bab iii fir'aun -...
TRANSCRIPT
BAB III
FIR’AUN DALAM AL-QUR’AN
Kisah-kisah dalam al-Qur’an bukanlah seperti kisah atau cerita
yang ada dalam buku sejarah yang menampilkan peristiwa-peristiwa
secara kronologis yang hanya memuat berita tentang perilaku-perilaku
manusia semata, seperti memberi informasi tentang perilaku seseorang
yang ditokohkan. Sebab realitas-realitas peristiwa semacam itu dapat
dibaca dalam buku sejarah yang merupakan spesialisasi para ahli sejarah
Kisah-kisah al-Qur’an adalah interpretasi atas sejarah dan
hukumnya, sembari mengemukakan fenomena-fenomena yang ada
didalamnya untuk dijadikan ibrah dan bahan research, seperti kisah raja-
raja Mesir kuno yaitu Fir’aun.
A. Ayat-ayat tentang Fir’aun
Al-Qur’an tidak menyebutkan nama lengkap Fir’aun, seperti
Haman dan Qarun tetapi mencukupkan dengan gelar saja. Term Fir’aun
disebut dalam al-Qur’an sebanyak 74 kali dalam 27 surat1, dimana ayat-
ayat yang menyebut tentang Fir’aun itu lebih banyak dari pada ayat
tentang wudhu, waris, shadaqah, perkawinan, dan perceraian2.
1 M. Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li alfadhi al-Qur’an al-Karim, (Maktabah
Dahlan Indonesia), hlm. 654-655. 2 Ayat tentang wudhu disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 1 kali yaitu dalam QS. al-
Maidah [5]: 6; Tentang Waris al-Qur’an menyebut sebanyak 22 kali: QS. al-Baqarah [2]: 181, 182, 233; QS. al-‘Araf [7]: 169; QS. al-Hijr [15]: 23; QS. Maryam [19]: 6, 40, 80; QS. al-Anbiya [21]: 89; QS. an-Naml [27]: 16; QS. al-Qashash [28]: 5, 58; QS. al-Ahzab [33]: 6, 27; QS. Faathir [35]: 32; QS. al-Mu’min [40]: 53; QS. asy-Syu’ara [42]: 14; QS. an-Nisa’ [4]: 7, 8, 11, 12, 176.
Tentang Shadaqah disebut dalam al-Qur’an sebanyak 23 kali, dalam : QS. al-Baqarah [2]: 196, 245, 262, 263, 264, 219, 267, 268, 271, 272, 274, 276; QS. an-Nisa’ [4]: 114; QS. at-Taubah [9]: 58, 103, 104; QS. an-Najm [53]: 34; QS. al-Mujadilah [58]: 12,13; QS. al-Munafiqun [63]: 10; QS. Yusuf [12]: 88; QS. al-Ahzab [33]: 35]. Tentang Perkawinan disebutkan sebanyak 27 kali, yaitu: QS. al-Baqarah [2]: 230, 232, 235; QS. an-Nisa’ [4]: 3, 6, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 127; QS. al-Hijr [15]: 22, 71; QS. Thaaha [20]: 40; QS. an-Nur [24]: 3, 32, 33, 60; QS. al-Ahzab [33]: 37, 49, 52, 53, 55; QS. al-Maidah [5]: 5, 6; QS. Al-Mumtahanah [60]: 10.
Hal ini menunjukan signifikansi dan pentingnya bagi kita untuk
memahami bahwa cerita-cerita tersebut bukan semata-mata dongeng
penghibur Nabi Muhammad, akan tetapi ayat-ayat tentang Fir’aun hadir
untuk menjelaskan pesan-pesan sejarah. Anehnya para ahli tafsir tidak
menoleh untuk mengkajinya secara benar dan kebanyakan mereka
menyajikanya dari sumber-sumber israiliyat dan menggantungkan pada
sandaran yang tanpa makna sama sekali.
Kisah Fir’aun merupakan kisah yang paling banyak disebutkan
dalam al-Qur'an dibandingkan kisah-kisah lainya dari umat terdahulu.
Dalam al-Qur’an term yang berbicara tentang Fir’aun tersebar dalam
berbagai surat dan ayat, antara lain sebagai berikut:
No. Surat Jenis Surat Ayat 1 Al-Baqarah Madaniyah 49, 50 ال فرعون 2 Ali Imran Madaniyah 11 فرعونال 3 Al-‘Araf*) Makkiyah 103,104,113,123,137
109,127 130,141
موسى+ فرعون موسى+ قوم فرعون ال فرعون
4 Al-Anfal Madaniyah 52, 54**) ال فرعون 5 Yunus*) Makkiyah 75,79,83**),88,90 موسى+فرعون 6 Hud Makkiyah 97**) فرعون 7 Ibrahim Makkiyah 6 سىمو+ ال فرعون 8 Isra’*) Makkiyah 101,102 موسى+ فرعون 9 Thaaha Makkiyah 24,43,60,78,79 فرعون 10 Al-Mukminun Makkiyah 46 فرعون 11 As-Syu’ara*) Makkiyah 11
16,23,41,44,53 قوم فرعون
رسول+ فرعون
Tentang Perceraian, al-Qur’an menyebutkan sampai 23 kali, yang terdapat dalam QS. al-Baqarah [2]: 102, 229, 230, 231, 236, 237, 241; QS. ali Imran [3]: 103, 105; QS. an-Nisa’ [4]: 23, 130; QS. al-An’am [6]: 91, 159; QS. al-Anfal [8]: 57; QS. at-Taubah [9]: 25; QS. an-Nahl [16]: 92; QS. al-Ahzab [33]: 28, 37, 49, 51; QS. at-Thalaq [65]: 1, 2; QS. at-Tahrim [66]: 5. Lih. Sukmadjaja ‘Asyari, Rosy Yusuf, Indeks al-Qur’an, (Bandung: Penerbit Pustaka, 2000), hlm. 40, 96, 193, 245, 246
12 An-Naml Makkiyah 12 قوم فرعون 13 Al-Qashash*) Makkiyah 3,4,8,32,38
6,8 قوم فرعون
مهان+ فرعون 14 Al-Ankabut*) Makkiyah 39 مهان + قرون + فرعون +
موسى15 Shad Makkiyah 12 عاد+ نوح + فرعون 16 Ghafir*) Makkiyah 24,36
29,37**),26 28,45,46
قرون+ مهان + فرعون موسى+ فرعون
ال فرعون17 Az-Zukhruf*) Makkiyah 46,51 سىمو+ فرعون 18 Ad-Dukhan*) Makkiyah 17
31 رسول+ قوم فرعون
فرعون19 Qaaf Makkiyah 13 اصحاب + نوح + فرعون
عاد+ مثود + الرش 20 Ad-Dzariyat*) Makkiyah 38 رسول+ فرعون 21 Al-Qamar Makkiyah 41 فرعون 22 At-Tahrim Madaniyah 11**) فرعون 23 Al-Khaqqah Makkiyah 9 نفرعو 24 Al-Muzammil*) Makkiyah 15,16 رسول+ فرعون 25 Al-Nazi’at Makkiyah 17 فرعون 26 Al-Buruj Makkiyah 18 مثود+ فرعون 27 Al-Fajr Makkiyah 10 مثود+ فرعون
Dari sekian banyak ayat tentang Fira’un yang terdapat dalam 27
surat, kata Fira’un disebut bersama-sama dengan Nabi Musa a.s., baik
secara langsung menyebut nama Musa a.s., maupun tidak langsung dengan *) Fir’aun disebut bersama Nabi Musa a.s., baik dengan menyebut namanya secara langsung, antara lain dalam QS. al-A’raf [7]: 103, 104, 127; QS. Yunus [10]: 75,79,83; QS. al-Qashash [28]: 3; QS. al-Ankabut [29]: 39; QS. Ghafir [40]: 26,37; QS. az-Zuhruf [48]: 46, maupun dengan kata tidak langsung (Rasul) dalam QS. asy-Syu’ara [26]: 16; QS. ad-Dukhan [44]: 17; QS. ad-Dzariyat [51]: 38; QS. al-Muzammil [73]: 15, 16. Hal ini menunjukan bahwa dalm memahami kisah Fir’aun tidak bisa lepas dari sosok Nabi Musa a.s. yang membebaskan Bani Israil dari belenggu perbudakan sekaligus diperintah oleh Allah SWT untuk mengajak Fir’aun dan pengikutnya agar kembali ke jalan yang benar (Menyembah Allah SWT) **) Dalam ayat ini Fir’aun disebut 2 kali, kecuali dalam QS. Hud [11]: 97, Fir’aun diulang sampai 3 kali.
kata Rasul. Ini menunjukkan bahwa dalam memahami kisah Fira’un tidak
bisa lepas dari peranan Nabi Musa a.s.
Surat-surat dalam al-Qur’an yang membahas term Fira’un dibagi
menjadi dua kelompok yakni Makiyyah dan Madaniyyah, akan tetapi
mayoritas di dominasi oleh surat-surat Makiyyah.
Al-Makky dan al-Madany merupakan salah satu tema penting
dalam pembahasan ilmu Qur’an. Berbagai bukti telah menunjukan bahwa
munculnya beberapa penyimpangan pemahaman terhadap kandungan
makna sebagaian ayat al-Qur’an adalah karena jatuhnya pemahaman
tersebut dari pijakan sejarah pewahyuan baik yang dikenal dengan
pembahasan asba al-Nuzul atau yang dikenal dengan al-Makky dan al-
Madany.
Ada beberapa kegunaan atau faedah mempelajari ilmu Makky dan
Madany seperti pendapat sebagian ulama antara lain :3 Dapat mengetahui
uslub atau style bahasanya yang berbeda-beda, karena ditujukan kepada
golongan-golongan yang berbeda, yakni: orang-orang Mukmin, orang-
orang Musyrik, orang-orang Munafik, dan orang-orang Ahlulkitab.
Untuk mengetahui al-Makky dan al-Madany ada dua cara : Sima’i
(mendengar melalui riwayat) atau Qiyasi (dengan studi perbandingan).
Konsep Makiyyah dan Madaniyyah sebenarnya di bangun atas dasar
informasi dari para sahabat dan tabi’in. Namun tidak semua riwayat
sampai kepada generasi setelahnya. Dari sini kemudian para ulama harus
melakukan ijtihad melalui studi perbandingan secara komprehensip
terhadap surat-surat dan ayat Makiyyah atau Madaniyyah, yang darinya
bisa didapatkan sejumlah parameter dan kekhususan dari masing-masing
kelompok.
Ada parameter khusus dari segi tema yang merupakan ciri khas
surat Makkiyah. Kekhususan tema ini didasarkan karena masyarakat yang
dituju adalah masyarakat kafir yang menyembah patung dan menolak
3 Masyfuq Zuhdi, Pengantar Ulm al-Qur’an ( Surabaya : Bina Ilmu, 1982 ), Cet. II, hlm. 71
ajakan untuk beriman kepada Allah SWT bahkan mereka berusaha untuk
memusuhi orang-orang Mukmin dan menyiksanya. Beberapa kekhususan
itu bisa terinci sebagai berikut: 4
- Menekankan seruan kepada tauhid, menyembah hanya kepada Allah
SWT, seruan beriman kepada risalah Rasulullah dan hari Kiamat.
- Banyak menceritakan kisah Nabi-Nabi terdahulu, perjalanan dakwah
mereka serta tantangan yang dihadapi. Dialog antara mereka dengan
kaumnya, siksaan yang dialami kaum mereka yang inkar dan durhaka,
- Biasanya bentuk surat dan ayat yang diturunkan pada periode Mekkah
adalah pendek dan tidak terlalu panjang, dengan gaya bahasa yang
singkat tapi tajam yang tepat sekali untuk kaum yang sombong dan
tidak mau menerima kebenaran.
Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah mempunyai parameter dan
kekhususan tema yang lain lagi sesuai dengan tabiat masyarakat yang
dihadapi. Dari hasil penelitian para ulama, parameter Madaniyyah tampak
sebagai berikut ; Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah-kisah orang
Munafik, setiap surat yang didalamnya mengenai sangsi dan kewajiban. 5
B. Term Fir’aun
Fir’aun merupakan isim alam untuk nama julukan bagi seorang raja
kafir dari bangsa amalik dan lain-lainya (di negeri Mesir). Seperti halnya
kaisar, isim alam untuk julukan bagi setiap raja yang menguasai setiap
negeri Romawi dan Syam yang kafir, dan ‘Kisra’ julukan bagi raja Persia,
‘Tubba’ julukan bagi raja negeri Yaman yang kafir, ‘Najasyi’ julukan bagi
4 Amir Faishal Fath, Jurnal Kajian Islam al-Insan – al-Qur’an dan serangan
Orientalis (Jakarta: Gema Insani, 2005), Vol. I, No. 1, hlm. 72. 5 Antara lain hukum pidana, Fara’id, ibadah, Mu’amalah, Munakahat, Hadhanah, dan Hukum-hukum kemasyarakatan serta kenegaraan. Lihat Abdul Jalal, Ulumul Qur’an ( Surabaya : Dunia Ilmu, 2000 ), Cet. II, hlm. 97.
raja yang menguasai negeri Habsyah, dan ‘Batalimus’ nama julukan bagi
raja India.6
Term Fir’aun dalam bahasa arab terbentuk dari dua kata kerja, yang
keduanya merupakan akar kerja yang valid. Menurut Ibnu Faris–
sebagaimana dikutip oleh M. Syahrur–kata Fir’aun terbentuk dari lafazh
Fara’a dan ‘Auna. Fara’a mempunyai arti ketinggian, keagungan, dan
melangit, dan kemudian dari lafazh itu muncul terma al-Far’u yang berarti
sesuatu yang tinggi dan tingginya sesuatu ketika saya meninggikanya.
‘Auna adalah kata dasar, kemudian dari kata ini terbentuklah lafazh: al-
I’anah, al-Maun, al-‘Awan. Al-‘Iwan adalah sesuatu yang sebelum dan
sesudah (terjadi sebelum dan sesudah Musa). Dari kata kerja Fara’a dan
‘Auna menjadi Fir’ana yang kemudian berubah menjadi bermakna
Fir’aun. Jadi Fir’aun adalah puncak tertinggi pada piramida kekuasaan
yang mencakup karakteristik tiranis (penindasan dan represi), dimana
fenomena ini telah ada sebelum Musa dan masih berlanjut setelahnya.7
Menurut suatu pendapat, nama Fir’aun8 yang hidup sezaman
dengan Nabi Musa a.s. adalah Al-Walid ibnu Mus’ab ibnu Rayyan.
Menurut pandapat lainya bernama Mus’ab ibnu Rayyan, dia termasuk
keturunan dari Amliq ibnul Aud ibnu Iram ibnu Sam ibnu Nuh, sedangkan
nama kun-yah-nya ialah Abu Murrah. Ia berasal dari Persia, yaitu dari
Istakhar.9
C. Karakteristik Fir’aun
a. Takabbur
6 Al-Imam Ibnu Katsier ad-Dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsier, terj. Abu Bakar (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2003), cet. Ke-3, juz. I, hlm. 481
7 Muhammad Syahrur, Tirani Islam–Genealogi Masyarakat dan Negara, terj. Saifuddin Qudsy dan Badrus Syamsul Fata (Yogyakarta: LkiS, 2003), cet. I, hlm. 281. 8 Dalam kamus al-Munjid merupakan Nama laqab yang digunakan untuk menyebut raja-raja Mesir. Lih. Al-Munjid al-Abjady (Beirut: Dar al-Masyriq sarl, 1993), hlm. 759.
9 Al-Imam Ibnu Katsier ad-Dimasyqy, op. cit.
Fira’un adalah gelar bagi sang penguasa tirani dari rezim tunggal
yang pernah berkuasa di Mesir. Dalam al-Qur’an ia digambarkan sebagai
seorang hamba yang angkuh dan sombong Kesombongan Fira’un yang
lain adalah pengklaiman dirinya sebagai tuhan bagi bangsa Mesir, diduga
karena dia telah merasa berhasil membangun negara Mesir mencapai
tingkat kemakmuran yang tinggi. akibat kekuasaan yang absolut dan
tercapainya kemakmuran yang tinggi ini maka tumbuhlah keangkuhan dan
kesombonganya sehingga mengangkat dirinya sebagai tuhan. Sebagaimana
firman Allah :
)٢٤: النازعة (فقال أنا ربكم الأعلى
Artinya: “(Seraya) berkata:"Akulah tuhanmu yang paling tinggi." (QS. an-
Nazi’at [79]: 24)
Klaim diatas menunutut manusia untuk patuh kepada Fir’aun
dengan tidak melakukan perbuatan menurut kehendaknya sendiri, tanpa
persetujuan dari Fir’aun, dan dia tidak segan-segan untuk menyiksa orang-
orang yang percaya pada tuhan Musa karena tidak minta izin kepadanya.
Sifat sombong lain yang ada pada Fir’aun adalah mengklaim
bahwa seluruh negara Mesir adalah miliknya sendiri, sebagaimana dalam
QS. al-Zuhruf [43]: 51;
ارهذه الأنهو رمص لكلي م سم أليا قومه قال ين في قووعى فرادنري من وجت
)٥١: الزحرف (تحتي أفلا تبصرون
Artinya: “Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: "Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?”.(QS. az-Zuhruf [43]: 51
Sifat diatas adalah sifat kekuasaan tirani dan karakteristik
fenomena Fir’aun yang masih bertahan hingga saat ini. Seorang tiran tidak
selalu mengklaim secara terang-terangan bahwa dia adalah penguasa
negeri dan penguasa penduduk negeri, akan tetapi bisa diketahui dari
kualifikasi bentuk kekuasaan yang terdapat dalam dirinya. Sebaliknya, kita
akan mendapatkan manusia yang hidup dibawah hegemoni kekuasan tirani
itu memiliki karakteristik tertentu, yakni masyarakat tersebut adalah
komunitas yang teralienasi, baik dari sistem atau institusi yang ada
didalamnya. Karena itu, Allah SWT memasukkan mereka dalam kategori
fasiqin.
فاسما فاسقنيوا قوكان مهإن وهفأطاع همقو فخ٥٤: الزحرف ( ت(
Artinya: “ Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasiq ”.(QS. az-Zuhruf [51]: 54)
b. Sifat tirani dari Fir’aun adalah suka mengadu domba, ini tercantum
dalam QS. al-Qashash [28]: 4;
طائفة منهم الأرض وجعل أهلها شيعا يستضعف علا في فرعون إن
)٤: القصص (
Artinya: “Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka”. (QS. Al-Qashas : 4)
Ayat diatas melambangkan cita-cita yang rendah, yang
mendasarkan kontak manusia dengan sesama manusia pada penindasan
dan eksploitasi. Para Fir’aun memecah belah dan memelaratkan para
masyarakat, dan menonjolkan kepentingan-kepentingan kelas. Mereka
menghancurkan kekuatan kreatif manusia dan mencekik pertumbuhan
mereka.
Oleh karena itu al-Qur’an membagi mereka menjadi dua kelompok.
Kelompok yang pertama adalah para penindas yang dipandang hina, dan
yang kedua adalah para penindas yang sombong. Ini menunjukan bahwa
dikalangan para penindas terdapat orang-orang yang dipandanag hina dan
orang-orang yang sombong dan angkara. Penindas-penindas seperti
Fir’aun adalah para penindas yang sombong, dan kaki tangan mereka
adalah para penindas yang tertindas dan dihinakan.10
c. Membuat kerusakan dan kehancuran dimuka bumi
Fir’aun sebagai penguasa yang menjalankan sistem tirani yang
mempunyai potensi lebih untuk berbuat kerusakan dari pada kebaikan.
Menurut M. Syahrur, yang dimaksud berbuat kerusakan adalah
rusaknya tugas, fungsi negara dan relasi-relasi sosial dan ekonomi. Ini
adalah karakter dasar rezim yang dlalim,11 sebagaimana firman Allah
dalam QS. al-Fajr [89]: 10-12;
فأكثروا فيها الفساد} ١١{الذين طغوا في البلاد } ١٠{وفرعون ذي الأوتاد
)١٢ -١٠: الفجر (
Artinya: “dan kaum Fir'aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu.”
Yang dimaksud dengan al-autad banyak sekali perbedaan pendapat
dikalangan ahli tafsir, menurut M. Abduh al-autad mempunyai arti pasak-
pasak. Pasak-pasak disini merupakan kiasan tentang bangunan-bangunan
peninggalan bangsa Mesir, seperti bangunan piramid yang dalam
pandangan orang yang melihatnya dari jauh, memang menyerupai pasak-
pasak raksasa yang tertancap didalam tanah. Bahkan bangunan kuil
mereka juga menyerupai bentuk pasak-pasak yang terbalik, bagian
bawahnya lebar kemudian makin mengecil keatas.12
10 Baqr ash-Shadr, Sejarah Dalam Perspektif al-Qur’an – Sebuah Analisis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998), hlm. 88.
11 Muhammad Syahrur, Tirani Islam, op. cit., hlm. 290.
12 Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘amma (Bandung: Mizan, 1999), cet. V, hlm. 159.
d. Berbuat sewenang-wenang dengan membunuh bayi-bayi dari kaum
Israil. Seperti dalam QS. al-‘Araf [7]: 141, dan QS. al-Baqarah [2]: 49;
ذاب يء العوس كمونومسون يعآل فر ناكم منإذ أجنيو اءكمنلون أبقت
ظيمع كمبن رالء مفي ذلكم بو اءكمون نسيحتسي١٤١:األعراف ( و (
Artinya: “Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu." (QS. al-’Araf [7]:141)
Pada mulanya Fir’aun bermimpi dan takbir mimpi itu menyatakan
bahwa kelak kerajaan Fir’aun akan lenyap ditangan seorang lelaki dari
kalangan Bani Israil, maka Fir’aun yang terkutuk itu memerintahkan agar
setiap bayi laki-laki yang baru lahir dari kalangan Bani Israil harus
dibunuh, dan membiarkan hidup bayi perempuan. Lalu dia memerintahkan
pula agar kaum lelaki Bani Israil ditugaskan untuk melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang berat lagi hina.
اءكمنون أبحذبذاب يء العوس كمونومسن يوعآل فر ناكم منيجإذ نو
) ٤٩: البقرة ( بالء من ربكم عظيمويستحيون نساءكم وفي ذلكم Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan
pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu”. (QS. Al-Baqarah [2]: 49)
Ayat ini menggunakan kata اكمنيجن, ditempat lain seperti QS. al-
‘Araf [7]:141, redaksi yang digunakan adalah اكمنأجني, keduanya dapat
diterjemahkan dengan kami menyelamatkan.
Yang pertama mengandung makna pemberian keselamatan saat
turunya siksa sehingga mereka terhindar dari siksa. Sedangkan yang kedua
pemberian keselamatan dengan cara menjauhkan siksa tersebut secara
keseluruhan. Dengan demikian ada dua anugrah Allah SWT kepada
mereka dalam konteks penyelamatan. Yang pertama menghindarkan
mereka (sebagian mereka dari siksa), dengan demikian ayat ini
mengisyaratkan bahwa ada diantara mereka yang tidak tersiksa. Konon
Fir’aun selama setahun memerintahkan membunuh semua anak laki-laki
yang lahir pada tahun itu, dan membiarkan hidup yang lahir pada tahun
berikutnya. Adapun anugerahnya yang kedua dalam konteks penyelamatan
adalah keruntuhan rezim Fir’aun dan kematianya, sehingga terhenti
penindasan yang mereka lakukan terhadap Bani Israil.13
D. Pengikut Fir’aun
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa profil keluarga atau kelompok
serta komunitas, seperti keluarga Ibrahim, keluarga Imran, Daud dan lain-
lain. Tentu saja penyebutan keluarga disini bukan atas dasar keturunan
biologis, namun lebih pada sikap dan perbuatan, oleh karena itu anak atau
orang yang memiliki sikap dan perilaku seperti sikap dan perilaku Ibrahim
maka ia layak disebut keluarga Ibrahim meskipun bukan keturunan
biologisnya. Berangkat dari sini, al-Qur’an menjelaskan bahwa anak
biologis justru bisa dikeluarkan dari pengertian keluaga ketika ia berbeda
sikap dan perilakunya.14
Banyak sekali kata yang biasa digunakan dalam al-Qur’an untuk
menyebut kelompok atau komunitas masyarakat seperti qaum, ahlun,
ummat, dan alu atau ali. Kalau diperhatikan ayat-ayat yang berbicara
tentang Fir’aun banyak memakai mufrodat alu Fir’aun atau qaumu
13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah – Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2000), Vol I, cet. I, hlm. 18.
14 Waryono Abdul Gafur, Tafsir Sosial – Mendialogkan Teks dengan Konteks, (Yogyakarta: Penerbit eLSAQ Press, 2005), cet. I, hlm. 128.
Fir’aun, mufradat itu dipakai untuk menyebut pengikut Fir’aun yang di
ulang sampai 10 kali15,
آل فرعون من عليكم إذ أجناكم الله موسىلقومه اذكروا نعمة وإذ قال
يسومونكم سوء العذاب ويذبحون أبناءكم ويستحيون نساءكم وفي ذلكم
)٦: ابراهيم ( يمبالء من ربكم عظArtinya: “Dan (ingatlah), ketika Musa a.s. berkata kepada kaumnya:
"Ingatlah nikmat Allah SWT atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu”. (QS. Ibrahim [14]: 6)
Kata ال dalam ayat diatas menurut ulama berasal dari kata ahlu
yakni keluarga, dan yang dimaksud disini adalah keluarga, pengikut dan
rezim Fir’aun. Dengan demikian ketika ayat ini menyatakan Ali Fir’aun
maka isyarat yang ditunjukan adalah bahwa apa yang dilakukan oleh
keluarga dan pengikut-pengikut Fir’aun itu menampakan kepribadian
Fir’aun. Ketika Bani Israil mendapatkan siksa mereka, maka ketika itu
yang tampak dipelupuk mata mereka adalah Fir’aun dengan segala
keburukanya walaupun ketika itu ia tidak hadir dalam penyiksaan.16
وإذ أجنيناكم من آل فرعون يسومونكم سوء العذاب يقتلون أبناءكم ويستحيون
ظيمع كمبن رالء مفي ذلكم بو اءكم١٤١: األعراف ( نس(
15 Dalam QS. al-Baqarah [2]: 49,50; QS. ali Imran [3]:11; QS. al-A’raf
[7]:109,127,130,141; QS. al-Anfal [8]: 52,54; QS. Ibrahim [14]: 6; QS. asy-Syu’ara [26]: 11; QS. an-Naml [27]: 12; QS.Ghafir [40]: 28,45,46; QS. ad-Dukhan [44]: 17
16 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah – Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2000), Vol. 1, cet. I, hlm. 184-185.
Artinya: “Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir’aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu”. (QS. al-A’raf [7]: 141)
Selain menggunakan kata Alu dan Qaum untuk menyebut
pengikut Fir’aun al-Qur’an juga memakai kata Mala’. Kata Mala’ (isim
Jamak) dipakai khusus untuk menyebut para pembesar Fir’aun.17
E. Misi Nabi Musa a.s.
Menurut al-Qur’an alasan atau Justifikasi atas adanya wahyu tuhan
dan misi sosial para Nabi penerima wahyu pada umumnya memiliki tiga
tujuan: pertama, untuk menyatakan kebenaran; kedua, untuk berperang
melawan kepalsuan (bathil) dan penindasan (Zulm); dan ketiga, untuk
membangun sebuah komunitas atau persaudaraan berdasarkan kesetaraan
sosial, kebaikan, keadilan, dan kasih sayang.18
Salah satu misi Nabi19 adalah mengajak umatnya untuk
menyembah kepada Allah SWT (monoitheisme) yang disampaikan melalui
17 Dan dalam ayat lain penyebutan pengikut Fir’aun langsung memakai nama orang,
yaitu Haman. Haman berasal dari lafazh Hamana yang mempunyai arti yang menjaga dan melingkupi, Haman adalah gelar perorangan yang menjaga urusan-urusan Allah dan mengawasi penerapanya diantara manusia. Hamanya Fir’aun adalah kepala para dukun sihir atau bisa disebut sebagai pucuk pimpinan agama. Lih. Muhammad Syahrur, Tirani Islam, op. cit., hlm. 282
Haman adalah salah satu menteri Fir’aun yang memiliki kekuasaan satu tingkat dibawahnya, Fir’aun dan Haman mendustakan utusan Allah SWT, oleh karena itu Fir’aun menyuruh menterinya untuk membuat bangunan yang menjulang dengan harapan dapat melihat tuhan Musa a.s. lih. Ghafir [40]:36, dan QS. al-Qashash [28]: 38
18 Ziaul Haque, Wahyu dan Revolusi, terj. E. Setyawati al Khattab (Yogyakarta: Lkis, 2000), cet. I, hlm. 33.
19 Cerita-cerita mengenai peran Nabi dalam al-Qur’an sangat bervariasi sesuai dengan kasus, tetapi mereka semua adalah pemberi peringatan yang mendapat perlindungan dari Allah SWT kepada para hambanya. Perlindungan ini adalah salah satu elemen dalan narasi yang dipercepat dengan insiden, sepert Ibrahim diselamatkan dari api yang dilempar kedalamnya oleh umatnya setelah dia menghancurkan patung-patung, lih. QS.al-Anbiya [21]: 68-71; Isa diselamatkan oleh Allah SWT dari orang-orang yahudi yang menyalibya, lih. QS. an-Nisa’[4]: 157.
lisan para Nabi.20 Ketika misi disampaikan kepada para umatnya
dikemukakan pula argumenya, tetapi kebanyakan umat para Nabi selalu
mencela bahkan menantangnya21.
Ajaran Tauhid
konsep teologis tentang tauhid sesungguhnya adalah konsepsi
tentang prinsip-prinsip atau nilai luhur yang menjaga kehidupan manusia
dimuka bumi; kebenaran, kejujuran, kasih sayang, ketulusan, kebaikan,
kesetaraan, dan persaudaraan manusia. Para Nabi hanya takut dan
bertawakkal kepada Allah SWT; yaitu mereka mempersembahkan
hidupnya untuk menyatakan kebenaran dan membangun sebuah tatanan
sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip nilai luhur itu.Kepatuhan
kepada tuhan dan ketaatan kepada perintahnya bisa menjauhkan manusia
dari perbuatan Syirik. Menjadikan Tuhan selain Allah SWT merupakan
dosa besar yang tidak terampuni22, apalagi jika seseorang manusia
mengklaim dirinya sebagai tuhan, seperti Fir’aun.
)٢٤: النازعة ( فقال أنا ربكم الأعلى
Artinya: “(Seraya) berkata:"Akulah tuhanmu yang paling tinggi." (QS. an-
Nazi’at [79]: 24)
Lafazh al-A’la (yang paling tinggi) disini terdapat pengakuan yang
pasti dari Fir’aun bahwa ada tuhan selain dirinya. Inilah yang belum
diterangkan oleh para ahli tafsir. Namun yang jelas pengakuan itu tidak dia
20 QS. as-Syu’ara [26]:108, 126,131. 21 Lih Jacques Jomier, Horizon al-Qur'an – Membahas Tema-tema Unggulan dalam
al-Qur'an, terj. Hasan Basri (ed) (Jakarta: Galura Pase, 2002), cet. I, hlm. 80. 22 Lih. QS. Luqman [31]: 13, QS. an-Naml [4]: 48. Syirik juga dipandang sebagai
kesesatan yang jauh, lih. QS. an-Nisa’ [4]: 116; dan kedzaliman yang besar, lih. QS. Luqman [31]: 13. Didalam al-Qur’an orang yang syirik diumpamakan sebagi orang yang jatuh dari langit, kemudian disambar burung atau terembus oleh angin ke tempat yang jauh, lih. QS. at-Taubah [9]:18; sehingga al-Qur’an memandang seorang budak yang beriman lebih baik ketimbang orang musyrik, meskipun sangat menakjubkan, lih. QS. al-Baqarah [2]: 221.
sengaja. Dengan demikian terkuaklah kondisi Psikologis Fir’aun, ada tarik
menarik didalamnya antara kebimbangan dan perasaan bahwa tuhan itu
ada seperti diceritakan Musa, tetapi hati Fir’aun sudah terbelenggu. 23
Oleh karena itu Allah SWT memerintah Musa a.s. berdakwah
kepada Fir’aun dan para pengikutnya agar mengakui Tuhan Musa a.s.,
perintah itu antara lain terdapat dalam:
QS. Thaha [20]: 24
)٢٤: طه ( اذهب إلى فرعون إنه طغى
Artinya: “Pergilah kepada Fir’aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas”
Dalam QS. as-Syuara [26]:10
الظالمني مى أن ائت القووسم كبى رادإذ ن١٠: الشعراء ( و(
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa a.s. (dengan firman-Nya): "Datangilah kaum yang Dzalim itu” (yaitu) kaum Fir’aun. Mengapa mereka tidak bertakwa?"
Dalam QS. al-Qashash [28]: 32
جناحك من يكجيبك تخرج بيضاءمن غير سوء واضمم إل اسلك يدك في
كانواقومافاسقني من ربك إلى فرعون وملئه إنهم فذانك برهانان الرهب
)٣٢: القصص (
Artinya: “ Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir’aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik."
23 ‘Aisyah ‘Abdurrahman Bintusy-Syati’, Al-Tafsir al-Bayani lil-Qur’an al-Karim, Terj.
Mudzakkir Abdussalam (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), cet. I, hlm. 216.
Tampaknya kisah dakwah Nabi Musa a.s. diatas dalam ketiga surat
berbeda, padahal yang berbeda hanya gaya bahasanya saja24. Dalam surat
Thaha [20]: 24, hanya Fir’aun yang disebutkan, sedangkan kaumnya tidak
disebutkan, hal ini karena kaum Fir’aun adakah pengikutnya. Dalam QS.
as-Syu’ara [26]:10; hanya kaum Fir’aun yang disebutkan, dalam konteks
ini Fira’un adalah bagian dari kaumnya, ucapan yang diarahkan kaumnya
sama seperti ucapan yang diarahkan kepadanya, jika kaumnya taqwa dan
iman kepada Allah SWT, dia tidak akan mampu menceganhya.
Dengan demikian dalam konteks ini dia (seakan-akan) pengikut
kaumnya, sehingga dakwah yang diarahkan kepada mereka adalah
termasuk juga dakwah kapada Fira’un sendiri. Sedang QS. al-Qashas
[28]:32, memperjelas maksud kedua surat sebelumnya, sekalipun yang
disebutkan hanya sebagian namun yang dimaksudkan adalah seluruhnya,
yaitu Fir’aun beserta kaumnya.25
Ajakan Nabi Musa a.s., kepada Fira’un ditawarkan secara halus,
kehalusan dalam menawarkan risalah tampak jelas dalam surat Thaha [20]:
44;
)٤٤: طه ( فقولا له قوال لينا لعله يتذكر أو يخشى
Artinya: “maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Musa a.s. telah mengajak
Fira’un dengan cara نالي , yakni secara halus dan bijak dengan harapan
Fir’aun dan para pengikutnya bisa menerima ajakan tersebut. Tapi
kenyataanya Fir’aun membangkang dan menolak ajakan Musa a.s..
Bahkan dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Fir’aun dengan sifat
24 Syihabuddin Qalyubi, Stylistika al-Qur’an ( Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997),
cet. I, hlm. 86. 25 Ibid., hlm. 87.
kesombonganya bertanya balik kepada Musa a.s., “Siapakah Tuhan yang
mengatur semua alam itu”?.
المنيالع با رمن ووع٢٣:الشعراء ( قال فر(
Artinya: “Fir’aun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syua’ra [26]: 23)
Konsep ketuhanan pada saat itu adalah paham keserupaan yang
memiliki jasad dan konkrit, yang menyerupakan tuhan dengan makhluk
seperti kepercayaan terhadap dewa-dewa dan bintang-bintang. Oleh karena
itu Fir’aun meminta Haman untuk memperkenalkan tuhan Musa.
Permintaanya tercermin pada gambaran dan pemahaman ini, karena itu
pertanyaan Fir’aun kepada tuhan Musa adalah terkait dengan bentuk
materi tuhan.
)٤٩: طه ( قال فمن ربكما يا موسى
Artinya: “Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?”. (QS. Thaaha [20]: 49)
Ketika Fir’aun merasa tidak puas dengan argumen yang bersifat
verbal, maka untuk mengukuhkan bukti kerasulanya, Musa a.s.
menunjukan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT kepada Fir’aun.
)٣٨: الذاريات ( وفي موسى إذ أرسلناه إلى فرعون بسلطان مبني
Artinya: “Dan juga pada Musa a.s. (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah SWT) ketika Kami mengutusnya kepada Fir’aun dengan membawa mukjizat yang nyata”. (QS. ad-Dzariyat [51:38)
ولقد أخذنا آل فرعون بالسنني ونقص من الثمرات لعلهم يذكرون )١٣٠: عراف ألا (
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran”. (QS.al-A’raf [7]:130)
Konsep tanda ternyata mencakup semua alam berikut apapun dan
siapapun yang ada didalamnya, disamping tradisi penuturan manusia,
mukjizat para Nabi dan apalagi al-Qur’an itu sendiri semua ini adalah
tanda yang bisa dilihat dengan jelas. Seperti berubahnya tongkat Nabi
Musa menjadi ular.
بنيان مبثع فإذا هي اهص٣٢: الشعراء ( فألقى ع(
Artinya: “Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata”. (QS. al-Syu’ara [26]: 32)
Dalam ayat diatas digunakan kata ,untuk menyebut ular ثعبان
penjelasan kata ini sebagai mana pendapat Ahmad Khalafullah yaitu
karena kondisi Fir’aun dan para pengikutnya saat itu penuh keraguan
dengan mukjizat Musa. Maka dari itu tongkat musa harus menjadi ular
besar yang betul-betul nyata, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
pencapaian tujuan yaitu memberi kepuasan.26
Tetapi dalam ayat lain, digunakan kata ةيح , sebagaimana dalam QS.
Thaaha [20]: 20;
)٢٠: طه ( فألقاها فإذا هي حية تسعى Artinya: “Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi
seekor ular yang merayap dengan cepat”. (QS. Thaaha [20]: 20)
Penggunaan kata bertujuan untun menghibur rasul Muhammad , حية
dan menghilangkan rasa gundah yang menyelimutinya. Atas tujuan ini
maka pemaparan dalam kisah ini lebih halus, karena dapat menyenuh hati
26 M. Ahmad Khalafullah, al-Qur'an Bukan Kitab Sejarah – Seni, Sastra, dan
Moralitas dalam Kisah-kisah al-Qur'an, terj. Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin (Jakarta: Paramadina, 2002), cet. I, hlm. 116.
yang paling dalam sehingga jiwanya dapat merasakan satu ketenangan dan
menghilangkan semua rasa duka.27
Deskripsi lain tentang berubahnya tongkat musa juga terdapat
dalam QS. al-Qashash [28]: 31
وأن ألق عصاك فلما رآها تهتز كأنها جان ولى مدبرا ولم يعقب يا موسى
)٣١: القصص ( تخف إنك من الآمنني أقبل ولا
Artinya: “dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): "Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman”. (QS. al-Qashas [28]: 31)
Persoalan berubahnya tongkat menjadi seekor ular انج dimaksudkan
untuk menimbulkan perasaan takut dari segala segi, yang sesuai dengan
konteks saat itu tak terkecuali Musa sendiri.28
Walaupun sudah diperlihatkan tanda-tanda yang sangat berbeda
dengan keahlian para tukang sihirnya, tetapi Fira’un ingkar dan
menyombongkan diri. Seharusnya Fir’aun tidak mempunyai alasan lagi
untuk tidak mempercayai mukjizat itu kalau ia terbuka hatinya dan tidak
sombong. Namun ia begitu mabuk kekuasaan, dan melupakan prinsip-
prinsip sejarah.
فكي ا فانظروا بهلئه فظلممن ووعا إلى فراتنى بآيوسدهم معا من بثنعب ثم
فسدينة الماقب١٠٣: األعراف ( كان ع( Artinya: “ Kemudian Kami utus Musa a.s. sesudah rasul-rasul itu dengan
membawa ayat-ayat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka
27 M. Ahmad Khalafullah, loc. cit. 28 Ibid, hlm. 117.
perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. al-A’raf [7]: 103)
Dalam ayat diatas Fir’aun tidak mau melihat (Nadzara) orang-
orang yang dihancurkan oleh Allah SWT karna ia mengingkari tanda-
tanda yang dibawa oleh Rasul mereka. Nadzara adalah aktifitas
mengarahkan mata untuk mengindera sesuatu atau melihat satu peristiwa
dengan menggunakan pikiran, dan berbeda denagn Bashara yang berarti
aktifitas melihat dengan menggunakan alat-alat indera yaitu mata seperti
halnya mendengar dengan telinga,29 bahkan menyangka (Zhanna)30
bahwa Musa a.s. terkena sihir.
ماءهائيل إذ جرني إسأل بات فاسنيات بآي عى تسوسا منيآت لقدفقالو له
)١٠١: سراء إلا ( فرعون إني لأظنك يا موسى مسحورا
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa a.s. sembilan buah mukjizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada Bani Israil, tatkala Musa a.s. datang kepada mereka lalu Fir’aun berkata kepadanya: "Sesungguhnya aku sangka kamu, hai Musa a.s., seorang yang kena sihir." (QS. al-Isra’ [17]: 101)
Secara psikologis31 sebenarnya Fir’aun tahu bahwa tanda yang
dibawa Musa a.s. adalah benar.
زل هـؤالء إال رب السماوات واألرض بصآئر وإني قال لقد علمت ما أن
)١٠٢: سراء إلا (لأظنك يا فرعون مثبورا
29 M. Syahrur, Iman dan Islam – Aturan-Aturan Pokok, terj. Zaid Su’di (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002), cet. I, hlm. 225-227.
30 Kata Zhanna memiliki dua makna yang berlawanan. Dalam QS. al-Isra’ [17]: 101, bermakna ragu, dan terkadang kata itu muncul dengan makna yang sebaliknya yaitu yakin sebagaiman QS. al-Isra’ [17]: 102, Lih. Muhammad Syahrur, Dialektika Kosmos dan Manusia – Dasar-dasar Epistimologi Qur’ani, terj. M Firdausi ( Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2004), cet I, hlm. 196-197.
31 Kondisi ini terlihat ketika Fir’aun mati tenggelam dalam mengejar Musa dan Bani Israil, setelah muminya diteliti oleh para ahli sejarah, ternyata dia mati bukan karena minum banyak air laut, tapi ia mati karena Shock.
Artinya: “Musa a.s. menjawab: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa." (QS. al-Isra’ [17]: 102)
Ketika segala sesuatu berubah menjadi tanda-tanda32 yang harus
diyakini kebenaranya yang menggambarkan pertarungan iman dan
kekafiran, dimana kondisi kaum dalam keadaan yang sangat parah dan
sarat dengan kebejatan dan kerusakan moral, jiwa-jiwa penduduknya lebih
cenderung untuk menerima para rasul dan mengikuti ajaranya serta akidah
yang dibawanya, maka dalam kondisi semacam ini sebuah dakwah akan
cepat terealisir, karena pada dasarnya sebuah jiwa itu haus akan
ketenangan bathin. Dan pada awalnya dakwah ini akan menarik simpati
dari para golongan muda.
ة ميى إال ذروسلم نا آمأنفم لئهممن ووعن فرف مولى خمه عن قو مهفتني
رفنيسالم لمن هإنض وال في األرن لعوعإن فر٨٣: يونس ( و(
Artinya: “Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Yunus [10]: 83)
Ayat ini menjelaskan ketika Musa sudah berusaha untuk mengajak
kaum Fir’aun pada jalan yang benar kemudian mereka semua menolak
ajakan tersebut dan tidak mempercayai Nabi Musa kecuali dari segelintir
keturunan dari kaum Musa (Bani Israil).
32 Kata “tanda” diterapkan kepada peristiwa atau obyek-obyek yang bertalian dengan
tugas seorang utusan tuhan untuk menguatkan pesan yang dibawanya, tanda disini bisa berbentuk mukjizat, dimana sesuatu yang terjadi padanya tidak bisa diikuti oleh akal manusia tapi benar-benar nyata dan wajib diimani. Kata “tanda” juga dipergunakan untuk menunjuk kisah-kisah pengazaban umat-umat terdahulu. Lih. Richard Bell, Pengantar Studi al-Qur'an, terj. Taufiq Adnan Amal (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), cet I, hlm. 202.
Ada beberapa pendapat tentang makna ةيذر pada ayat diatas,
pendapat pertama mengatakan bahwa ةيذر disini bermakna segolongan
kecil, pendapat ini didukung oleh Ibnu Abbas, dia mengatakan bahwa
mereka ةيذر tersebut adalah Taqlil al-‘Adah dalam arti golongan kecil.
Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud ةيذر disini adalah
turunan kaum yang diajak oleh Nabi Musa. Pendapat ketiga, menyatakan
bahwa Dzurriyah ditujukan kepada kaum Fir’aun sendiri yaitu Siti ‘Asyiah
(istri Fir’aun) dan para pekerja kasarnya.33
Walaupun para pengikut Fir’aun menyadari kata-kata Musa, namun
mereka tetap bersikeras dan meremehkanya, bahkan mengancam Musa
dengan hukuman yang keras, tapi Nabi Musa tidak gentar dan tetap
menyebarkan ajara-Nya. Akan tetapi taktik keji Fir’aun untuk menindas
Bani Israil semakin kejam. Pada saat itu Allah menurunkan Wahyunya
kepada Musa akan siksanya yang segera menimpanya.
Fir’aun diperingatkan tapi ia masih merasa masih punya kekuasaan
yang penuh. Allah Maha Pengasih pada semua Makhluk-Nya, karenanya
ia menurunkan hukuman yang lunak agar Fir’aun dan pengikutnya sadar.
Hukuman yang menimpa bangsa Mesir disebut dalam QS. al-‘Araf [7]: 13-
134
} ١٣٢{ بمؤمنني فما نحن لك لتسحرنا بها وقالوا مهما تأتنا به من آية
ا علنسالطوفانفأر هملي فادعالضل والقمو ادرالجو مالدالت وفصات مآي
قالوا يا ولما وقع عليهم الرجز} ١٣٣{ قوما مجرمني فاستكبروا وكانوا
ئن كشفت عنا الرجز لنؤمنن لك موسى ادع لنا ربك بما عهد عندك ل
)١٣٤ – ١٣٢: األعراف ( ولنرسلن معك بني إسرائيل
33 Muhammad ar-Razi Fakhruddin, Tafsir Mafatikhul Ghaib (Darul Fikri: t.th), Juz 17,
hlm. 150.
Artinya: “Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu. Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu." (QS. al-‘Araf [7]: 132-134)
Tukang sihir Fir’aun berbeda dengan Fir’aun. Walaupun pada
awalnya mereka menolak Risalah Nabi Musa, tetapi setelah melihat tanda-
tanda-Nya yang berbeda jauh dengan permainan sihirnya maka kemudian
mereka percaya terhadap tuhan Nabi Musa, karena mereka adalah
tehnokrat bukan pembesar, sebab para tukang sihir itu mengetahui rahasia-
rahasia profesinya.34
Karena tanda-tanda yang ditunjukan oleh Nabi Musa, akhirnya
tukang sihir Fir’aun pun beriman.
اجدينة سرحالس ٤٦{فألقي { المنيالع با برنقالوا آم}٤٧ {بى روسم
)٤٨ – ٤٦:الشعراء ( وهارون
Artinya: “Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud (kepada Allah), mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (yaitu) Tuhan Musa dan Harun." (QS. as-Syu’ara [26]: 46-48)
Pertarungan antara keimanan dan kekufuran akan terjadi dalam
sebuah komunitas sosial, perbedaan semacam ini memang sudah menjadi
ketentuan universal (sunnatullah), bahkan perselisihan tersebut bisa
menjadi jurang pemisah diantara dua kelompok sehingga nyaris untuk bisa
34 Muhammad Syahrur, Tirani Islam, op. cit., hlm. 293.
dipertemukan, meski dalam satu keluarga dan satu rumah. Sebagaimana
yang digambarkan Allah SWT tentang keimanan Istri Fir’aun.35
في وضرب الله مثال للذين آمنوا امرأة فرعون إذ قالت رب ابن لي عندك بيتا ) ١١: التحرمي ( ونجني من فرعون وعمله ونجني من القوم الظالمني الجنة
Artinya: “Dan Allah SWT membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi
orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim”. (QS. at-Tahrim [66]: 11)
Ayat diatas menggambarkan bahwa keimanan seseorang tidak bisa
dipengaruhi oleh faktor lingkungan bahkan dalam skala yang sangat
kontras dimana kebaikan dan kedzaliamn tumbuh dalam satu keluarga.
Pertentangan melawan Fir’aun pun semakin keras, padahal hampir
seluruh keluarga istana menjadi pengikut Fir’aun karena takut dibunuh,
sehingga waktu ia memerintahkan rakyatnya menyembahnya hanya
segelintir orang yang tak mau mengikutio perintah itu. Diantaranya
Masyitoh.36
35 Untuk menyebut Istri, al-Qur’an menggunakan lafal Zauj dan Imra’ah yang
mengandung arti sama tapi menimbulkan efek yang berbeda, karena Hawa digambarkan al-Qur’an sebagai Zauj Nabi Adam seperti dalam QS. al-Baqarah [2]: 35; al-A’raf [7]: 19; Thaha [20]: 117. Istri al-Aziz, Nuh, Luth, dan Fir’aun digambarkan sebagai Imra’ah, ternyata lafal Imra’ah tidak pernah dipergunakan untuk Nabi Adam, dan lafal Zauj tidak pernah dipergunakan untuk keempat tokoh tadi. Dalam ayat-ayat lain lafal Zauj ditampilkan dalam konteks kehidupan suami istri yang penuh kasih sayang dan memiliki anak keturunan, seperti dalam QS. ar-Rum [30]: 21; dan al-Furqan [25]: 74. Sedangkan untuk keluarga yang tidak terjalin kasih sayang karena ada khianat atau perbedaan akidah digambarkan dengan lafal Imra’ah, seperti Imra’ah al-Aziz dalam QS. Yusuf [12]: 30, 51; Imra’ah Nuh, Luth, dan Fir’aun dalam QS. at-Tahrim [66]: 10, 12. Lih. ‘Aisyah ‘Abdurrahman Bintusy-Syathi’, al-Tafsir al-Bayani Li al-Qur’an al- Karim, terj. Madzakkir Abdussalam (Bandung: Mizan, 1996), cet I, hlm. 229-230.
36 Keluarga masyithoh dilemparkan ke dalam api, karena keluarga itu beriman kepada apa yang dibawa oleh Musa. Tanpa belas kasihan , pengawal Fir’aun melemparkan satu persatu anak Masyithoh ke daslam api.
Nabi Musa membebaskan Bani Israil
Tak satupun ayat al-Qur'an yang berkisah tentang Musa dan Bani
Israil selama masa perbudakan di Mesir memberi kesan bahwa iman pada
keesaan tuhan sebagai dogma merupakan satu elemen yang signifikan.
Sebaliknya, selama periode ini tanggung jawab kenabian Musa pada
dasarnya adalah untuk bersolideritas bersama Bani Israil, bukan untuk
mendakwahi mereka. Mereka baru diberi cobaan oleh tuhan dalam
kebebasan setelah mereka mewarisi bumi, baru pada saat itulah perintah
dan tuntutan kepada iman pun muncul.37
Musa, meski lahir dari kalangan budak, dibesarkan dalam naungan
kemakmuran kelurga kerajaan Fir’aun. Dia kemudian kemudian untuk
waktu yang cukup lama menjadi budak di pengasngan, dan menjadi bagian
sejarah masyarakat bawah. Sebagai anggota kelas bawah inilah dia datang
kepada kaumnya. Ketika kembali ke Mesir, dia meminta Fir’aun bukan
untuk memperbaiki kondisi kaumnya, tapi untuk membebaskan mereka.
Bani Israil yang hidup dalam ketertindasan dan penyiksaan Fir’aun
akhirnya dibebaskan oleh Musa dan saudaranya Harun. Sebagaimana
firman Allah dalam redaksi yang berbeda:
المنيالع بول رسا رن فقولا إنوعا فرائيل} ١٦{فأتيرني إسا بنعسل مأن أر )١٧ –١٦: الشعراء (
Artinya: “Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah olehmu: "Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami." (QS. as-Syu’ara [26]: 16-17)
ال حقيق على أن }١٠٤{رسول من رب العالمني وقال موسى يافرعون إني
بن رة منيكم ببجئت قد قلى الله إال الحائيلأقول عرني إسب عيسل مفأر كم)
37 Farid Esack, Membebaskan yang Tertindas – al-Qur'an, Liberalisme, Pluralisme (Yogyakarta: Mizan, 2002), hlm. 253.
)١٠٥ – ١٠٤: األعراف
Artinya: “ Dan Musa berkata: "Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam. wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku." QS. al-A’raf [104-105]
ayat diatas secara redaksional hampir sama, tapi penekananya
berbeda, dalam surat yang pertama Allah mengutus Musa dengan kata
‘Itiya, karena Fir’aun sebagai sosok yang sudah ia kenal dan berasal dari
wilayahnya. sedang dalam surat yang satunya lagi menggunakan kata
Ji’ta, karena Musa pergi menghadap Fir’aun dengan membawa bukti-bukti
yang berasal dari wilayah allah, bukan berasal dari wilayah Musa dan
Fir’aun.38
Allah mengutus (رسول) Nabi Musa dan Harun untuk membebaskan
Bani Israil. Penggunaan kata رسول yang berbentuk tunggal mengisyaratkan
bahwa ajaran yang mereka berdua sampaikan pada hakekatnya adalah satu
dan sama, sedikitpun tidak berbeda, apalagi memang Nabi Harun bertugas
sebagai yang membantu Nabi Musa.39
Setelah sekian lama hidup dalam penindasan, Bani Israil keluar dari
Mesir bersama Nabi Musa dengan perlindungan dari Allah, seperti dalam
ayat;
يبسا د أوحينا إلى موسى أن أسر بعبادي فاضرب لهم طريقا في البحرولق
)٧٧:طه ( لا تخاف دركا ولا تخشى
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu,
38 Muhammad Syharur, Iman Dan Islam; aturan-aturan pokok, terj. Zaid Su’di
(yogyakarta: penerbit jendela, 2002) cet. I, hal. 208-209 39 Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah – Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. I, vol. 10, hlm. 21.
kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)." (QS. Thaaha [20]: 77)
)١٠٣: سراء إلا (فأراد أن يستفزهم من األرض فأغرقناه ومن معه جميعا
Artinya: “Kemudian (Fir'aun) hendak mengusir mereka (Musa dan pengikut-pengikutnya) dari bumi (Mesir) itu, maka Kami tenggelamkan dia (Fir'aun) serta orang-orang yang bersama-sama dia seluruhnya.” (QS. al-Isra’ [17]: 103)
Tetapi Fir’aun dan bala tentaranya segera menyusul rombongan
Eksodus itu dengan persenjataan serta kereta perang mereka.
مها غشيم مالي نم مهشيوده فغنن بجوعفر مهعب٧٨: طه ( فأت(
Artinya: “Maka Fir'aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka.” (QS. Thaaha [20]: 78)
Ketika Nabi Musa menemukan jalan buntu, Allah memerintahkan
Musa memukulkan Tongkatnya ke laut, maka lautpun terbelah40 untuk
memberi jalan kepada Musa dan kaumnya Bani Israil. Pada saat itu Fir’aun
dan tentaranya juga telah sampai di pinggir pantai. Mereka melihat jalan
yang kering di tengah laut itu dan menyeberanginya, setelah semua Bani
Israil sudah sampai seberang lautpun bertaut kembali seperti semula.
Ahirnya Fir’aun dan bala tentaranya mati tenggelam dalam posisi Kafir.
Sebagaimana dalam QS. Yunus [10]: 90-91;
أدركه وجنوده بغيا وعدواحتى إذا وجاوزناببني إسرائيل البحرفأتبعهم فرعون
من المسلمني إلـه إال الذي آمنت به بنو إسرائيل وأناالغرق قال آمنت أنه ال
}٩٠ {فسدينالم من كنتل وقب تيصع قد٩١–٩٠: يونس ( آآلن و(
40 Dalam peristiwa eksodus ini, laut merah terbuka menjadi 12 belahan, Lihat imam az-Zamakhsyary, Tafsir al-Kasysyaf (Darul Fikri, t.t), Juz II, hlm. 125.
Artinya: “Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Yunus [10]: 90-91).
Ayat-ayat diatas menginformasikan pada kita bahwasanya Fir’aun
dan para pengikutnya mati tenggelam dalam keadaan kafir.41 Ayat ini juga
membuktikan bahwa kehadiran tuhan merupakan elemen penting dalam
kehidupan. Kalau ada yang mengingkari wujud tersebut, maka
pengingkaran tersebut bersifat sementara. Dalam arti bahwa pada akhirnya
– sebelum jiwanya terpisah dengan jasadnya – ia akan mengakui-Nya.42
F. Relasi Fir’aun dan Alu Fir’aun
Dalam ayat-ayat tertentu, al-Qur'an kadang menyebut Fir’aun, dan
dalam ayat-ayat yang lain memakai alu Fir’aun. Ini menandakan adanya
Relasi antara Fir’aun dan para pengikutnya.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Fir’aun dengan sombong
menolak ajakan Nabi Musa, karena dia takut risalah yang ditunjukan oleh
Nabi Musa dan Harun akan menggoyahkan kepercayaan lama yang telah
41 Kaum atheis begitu mengagungkan Fir’aun dan berkeyakinan bahwa Fir’aun mati
dalam keadaan mukmin. Dan tenggelamnya laksana pemandian dan pensucian orang kafir ketika ia masuk islam, mereka mengatakan bahwa didalam al-Qur'an tidak ada dalil yang menunjukan kekafiran Fir’aun. Mereka berhujjah terhadap keimanan Fir’aun dengan firman Allah yang berbunyi, “Hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia, “aku beriman bahwa tidak ada tuhan melainkan tuhan yang diimani oleh Bani Israil dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Padahal kelanjutan ayat ini menjelaskan kesesatan Fir’aun. Allah SWT. berfirman, “apakah sekarang baru kamu beriman, padahal kamu sesungguhynya telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang telah berbuat kerusakan,” konteks kalimat dalam ayat ini adalah berupa pertanyaan yang mengandung pengingkaran dan celaan. Dan seandainya iman Fir’aun itu benar niscaya Allah tidak berfirman dalam konteks seperti itu. Lih. Musa bin Sulaiman ad-Duwaisy, Kontroversi Pemikiran ibnu ‘Arabi – Benarkah Fir’aun Beriman?, terj Mukhtar Zurni (Surabaya: Pustaka as-Sunah, 2003), cet. I, hlm. 71-72 .
42 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an – Tafsir Maudlu’ atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2000), cet. XI, hlm. 17-18.
dianut olehnya dan masyarakat Mesir, karena itu dia mempertahankan
secara ketat gaya hidup masyarakat yang tekah ada, yang tidak boleh
berubah sama sekali. Masyarakat Mesir oleh Fir’aun terus di tindas dan
dibelenggu dalam pengaruh kerakusan dan dikontrol secara otoriter.
Sebagaimana dalam Firman Allah;
جاءنا يا قوم لكم الملك اليوم ظاهرين في الأرض فمن ينصرنا من بأس الله إن
) ٢٩: غافر ( قال فرعون ما أريكم إلا ما أرى وما أهديكم إلا سبيل الرشاد
Artinya: “(Musa berkata): "Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!" Fir'aun berkata: "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar." (QS. Ghafir [40]: 29)
Ayat diatas menunjukan bahwa Fir’aun mengakui bahwa dia tidak
menyuguhkan apa-apa kepada kaumnya kecuali pandangan-pandangan
pribadinya sendiri, dan dia ingin menempatkan mereka dalam kerangka
pendapatnya yang bersifat absolut dan mutlak. Kewenanagan Fir’aunlah
yang dipaksakan kepada masyarakat untuk menerima seperti apa adanaya,
Fir’aun memandang bahwa setiap perubahan dalam kebijaksanaanya akan
mengancam bagi eksistensinya.43
Fir’aun beserta seluruh aparat, menteri, bala tentara dan antek-
anteknya telah dikutuk dalam al-Qur’an dengan dosa dan kehancurran.
Sebab yang membuat Fir’aun itu menjadi besar (pongah) adalah adanya
dukungan dari Fir’aun-Fir’aun kecil.44 Allah SWT berfirman:
اطئنيوا خا كانمهودنجان وامهن ووع٨: القصص ( إن فر( 43 Munawwar Khalil, Sejarah dalam Perspektif al-Qur'an – Sebuah Analisis (Jakarta: Ramadhani, 1998), hlm. 130
44 Yusuf al-Qardlawy, Karakteristik Islam, terj. Rofi’ Munawwar dan Tajuddin (Surabaya: Penerbit Risalah Gusti, 1995), cet. I, hlm. 19.
Artinya: “Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah”. (QS. al-Qashash [28]: 8)
Dalam tatanan masyarakat yang tidak adil, terdapat kelompok para
penindas yang berlindung langsung dibawah kekuasaan para Fir’aun.
Komunitas ini adalah para penjilat dan orang-orang yang menggantungkan
nasibnya pada penguasa. Mereka mungkin tidak melakukan kedzaliman
secara langsung dengan tangan mereka, tetapi mereka memberi semangat
kepada para penindas dan membenarkan semua tindakan mereka. Dalam
hal ini al-Qur’an mengatakan:
وآلهتك ويذرك األرض وقال المألمن قوم فرعون أتذرموسىوقومه ليفسدوافي
)٢٧:األعراف ( قال سنقتل أبناءهم ونستحيـي نساءهم وإنا فوقهم قاهرون
Artinya: “Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): "Apakah kamu membiarkan Musa a.s. dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?." Fir’aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka." (QS. al-‘Araf [7]: 127)
Peran para penjilat ini adalah menghasut Fir’aun, mereka bisa
mencuri hati pada saat yang tepat dan Fir’aun membutuhkan apa yang
mereka katakan.
Fir’aun yang sesat di dunia menjadi teladan bagi mereka yang
sesat, yang diikuti oleh kaum-kaumnya selangkah demi selangkah, di
akhirat akan dijadikan seorang pemimpin. Dengan demikian bukan saja
menjadi perantara bagi kaumnya di dunia tetapi juga di akhirat. Didunia,
Fira’un menyeret kaumnya untuk berbuat dosa dan kesesatan dan menjadi
perantara ke ahirat, karena dia menjadi perantara bagi keterjerumusan
kaumnya kedalam Neraka. Keperantaraan Fir’aun di akhirat untuk
memasukan kaumnya dineraka adalah sejalan dengan keperantaraannya
didunia dalam menyesatkan mereka.45
يقدم قومه }٩٧{إلى فرعون وملئه فاتبعوا أمر فرعون وما أمر فرعون برشيد
ودروالم دالور بئسو ارالن مهدرة فأوامالقي مو٩٨ –٩٧:هود ( ي(
Artinya: “kepada Fir’aun dan pemimpin-pemimpin kaumnya, tetapi mereka mengikut perintah Fir’aun, padahal perintah Fir’aun sekali-kali bukanlah (perintah) yang benar. Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang didatangi”. (QS. Hud [11]: 98)
Yang perlu diperhatikan dalam ungkapan al-Qur’an tersebut adalah
bahwa Fir’aun memasukan (Yuradu) kaumnya kedalam neraka Jahannam.
Ungkapan ini mengisyaratkan pada penjasadan pengaruh Fir’aun dalam
menyesatkan kaumnya baik di dunia maupun di akhirat.46
Ketika sebuah kebenaran disampaikan melalui cara yang lemah
lembut, disertai juga bukti-bukti yang telah ditunjukan kepadanya dengan
kekalahan para tukang sihir Fir’aun, tetapi dia tetap mendustakan bahkan
melakukan penindasan dan pembunuhan. Firman Allah QS. Ghafir [40]:
25-26);
ماءهوا نسيحتاسو هعوا منآم اء الذيننلوا أبا قالوا اقتعندن من قم بالحاءها جفلم
وقال فرعون ذروني أقتل موسى وليدع }٢٥{ي ضلال وما كيد الكافرين إلا ف
ادض الفسفي الأر ظهرأن ي أو كمل ديندبأن ي افي أخإن هب٢٥: غافر ( ر –
٢٦(
45 Murtadla Muthahari, Keadilan Ilahi, terj. Agus Effendi (Bandung: Mizan, 1992), cet.
I, hlm. 221.
46 Ibid
Artinya: “ Maka tatkala Musa datang kepada mereka membawa kebenaran dari sisi Kami mereka berkata: "Bunuhlah anak-anak orang-orang yang beriman bersama dengan dia dan biarkanlah hidup wanita-wanita mereka." Dan tipu daya orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-sia (belaka). Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi."
Ayat diatas menggambarkan bahwa kesepakatan atas pembunuhan
itu adalah Fir’aun sebagai representasi kekuasaan tertinggi, dan para
pengikutnya sebagai penjilat untuk membendung tuntutan kebebasan dan
kemerdekaan. Akan tetapi representasi dari kekuasaan tertinggi dalam
tirani itu adalah penguasa politik sebagai pelaksana keinginan penguasa
dan pengikutnya tersebut.47
47 M. Syahrur, Tirani Islam, op. cit., hlm. 290.