penyakit autoimun miastenia gravis

9
Penyakit Autoimun Miastenia Gravis, Manifestasi Klinis dan Pengobatan Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf atau neuromuscular junction berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot menahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun. Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot. Penyebab Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar pasien, kerusakan kelenjar thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita akan menjalani operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada jaminan penyakit autoimun ini akan sembuh. Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi antibodi. Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan akan menghilang seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Pada

Upload: surtitejo

Post on 21-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mysthenia gravis

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

Penyakit Autoimun Miastenia Gravis, Manifestasi Klinis dan

PengobatanMiastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana

persambungan otot dan saraf atau neuromuscular junction

berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot

menahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan

biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun.

Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang

mengganggu sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia

gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan

saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang

mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor

mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga

komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan

kelemahan otot.

Penyebab

Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang

reseptor acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar

pasien, kerusakan kelenjar thymus menjadi penyebabnya. Maka itu

kebanyakan si penderita akan menjalani operasi thymus. Tapi setelah

thymus diangkat juga belum ada jaminan penyakit autoimun ini akan

sembuh.

Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang

memproduksi antibodi. Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran

hingga pubertas, dan akan menghilang seiring bertambahnya usia.

Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus tumbuh dan

membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor

pada kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar thymus, sel tertentu

pada sistem kekebalan belajar membedakan antara tubuh dan zat

Page 2: Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan

reseptor acetylcholine.

Anatomi dan Fisiologi Neuro Muscular Junction

Di bagian terminal dari saraf motorik terdapat sebuah pembesaran

yang biasa disebut bouton terminale atau terminal bulb. Terminal

Bulb ini memiliki membran yang disebut juga membran pre-

synaptic, struktu ini bersama dengan membran post-synpatic

(pada sel otot) dan celah synaptic (celah antara 2

membran)membentuk Neuro Muscular Junction.

Membran Pre-Synaptic mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan

dalam bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+

Voltage Gated Channel akan teraktivasi. Terbukanya channel ini akan

mengakibatkan terjadinya influx Calcium. Influx ini akan mengaktifkan

vesikel-vesikel tersebut untuk bergerak ke tepi membran. Vesikel ini

akan mengalami docking pada tepi membran. Karena proses docking

ini, maka asetilkolin yang terkandung di dalam vesikel tersebut akan

dilepaskan ke dalam celah synaptic.

ACh yang dilepaskan tadi, akan berikatan dengan reseptor asetilkolin

(AChR) yang terdapat pada membran post-synaptic. AChR ini terdapat

pada lekukan-lekukan pada membran post-synaptic. AChR terdiri dari

5 subunit protein, yaitu 2 alpha, dan masing-masing satu beta,

gamma, dan delta. Subunit-subunit ini tersusun membentuk lingkaran

yang siap untuk mengikat ACh.

Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya

gerbang Natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan

mengakibatkan influx Na+. Influx Na+ ini akan mengakibatkan

terjadinya depolarisasi pada membran post-synaptic. Jika depolarisasi

ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level), maka akan terjadi

potensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial aksi ini akan

dipropagasikan (dirambatkan) ke segala arah sesuai dengan

karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan mengakibatkan

kontraksi.

Page 3: Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

ACh yang masih tertempel pada AChR kemudian akan dihidrolisis oleh

enzim Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang

cukup banyak pada celah synaptic. ACh akan dipecah menjadi Kolin

dan Asam Laktat. Kolin kemudian akan kembali masuk ke dalam

membran pre-synaptic untuk membentuk ACh lagi. Proses hidrolisis

ini dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya potensial aksi terus

menerus yang akan mengakibatkan kontraksi terus menerus.

Patofisiologi Myasthenia Gravis

Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl

Choline Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl

Choline(ACh) yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat

mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic.

Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah

normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang

diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan

rasa sakit pada pasien.

Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses

auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies,

yang dapat memblok AChR dan merusak membran post-synaptic.

Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada

80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu

penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien

penderitaMyasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-

gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor

immunologis memainkan peranan penting dalam etiology penyakit ini.

Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi

kehilangan toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum

diketahui. Sampai saat ini, Myasthenia Gravis dianggap sebagai

penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang

memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru

menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki

peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal

Page 4: Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

ini ditunjukkan dengan banyaknya penderitaMyasthenic mengalami

hiperplasia thymic dan thymoma.

Strabismus dan ptosis pada penderita dengan myasthenia gravis mencoba membuka mata.Blepharoptosis pada mata

Tanda Dan Gejala

Myasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang

memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika beristirahat.

Karakteristik yang lain adalah sebagai berikut : Kelemahan otot ekstra

okular (Extra Ocular Muscle) atau biasa disebut Ptosis. Kondisi ini terjadi

pada lebih dari 50% pasien. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal

dr Myasthenia Gravis, walaupun hal ini masih belum diketahui

penyebabnya. Kelemahan otot menjalar ke otot-otot okular, fascial dan

otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan. Pada kasus tertentu

kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahun-tahun Sebagian

besar mengalami kelemahan. Perbaikan secara spontan sangat jarang

terjadi, sedangkan perbaikan total hampir tidak pernah ditemukan.

Gejala-gejala miastenia gravis pada pasein usia produktif antara

lain

Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis)

Penglihatan ganda

Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki (seperti gejala stroke

tapi tidak disertai gejala stroke lainnya)

Gangguan menelan

Gangguan bicara

Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory

paralysis), yang biasanya menyerang bayi yang baru lahir

Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, tetapi

bisa muncul kembali bila otot kembali beraktifitas. Penyakit miastenia

Page 5: Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

gravis ini bisa disembuhkan tergantung kerusakan sistem saraf yang

dialami.

Bisa terjadi kesulitan dalam berbicara dan menelan serta kelemahan

pada lengan dan tungkai.

Kesulitan dalam menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak.

Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah. Penderita mengalami

kesulitan dalam menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi

kelumpuhan.

Sekitar 10% penderita mengalami kelemahan otot yang diperlukan

untuk pernafasan (krisis miastenik).

Klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific

Advisory Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of

America (MGFA) :

Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot

lain masih normal

Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular

meningkat kelemahannya

Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot

oropharyngeal

Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan,

Juga mempengaruhi ekstrimitas

Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya

kelemahan pada otot okuler

Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot

oropharyngeal

Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan,

Juga mempengaruhi ekstrimitas

Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat

pada otot okuler

Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-

otot oropharyngeal

Page 6: Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan

oropharyngeal, Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas

Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-

operative)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang

mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata

atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena

digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.

Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk

melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.

Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika

obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan

memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.

Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf

dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui

adanya antibodi terhadap asetilkolin.

Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma),

yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem

kekebalannya.

CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang

mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata

atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena

digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.

Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf

dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui

adanya antibodi terhadap asetilkolin.

Page 7: Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma),

yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem

kekebalannya.

CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.

Pengobatan

Memberi obat-obatan yang bisa menekan reaksi autoimun atau

antibodi yang menyerang acetylcholine

Cuci darah atau hemodialisis, dengan menyaring antibodi dan

membuatnya tidak aktif lagi

Pada penderita thymoma, maka tumor pada kelenjar thymus harus

dioperasi

Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk

melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis. Yang paling sering

digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini

disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan

memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.

Referensi

1. Conti-Fine BM, Milani M, Kaminski HJ (2006). “Myasthenia gravis: past,

present, and future”. J. Clin. Invest. 116 (11): 2843–54.

2. McGrogan A, Sneddon S, de Vries CS (2010). “The incidence of

myasthenia gravis: a systematic literature

review”. Neuroepidemiology 34 (3): 171–183.

3. Jaretzki A, Barohn RJ, Ernstoff RM, et al. (2000). “Myasthenia gravis:

recommendations for clinical research standards. Task Force of the

Medical Scientific Advisory Board of the Myasthenia Gravis Foundation

of America”. Neurology 55 (1): 16–23.

4. Scherer K, Bedlack RS, Simel DL. (2005). “Does this patient have

myasthenia gravis?”. JAMA 293 (15): 1906–14.

5. Bedlack RS, Sanders DB. (2000). “How to handle myasthenic crisis.

Essential steps in patient care”.Postgrad Med 107 (4): 211–4, 220–2.

6. Losen M, Stassen MH, Martínez-Martínez P, et al. (2005). “Increased

expression of rapsyn in muscles prevents acetylcholine receptor loss

Page 8: Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

in experimental autoimmune myasthenia gravis”. Brain 128 (Pt 10):

2327–37.

7. Thorlacius, S.; et al., J. A.; Riise, T.; Matre, R.; Johnsen, H. J. (1989).

“Associated disorders in myasthenia gravis: autoimmune diseases

and their relation to thymectomy”. Acta Neurologica Scandinavica 80

(4): 290–295.

8. Baets, M.H.; H.J.G.H. Oosterhuis (1993). Myasthenia gravis. DRD Press.

p. 158.

9. Leite MI, Jacob S, Viegas S, et al. (July 2008). “IgG1 antibodies to

acetylcholine receptors in ‘seronegative’ myasthenia

gravis”. Brain 131 (Pt 7): 1940–52.

10. Thieben MJ, Blacker DJ, Liu PY, Harper CM Jr, Wijdicks EF (2005).

“Pulmonary function tests and blood gases in worsening myasthenia

gravis”. Muscle Nerve 32 (5): 664–667.

11. Myasthenia gravis: management of myasthenic crisis and

perioperative care”. Semin Neurol 24 (1): 75–81.

12. Goldenberg, W.D. and Shah, A.K. “Myasthenia Gravis”. eMedicine.

Retrieved 5 May 2012.

13. Cup E.H., Pieterse A.J., ten Broek-Pastoor J.M., Munneke M., van

Engelen B.G., Hendricks H.T., van der Wilt G.J., Oostendorp R.A., EH;

Pieterse, AJ; Ten Broek-Pastoor, JM; Munneke, M; Van Engelen, BG;

Hendricks, HT; Van Der Wilt, GJ; Oostendorp, RA (2007). “Exercise

therapy and other types of physical therapy for patients with

neuromuscular diseases: a systematic review”. Archives of Physical

Medicine and Rehabilitation 88 (11): 1452–64.