proses belajar mengajar, guru harus menghargai

siswa sebagai subyek yang memiliki kemampuan atau potensi.

Perwujudan interaksi guru dan siswa harus berbentuk pemberian

motivasi agar bersemangat dan mengembangkan kemampuannya

yang dapt meningkatkan harga dirinya. Dengan demikian siswa

diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar.

Siswa adalah salah satu komponen yang menempati posisi

utama dalam proses belajar mengajar yang memiliki tujuan dan

berusaha mencapainya secara optimal. Siswa menjadi faktor

42

penentu yang dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan

untuk mencapai tujuan belajarnya. Jadi dalam proses belajar

mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah siswa yang

memiliki tujuan, bagaimana keadaan dan kemampuannya, karena

siswa merupakan subyek belajar.

c. Materi

Materi atau bahan pelajaran adalah subtansi yang akan

disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran

kegiatan belajar tidak akan berjalan. Materi sebagai salah satu sumber

belajar adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran.

Materi pelajaran merupakan unsur inti dalam kegiatan belajar karena

materi pelajaran diupayakan untuk dikuasai anak didik.

Oleh karena itu guru khususnya atau pengembang kurikulum

umumnya, harus memikirkan sejauhmana bahan-bahan yang tertera

dalam silabi berkaitan dengan kebutuhan siswa pada usia dan

lingkungan tertentu. Minat siswa akan bangkit bila suatu bahan

diajarkan sesuai kebutuhannya. Maslow berkeyakinan bahwa minat

seseorang akan muncul apabila sesuatu itu terkait dengan

kebutuhannya.50

Dalam pengajaran biasanya guru kurang mempertimbangkan

aspek keterkaitian bahan pelajaran dengan kebutuhan individual siwa.

Umumnya, materi pelajaran telah ditetapkan menurut kurikulumdan

tidak lagi diganggu gugat. Akan tetapi ada pula yang mengemukakan

kemungkinan untuk menyesuaikan materi pelajaran dengan kebutuhan

siswa. Tentu saja kebutuhan siswa tidak bisa lepas dari kebutuhan

masyarakat.

d. Metode

Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode

diperlukan oleh guru dan penggunaannya berfariasi sesuai tujuan yang

50 Ibid, hlm. 88

43

hendak dicapai. Dalam pengajaran agama, seorang guru berusaha agar

siswa dapat memahami maksud atau makna agama. Oleh karena itu

guru harus mampu memilih dan melaksanakan metode yang tepat

serta bervariasi.

Namun penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya

menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempenga

ruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah:

- Tujuan pengajaran

- Bahan pengajaran

- Pribadi guru

- Anak didik yang berbeda tingkat kemampuannya

- Situasi mengajar.51

Variasi metode perlu ditekankan mengingat adanya

kecenderungan guru mengajar satu metode saja yaitu ceramah. Cara

demikian tidak menguntungkan dalam membina dan

mengembangakan jiwa agamis karena siswa akan cenderung pasif.

Menurut hasil percobaan para peneliti di bidang pendidikan,

dengan memberikan pilihan kepada siswa atas metode yang paling

sesuai bagi mereka, akan berdampak padahal-hal sebagai berikut:

1) Semangat belajar menjadi tinggi karena metode yang dipilih sesuai

pribadi mereka.

2) Siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan mencapai angka

tertinggi.

3) Evaluasi sendiri dan oleh teman lebih banyak terdapt di kalangan

mereka yang belajar dalam kelompok kecil.

4) Tidak terdapt perbedaan hasil pada tes akhir siswa-siswa yang

mengikuti metode belajar yang berbeda menurut pilihan masing-

masing.52

51 Mahfudh Shsalahuddin, Metodologi Pendidikan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1997), hlm. 40. 52S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (jakarta: Bumi

aksara, 2001), hlm. 79.

44

Oleh karena itu mengatakan bahwa satu metode lebih baik dari

pada metode lainnya, sukar dipertahankan bila tidak ikut

mempetimbangkan pribadi dan keinginan siswa. Metode apapun baik

asalkan sesuai dengan pribadi dan keinginan siswa.

e. Sarana Prasarana

Yang dimaksud sarana prasarana disini adalah alat atau media

pembelajaran sebagai alat bantu mengajar dan segala fasilitas yang

mendukung proses belajar mengajar. Alat adalah segala sesuatu yang

dapat dipergunakan dalam mencapai tujuan pengajaran. Ia berfungsi

sebagai perlengkapan sehingga mempermudah mencapai tujuan dan

berfungsi sebagai tujuan.53 Alat bantu tersebut bisa berupa alat bantu

visual dan audiovisual.

Selain alat bantu mengajar atau media belajar, fasilitas

merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode

mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak

didik di sekolah.

53 Syaiful bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), hlm. 54.