makalah biofar

40
BAB I PENDAHULUAN Rute pemberiaan obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis, anatomi, dan biokimiawi yang berbeda. Karakteristik berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, struktur anatomi dari lingkungan kontak antara obat dengan tubuh yang berbeda, serta enzim – enzim dan getah – getah fisiologis yang terdapat di lingkungan juga berbeda. Hal ini yang menyebabkan jumlah obat yang dapat mencapai kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat. Bagaimana sebenarnya perjalanan panjang obat di dalam tubuh alias “nasib obat di dalam tubuh”, sampai kemudian menimbulkan efek yaitu mengurangi rasa cemas, menghilangkan rasa sakit, menyembuhkan penyakit dan membuat rasa nyaman, atau bahkan membuat “fly” alias terbang ke angkasa. Selain manfaatnya, tentu harus tahu pula akibat buruknya jika mengkonsumsi diluar aturan akibat ketagihan misalnya. Karena sesuai nama dan kegunaannya, semestinyalah obat hanya dipakai waktu tubuh memerlukannya saja. Farmakokinetik adalah istilah yang menggambarkan bagaimana tubuh mengolah obat, kecepatan obat itu diserap (absorpsi), jumlah obat yang diserap tubuh (bioavailability), jumlah obat yang beredar dalam darah (distribusi), di metabolisme oleh 1

Upload: brawijaya-maulana

Post on 25-Jul-2015

367 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

Tab SR

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Rute pemberiaan obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena

karakteristik lingkungan fisiologis, anatomi, dan biokimiawi yang berbeda. Karakteristik

berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, struktur anatomi dari lingkungan kontak

antara obat dengan tubuh yang berbeda, serta enzim – enzim dan getah – getah fisiologis

yang terdapat di lingkungan juga berbeda. Hal ini yang menyebabkan jumlah obat yang dapat

mencapai kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian

obat. Bagaimana sebenarnya perjalanan panjang obat di dalam tubuh alias “nasib obat di

dalam tubuh”, sampai kemudian menimbulkan efek yaitu mengurangi rasa cemas,

menghilangkan rasa sakit, menyembuhkan penyakit dan membuat rasa nyaman, atau bahkan

membuat “fly” alias terbang ke angkasa. Selain manfaatnya, tentu harus tahu pula akibat

buruknya jika mengkonsumsi diluar aturan akibat ketagihan misalnya. Karena sesuai nama

dan kegunaannya, semestinyalah obat hanya dipakai waktu tubuh memerlukannya saja.

Farmakokinetik adalah istilah yang menggambarkan bagaimana tubuh mengolah obat,

kecepatan obat itu diserap (absorpsi), jumlah obat yang diserap tubuh (bioavailability),

jumlah obat yang beredar dalam darah (distribusi), di metabolisme oleh tubuh, dan akhirnya

dibuang dari tubuh. Farmakokinetik menentukan kecepatan mulai kerja obat, lama kerja dan

intensitas efek obat. Farmakokinetik sangat tergantung pada usia, seks, genetik, dan kondisi

kesehatan seseorang.  Kondisi kesehatan maksudnya adalah, apakah seseorang itu sedang

menderita sakit ginjal, sakit hati (beneran), kegemukan, kondisi dehidrasi, dll.

  Penyerapan (absorbsi) obat ditentukan oleh antara lain, bentuk sediaan ( tablet, kapsul

atau sirup), bahan pencampur obat, cara pemberian obat (apakah diminum, lewat suntikan,

dihirup dll). Absorbsi obat sudah dimulai sejak di mulut, kemudian lambung, usus halus, dan

usus besar. Tapi terjadi terutama di usus halus karena permukaannya yang luas, dan lapisan

dinding mukosanya lebih permeabel. Jadi selain pemilihan obat oleh dokter harus tepat,

kondisi tubuh juga menentukan. Misalnya jika kita lagi sakit "maag" atau lagi diare, yang

akan mempengaruhi proses absorbsi obat.

1

Bioavailability artinya jumlah dan kecepatan bahan obat aktif masuk ke dalam pembuluh

darah, dan terutama ditentukan oleh dosis dari obat. Dosis obat hanya bisa ditentukan oleh

dokter yang memang belajar farmakologi. Dokter dan ahli farmasi yang belajar mulai dari

obat itu terbuat dari apa, bagaimana kerja dan efek sampingnya, bagaimana menghitung

dosisnya, berapa lama boleh di konsumsi dst.

Setelah obat masuk dalam sirkulasi darah, kemudian di “distribusi”kan ke dalam

jaringan tubuh. Distribusi obat ini tergantung pada rata-rata aliran darah pada organ target,

massa dari organ target, dan karakteristik dinding pemisah  diantara darah dan jaringan. Di

dalam darah obat berada dalam bentuk bebas atau terikat dengan komponen darah albumin,

gliko-protein dan lipo-protein, sebelum mencapai  organ target.

Tempat utama “metabolisme”  obat di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuk

tidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentuk aktif sampai di hati.

Obat-obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi,

kondensasi atau isomerisasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh

lewat urin dan empedu.  Kecepatan metabolisme pada tiap orang berbeda tergantung faktor

genetik, penyakit yang menyertai(terutama penyakit hati dan gagal jantung), dan adanya

interaksi diantara obat-obatan.  Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati

menurun sampai lebih dari 30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke hati. Disini

dokter harus betul-betul tepat memberikan, apakah obat bisa diberikan pada pasien-pasien

yang berpenyakit hati, kalau tidak justru akan memperberat kerja hati atau malah sisa obat

tidak bisa dibuang oleh tubuh.

I.1 LATAR BELAKANG

Pada umumnya obat diberikan dalam bentuk sediaan seperti tablet,kapsul, suspense dan

lain-lain. Suatu bentuk sediaan onbat terdiri dari bahan-bahan pembantu yang tersusun dalam

formula dan diikuti dengan petunjuk cara proses pembuatan. Kita mengetahui bahwa sangat

banyak sediaan farmasi dengan obat, dosis, dan bentuk sediaan yang sama, diproduksi oleh

industry-industri farmasi dengan nama-nama yang berbeda. Dengan berbagai alasan dari

industry-industri, maka umumnya formula sediaan obat tersebut berbeda. Apakah perbedaan

formula suatu sediaan obat dapat mempengaruhi kemanjuran obat dari sediaan tersebut?

2

Pada akhir tahun 50-an dan awal tahun 60-an bermunculan laporan, publikasi dan

diskusi yang mengemukakan bahwa banyak obat-obat dengan kandungan, dosis dan bentuk

sediaan yang sama dan dikeluarkan oleh industri farmasi yang berbeda memberikan

kemanjuran yang berbeda. Laporan-laporan dan publikasi-publikasi tersebut menyebabkan

munculnya ilmu baru dalam bidang farmasi yaitu biofarmasi. Riegelman,John Wagner dan

Geihard Levy dinamakan sebagai oelopor biofarmasi. Pada tahun 1961 dalam suatu artikel

review di Journal Of Pharmaceutical Sciences dikemukakan definisi dari biofarmasi sebagai

berikut “Biofarmasi adalah cabang ilmu farmasi yang mempelajari hubungan antara sifat-sifat

fisoko kimia dari bahan baku obat dan bentuk sediaan dengan efek terapi sesudah pemberian

obat teerssebut kepada pasien”. Perbedaan sifat fisiko kimia dari sediaan ditentukan oleh

bentuk sediaan, formula dan cara pembuatan, sedangkan perbedaan sifat fisiko kimia dari

bentuk bahan baku (ester, garam, kompleks atau polimorfisme) dan ukuran partikel.

Selanjutnya perkembangan ilmu biofarmasi, melihat bentuk sediaan sebagai suatu “drug

delivery system” yang menyangkut pelepasan obat berkhasiat dari sediaannya, absorpsi dari

obat berkhasiat yang sudah dilepaskan, distribusi obat yang sudah diabsorpsi oleh cairan

tubuh, metabolism obat dalam tubuh serta eliminasi obat dari tubuh. Proses yang disebutkan

di atas dapat dilihat dari skema pemberian obat secara oral( misal tablet) berikut ini :

Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula dan cara

pembuatan sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran cerna dan sebagian lagi

masih belum dilepas sehingga belum sempat diabsorpsi sudah keluar dari saluran cerna.

3

Malah sekarang ini pelepasan obat dari sediaan bisa diatur atau dikontrol sehingga

absorpsi bisa terjadi lama di saluran cerna, maka timbullah sediaan farmasi yang semula

dipakai tiga kali sehari menjadi satu kali sehari. Umumnya obat yang sudah terlarut dalam

cairan saluran cerna bisa diabsorpsi oleh dinding saluran cerna, tetapi dilain pihak obat yang

sudah terlarut itu bisa terurai tergantung dari sifatnya, sehingga sudah berkurang obat yang

diabsorpsi. Menyadari kenyataan ini maka munculah produk sediaan yang melalui kulit untuk

tujuan pemakain sistemik seperti obat jantung, hormon, obat anti mabuk dan lain-lain. Tidak

mungkin menempelkan obat berbulan-bulan, apalagi bertahun-tahun, sehingga munculah obat

diimplantasi di bawah kulit seperti obat untuk keluarga berencana yang bisa bertahan sampai

tiga tahun.

Sesudah obat didistribusikan dalam tubuh maka konsentrasinya akan ditentukan oleh

parameter farmakokinetikanya. Walaupun kita control atau perlambat pelepasannya dari

sediaan tetapi kalau tidak memperhatikan parameter farmakokinetikanya bisa terjadi kadar

obat di bawah MEC sehingga tidak memberikan kemanjuran. Biofarmasi dan

farmakokinetika menjadi dasar utama dalam pekerjaan pengembangan produk baru.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Tubuh Manusia

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah

sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi

zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian

makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,

usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang

terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

A. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.

Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem

pencernaan lengkap yang berakhir di anus.

B. Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari

bahasa yunani yaituPharynk.

5

Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang

banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini

terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga

mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan

berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan

tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus

fausium

Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung,

bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang

sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara

tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut

orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring

gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

C. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada v ertebrata  yang dilalui sewaktu

makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui

kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu

dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.

Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

 Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

6

D. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.

Terdiri dari 3 bagian yaitu

o Kardia.

o Fundus.

o Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk

cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter

menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung

berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur

makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting

:

Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.

Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah

kepada terbentuknya tukak lambung.

Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh

pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai

penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

Prekursor pepsin  (enzim yang memecahkan protein)

E. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

7

antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan

lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan

makanan yang dicerna). Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan

otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan

serosa ( Sebelah Luar )

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelahlambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).

Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai

dari bulbo duodenale dan berakhir diligamentum Treitz. Usus dua belas jari

merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh

selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat

sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu

dari pankreas dan kantung empedu. Namaduodenum berasal dari bahasa

Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

2. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian

kedua dariusus halus, di antara usus dua belas jari(duodenum) dan usus

penyerapan (ileum). Padamanusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-

8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.

Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan

8

terletak setelah duodenum danjejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum

memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)

dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

F. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus

buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

Kolon asendens (kanan)

Kolon transversum

Kolon desendens (kiri)

Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

G. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin:caecus, "buta") dalam

istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian

kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa

jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,

sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya

digantikan oleh umbai cacing.

H. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organtambahan pada usus buntu. Infeksi pada

organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat

menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau

peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau

dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu

tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada

tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa 9

bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai

cacing bisa berbeda - bisa diretrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak

di peritoneum.

I. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan

yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ

ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong

karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon

desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang

air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam

rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan

defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,

di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode

yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah

keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian

lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Fesesdibuang

dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama

anus.

J. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama

yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapahormon penting seperti insulin.

Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat

dengan duodenum (usus dua belas jari).

K. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki

berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.

Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa

10

fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan

penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Zat-zat gizi

dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-

kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena

yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta

terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk

diolah.

L. Kandung empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris:gallbladder) adalah organ berbentuk

buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk

proses pencernaan. Padamanusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan

berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan

empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan denganhati dan usus dua belas

jari melalui saluran empedu.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

 Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

 Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin

(Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

II.2 Definisi Sustained Release

11

Sustained release merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan

obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih

lama dan memperpanjang aksi obat. Sehingga pengertian sediaan sustained release yaitu

sediaan yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik diperlama dengan cara

pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali pemberian.

Untuk beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu

memberikan konsentrasi obat pada tempat aksi dicapai secara cepat dan kemudian secara

konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam

dosis yang cukup dan frekuensi yang benar maka konsentrasi obat terapetik steady state di

plasma dapat dicapai secara cepat dan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan

bentuk sediaan konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk

sediaan konvensional peroral.

Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan secara

cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam plasma dan di

tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan konsentrasi

terapetik secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat

dapat menimbulkan overdosis atau underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela

terapetik obat. Untuk obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih

sering untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapetik, dan frekuensi

pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat

menyebabkan kegagalan terapi.

12

Gambar 1. Profil kadar obat vs waktu yang menunjukkan perbedaan antara pelepasan

terkontrol orde nol (zero-order release), pelepasan lambat orde satu (sustained release) dan

pelepasan dari sediaan tablet atau kapsul konvensional (immediate release).

Gambar 1 menunjukkan perbandingan profil kadar obat di dalam darah yang

diperoleh dari pemberian bentuk sediaan konvensional, terkontrol (controlled-release), lepas

lambat (sustained-release). Tablet konvensional atau kapsul hanya memberikan kadar puncak

tunggal dan sementara (transient). Efek farmakologi kelihatan sepanjang jumlah obat dalam

interval terapetik. Masalah muncul ketika konsentrasi puncak dibawah atau diatas interval

terapetik, khususnya untuk obat dengan jendela terapetik sempit. Pelepasan orde satu yang

lambat yang dihasilkan oleh sediaan lepas lambat dicapai dengan memperlambat pelepasan

dari bentuk sediaan obat. Pada beberapa kasus, hal ini dapat diperoleh melalui proses

pelepasan yang kontinyu

Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional

adalah sebagai berikut (Ansel et al, 1999):

a) Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.

b) Mengurangi frekuensi pemberian.

c) Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien.

d) Mengurangi efek samping yang merugikan.

e) Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.

Sedangkan kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah (Ballard, 1978):

a) Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional.

b) Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas secara

cepat.

c) Sering mempunyai korelasi in vitro – in vivo yang jelek.

d) Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis.

e) Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran cerna.

13

f) Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba–tiba mengalami

keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh akan lebih sulit

dibanding sediaan konvensional

g) Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar (500 mg).

Berdasarkan mekanismenya sediaan sustained release dapat dikategorikan:

A. Single unit.

B. Multiple unit.

C. Mucoadhesive systems

A. Single Unit

Menggunakan satu mekanisme dimana dalam sistem pelepasan obat dapat dilakukan

dengan cara: modifikasi kimia seyawa obat, tablet erosi, sistem matriks, swellable

matriks (hydrogel), tablet mengapung, dan pompa osmotik.

A.1 Modifikasi Kimia

Jika suatu obat dibutuhkan dalam dosis yang terus menerus, maka masalah utama

adalah kelarutan. Jika bahan obat diabsobsi secara konsisten baik seluruhnya ataupun

sebagian melalui saluran gastro-intestinal, maka dengan menurunkan kelarutan dari

bahan tersebut akan memperpanjang waktu melarut. Dengan cara ini obat akan

diabsorbsi lebih lambat dengan periode waktu yang panjang, dan efek terapeutik

menjadi lebih panjang dengan menggunakan derivat / turunan dari obat yang

mempunyai daya larut lebih rendah. Efek toksik dapat diturunkan serta

memperpanjang masa kerja obat. (Gambar 1)

14

A.2 Tablet Erosi (Erosion Tablet)

Tablet erosi adalah tablet yang tidak hancur, tapi mengalami erosi /

pengikisan pada saat mengalami kontak dengan medium disolusi. Untuk mengontrol

laju erosi, ditambahkan polyethylen glycol distearate dalam jumlah cukup. Sterotex

(lemak nabati terhidrogenasi) dapat juga ditambahkan sebagai basis lilin.

A.3 Sistem Matriks (Matrix system)

Matriks merupakan sebuah bentuk dari campuran bahan obat, bahan

tambahan, dan polimer yang tercampur secara homogen dalam bentuk padat. Prinsip

dasar matriks pertama kali dikembangkan oleh Higuchi (1963), dan bentuknya dapat

dilihat pada gambar 2.

Bahan obat yang mempunyai kelarutan di dalam medium pelarut (S),

terdispersi di dalam matriks, dimana matriks tersebut tidak terlarut di dalam medium

pelarut. Konsentrasi obat di dalam matriks merupakan luas permukaan matriks.

Matriks tersebut berongga, dan akan menyebabkan cairan masuk dari bulk liquid

(dari arah kanan). Jadi akan ada bidang cairan, dimana x = L cm dari permukaan

(dimana x = 0) pada suatu waktu ( t ). Cairan tersebut akan melarutkan bahan obat,

sampai level L. Bagian dari matriks, antara L dan h masih terdapat partikel padat

yang belum seluruhnya melarut, pada volume di sebelah kanan h (0 < x < h) seluruh

partikel terlarut. Pada volume L > x > h, cairan akan jenuh dengan bahan obat, tetapi

jika x < h, konsentrasi akan menurun hingga 0 pada batas pernukaan dengan cairan.

15

Gambar 1. Profil obat sustained release dalam darah

Umumnya

produk sustained release menggunakan polimer dengan bobot yang tinggi. Polimer-

polimer yang umum digunakan adalah: polyethilen glycol (PEG), polyvinyl

pyrrolodin (PVP), hydroxypropyl methylcellulosa (HPMC), dan methylcellulosa

(MC).

A.4 Swellable Matrice (Hydrogel)

Hydrogel didefinisikan ‘jaringan polimer hidrofilik yang dapat menyerap

molekul air secara signifikan(> 20 % dari bobot kering) tanpa ikut melarut dan

kehilangan bentuk / strukturnya’. Polimer ini umumnya terdiri dari tipe tersambung

silang, dimana swelling dapat disebabkan oleh faktor lain seperti tekanan van der

wall, kristalisasi, ikatan hidrogen, ataupun ikatan ion.

Kebanyakan polimer akan mengembang di dalam air, dan polimer yang sering

digunakan untuk swellable matrice adalah HPMC.

Mekanisme dari pembentukan hydrogel dapat dijelaskan sbb:

- Pertama-tama, akan terbentuk lapisan gel pelindung dikeliling tablet.

- Pseudogel akan menyebabkan cairan masuk ke dalam tablet, dan hal ini akan menye-

babkan lapisan gel bertambah lebar sampai ke tablet.

- Lapisan luar gel akan menyerap air lebih banyak dan akan terlarut dalam medium

pelarut.

16

Gambar 2. Skema matriks dalam 2 dimensi pada satu sisi (ke kanan) mengarah ke cairan

- Kondisi steady state tercapai pada saat pembentukan lapisan gel seimbang dengan laju

erosi.

- Seluruh gel akan mengembang, kemudian tablet tersebut akan menjadi tablet erosi.

- Ketika proses pembentukan gel dan laju erosi berada pada kecepatan yang sama,

proses tersebut akan terus berulang sampai seluruh bagian tablet menyerap cairan dan

basah, dan erosi terus berlanjut sampai seluruh bagian tablet terlepas dan larut.

A.5 Tablet Mengapung (Floatable tablet)

Salah satu kendala yang timbul pada bentuk sustained release adalah waktu

pengosongan lambung. Hal ini berbeda dari satu pasien ke pasien yang lain, dari

kondisi orang yang berpuasa dan tidak berpuasa, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu

maka dibuat tablet yang dapat mengapung di dalam cairan lambung.

Sheth (1978) mendeskripsikan komposisi dari tablet mengapung 0-80%

bahan obat dan 20-75% methylcellulose, HPC, HPMC, hydroxyethylcellulose, atau

sodium carboxymethylcellulose (atau campuran dari bahan-bahan tsb). Komposisi ini

akan menghasilkan produk yang akan mengapung yang diformulasikan dengan 2

(dua) lapisan tablet dengan komposisi yang dapat mengapung pada cairan lambung.

A.6 Tekanan Osmotik (Osmotic pump)

Prinsip tekanan osmotic dapat dilihat pada gambar 4. Inti tablet (core tablet)

yang mengandung bahan obat dan elektrolit (contoh; NaCl) dilapisi dengan film yang

dapat ditembus oleh molekul air (water permealbe) tetapi tidak larut dalam air. Pada

17

Gambar 3. Prinsip mekanisme matriks hydrogel

bagian luar tablet tersebut dibuat lubang dengan seksama (diameter tertentu) sampai

lapisan film. Pada saat kontak dengan cairan pelarut (contoh; air), cairan pelarut akan

masuk ke dalam tablet (dengan cara difusi pada awalnya melalui lubang yang

dibuat).

Elektrolit dan obat akan terlarut dan membentuk larutan jenuh dan akan

menghasilkan tekanan osmotik yang akan mendorong obat keluar melalui lubang.

Tekanan omtoik ini dipengaruhi oleh kelarutan elektrolit, ekivalensi ion, temperatur.

B. Multiple Unit.

Bentuk majemuk dari sustained dapat dilakukan dengan cara mikroenkapsulasi,

dengan mekanisme dari sistem matriks ganda, penyalutan molekul obat (film,

campuran film), sistem pompa osmotik ganda, dan tablet mikrokapsul.

C. Mucoadhesive system

Menggunakan prinsip dari bioadhesi untuk memaksimalkan pelepasan obat. Bioadhesi

merupakan peristiwa dimana jaringan biologis melekat pada pada jaringan lain yang meliputi

biologis dan non-biologis. Jika tempat terjadinya bioadhesi berada pada membrane mukosa,

18

Gambar 4. Mekanisme tekanan osmotik

maka disebut mucoadhesive. Produk lepas terkontrol memungkinkan lokalisasi obat pada

daerah saluran GI mucoadhesive yang dapat memperpanjang kontak obat dengan membrane

absorbsi dan lokalisasi penghantaran obat ke organ target.

Dalam pemberian sistem pelepasan obat terkontrol beberapa hal menjadi

pertimbangan yang perlu diperhatikan. Hal ini meliputi rute pemberian obat, tipe pelepasan

obat, penyakit yang diderita, pasien, lama terapi, dan karakteristik obat. Faktor-faktor ini

saling berhubungan yang akan menentukan pemilihan untuk rute pemberian, formulasi dari

pelepasan obat, dan lama terapi.

19

II.3 Pelepasan Zat Aktif Obat Oral Konvensional Dan DDS

Sustained Release

Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula dan cara

pembuatan sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran cerna dan sebagian lagi

masih belum dilepas sehingga belum sempat diabsorpsi sudah keluar dari saluran cerna.

Malah sekarang ini pelepasan obat dari sediaan bisa diatur atau dikontrol sehingga absorpsi

bisa terjadi lama di saluran cerna, maka timbullah sediaan farmasi yang semula dipakai tiga

kali sehari menjadi satu kali sehari. Umumnya obat yang sudah terlarut dalam cairan saluran

cerna bisa diabsorpsi oleh dinding saluran cerna, tetapi dilain pihak obat yang sudah terlarut

itu bisa terurai tergantung dari sifatnya, sehingga sudah berkurang obat yang diabsorpsi.

Menyadari kenyataan ini maka munculah produk sediaan yang melalui kulit untuk tujuan

pemakain sistemik seperti obat jantung, hormon, obat anti mabuk dan lain-lain. Tidak

mungkin menempelkan obat berbulan-bulan, apalagi bertahun-tahun, sehingga munculah obat

diimplantasi di bawah kulit seperti obat untuk keluarga berencana yang bisa bertahan sampai

tiga tahun.

Berdasarkan pelepasan zat aktifnya, tablet dapat dibedakan menjadi 2 (dua) golongan:

1. Tablet lepas langsung (conventional); tablet telan, kunyah, buccal, sublingual, effer-

vescent.

2. Tablet lepas terkontrol (modified); tablet salut (film, enteric, gelatin), sustained re-

lease.

Sistem pelepasan obat bentuk sediaan sustained release memberikan konsentrasi obat

dalam plasma yang konstan (atau mendekati) selama periode waktu setelah obat diberikan.

Selama konsentrasi plasma obat dipertahankan dalam waktu yang lama, dengan

menggunakan bentuk sediaan sustained release efek samping dapat diminimalkan, frekuensi

pemberian obat dapat dilakukan, dan peningkatan kebutuhan pasien dapat dicapai khususnya

untuk terapi jangka panjang.

Tidak semua obat dapat dibuat dalam bentuk sediaan sustained release, oleh sebab itu sediaan

sustained release yang baik harus memenuhi persyaratan sbb:

20

1. Meningkatkan durasi efek obat di dalam tubuh.

2. Mengontrol pelepasan obat pada waktu yang lama.

3. Meningkatkan efektifitas terapi obat.

4. Melepaskan obat dengan aman tanpa resiko dumping dosis.

21

II.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pelepasan Dan Pengeluaran Obat

Konvensional Dan DDS Sustained Release

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisikokimia obat:

1. Kelarutan dalam air dan pKa.

Sebelum diabsorbsi, obat harus dapat melarut terlebih dahulu dalam fase air

yang mengelilingi wilayah pemberian obat dan melewati membrane. 2 (dua) di-

antaranya yang paling penting dan banyak mempengaruhi proses absorbsi adalah ke-

larutan dan yang menentukan bahwa obat tersebut merupakan senyawa asam lemah

atau basa lemah yaitu pKa.

Kelarutan dalam air dari suatu obat mempengaruhi laju disolusi, dimana

akan merubah kestabilan larutan obat dan akan memberikan dorongan untuk difusi

melalui membran.Kelarutan dalam air pada senyawa asam lemah dan basa lemah

diatur oleh pKa dan pH medium.Formulasi obat dalam bentuk lepas terkontrol tidak

memberikan keuntungan yang signifikan dibandingkan bentuk konvensional. Difusi

obat melewati polimer pada saat tahap pelepasan obat sangat tidak memungkinkan un-

tuk obat-obat yang mempunyai kelarutan yang rendah, karena kemampuan difusi

dipengaruhi oleh konsentrasi obat di dalam polimer atau larutan, dimana pada kondisi

ini akan rendah. Untuk obat yang mempunyai kelarutan yang tinggi dan laju disolusi

yang cepat, seringkali sulit untuk menurunkan laju disolusi untuk memperlambat ab-

sorbsi. Oleh sebab itu, obat dapat dibuat dengan metode lepas terkontrol / sustained

release.

2. Koefisien Partisi

Diantara waktu pemberian obat dan eliminasi obat di dalam tubuh, obat

harus dapat berdifusi melewati berbagai membrane biologi yang tersusun oleh lipid.

Kriteria dalam evaluasi kemampuan obat untuk melewati membrane lipid ini

dinyatakan dalam koefisien partisi minyak/air. Semakin besar kemampuan obat

melewati membran maka semakin besar punya aktivitasnya. Nilai optimum dari

koefisien partisi menunjukkan efektifitas kemampuan obat melewati membran dan

semakin besar aktivitasnya. Nilai K pada aktivitas optimum diperkirakan 1000/1.

Obat dengan nilai K di atas atau di bawah nilai optimum, secara umum tidak

22

dapat direkomendasikan untuk bentuk sediaan sustained release.

3. Stabilitas Obat.

Salah satu faktor yang penting dalam pemberian oral adalah disintegrasi obat

di dalam cairan asam lambung atau metabolisme di dalam saluran Gastro Intestinal.

Obat dalam bentuk padat memiliki kecapatan degradasi yang rendah dibandingkan

dengan bentuk suspensi atau larutan. Oleh sebab itu sangat memungkinkan untuk

meningkatkan bioavailabilitas untuk obat-obat yang kurang stabil di dalam lambung,

dimana lepas terkontrol dapat dibuat di daerah usus, demikian sebaliknya. Oleh

sebab itu obat-obat yang kurang stabil baik di seluruh bagian gastro intestinal kurang

baik diberikan dalam bentuk sustained release. Sistem lepas terkontrol dapat

memberikan keuntungan yang baik untk obat-obat yang tidak stabil pada saluran GI

karena obat dapat dilindungi dari degradasi enzim dengan suatu matriks polimer.

4. Ikatan protein

Beberapa obat memiliki kecenderungan untuk berikatan dengan protein

plasma (albumin) dan menyebabkan penumpukan obat di dalam pembuluh darah.

Sebab utama terjadinya ikatan tersebut adalah ikatan van der wall, ikatan hidrogen,

dan ikatan elektrostatik. Obat yang terikat dengan potein kemudian didistribusikan ke

wilayah extravaskular (organ target) dipengaruhi oleh proses pelepasan obat dari

Ikatan protein-obat dapat berfungsi sebagai reservoir di dalam pembuluh darah dan

mempengaruhi pelepasan obat ke dalam jaringan organ target, tetapi hanya untuk

obat yang mempunyai ikatan yang tinggi. Oleh sebab itu, karakteristik ikatan protein

sangat berperan dalam efek terapi, tergantung dari tipe bentuk sediaan obat.

5. Ukuran partikel dan kemampuan difusi

Obat dalam bentuk lepas terkontrol harus dapat berdifusi melewati membran

atau matriks. Kemampunyai difusi obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Nilai difusi

dapat dinyatakan dengan ‘D’. Nilai dari D berhubungan dari ukuran dan bentuk dari

rongga perut (saluran GI) dan ukuran sebagai medium. Obat maupun polimer yang

mempunyai bobot molekul yang tinggi diharapkan dapat menunjukkan kinetika

pelepasan obat yang lambat dengan difusi melalui membran polimer atau matriks

sebagai mekanismenya.

23

Faktor biofarmasi yang mempengaruhi pelepasan obat konvensional dan DDS sustained

release :

1. Absorbsi

Kecepatan, tingkat dan keragaman absorbsi obat merupakan faktor yang

penting ketika suatu obat akan dibuat sebagai sustained release. Diasumsikan waktu

transit obat sampai absorbsi, waktu paruhnya adalah 4 jam. Konstanta kecepatan

minimum absorbsi Ka adalah 0,17 sampai 0,23 jam dengan presentase absorbsi 80 –

95% setelah 9 sampai 12 jam waktu transit. Untuk obat yang memiliki kecepatan

absorbsi yang tinggi (Ka >> 0,23 jam-1), dimana implikasi orde satu konstanta

kecepatan absorbsi Kr < 0,17 jam-1 yang menyebabkan bioavailabilitas yang rendah

pada banyak pasien. Oleh karena itu obat yang lama diabsorbsi akan lebih sulit dibuat

sebagai sustained release karena kriteria Kr <<< Ka harus tercapai.

2. Distribusi

Distribusi obat ke dalam pembuluh darah dan organ target tubuh merupakan

faktor yang penting yang merupakan inti dari kinetika eliminasi. 2 (dua) parameter

yang digunakan untuk menerangkan karakteristik distribusi obat adalah volume

distribusi dan rasio konsentrasi obat pada jaringan dan di dalam plasma darah pada

saat steady state, disebut juga Rasio T/P. Besaran volume distribusi dapat digunakan

sebagai evaluasi lanjut dan kisaran dalam cara pemberian dosis yang dibutuhkan

untuk sistem sustained release.

3. Metabolisme

Obat yang langsung dimetabolisme sebelum diabsorbsi, baik dalam lumen

lambung maupun jaringan usus akan menurunkan bioavailabilitas pada bentuk sediaan

sustained release. Umumnya dalam dinding usus terdapat enzim. Ketika obat

dilepaskan dengan lambat menuju dinding usus, lebih sedikit obat yang mengalami

proses enzimatik pada periode tertentu akan diubah menjadi metabolit. Formulasi

untuk senyawa yang mudah beraksi dengan enzim adalah prodrug.

24

4. Waktu paruh

Tujuan dari produk sustained release adalah untuk menjaga ketersediaan obat

dalam darah untuk waktu yang lama. Oleh sebab itu, laju absorbsi harus sama dengan

laju eliminasi. Laju eliminasi secara kuantitatif dinyatakan dengan waktu paruh.

Setiap obat mempunyai karakteristik masing-masing untuk laju eliminasi, dimana

keseluruhan proses eliminasi termasuk metabolisme, ekskresi melalui urine dan

seluruh proses yang dapat mengeluarkan obat dalam aliran darah secara permanen.

Obat-obat yang mempunyai waktu paruh kurang dari 2 jam tidak dapat digunakan

sebagai sediaan sustained release. Untuk obat-obat yang mempunya waktu paruh lebih

dari 8 jam, juga tidak dapat digunakan sebagai sustained release karena efek dari obat

tersebut sudah panajang.

5. Efek samping dan pertimbangan keamanan

Didasarkan kepada index terapi obat, dimana pemilihan obat yang

potensional dapat direkomendasikan untuk pembuatan sustained release.

Dimana :

6. Takaran Dosis

Karena sustained release ditujukan untuk frekuensi terapi yang terus

menerus, maka umumnya mengandung dosis obat yang lebih besar daripada dosis

konvensional, volume produk juga lebih besar dari ukuran konvensional yang sering

menimbulkan keadaan tidak praktis.

BAB III25

PEMBAHASAN

Propanolol HCl merupakan senyawa pemblok reseptor beta non-selektif dalam

pengobatan hipertensi dan mempunyai waktu paruh eliminasi pendek sekitar 3 jam. Dengan

waktu eliminasi yang pendek memungkinkan propanolol HCl dibuat sediaan lepas lambat.

Untuk mengurangi frekuensi pemberian, meningkatkan kenyamanan pasien dan

menjagakonsentrasi obat dalam darah tetap dalam jendela terapeutik, dapat dilakukan dengan

memberikan sediaan lepas lambat dan terkontrol yang bekerja dengan mengontrol pelepasan

obat. Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas lambat, salah

satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal dilambung. Bentuk sediaan yang

dapat dipertahankan di dalam lambung disebut gastroretentive drug delivery system

(GRDDS). GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki

jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung. Hal-hal yang dapat

meningkatkan waktu tinggal dilambung meliputi: system penghantaran bioadhesieve yang

melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat

sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran dengan

mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel et al., 2004).

Beberapa teknik yang termasuk dalam gastroretentive sebagai berikut :

Floating system Floating system, pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun

1968, merupakan system dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan

mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk beberapa waktu. Pada saat

sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat

ditentukan, hasil yang diperoleh adalah peningkatan gastric residence time (GRT) dan

pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma (Chawla et al., 2003). Sistem

mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan yang

memiliki densitas yang rendah atau floating drug delivery system (FDDS) atau biasa disebut

hydrodynamically balanced system (HBS). FDDS atau HBS memiliki bulk density yang lebih

rendah dari cairan lambung. FDDS tetap mengapung dalam lambung tanpa mempengaruhi

kondisi lambung dan obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang diinginkan dari sistem

(Anonim, 2003). Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks-

matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system (HBS),

26

karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang, dan

dapat menjadi gel penghalang dipermukaan bagian luar. Bentukbentuk ini diharapkan tetap

dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi

oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik.

Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether

polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003). Floating system dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :

1). Non-Effervescent system

Pada effervescent system biasanya menggunakan matriks yang memiliki daya

pengembangan tinggi seperti selulosa, jenis hidrokoloid, polisakarida dan polimer seperti

polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren. Salah satu cara formulasi bentuk

sediaan floating yaitu dengan mencampur zat aktif dengan hidrokoloid gel. Hidrokoloid akan

mengembang ketika kontak dengan cairan lambung setelah pemberian oral, tinggal dengan

bentuk yang utuh dan bulk densitynya lebih kecil dari kesatuan lapisan luar gel. Struktur gel

bertindak sebagai reservoir untuk obat yang akan dilepaskan perlahan dan dikontrol oleh

difusi melalui lapisan gel (Anonim, 2003).

2). Effervescent system

Sistem penghantaran mengapung ini dipersiapkan dengan polimer yang dapat

27

mengembang seperti Methocel, polisakarida, chitosan dan komponen effervescent (misal;

natrium bikarbonat dan asam sitrat atau tartrat). Matriks ketika kontak dengan cairan

lambung akan membentuk gel, dengan adanya gas yang dihasilkan dari sistem effervescent,

maka gas akan terperangkap dalam gelyfiedhydrocolloid, akibatnya tablet akan mengapung,

meningkatkan pergerakan sediaan, sehingga akan mempertahankan daya mengapungnya

(Anonim, 2003).

28

BAB IV

KESIMPULAN & SARAN

Salah satu dari bentuk sediaan Oral Drug Delivery adalah sediaan Sustained

Release, yaitu suatu sediaan obat yang pelepasan zat aktifnya dilakukan dalam

waktu yang cukup lama, sehingga obat dapat diberikan dalam dosis pemakaian

satu kali sehari.

Salah satu mekanisme dari pembuatan tablet sustain release adalah single unit dimana

dapat dilakukan dengan cara: modifikasi kimia seyawa obat, tablet erosi, sistem

matriks, swellable matriks (hydrogel), tablet mengapung, tekanan osmotik.

Factor Biofarmasetik yang mempengaruhi pembuatan sediaan sustained release :

a. Disosiasi konstan "pKa"

b. Koefisien Partisi

c. Stabilitas Obat

d. Penyerapan

e. Distribusi

f. Metabolisme

g. Efek Samping dan pertimbangan Keselamatan

29