bab iii 2tns -...

32
39 BAB III PEMIKIRAN ANTHONY GIDDENS TENTANG HUMANISME A. Riwayat Hidup dan Karya - Karyanya. Anthony Giddens lahir di Edmonton, London utara pada tahun 1938. Ketika belajar di London School of Economics, ia mengambil tesis tentang masalah sosiologi olah raga. Di tempat pendidikannya itu dia telah menjadi direkturnya. Di Universitas Manchester tempat awalnya mengajar ia bertemu dengan Nobert Elias dengan karya-karya yang sangat mempengaruhi sebagai pengajar di King College of Cambridge dan Universitas California (Santa Barbara). 1 Giddens juga menjadi anggota kehormatan pada King College dan Profesor Sosiologi pada universitas Cambridge. Sepanjang dua dasawarsa silam ia telah menerbitkan lebih dari dua puluh buku dan meneguhkan dirinya sendiri sebagai pemikir terkemuka. Tulisan-tulisan Giddens mengkombinasikan suatu pemahaman (keterangan) yang seksama atas karya-karya klasik dengan kepekaan terhadap isu-isu teori sosial kontemporer terpenting. Ia menempatkan kedua arah perhatian tersebut bersama-sama dalam arahan suatu proyek yang mempersatukannya. Proyek ini mencakup identifikasi dan kritik-kritik terhadap kelemahan pemikiran tradisional serta pengembangan cara menteorikan isu-isu yang masih kabur atau dilalaikan dalam kerangka menjabarkan realitas sosial sehingga bisa dipahami dengan menggunakan pendekatan yang tidak monolitik. 2 Audien Internasionalnya terus bertambah (bukunya telah diterjemah kedalam dua puluh dua bahasa). Mungkin di Prancis kurang begitu dikenal. Dari dua puluh karyanya baru dua diantaranya diterjemah 1 Anthony Giddens, Tranformation of Intimacy (Seksualitas, Cinta, Erotisme Dalam Masyarakat Modern), Terj. Riwan Nugroho, Fresh Book, Jakarta, hal. 256-257. 2 Peter Beilharz, Teori Teori Sosial (Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka), Terj. Sugit Jatmiko, Alen & Unwin pty Ltd, Yogyakarta, 2002, hal. v.

Upload: vohanh

Post on 05-Mar-2018

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

39

BAB III

PEMIKIRAN ANTHONY GIDDENS

TENTANG HUMANISME

A. Riwayat Hidup dan Karya - Karyanya.

Anthony Giddens lahir di Edmonton, London utara pada tahun

1938. Ketika belajar di London School of Economics, ia mengambil tesis

tentang masalah sosiologi olah raga. Di tempat pendidikannya itu dia telah

menjadi direkturnya. Di Universitas Manchester tempat awalnya mengajar

ia bertemu dengan Nobert Elias dengan karya-karya yang sangat

mempengaruhi sebagai pengajar di King College of Cambridge dan

Universitas California (Santa Barbara).1

Giddens juga menjadi anggota kehormatan pada King College

dan Profesor Sosiologi pada universitas Cambridge. Sepanjang dua

dasawarsa silam ia telah menerbitkan lebih dari dua puluh buku dan

meneguhkan dirinya sendiri sebagai pemikir terkemuka. Tulisan-tulisan

Giddens mengkombinasikan suatu pemahaman (keterangan) yang seksama

atas karya-karya klasik dengan kepekaan terhadap isu-isu teori sosial

kontemporer terpenting. Ia menempatkan kedua arah perhatian tersebut

bersama-sama dalam arahan suatu proyek yang mempersatukannya. Proyek

ini mencakup identifikasi dan kritik-kritik terhadap kelemahan pemikiran

tradisional serta pengembangan cara menteorikan isu-isu yang masih kabur

atau dilalaikan dalam kerangka menjabarkan realitas sosial sehingga bisa

dipahami dengan menggunakan pendekatan yang tidak monolitik.2

Audien Internasionalnya terus bertambah (bukunya telah

diterjemah kedalam dua puluh dua bahasa). Mungkin di Prancis kurang

begitu dikenal. Dari dua puluh karyanya baru dua diantaranya diterjemah

1 Anthony Giddens, Tranformation of Intimacy (Seksualitas, Cinta, Erotisme

Dalam Masyarakat Modern), Terj. Riwan Nugroho, Fresh Book, Jakarta, hal. 256-257. 2 Peter Beilharz, Teori Teori Sosial (Observasi Kritis Terhadap Para Filosof

Terkemuka), Terj. Sugit Jatmiko, Alen & Unwin pty Ltd, Yogyakarta, 2002, hal. v.

40

ke dalam bahasa Prancis. Pada tataran pemikiran, proyeknya ternyata

melewati posisi tradisional antara sosiologi determinis dan sosiologi

individualis. Pada tataran politik, ia dianggap sebagai teoretisi dan pusat

“radikalisme” (radical center) yang menolak aliran tradisional kiri dan

kanan yaitu liberalisme ala Thatcher dan referensi lama sosialisme dari

partai buruh.3

Anthony Giddens adalah direktur London School Of Economics

(LSE). Dia adalah seorang penulis yang sangat produktif. Karya-karya

tulisannya sendiri ataupun editingnya telah lebih dari 30 judul dan telah

diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. Kiprah intelektual Anthony

Giddens sangat mengagumkan ia telah menumbuhkan minat dari banyak

kalangan untuk menelaah lebih jauh segala dimensi pemikirannya, di antara

terdapat empat jilid buku yang ditulis secara khusus untuk membahas

pemikiranya.4

Di antara buku yang relatif baru dan segar ialah The

Consequences Of Modernity (1989), Modernity and Self Identity (1991),

The Tranformation Intimacy (1992), Beyond Left and Right (1994),

Defence of Sociology ( 1996 ), The Third Way (1998), dan Runaway World

(1999).5

Buku Third Way bisa diposisikan sebagai buku cerdas yang paling

menyedot perhatian banyak kalangan, dari kelompok akademis hingga

politisi internasional. Di antara mereka adalah Tony Blair (PM Inggeris)

dan Gerhard Schoeder (Kanselir Jerman) yang mempraktekkan pemikiran-

pemikiran genius Anthony Giddens dalam kebijakan politik mereka. 6

3 Anthony Giddens, Daniel Bell, Michael Forca, Sosiologi (Sejarah dan

Berbagai Pemikiranya), Terj. Ninik Rocchani Sjams,Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2004, hal. 189.

4 Anthony Giddens, Beyond Left And Right; Tarian Ideologi Alternatif Di antara Pusara Sosialisme dan Kapitalisme,Terj. Imam Khoiri, Ircisod, Yogyakarta, 2003, hal. 403.

5 Ibid. , hal. 404. 6 Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan Kritik - Kritiknya, Terj.Imam Khoiri,

Ircosod, Yogyakarta, 2000, hal.182.

41

Buku Beyond Left and Right, merupakan salah satu pilar penting

yang telah mengantarkan Anthony Giddens berlabuh ke dermaga

konseptual yang terkandung dalam the third way tersebut. Dengan kata lain

pemikiran Anthony Giddens tentang the third way tidak bisa dilepaskan

dari genealogi historis yang merekam semua gejolak paradigmatik dalam

buku Beyond left And Right. 7

B. Kritik Anthony Giddens Terhadap Sosialisme dan Kapitalisme

Gagalnya sosialisme dan kapitalisme menjadi ideologi yang

memberikan referensi secara tidak memuaskan dalam mewujudkan sistem

sosial. Tetapi lebih dari itu, kegagalan tersebut harus diberi “ kartu merah “

harus diusir dari lapangan sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu, ideologi

dunia harus memiliki nafas baru, semangat baru, dengan corak ajaran dan

konsep kunci mengenai konsep kehidupan yang bernaung di bawah nilai

kemanusiaan.8

Sosialisme dan kapitalisme secara sendiri tidaklah mampu

meyelesaikan persoalan dunia seperti sekarang ini. Keduanya terlalu optimis

bisa memberikan jawaban persolan yang ada dan menjamin terbentuknya

masyarakat masa depan. Sementara dunia sekarang berada pada tahap

radical modernity sedangkan keduanya masih berakar pada enlightenment.

Pembaharuan pemikiran dalam menjelaskan dunia modern harus

disesuaikan dengan kontek zaman sehingga pemikiran abad 18

(enlightenment) harus dipahami dalam ranah dunia yang sedang mengalami

perubahan pesat (radical modernity) sebuah istilah yang digunakan Giddens

untuk menyebut post modernisme 9

Pembelaan yang dilakukan oleh keduanya menjadi bukti kenaifaan

atas persolan dunia yang kian tidak terkendali. Giddens mengajak kita

7 Anthony Giddens, Beyond Left And Righ….. Op. cit, hal. 404. 8 Maksum, Mencari Ideologi Alternatif (Polemik Agama Pasca Ideologi

Menjelang Abad 21, Mizan, Bandung, 1995. hal. 54. 9 Lihat Anthony Giddens, The Third Way (Jalan Ketiga;Pembaharuan

Demokrasi Sosial ), Terj. Ketut Arya Mahardika, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hal. xix.

42

berfikir untuk kembali merumuskan visi dan gerak kita menghadapi

perubahan dunia. Sikap cerdas disarankan Giddens untuk keluar dari sikap

apologis yang cenderung membela kiri atau kanan tetapi lebih pada upaya

kreatif bagaimana meredakan ketegangan dan mencari solusi tata dunia baru

yang lebih manusiawi.10

Di sinilah sebenarnya titik menarik Giddens dalam membaca

realitas sosial yang ada bukan sekedar menolak atau menerima tetapi lebih

memberikan tawaran dan memberikan ruang dialog dalam rangka

memperkaya khasanah pemikiran dunia. Proses dialog yang dilakukan

Giddens dapat dilihat ketika ia mencari sintesis tentang keharusan untuk

mengkritisi globalisasi karena tidak semata-mata hanya menimbulkan

dampak negatif tetapi tidak berarti kita menerima apa adanya. Kesiapan

untuk memberikan jalan terbaik menjadi fokus sehingga kita tidak terjebak

pada fanatisme faham tetapi berupaya memberikan solusi alternatif terhadap

kebuntuan yang ada.11

Penyelesaian masalah di dunia tidak sekedar pembelaan kita

kepada kiri dan kanan tetapi bagaima kita membangun masyarakat dalam

kerangka elegan tidak dalam posisi berhadap-hadapan, tetapi mencari titik

temu yang lebih segar dan membangun. Baik kiri maupun kanan tidak

mampu menyentuh berbagai persolan sosial yang ada seperti perceraian,

lingkungan, homoseksual, imigran dan masalah lainnya yang membutuhkan

kerangka kerjasama dengan berbagai pihak. 12

Baik sosialisme maupun kapitalisme tidak bisa melepaskan diri

dari pendekatan konflik. Keduanya mempuyai klaim yang hanya

melahirkan pengkutuban pandangan seperti yang terjadi pada sosialisme

sebagai reaksi terhadap bahaya kapitalisme.13 Sosialisme percaya

10 Ibid., hal. xix.. 11 Ibid., hal. xix. 12 Ibid ., hal. xxi. 13 Abdul Munir Mulkhan, Moral Politik Santri (Agama dan Pembebasan

Kaum Tertindas, Erlangga, Jakarta, hal. 60.

43

perubahan harus dilakukan dengan konflik dengan menghancurkan kelas

penindas sehingga tercipta tatanan masyarakat yang adil.

Masyarakat kapitalis memiliki persolan yang besar yang belum

menunjukkan tanda-tanda menghilang, bahkan bertambah buruk. Pasar

bebas tentu akan memberi pertumbuhan ekonomi di masa depan, tetapi

juga kemerosotan ekonomi yang besar. Kapitalisme pasar bebas memiliki

sifat yang ganas, sebagaimana terjadi pada abad 19 di bawah selogan

laissez-faire. Kegagalan kapitalisme mendorong kolektivisme dan orang

barat harus mengalami kegagalan sistem itu. Sehingga diperlukan

pemikiran baru yang bisa merespon permasalahan kontemporer.14

Giddens menyadari persaingan yang tidak sehat bisa saja timbul

dari para pemilik modal yang mengakibatkan tersingkirnya kaum lemah

karena keterbatasan pengetahuan, modal dan kesempatan yang disebabkan

oleh dominasi kaum pemodal sehingga sistem ini rentan dengan

ketimpangan sosial yaitu pertumbuhan hanya terpaku pada yang kuat.15

Persaingan bebas (laissez Faire) sebuah ungkapan Prancis dalam

sistem kapitalisme membuat produsen berusaha mencapai efisiensi setinggi

mungkin dan mencapai produk sebesar-besarnya untuk bisa bertahan.16

Prinsip tersebut memungkinkan orang mengeruk keuntungan bagi dirinya.

Filsafat seperti ini tidak menganggap Tuhan turut capur terhadap segala

aktivitas manusia. 17

Mengacu pada Adam smith; perjuangan hidup dalam ekonomi

adalah persaingan bebas (free competition) yang diberlakukan bagi

pengusaha dan masyarakat pada umumnya. Jika setiap pengusaha bersaing

secara bebas maka yang diuntungkan adalah konsumen dan masyarakat

14 Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir (Konsep, Ragam, Kritik Dan Masa

Depan), Terj.Ali Noer Zaman,Qalam, Yogyakarta, 2004, hal. 466.

15 Maksum, loc, cit., hal. 20. 16 Dawam Raharjo, Islam dan Tranformasi Sosial Ekonomi, Lembaga Studi

Agama dan Filsafat, Pustaka Pelajar , Yogyakarta, hal. 83. Dawam 83 17 Adi Sasono, Solusi Islam Atas Problem Umat, Gema Insani Press, Jakarta,

1998, hal. 35 - 36.

44

secara umum. Asumsi ini sejalan dengan dengan kepercayaan bahwa

apabila setiap orang dibiarkan untuk mencapai kepentingannya dirinya

sendiri (self Inters) maka situasi ini akan menghasilkan kebaikan bagi

masyarakat secara keseluruhan.18

Kompetisi bebas menjadi hal yang ditekankan kaum kapitalis dalam

rangka mengejar dan meningkatkan kemakmuran. Sehingga mereka

berkeyakinan pada kekuatan pasar yang mampu mengarahkan perilaku

produsen tentang barang apa yang seharusnya diproduksi. Barang dan jasa

menjadi indikator apakah sumber daya telah habis atau masih banyak. Kalau

harga murah berarti barang masih memadai. Kalau barang mahal berarti

langka. Orang akan tertarik menanamkan modal bila harga tinggi dan

menguntungkan. Oleh karena itu harga menjadi tanda apa yang harus

diproduksi. Itulah alasan mengapa kaum kapitalis tidak menghendaki peran

negara dalam kegiatan ekonomi. Serahkan semua pada pasar yang akan

dibimbing oleh “invisible hand ” sehingga masyarakat mendapat berkah dari

keputusan individual itu. Dan akhirnya kekayaan yang ada pada segelintir

orang akan menetes ke bawah (trickle down) kepada anggota masyarakat

lain.19 Giddens menegaskan hal tersebut tidak pernah terjadi, yang ada

hanya kesenjangan dan keserakahan belaka yang berujung pada tragedi

kemanusiaan.

Persaingan bebas yang diharapkan menjadi keberkahan justru

menjadi ancaman berbahaya karena mengakibatkan eksploitasi gila-gilaan.

Bukan alam, bukan pula manusia. Pasarlah yang mengendalikan kebutuhan

manusia. Lewat korporasi raksasa seperti Bank Dunia, IMF juga WTO.

Mantra rekolonisasi, penjajahan dan penindasan didengungkan. Maka

dengarkan rintihan Erich Form (1995) : “ Kini manusia tidak lagi berkutik

di hadapan berhala materialisme, kediktatoran uang, anomistis dan

perbudakan. Materialisme fundamentalis telah menjebak manusia dalam

belenggu elienasi (keterasingan, kesunyian manusia dari Tuhan, sesama

18 Dawam Raharjo, op. cit, hal. 83. 19 Dr. Mansour Fakih, Bebas Dari Neoliberalisme, Insist Press, Yogyakarta,

2003, hal. 5.

45

manusia dan lingkungan) dan sinisme. Lagu-lagu kebebasan yang

didengungkan secara “ berisik ” itu telah menghantarkan manusia dalam

bahaya pasca fasisme, yakni ketika gelombang masyarakat urban hasil

konstruksi teknokratis, manusia dipaksa untuk mengembara namun tidak

dipersiapkan untuk kembali. 20

Di sinilah sesungguhnya kegagalan kapitalisme, kata Anthony

Giddens (1998), terlampau yakin orang mampu mengendalikan dunia hanya

dengan memandang dunia sebagai hamparan padang pasir yang luas dengan

janji kudus demokratisasi dan keadilan sosial. Padahal kita tidak tahu di

mana kita berada dan apa yang sedang kita lakukan. Meminjam istilah

Jurgen Habermas, letupan-letupan perkembangan yang disertai ketidak

terdugaan-nya (die nue unubersichtlichkeit).21

G. W. F Hegel dan Karl Marx mengatakan sekalipun sejarah

berputar sebagai siklus tetapi ahirnya sejarah dan peradaban akan berhenti

pada suatu titik di mana liberal state telah tercapai. Sedangkan Marx

melalui determinisme sejarah dengan faktor ekonomi, menyebutkan

comunisme society merupakan puncak peradaban sebagai akibat dari

kebobrokan kapitalisme yang tidak lagi ditolerir.22

Marx, Hegel, Fukuyama berangkat dari sejarah filsafat sebagai

proses dialektik atau proses evolusi. Pandangan ini menekankan bahwa

sesuatu tesis akan muncul antitesis dan ahirnya sintesis. Pada giliran

sintesis akan menjadi tesis kembali dan timbul antitesis lalu sintesis bagitu

seterusnya. Ada contradictio in terminis dalam tesis pemikiran ketiga yaitu

anggapan bahwa sejarah (peradaban) tidak ada lagi peradaban yang lain

karena sudah mencapai puncak (berakhir) setelah ketiga puncak peradaban

terwujud23

20 Lihat Muhidin M Dahlan dalam Mohammad hatta, Sosialisme Religius Suatu

Jalan Keempat, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2000, hal. ix. 21 Ibid., hal. x. 22 Francis Fukuyama, Sejarah Telah Berahir The End Of History, Terj.Ahmad

Farid Ma’ruf,Yogyakarta, Ircisod, 2003, hal. 12. 23 Ibid., hal12.

46

Setiap sejarah masyarakat sampai saat ini adalah semata-mata

sejarah perjuangan kelas manifesto komunis (1848) yang disebabkan

kesenjangan yang terjadi antara kelompok-kelompok sosial yang ada.

Berawal dari silih bergantinya konflik sebagaimana dicetuskan Marx dalam

rangka menciptakan kondisi yang lebih baik. Antagonisme menjadi tanda

antara kelas proletar dengan kelas borjuis yang berdiri dengan kepentingan

berlawanan.24

Teori evolusi mempresentasikan “ narasi agung “ meski tidak selalu

terilhami secara teologis. Menurut evolusionisme “sejarah” dapat

dikisahkan dalam “alur cerita“ yang menciptakan gambaran berkembangnya

peristiwa yang serba kacau balau . Sejarah “dimulai“ dari kebudayaan

berburu dan mengumpulkan yang kecil dan terisolasi bergerak menuju

masyarakat bercocok tanam menuju kebudayaan agraris yang memuncak

pada kebudayaan modern di barat. Sejarah tidak mempunyai bentuk

menyeluruh, Lyotar dan pemikir lain mendekosntruksi evolusionisme sosial

berarti menemukan bahwa sejarah tidak bisa dilihat sebagai satu kesatuan

yang utuh yang mencerminkan tranformasi.25

Giddens memahami sejarah bukanlah linier bukan pula siklis yang

berayun bagai pendulum, sejarah laksana kawanan orang yang mabuk. Kita

berada dalam kondisi hidup yang membosankan yang berhuyung kekanan

dan kekiri, bergerak zig-zag memburu utopia. Utopia adalah apa yang

diidamkan kebalikan dari apa yang menyengsarakan atau apa yang lebih

dari kondisi yang kita hidupi. Politik adalah panggilan agung untuk

mewujudkan itu.26

Pandangan Mark tidak sepenuhnya diterima Giddens sepeti teori

evolusioner, menilai perubahan mempunyai arah yang tetap di mulai dari

awal sampai ahir bila tahap ahir selesai maka selesailah evolusi (Auguste

24 Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Terj. Daniel Dhakidae, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2003, hal. 189. 25 Anthony Giddens, Konsekuensi - konsekuensi Modernitas, Terj.Nurhadi, Tiara

Wacana, Yogyakarta, 2005, hal. 6 -7. 26 http://www.geocities.com/fronnasional/jalan ketiga sebagai utopia.htm

47

comte: hukum tiga tahap, Herber Spenser teori evolusi Darwin yang kuat

akan menjadi pemenang. 27

Benturan antara tesis dan antitesis sendiri dalam sejarah terwujud

sebagai perang atau pemberontakan yang menimbulkan pemikiran bahwa

kemajuan manusia selalu timbul akibat perang atau kekerasan yang tidak

terhindarkan tetapi menguntungkan28.

Pertentangan kelas bukanlah satu-satunya alasan terjadinya

masalah sebab kaum marxis selalu menempatkan segalanya sebagai bentuk

pertentangan kelas. Giddens tidak percaya segala persoalan kejahatan di

dunia disebabkan oleh pertentangan kelas antara kapitalis dengan proletar.

Kaum kapitalis benar menyengsarakan kaum buruh tetapi diragukan mereka

meyebabkan timbulnya perlawanan dari pembela perlawanan pembela

kelestarian alam, kaum pembela perdamaian, kaum pembela demokrasi

tidak serta merta demikian. Negara mempuyai kepentingan yang otonom

dari para kapitalis dalam menjalankan pengawasan atau surveillance itu.29

Gagasan radikalisme politik pada dasarnya berawal dari ide

sosialisme, radikal berarti gerakan melepaskan diri dari cengkraman masa

lalu. Beberapa dari mereka yang radikal adalah yang revolusioner. Menurut

mereka hanya revolusi yang hanya memberikan harapan tata kehidupan

yang lebih baik. Namun revolusi bukanlah satu-satu nya gagasan

radikalisme politik sebab itu terletak pada progresifanya. Sejarah harus

dikuasai untuk kepentingan manusia, keuntungan-keuntungan yang

sebelumnya dianggap sebagai pemberian tuhan dan menjadi milik segelintir

orang harus dikembangkan dan diatur untuk kemanfaatan bersama.30

Radikalisme dengan mengacu pada akarnya tidak sekedar

menggulirkan perubahan tetapi harus mengontrol perubahan sehingga

menggiring sejarah kedepan. Munculnya persolan yang nyata yang harus

27 Paul B Horton, Sosiologi, Terj.Tita Sobari, Aminuddin Ram,Erlangga, Jakarta,

1999, hal.208 - 210. 28 Ronald H Chicote, Teori Perbandinngan Politik (Penelusuran Paradigma),

Terj.Haris Munandar, Dudy Priatna, PT. Grafida Persada, Jakarta, 2003, hal. 115. 29 Anthony Giddens, Third ….., loc. Cit. hal. xiv. 30 Anthony Giddens, Beyond ……….loc.Cit. hal. 13.

48

dihadapi yaitu relasi problematis antara pengetahuan dan kontrol yang

melahirkan manufactured risk yaitu munculnya ketidakpastian yang

disebabkan ulah manusia yang melakukan intervensi pada institusi sosial

dan alam. Radikalisme politik sosialisme sudah tidak relevan untuk

menjelaskan terlihat amat tertinggal. Tetapi kita tidak bisa menerima

tawaran yang diberikan neoliberalisme tentang kekuatan pasar.31

Pentingnya peran negara dalam melakukan intervensi bagi Giddens

tidak menjamin dalam rangka menciptakan masyarakat yang adil. Beberapa

bukti menunjukan kegagalan yang dilakukan karena terlalu besarnya peran

negara terhadap pasar. Tetapi tidak berarti kita sepakat dengan kapitalisme

dalam bentuk neoliberalisme yang begitu mendewa-dewakan pasar mampu

mengatasi segala persolan yang ada.32

Peran negara yang begitu besar tentu saja menjadi masalah krusial

negara harus fleksibel sehingga mampu mengakomodir kepentingan investor

dalam kerangka saling menguntungkan. Kesedian untuk saling bekerja

sama tidaklah menjadi hal buruk yang akan mengancam tetapi bagaimana

kita mencari solusi terbaik dari pada sekedar memposisikan musuh terhadap

kepentingan lain.33

Konsep sosialisme yang timbul beribu-ribu tahuan yang lalu

merupakan manivestasi dari ketidakpuasan terhadap kesenjangan yang

terjadi di antara manusia dalam masalah pendapatan. Sosialisme sebagai

penangkal ingin dijadikan sebagai pangkal menghilangkan kesenjangan.34

Pemikiran sosialisme dan kapitalisme merupakan suatu perspektif

dalam rangka memahami realitas yang ada sekaligus menjelaskan.35 Bila

kita hanya mengunakan satu sudut pandang saja mengutip Giddens kita

hanya akan terjebak pada fanatisme, nasionalisme sempit dan menciptakan

31 Ibid. , hal. 26. 32 Anthony Giddens, op. cit. hal. xviii. 33 Ibid., hal. xix 34 Dr. Muhammad Husein Haikal, Pemerintahan Islam, Terj. Bisri M.

Adib,Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993, hal. 53. 35 Henry J Schmandt, Filsafat Politik Kajian Historis Dari Zaman Yunani

Kuno Sampai Zaman Modern, Terj. Ahmad Baedowi,Imam baehaki,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hal. 4.

49

blok dunia yang hanya akan meningkatkan ketegangan dunia. Bahaya

kiranya bangsa di dunia dihadapkan pada posisi saling berhadapan dan

bermusuhan sehingga tidak terjadi interaksi yang wajar tanpa dialog.

Mengutip nasehat Samuel P Huntington dalam Benturan Antar Peradaban

dan Masa Depan Politik Dunia mengatakan bahwa pandangan yang berbeda

adalah nyata dan mendasar. Masyarakat dengan pandangan yang berbeda

dipastikan memiliki pandangan berbeda dalam menilai sesuatu sehingga

menjadi potensi konflik atau benturan yang harus dihindari. 36

C. Konsep Anthony Giddens Tentang Humanisme

Kemuakan historis terhadap berbagai ideologi yang ada seperti

sosialisme dan kapitalisme mengantarkan Giddens untuk memunculkan “

paradigma ideologi “berupa jalan ketiga“ (The Third Way) sebagai

ideologi alternatif untuk menjawab persoalan kemanusiaan yang mulai

luput dari tujuan utama ideologi yang selama ini didengungkan. Perlunya

peleburan berbagai aliran ideologi untuk melahirkan peradaban baru yang

bernaung di bawah ideologi kemanusiaan.37

Semangat kemanusiaan Jalan ketiga sebagai wacana politik global

sesungguhnya merupakan respon terhadap janji muluk yang diberikan

ideologi kapitalis dan sosialisme dalam menciptakan masa depan manusia.

Gagalnya sosialisme disatu sisi dan angkuhnya kapitalisme di sisi lain

justru berkembang dalam kerangka politik dunia yang saling menjatuhkan

yang berahir dengan pudarnya nilai kemanusiaan di tangan kaum borjuis

dan proletar. 38

Sehingga Giddens mengajak kita melapaui kiri atau kanan dengan

asumsi kedunya telah gagal membawa peradaban bumi menuju

keharmonisan dan kedamaian sebagai roh gerakan ideologi apa pun.

Kedua ideologi tersebut perlu disingkirkan sebagai titik tolak membangun

peradaban dunia yang lebih akomodatif bukan hanya pada khitah

36 Lihat Penghantar Samuel P Huntington dalam Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Poltitik Dunia, Terj. M. Sadat Ismail, Qalam, Yogyakarta, 1996, hal. ix.

37 Anthony Giddens, Beyond ….loc. Cit., hal. 5. 38 Ibid., hal.6.

50

ideologisya tetapi pada tendensi kamanusian yang menjadi watak ideologi

apapun. Keperpihakan kepada humanisme menjadi semangat Giddens

untuk membangun tata dunia baru yang bernaung di bawah nilai-nilai

kemanusia yang harus diusung dalam rangka menciptakan cita-cita masa

depan manusia.39

Fakta menunjukan bahwa semakin berkurangnya signifikansi

kanan dan kiri dibanding sebelumnya hal ini ditunjukan oleh survei new

times. Di beberapa negara industri dan dunia telah muncul budaya politik

baru sebagai respon terhadap perubahan sosial dan ekonomi. Ini berbeda

dengan model politik kelas tradisional mereka membentuk sosialisme dan

demokrasi sosial dan menjadi basis tradisonal berkenaan dengan kapital

dan upah. Stuartt Hall memprediksi sebuah era baru (new times) yaitu

tranformasi politik sosialis. Ditandai dengan bergesernya produksi

industrial keteknologi informasi, melemahnya peran politik kelas dan

pilihan konsumsi, gaya hidup dan seksualitas. Menurut new times berarti

seluruh warisan sosialis dan pemikiran demokrat sosial harus disusun

kembali.40

Harapan untuk memperluas teori demokrasi tidak sebatas pada

wilayah politik tetapi juga ekonomi, sosial tampak dibawa Carol C Gould

yang sejalan dengan mengintrodusir jalan ketiga dalam rangka membangun

sosial demokrasi. Gidden tidak hanya sekedar mencari jalan ketiga dari

kelemahan sosialisme dan kapitalisme tetapi mencoba mengaktualisasikan

dengan dunia kontemporer yang mengalami ketidakpastian. 41

Dalam membicarakan tatanan sosial-politik yang ideal sering

hadir kerinduan untuk menemukan “ Jalan ketiga“ antara kapitalisme dan

sosialisme. Dalam catatan sejarah dunia, kita misalnya mengenal istilah

39 Ibid., hal. 6 40 Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan kritik….., loc. Cit., hal. 36. 41 Anas Urbaningrum, Islam Demokrasi, Pemikiran Nurcholis Madjid, Katalis,

Jakarta, 2004. hal. 19

51

sosialisme-demokratis dan sosialisme pasar. Meski bukan jalan ketiga; di

negeri ini ada pula istilah sosialisme dengan embel-embel religius. Lalu

mungkin karena takut digebug pada masa orde baru, lalu menyebut dirinya

sosialisme pancasilais.42

Jalan ketiga adalah harapan yang muncul dari pusaran empat

gejala diakhir abad ke 20. Pertama, pingsannya sosialisme sejak Revolusi

1989 di eropa timur. Kedua berkibarnya globalisasi sejak rezim Reagan dan

Thacher, Ketiga, usangnya kebijakan ekonomi neoliberal sejak krisis

ekonomi Asia timur tahun 1997. Kempat, naiknya demokrasi sosial di

eropa barat dalam sepuluh tahun terahir. 43

Reformasi politik menurut Jalan Ketiga meyangkut dua pokok

agenda. Pertama, pembaharuan etos dan praktis politik sebagai penciptaan

kebajikan umum (common good). Kedua penataan kembali (recontruktion)

negara bangsa sebagai komunitas.44

Kita harus yakin bahwa ada standar moralitas tentang kebaikan,

yang konstan, objektif, seperti objektifnya lokomotif (menurut metafor

Ackerman), maka sebagaimana merasa berhak dan bertanggungjawab

secara moral untuk menyeret seseorang yang hendak menubrukkan

kepalanya kelokomotif yang sedang melaju betapun ia tidak senang dengan

tindakan peyelamatan kita itu. Kita juga mempunyai kewajiban moral

untuk ikut memikul tanggung jawab meluruskan jalan masyarakat yang kita

yakini bengkok.45

Belajar dari seruan yang lebih tua “ persamaan “ (sosialisme) dan

kebebasan (libertarianisme) teori politik sekarang mengajak pada nilai-

nilai utama “kesepakatan kontrak (rawls, kebaikan umum

(komunitarianisme) kemanfaatan (utilitarianisme) hak (demokrasi),

Androgini (feminisme). Pengembangan teori politik yang tidak monolitik

42 http:\www.Kompas.com/kompas-etak/9907/08/opini/jala04.htm Jalan Ketiga 43 http://www.geocities.com/fronnasional/jalan ketiga sebagai utopia.htm 44 Ibid. 45 Elza Peldi Taher, Demokratisasi Politik, Budaya Dan Ekonomi(Pengalaman

Indonesia Masa Orde Baru), Paramadina, Jakarta. 1994, hal. 12.

52

disamping untuk memperkaya khasanah pengetahuan manusia juga

ditujukan pada komitmenya pada nilai kemanusiaan yang telah disebutkan

sebelumnya.46

Sehingga konsentrasi humanisme ditujukan untuk melawan

ketidak adilan, pemerasan, pemiskinan, penindasan dan semacamnya dalam

rangka menciptakan kebaikan umum sebagai kebalikanya. Kebaikan umum

mengandaikan tata moral tertentu sebagai akibat tindakan manusia. Dari

situ berasal gagasan yang dalam bahasa latin disebut virtus (keutamaan/

kebajikan). Etika muncul sebagai upaya pencapaian tata moral bagi

kebaikan umum. Karena pada mulanya politik tidak lepas dari etika yang

bisa dilihat dari karya aristoteles.47

Dalam refleksinya, kebaikan umum tidak mungkin tercipta tanpa

virtus: keadilan, kebajikan, keberanian, solidaritas. Suatu tindakan atau

tatanan dikatakan adil bukan semata-mata karena penetapan hukum, tetapi

berupa keutamaan yang membawa kebaikan umum. “ Umum “ berarti tata

solidaritas dalam polis. Apa yang bukan kebaikan umum adalah tindakan

atau tatanan yang mempersulit ataupun yang menghancurkan penciptaan

solidaritas dalam polis. Lewat pemahaman perlunya kebaikan umum

(virtus) penulis ingin menegaskan semangat gagasan Giddens untuk

menyeru manusia kembali pada nilai-nilai fitrah/universalisme sehingga

kita mempunyai kepedulian akan nasib sesama manusia.48

Tampaknya konsepsi kebaikan umum sebagai raison d’etre

politik sulit dilepas dari gagasan komunitas. Maka bisa dikatakan

mengembalikan politik raison d’etre sulit lepas dari gerakan menata

kembali negara - bangsa sebagai kumunitas. 49

Diera globalisasi hendaknya “ Politik” tidak hanya membebek

pada histeria pasar. Juga dengan mengakomodir mekanisme pasar, politik

46 Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer, Terj. Agus

Wahyudi, M. Hum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004,hal. 349. 47 http://www.geocities……, loc. cit. 48 Ibid. 49Ibid.

53

Jalan Ketiga dalam konteks Indonesia menyangkut gerakan lebih besar

untuk mengklaim kembali konsepsi “kebaikan umum” dan negara bangsa

sebagai “komunitas”. Kombinasi beberapa contoh mungkin bisa menjadi

ilustrasi.

Pertama, ekonomi-politik. Regulasi tidak berarti anti pasar dan

anti provit. Omongan bahwa pasar adalah mekanisme alami untuk

mengalokasikan kesejahteraan adalah omong naif. Untuk itu paket

pengadaan modal perlu menerapkan strategi deregulasi selektif. Misalnya

Regulasi ketat perlu ditetapkan pada investasi yang berjangka panjang.

Sebaliknya deregulasi serikat buruh perlu dilakukan dengan fokus pada

daya tawar dan independensi. Mendesak juga diterapkan civic audit. Yaitu

mekanisme evaluasi sejauh mana badan usaha telah melaksanakan

tanggungjawab civic: tidak menjadi sumber ketidakadilan dan kehancuran

komunitas warga di kawasan industri.

Kedua, sosio-politik. Pembentukan dan perluasan gerakan serta

partai non-sektarian yang berorientasi demokrasi sosial. Kriteria partai dan

gerakan sosial bisa dikenali dari program, etos dan praksis yang terfokus

dua hal: penciptaan kebaikan umum non sektarian dan penataan negara-

bangsa komunitas yang inklusif. Menghapus mekanisme politik yang

meyingkirkan berbagai kelompok dari kehidupan bangsa, seperti mencabut

TAP no XXV/MPRS/1966. Juga, politik luar negeri aktif dalam

pembentukan tata pemerintahan global dalam rangka mengatasi kekerdilan

hukum internasional bagi kerjasama seperti intervensi kemanusiaan dan

deregulasi pasar finansial global.

Ketiga, kultul-politik. Memperluas kerjasama publik termasuk

antar umat beragama dengan fokus pada pembentukan ikatan keprihatinan

sosio-afektif pada civic virtue keadilanan ikatan komunitas yang inklusif.

Tercakup dalam agenda ini, misal gerakan redefinisi etis dan yuridis

bahwa kegiatan bisnis adalah kegiatan publik seperti watak publik

tanggungjawab pejabat negara.

54

Keempat, historis-politik. Setiap generasi punya memori

tersendiri. Untuk generasi muda, misalnya, para pemuda yang mati pada

peristiwa penggulingan orde baru adalah bagian perjuangan untuk kebaikan

umum.

Dengan melakukan redefinisi tentang apa yang beradab dan tidak

beradab dalam politik. Reputasi yang jelek mengenai politik di negara ini,

salah satunya disebabkan oleh terpisahnya refleksi dari politik untuk

menjawab tantangan baru. Politik Jalan ketiga bisa menjadi visi baru bagi

politik kita yang makin buta huruf. Mungkin banyak pelaku bisnis dan

politisi Jalan Ketiga tidak praktis. Kalau praktis maksudnya menguntung

pebisnis memang bukan itu tujuan tata negara. 50

Sementara Abd. Malik Haramaian, dkk, Pemikiran-Pemikiran

Revolusioner, berusaha memahami pemikiran Giddens dengan tiga

parameter Pertama, negara harus merespon globalisasi secara struktural.

Kedua, negara harus memperluas peran publik. Ketiga, negara harus

meningkatkan efisiensi administratifnya.51

Ide perlunya merespon globalisasi secara struktural merupakan

peringatan (warning) bagi pemimpin-pemimpin dunia untuk selalu siap

menghadapi pasar bebas (free market). Sehingga negara manapun tidak

latah menerima globalisasi tanpa persiapan yang memadai. 52

Peran negara yang begitu luas akan membuat masyarakat semakin

pasif dan mempersempit ruang publik. Keadaan ini akan membuat tidak

terkomunikasikan ide-ide pembangunan negara. Negara sebagai institusi

harus lincah menjalankan developmentalisme, sekaligus menghindari

membuat aturan yang mematikan kreativitas masyarakat. Birokrasi dan

berantai tidak disukai Giddens yang terikat pada formalistik.53

50 Ibid. 51 Abd. Malik Haramaian, dkk, Pemikiran-Pemikiran Revolusioner, Pustaka

Pelajar Offset, Yogyakarta, 2003, hal.129. 52 Ibid., hal. 129. 53 Abd. Malik Haramaian, dkk, …., hal. 131

55

Fokus giddens dalam merespon globalisasi, perubahan ilmu dan

teknologi, hubungan kita dengan alam terletak pada kesiapan untuk hidup

setelah tradisi dan adat istiadat dan tradisi merosot bagaimana menciptakan

kembali solidaritas sosial dan bagaimana merespon masalah-masalah

ekologis. Sehingga perlu diarahkan pada nilai-nilai kosmopolitan dan apa

yang disebut konservatisme filosofis. 54

Giddens menegaskan Politik pilihan hidup bisa menjadi acuan

bagaimana kita mesti merespon dunia di mana tradisi dan kebiasaan

kehilangan cengkramanya dalam kehidupan kita ketika ilmu dan

pengetahuan telah merubah apa yang sebelumnya alamiah. Tranformasi-

tranformasi itu menimbulkan nilai atau pertayaan etis bahkan tidak hanya

berkaitan dengan keadilan sosial.55

Merasuknya globalisasi dalam lingkup yang luas menjadi asumsi

dasar dari deklarasi etika global bahwa dunia manusia sedang mengalami

krisis mendasar yaitu krisis dalam ekonomi global, ekologi, politik global.

Krisis global menimbulkan nestapa bagi umat manusia yang juga

mengglobal seperti : kemiskinan, kelaparan, penganguran, kezaliman,

kekerasan, pembunuhan dan penindasan. Padahal dari segala krisis adalah

krisis kemanusiaan, krisis etika. Kurangnya wawasan etika terutama

dikalangan penguasa politik, ekonomi telah mendorong merajalelanya

perusakan bumi secara sistematis pula. Perlu etika global, dalam hal ini

tidaklah dimaksudkan sebagai suatu ideologi global atau agama yang

tunggal tetapi etika global dimaksud suatu permufakatan mendasar tentang

nilai - nilai ukuran setiap manusia.56

Kuntowijoyo dalam Esai-Esai Budaya dan Politik mengatakan

etika politik negara modern adalah demokrasi, egalitarianisme, ham, rule of

law dan clean government. Sedangkan feodalisme dan otoritarianisme,

kediktatoran dan absolutisme dalam negara modern dipandang tidak

54 Anthony Giddens. The Third Way….., hal. 77. 55 Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan …….., hal. 46. 56 M. Din Syamsuddin, Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani,

Logos, 2002, Ciputat, hal. 208.

56

mempuyai etika politik. Jadi jelas bahwa pengakuan terhadap nilai

kemanusiaan menjadi hal mutlak yang dihargai sebagai nilai etis politik

dunia. Segala bentuk pengekangan dan kekerasan adalah prilaku yang

bertentangan dengan kesepahaman umat manusia.57

Demokrasi sebagai elemen etik politik dunia menurut David Held

terkait dengan tujuan menjamin terwujudnya relasi-relasi yang bebas dan

setara dari hasil tertentu 58:

1. Penciptaan keadaan dimana orang dapat mengembangkan potensi-

potensi mereka dan mengekspresikan beragam kualitas mereka. Sasaran

tujuanya adalah setiap individu menghargai kapabilitas-kapabilitas

orang lain dan juga kemampuan mereka untuk belajar dan

mempertinggi kecerdasan.

2. Perlindungan dari otoritas politik yang sewenang-wenang dan

kekuasaan yang menindas. Hal ini mengandaiakan keputusan mesti

dinegosiasikan dengan orang (rakyat) yang kelak dibebani keputusan

tersebut, meski keputusan diambil oleh minoritas atas nama mayoritas.

3. Keterlibatan individu dalam penentuan syarat atau aturan asosisasi atau

organisasi mereka. Dalam kontek ini idividu-individu mesti sanggup

menerima karakter otentik dan masuk akal dari pendapat orang lain.

4. Perluasan kesempatan ekonomi untuk mengembangkan sumber yang

ada termasuk individu bebas dalam mencapai tujuannya

Gagasan tentang otonomi terkait dengan bermacam apresiasi ini.

Otonomi berarti kepastian individu - individu untuk refleksi diri (self

reflection) menentukan diri sendiri (self determinim) untuk

memperhitungkan, menilai, memilih dan bertindak diantara sekian

kemungkinan tindakan yang berbeda. Otonomi tidak dapat berkembang

57 Kontowijoyo, Esai-Esai Budaya dan Politik (Selamat Tinggal Mitos Selamat

Datang Realitas), Mizan, Bandung, 2002. hal. 8. 58 Anthony Giddens, Tranformation….., loc. cit., hal. 256 – 257.

57

jika hak dan kewajiban politik terkait pada tradisi dan kepemilikan

istimewa. 59

Demokrasi berarti diskusi kesempatan bagi argumen yang lebih

baik untuk menetapkan keputusan (terutama kepentingan politik) sebuah

tatanan yang didasarkan demokrasi menyedikan susun institusi (lembaga)

untuk mediasi, negosiasi pencapaian kompromi bila diperlukan. Diskusi

terlebih mempuyai cara pendidikan demokratis. Partisipasi dalam

perdebatan akan menimbulkan warga yang tercerahkan. Konsekuensi

seperti itu akibat meningkatnya wawasan kognitif individu.60 Adanya

institusi yang merupakan representasi masyarakat memungkinkan publik

memberikan andil bagi penentuan kebijakan publik.

Adanya penghargaan terhadap pendapat jelas selaras dengan

gerakan humanistik didasarkan pada kemanusiaan, bukan atas dasar

primordialisme, agama, suku, ras kelompok. Sebab agama tidak pernah

membagi manusia dengan “benteng“ dan “tirani”-nya masing-masing.

Selain itu gerakan humanistik merupakan gerakan kritik atas

kecenderungan tirani rasionalitas dan fatalisme terhadap gerakan ritual

skriptural. Dan lebih dari itu gerakan humanistik mengukuhkan dialog

sebagai jalan penyelesaian masalah dan bukan penggalangan masa pukul

sana, bakar sini bagi yang dianggap “bersebrangan“. Sebab harus dasar dari

masyarakat madani adalah tersedianya mekanisme untuk menyelesaikan

konflik lewat universum wacana yang padat argumen dalam relasi

kesederajatan (equality and discursivive handing conflicts).61

Adanya pengakuan hak asasi manusia menjadi nilai etis dunia baru

yaitu dalam pergaulan keseharian jelas menegaskan komitmen penghargaan

terhadap setiap manusia. Giddens juga menegaskan penting pendemokrasian

demokrasi karena demokrasi sistem politik yang paling baik dibanding

sistem yang lain. Paling tidak demokrasi mendukung upaya manusia

59 Ibid.,hal. 257 60 Ibid., hal. 258 61 Muhidin M Dahlan. loc. cit., hal. xxii.

58

mewujudkan keadilan, kebebasan dan kesetiakawanan sosial. Perwujudan

nilai-nilai tersebut merupakan bagian integral dari upaya manusia untuk

memenuhi martabat kemanusiaan. Dalam sistem global demokrasi

merupakan sistem politik yang secara hakiki melindungi upaya

pemenuhan.62

Sehingga manusia seharusnya berpijak pada nilai universal dan

egalitarianisme yang menjadi dasar penghargaan bagi umat manusia.

Konsepsi tersebut tentunya perlu diaktualisasikan dalam kehidupan nyata

sehingga terjadi tranformasi sosial. Upaya tersebut ditujukan untuk

membangun kesadaran bersama akan masa depan manusia pada nilai positif

yaitu humanisasi sebagai fitrah manusia. Penghormatan dan penghargaan

terhadap manusia sebagai bagian dari komponen peradaban menjadi hal

penting yang ditekankan disini.63

Berdasar etika global perlu dikembangkan komitmen umat

manusia kepada budaya baru yang berwujud kebebasan manusiawi.

Komitmen ini merupakan “ arah pasti “ (irrevocable directives ) yang dapat

membimbing masyarakat menuju satu kemanusiaan, suatu peradaban suatu

masa depan.64

Perlunya memahami masyarakat modern sambil ikut berpartisipasi

dalam tranformasi yang berlangsung di dalamnya. sekaligus memikirkan

kembali masyarakat dan prilakunya merupakan hal yang ditekankan

Giddens sebagai refleksi bagi manusia.65

Modernitas tidak boleh dilihat dari logika tunggal semata semisal

logika politik, kapital atau multikultural. Marx memahami modernitas

melalui kapital, Weber logika rasionalisasi, Durkheim melalui interaksi

62 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 2001,

hal. 209. 63 Muh. Hanif Dhakiri, Paulo Freire Islam Pembebasan, Djambatan, Jakarta,

2000, hal. 99. 64 M. Din Syamsuddin, Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani,

Logos, 2002, Ciputat, hal. 209 - 210. 65 Anthony Giddens, Daniel Bell, ……, loc. cit., hal. 187 - 188.

59

sosial. Memikirkan dunia modern berarti mengartikulasikan logika - logika

yang imbriguees (tersusun seperti genteng). 66

Masyarakat modern tidak membentuk suatu kebersamaan yang

menyatu, atau satu sistem integral yang digerakan oleh satu sistem tunggal.

Terlihat jelas adanya sejumlah logika dan berbagai kecenderungan yang

berpadu (berinterferensi). Modernitas bersifat multidimensional. kondisi

tiga dasawarsa terakhir berbeda dengan sejarah yang dipengaruhi suatu

yang kompleks seperti kapitalisme, industrialisasi, individualisme yang

telah mentranformasikan dunia abad XVII. Sosiologi terkait dengan usaha

untuk mentranformasikan dunia kearah kemajuan. Inilah alasan

keberadaan (rasion d’etre) sosiologi jika dibandingkan dengan usaha untuk

memahami proses tersebut. Saya menganggap sosiologi sebagai semacam

“pengenalan terhadap diri” modernitas itu, dan kita harus mengetaui

potensi dan batas-batasnya. 67

Pemikiran “ Posmodernitas“ Francis Lyotard menggap kita telah

masuk zaman baru dan lenyapnya “narasi lama“ barakhirnya kepercayaan

orang terhadap kemajuan yaitu pada masa depan yang lebih baik dengan

sandaran ilmu pengetahuan, dan rasio. Padahal tidaklah demikian adanya

karena pemikiran tersebut tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya

(parsial). Giddens mengajak kita untuk berfikir panjang dan secara global

sehigga persepsi sesunguhnya dapat ditangkap. Kita hidup pada zaman

yang “ meradikalisasi “ modernitas.68

Masyarakat yang mendunia didorong oleh keinginan kolektif

tetapi modernitas seperti “mesin gila“ yang berjalan diluar sepengetahuan

manusia. Kesadaran kolektif yang tumbuh untuk mengemudikan perubahan

dan membatasinya atau setidaknya mengontrol pasar bebas yang akan

datang dalam hitungan hari. Inilah perubahan visi yang dicetuskan

66

67 Ibid., hal. 188 -189. 68 Ibid.

60

(manifesto) giddens yang dikenal dengan Third Way sebagai kerangka

memahami dan mengantisipasi dampak negatif modernisme.69

Konservatisme filosofis suatu filsafat proteksi, konservasi dan

solidaritas mencapai relevansi baru bagi radikalisme politik saat ini.

Gagasan tentang hidup dengan ketidaksempurnaan, yang sejak lama

ditekankan oleh konservatisme filosofis disini bisa menjadi aturan radikal.

Progaram politik radikal niscaya mengakui bahwa menghadapi

manufactured risk tidak bisa mengambil bentuk “ more of the same”

eksplorasi tak kunjung henti terhadap masa depan dengan mengorbankan

proteksi terhadap masa ini atau masa lalu.70

Berikut enam point kerangka kerja politik radikal yang telah

dibentuk kembali, kerangka yang didasarkan pada konservatisme filosofis

tetapi melestarikan beberapa nilai inti yang saat ini terkait dengan

pemikiran sosialis.

1) Niscaya terdapat concern untuk memperbaiki solidaritas yang telah hancur

(Damaged solidarity), yang kadang mengisyatkan pelestarian tradisi secara

selektif atau bahkan penanaman kembali. Dalil ini diterapkan kesuluruh

level yang menghubungkan aksi individual tidak hanya kelompok-

kelompok atau bahkan negara tetapi pada sistem yang lebih global.

2).Pengakuan terhadap sentralitas politik kehidupan (life politics) dalam

tatanan formal atau yang kurang ortodok. Politik kiri selalu diadopsi politik

emansipatoris yaitu kebebasan dari segala hal;bebas dari cengkraman

tradisi yang abriter, kekuasaan abriter, tekanan deprivasi material. Politik

emansipatoris adalah politik kesempatan hidup (politic of life chance) yang

mengarah paa terciptanya otonomi aksi. Adanya tranformasi tradisi, alam,

dalam tatanan global dan kosmopolitan politik kehidupan bukanlah politik

kesempatan hidup (life chance) tetapi politik gaya hidup (life style) terkait

dengan perselisihan dan perjuangan tentang bagaimana individu dan

69 Ibid., hal .190. 70 Anthony Giddens, Beyond….., hal. 27.

61

humanitas kolektif meski hidup dalam dunia yang sebelumnya dibakukan

oleh alam atau tradisi sekarang tunduk pada manusia.

3).Bersamaan dengan meningkatnya refleksivitas sosial, tanggung jawab

aktif mengandaikan suatu konsepsi politik generatif. Politik generatif

berada dalam ruang yang menghubungkan negara dengan mobilisasi

refleksif dalam masyarakat pada umumnya. Negara hanya bisa sebagai

intelegensia sibernetik, keterbatasan neoliberalis semakin kelihatan dengan

minimalnya peran negara. Politik generatif adalah politik yang lebih

berusaha membuat kemungkinan bagi individu dan kelompok menjadikan

suatu sebagai keyataan (make thing happen), dari pada menerima keyataan

( have thing happen ) dalam kontek seluruh dan tujuan sosial.

.4)Munculnya kelemahan-kelemahan dalam demokrasi liberal dalam tatanan

sosial reflektif yang menglobal, memperlihatkan perlunya bentuk-bentuk

demokrasi yang lebih radikal yaitu demokrasi dialogis. Demokrasi sebagai

sarana representasi kepentingan memberikan solusi penyelesain dengan

cara damai yaitu dialogis ketimbang cara-cara kekerasan. Meluasnya

demokrasi dialogis akan membentuk proses pendemokrasian demokrasi.

Tranparansi pemerintah yang lebih luas membantu pendemokrasian

demokrasi sehingga proses ini bisa berjalan dalam berbagai sektor yang

lebih luas.

5).Kita harus bersedia memikirkan negara kesejahteraaan (welfera state)

secara lebih fundamental dalam kaitan dengan kemiskinan global yang

makin meluas.

6).Program politik radikal harus siap untuk menghadapi peran kekerasan

dalam masalah manusia. Perlunya dialog karena hal ini bisa menggantikan

kekerasan .71

Perlu membangkitkan nilai-nilai kesucian kehidupan manusia,

hak-hak manusia unversal, perlindungan spesies-spesies dan kepedulian

terhadap masa depan dan juga generasi anak-anak masa kini, mungkin bisa

71 Ibid.

62

diterima dengan nuasa pembelaan. Ia mengisyaratkan etika responsibilitas

individual dan kolektif bisa mengesampingkan pembagian kepentingan. 72

Untuk memahami masyarakat madani ada baiknya, kita tengok

secara sepintas dua paradigma besar yang menjadi dasar perdebatan

mengenai masyarakat madani, demokrasi sosial klasik dan neo liberalisme

1. Demokrasi Sosial Klasik

Demokrasi sosial klasik atau demokrasi sosial gaya lama

memandang pasar bebas sebagai suatu yang menghasilkan banyak dampak

negatif. Faham ini percaya bahwa semua ini dapat diatasi lewat intervensi

negara terhadap pasar. Negara mempunyai kewajiban untuk menyediakan

segala yang tidak bisa disediakan pasar. Intervensi negara dalam

perekonomian dan sektor kemasyarakatan adalah mutlak diperlukan.

Kekuatan publik dalam masyarakat demokratis adalah representasi dari

kehendak kolektif. Giddens memberikan ciri - ciri demokrasi sosial klasik:

Keterlibatan negara yang cukup luas dalam kehidupan ekonomi dan sosial,

negara mendominasi masyarakat madani, kolektivisme, manajemen

keneysian dan korporatisme, peran pasar yang dibatasi: ekonomi sosial

campuran, pemberdayaan sumber daya manusia secara optimal,

egalitarianisme yang kuat, negara kesejahteraan (walfare state) yang

kompetitif yang melindungi warga negara sejak lahir hingga mati,

modernisme linier, Kesadaan ekologis yang rendah, internasionalisme,

termasuk dalam dunia dwikutub (bipolar). 73 Giddens menjelaskan tiga

yang terahir itu sebagai berikut :

“ Demokrasi sosial gaya lama secara keseluruhan tidak menentang

kepedulian ekologis tetapi merasa sulit untuk menyesuiakan dengan hal itu.

Penekanan pada korporatisnya, orientasinya pada pemberdayaan sumber

daya manusia secara maksimal, dan penekanan yang besar pada negara

kesejahteraan membuatnya tidak mudah melakukan peyesuain secara

sistematis. Dalam prakteknya tidak memiliki pandangan yang global yang

72 Anthony Giddens. Beyond…., hal. 4. 73Ibid.

63

kukuh. Demokrasi sosial berorientasi pada internasional mengupayakan

solidaritas partai-partai politik yang memiliki pemikiran serupa dan bukan

menghadapi masalah masalah-masalah global. Namun ia amat terkait

dengan dunia dwikutub terletak diantara milimalisme kesejahteraan

Amerika Serikat dan perekonomian komunis.74

2. Neoliberalisme.

Neoliberalisme dikenal juga dengan Thatcherisme (Margaret

Tahtcher adalah PM Inggeris yang sangat setia terhadap neoliberalisme

semasa berkuasa). Apabila demokrasi sosial klasik cenderung pada

pemerintah, maka ciri utama neoliberlisme adalah memusuhi pemerintah.

Edmun Burke, pelopor konservatisme di Inggeris, meyatakan dengan jelas

ketidaksukaannya kepada negara. Jika perluasan perannya terlalu jauh

dapat mematikan kebebasan dan kemandirian. Pemerintah Reagan dan

Thatcher mendasarkan diri pada gagasan ini dan menganut skeptisisme

liberal klasik mengenai peran negara. Intinya peran negara tidak

dibenarkan secara ekonomis dan harus digantikan oleh superioritas pasar75.

Menurut Giddens ciri neoliberl adalah sebagai berikut :

Pemerintah minimal, masyarakat madani yang otonom,

fundamentalisme pasar, ororitarianisme moral dan individualisme ekonomi

yang kuat, kemudahan pasar tenaga kerja, penerimaan ketidaksamaan,

nasionalisme tradisional, negara kesejahteraan sebagai jaring pengaman,

modernisasi linier, kesadaran ekologis yang rendah, teori realis tentang

tatatan internasional, termasuk dalam dunia yang dwikutub.

Masyarakat Madani

Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah:

memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang berbeda -

berbeda. Bila merujuk pada bahasa Inggeris ia berasal dari kata civil

society atau masyarakat sipil sebuah. Kontraposisi dari masyarakat militer.

74 Lihat Muhidin M Dahlan, op. cit., hal. 246. 75 http:\www.Kompas…..

64

Menurut Barkey dan Suggate (97), ada bebarapa karateristik masyarakat

madani diantaranya76 :

1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok eksklusif

kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan yang mendominasi

dalam masyarakat bisa dikurangi oleh kekuatan alternatif.

3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh

negara dengan program-program pembangunan yang berbasis

masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena

keanggotaan organisasi-organisasi valunter mampu memberikan

masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan.

5. Tumbuh kembangnya kreativitas yang pada mulanya terhambat oleh

rezim totaliter.

6. Meluasnya kesetiaan dan kepercayaan sehingga individu mengakui

keterkaitanya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

7. Adanya kegiatan pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-

lembaga sosial dengan berbagai perspektif.

Masyakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, hampa,

taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep cair yang dibentuk

dari proses sejarah yang panjang yang perjuangannya terus menerus. Ada

beberapa prasyarat masyarakat madani yang harus dipenuhi pertama

adanya demokrasi governance (pemerintah demokratis yang dipilih dan

berkuasa secara demokratis dan demokratis civilian (masyarakat madani

yang mampu menjungjung nilai-nilai civil security; civil responsibillty dan

civil resilience)77.

Masyakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis di mana

para anggotanya menyadari akan hak dan kewajibanya dalam menyuarakan

pendapat dan mewujudkan kepentinganya-kepentingnya. Di mana

76 A: / CVDEDEMnew.htm. 77 Ibid.

65

pemerintah memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreativitas

warganya untuk mewujudkan program-program pembangunan di

wilayahnya.78

Agenda Jalan ketiga Bagaimana menjadikan masyarakat madani

yang berkeadilan. Agenda jalan ketiga dapat dijadikan pedoman oleh para

community worker dalam menjalankan tugas-tugasnya di masyarakat.

Dalam Garis besarnya ada dua hal yaitu:Politik Jalan Ketiga persamaan,

perlindungan atas mereka yang lemah, kebebasan sebagai otonomi, tak ada

hak tanpa tanggung jawab, tak ada otoritas tanpa demokrasi, pluralisme

kosmopolitan, konservatisme filosofis.

Program Jalan ketiga; Negara demokratis baru (negara tanpa

musuh), masyarakat madani yang aktif, keluarga demokratis, ekonomi

campuran baru, kesamaan sebagai inklusi, kesejahteraan sebagai inklusi,

negara berivestasi sosial, bangsa kosmopolitan,demokrasi kosmopolitan79

Strategi untuk menjalankan politik jalan ketiga meliputi empat hal

yaitu :

1. Membantu masyarakat dalam mencapai tujuan pemerintah.

Peningkatan investasi-investasi sosial dan pendistribusian

pelayanan- pelayanan sosial dasar yang lebih luas dan adil.

2. Membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

Desentralisasi pembuatan keputusan dan peningkatan program-

program pengembangan masyarakat yang dapat meningkatkan

kemampuan masyarakat dalam merealisasikan kepentingan-

kepentinganya.

3. Peningkatan masyarakat dan perlindungan hak asasi manusia,

kebebasan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat, penetapan

struktur hukum bagi lembaga swadaya masyarakat.

Perbedaan pandangan setelah tahun 1989 terhadap kanan dan kiri

tidaklah seperti sebelumnya. Demikian juga demokrat-sosial tidak bisa

78 Ibid. 79 Ibid.

66

memandang kapitalisme/pasar sumber sebagian besar masalah yang

menimpa masyarakat modern. Pemerintah dan negara adalah akar

persoalan-persoalan sosial di samping juga pasar. Politik jalan ketiga

menangkap inti tahun 1989 bahwa masyarakat sipil yang kuat merupakan

keniscayaan bagi terciptanya pemerintahan demokratik efektif dan sistem

pasar yang berfungsi dengan baik.80

Politik jalan ketiga tidak mengabaikan wilayah publik tetapi ia

menawarkan untuk merekonstruksi dan memperbaharui institusi ini

menjadi tujuan utamanya. Terlebih sekedar menerima globalisasi

bagaimana adanya (given) jalan ketiga menawarkan cara yang rumit untuk

meresponnya. 81

Keduanya menawarkan keuntungan dan orang demokrat sosial

mengambil sikap positif dari pada negatif. Politik Jalan Ketiga bukanlah

ketundukan pada neoliberalisme. Sebaliknya, ia menekankan peran negara

yang aktif dan wilayah publik yang aktif. Institusi negara bisa

melemahkan institusi publik atau menghancurkannya. Ketika negara

menjadi sangat birokratik, besar atau tidak responsif terhadap kehidupan

warga negara. Negara terus memainkan peran fundamental dalam

kehidupan ekonomi bagaimana dalam wilayah lain. Ia tidak menggantikan

pasar atau masyarakat sipil tetapi perlu mengintervensi keduanya.

Pemerintahan perlu menciptakan stabilitas ekonomi, mengembangkan

investasi pendidikan, infrastuktur, sistem kesejahteraan yang kuat dan

mengendalikan ketidaksetaraan agar tidak berkembang dan menjamin

kesempatan bagi realisasi individu. 82

Politik Jalan Ketiga bukan kelanjutan dari neoliberalisme.

Demokrasi sosial perlu menanggulangi kekuatan pasar, tetapi ide neoliberal

bahwa pasar dan segala tempatnya akan menggantikan kebaikan publik

(public good) adalah omong kosong. Neoliberal adalah pandangan yang

tidak sempurna terhadap politik, karena ia tidak bertanggungjawab

80 Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan …………, hal. 36 - 37. 81 Ibid., hal. 37. 82 Ibid., hal. 162.

67

terhadap konsekuensi-konsekuensi sosial dari keputusan yang berbasis

pasar. Bahkan pasar tidak bisa berjalan tanpa kerangka sosial dan etik

yang tidak bisa disediakan sendiri. Model trickle down effect (tetesan

orang kaya kepada orang miskin melalui sistem ekonomi), atau negara

kesejahteraan minimal tidak bisa menimbulkan kebaikan sosial (sosial

good) yang niscaya melibatkan masyarakat yang baik.83

Pasar tidak selamanya meningkatkan ketidaksetaraan tetapi

kadang menjadi sarana untuk menanggulanginya. Terlebih ketiga

dibutuhkan pemerintah aktif mendorong kebijakan egalitarian, kelompok

kiri harus belajar mengakui bahwa negara menghasilkan ketidak setaraan,

dan menimbulkan akibat yang kontra produktif terhadap individu bahkan

ketika jelas-jelas bersifat demokratis dan tujuan yang baik. Bahkan dalam

bentuk yang paling maju negara kesejahteraan tidak pernah menjadikan

kebaikan tanpa cacat. Seluruh negara kesejahteraan menimbulkan

dependensi, kekacauan moral, birokrasi, pembentukan kelompok

kepentingan dan kecurangan.84

Pasar mempuyai berbagai kelebihan dibanding sistem yang lain

tetapi pasar juga mempuyai dampak yang bisa merusak sendi sosial maka

standar etis atau standar rasa harus dihadirkan diluar pasar yaitu etika

publik yang dijamin oleh hukum. Beberapa implikasi dan akibat yang

ditimbulkan oleh pasar harus dilakukan dengan cara yang lain.85

Perdagangan bebas bisa menjadi mesin yang dinamis tetapi kita

perlu mewaspadai sifat destruktif yang ditimbulkan sehingga kita tidak

sepenuhnya menerima mentah-mentah tetapi perlu ada kompromi yang

lebih bijak dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Semangat

inilah yang Giddens bangun untuk menjembatani kebekuan dan perbedaan

yang selama ini menjadi dua kekuatan yang saling besitegang.86

83 Ibid., hal. 40. 84 Ibid., hal.40 - 41. 85 Ibid., hal. 44. 86 Anthony Giddens, The Third ……, hal. 74.

68

Tiga wilayah kunci kekuasaan pemerintah, ekonomi dan

komunitas masyarakat sipil semua perlu dibatasi kepada kepentingan

solidaritas sosial dan keadilan sosial. Sebuah tatanan demokratik, sebagai

mana pasar efektif tergantung bagaimana berkembangnya masyarakat

sipil.87

Politik kiri tengah berkaitan dengan kesiapan kolektif untuk

mengkounter ketidaksetaraan dan instabilitas yang ditimbulkan pasar.

Kapitalisme adalah masalah, dan tujuan kelompok kiri adalah menguatkan

negara dan meningkatkan pendapatan pajak, guna mengontrol dan agent

provocateur-nya perusahaan-perusahaan besar. 88

Kepopuleran Jalan Ketiga tidaklah menjadi soal siapa yang

menggunakanya yang penting bagaimana menjadikan nilai-nilai kiri tengah

dipertimbangkan di dunia yang sedang mengalami perubahan besar. Jalan

Ketiga bukan untuk mengambil posisi tengah antara sosialisme yang atas

bawah dan filsafat pasar bebas. Ia berkaitan dengan rekontruksi doktrin-

doktrin demokrasi sosial dalam merespon revolusi ganda yaitu revolusi

globalisasi dan ekonomi pengetahuan.89

Tujuan utama politik jalan ketiga membantu anggota masyarakat

membantu mereka merintis jalan mereka melalui revolusi utama globalisasi

,tranformasi dalam kehidupan personal, hubungan litas dengan alam. Kaum

demokrat sosial perlu bersikap positif terhadap globalisasi tidak semata-

mata memandang sebagai ancaman tetapi bagaimana memberikan respon

positif dari pada sekedar memandang negatif yang berimplikasi terjadinya

blok-blok ekonomi dan proteksionisme yang berlebihan. Bahaya

globalisasi terhadap ekonomi lokal memang mengkhawatirkan tetapi bukan

berarti dipecahkan dengan proteksionisme yang tidak rasional dan tidak

diinginkan. Keadaan dunia yang terbagi dalam blok-blok jelas tidak

menguntungkan sehingga perlu ada kesepahaman bersama dalam rangka

87 Anthony Giddens, op. cit., hal. 57. 88 Ibid. hal.36 89 Anthony Giddens , The Third…, op. cit. hal.161.

69

mencari solusi alternatif dari pada sekedar berperang untuk

mempertahankan argumentasi masing-masing.90

Politik jalan ketiga harus mempertahankan inti kepedulianya pada

keadilan sosial dan menyadari bahwa rentang masalah tidak sekedar kiri

dan kanan tetapi lebih luas dari pada sebelumnya. Perlunya mencari

hubungan baru dalam mememahami individu dan kolektivitas tampaknya

lebih tepat dari pada memperdebatkan penting mana antara kepentingan

individu dengan komunal. Perlunya definisi ulang menjadi tepat bagi

kepentingan bersama sehingga politik jalan ketiga menawarkan tak ada hak

tanpa tanggung jawab. Negara perlu memberikan perlindungan bagi

mereka yang lemah yang merupakan kewajiban bagi pemerintah.91

Semboyan kedua tidak ada otoritas tanpa demokrasi perlunya

membangun otoritas dengan partisipasi penuh dari masyarakat dengan

sikap demokratis. Kekhawatiran runtuhnya bentuk tradisonal yang

mengakibatkan tidak bisa membedakan yang benar dan salah menjadi tidak

relevan dengan kondisi sekarang. 92

Jalan ketiga merupakan cara efektif untuk mewujudkan keadilan

dan solidaritas sosial karena mampu mengembangkan program politik

yang kuat dan terpadu. Jalan ketiga mampu menghadapi ketidaksetaraan

dan kekuatan perusahaan dalam dunia kontemporer.93

Norberto Bobbio menjelaskan kiri sebagai concern untuk

mengurangi ketidaksetaraan dan upaya untuk mewujudkan keadilan. Nilai

kiri lainya misalnya kerjasama sosial dan proteksi terhadap yang lemah.

Dalam perspektif semacam ini Jalan Ketiga adalah kiri. Sebuah pertayaan

sampai batas mana akan ditarik garis batas antara kanan dan kiri karena

banyak persoalan yang tidak sesuai antara keduanya. Adalah sebuah

kesalahan besar untuk memasukkan secara paksa. Pembagian kiri dan

kanan menggambarkan dunia secara luas diyakini bahwa kapitlalisme

90 Ibid., hal. 74. 91 Ibid., hal.75. 92 Ibid., hal. 75 -76 93Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan …..,op. cit., hal. 36 - 37.

70

perlu dilampaui dan konflik kelas membentuk sejumlah besar politik

pilihan hidup (life Politics). Tidak satupun dari kondisi ini yang relevan

“Radikalisme” tidak lagi bisa disamakan dengan “menjadi kiri” Ia sering

berarti pemisahan dari kiri yang telah mapan yang telah kehilangan nilai

jual.94

Berusaha mengembangkan masyarakat yang beragam (deversified

society) dengan dasar egalitarian. Politik jalan ketiga hendak

memaksimalkan kesempatan walau pendapatan berbeda. Tetapi tetap

concern membatasi ketidaksamaan penghasilan. Karena kesempatan yang

sama dapat menimbulkan ketidaksetaraan kekayaan dan keuntungan yang

bisa merampas kesempatan generasi selanjutnya.

Respon secara serius concern publik yang berkenaan dengan

kejahatan dan hancurnya keluarga. Bertindak tegas terhadap masalah

kejatahan adalah point tersendiri yang ditekankan. 95

Politik Jalan Ketiga tidak merasa puas atau bersikap kolusif

terhadap kekuasaan. Ada banyak kelompok kepentingan dan kekuasan yang

harus dihadapi yang harus diatur oleh pemeritahan kiri-tengah yang

mempuyai harga diri. Perjuangan untuk memperluas dan mempertahankan

mekanisme demokratik, mengontrol kekuatan bisnis dan melindungi

kekutaan minoritas kultural adalah hal fundamental bagi jalan ketiga. 96

94 Ibid., hal. 46. 95 Ibid., hal.164. 96 Ibid., hal. 45.