praktek biofar ba be

28
PERCOBAAN VII BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI I. Tujuan Untuk mengetahui bioekivalensi relatif Paracetamol dari bentuk sediaan berbeda (sirup, eliksir, tablet) dengan zat aktif paracetamol II. Dasar Teori Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapetik yang belum disetujui oleh FDA untuk dipasarkan. Formula baru dari bahan obat aktif atau bagian terapetik sebelum dipasarkan harus disetujui oleh FDA. FDA dalam menyetujui suatu produk obat untuk dipasarkan harus yakin bahwa produk obat tersebut aman dan efektif sesuai label indikasi penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian. Untuk meyakinkan bahwa standar-standar tersebut telah dipenuhi, FDA menghendaki studi bioavailabilitas / farmakokinetik dan bila perlu persyaratan bioekivalensi untuk semua produk. Parameter farmakokinetik esensial meliputi laju dan jumlah absorpsi sistemik, waktu-paruh eliminasi, laju, efiskresi dan metabolisme harus ditetapkan setelah pemberian dosis tunggal dan dosis ganda. Data studi bioavailabilitas ini penting untuk menetapkan pengaturan dosis dan membantu pemberian label obat.

Upload: dolpret

Post on 29-Jan-2016

379 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

Biofarmasetika

TRANSCRIPT

Page 1: Praktek biofar BA BE

PERCOBAAN VII

BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI

I. Tujuan

Untuk mengetahui bioekivalensi relatif Paracetamol dari bentuk sediaan

berbeda (sirup, eliksir, tablet) dengan zat aktif paracetamol

II. Dasar Teori

Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah

disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapetik yang belum disetujui oleh FDA

untuk dipasarkan. Formula baru dari bahan obat aktif atau bagian terapetik sebelum

dipasarkan harus disetujui oleh FDA. FDA dalam menyetujui suatu produk obat untuk

dipasarkan harus yakin bahwa produk obat tersebut aman dan efektif sesuai label indikasi

penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus memenuhi seluruh standar yang

digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian. Untuk meyakinkan bahwa

standar-standar tersebut telah dipenuhi, FDA menghendaki studi bioavailabilitas /

farmakokinetik dan bila perlu persyaratan bioekivalensi untuk semua produk.

Parameter farmakokinetik esensial meliputi laju dan jumlah absorpsi

sistemik, waktu-paruh eliminasi, laju, efiskresi dan metabolisme harus ditetapkan setelah

pemberian dosis tunggal dan dosis ganda. Data studi bioavailabilitas ini penting untuk

menetapkan pengaturan dosis dan membantu pemberian label obat.

Studi bioavailabilitas in vivo juga dilakukan terhadap formula-formula baru

dari bahan obat aktif yang telah mendapat persetujuan NDA dan disetujui untuk

dipasarkan. Maksud studi ini adalah untuk menentukan bioavailabitas dan karakterisasi

farmakokinetik formulasi, bentuk sediaan, garam atau ester baru terhadap suatu formula

pembanding.

Studi bioavailabilitas berguna dalam menetapkan produk obat dalam kaitan

pengaruhnya terhadap farmakokinetik obat; sedangkan studi bioekivalensi berguna dalam

membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat. Apabila produk-

produk obat dinyatakan bioekivalen, maka efikasi dari produk-produk obat ini dianggap

sama.

AVAILABILITAS RELATIF

Availabilitas relatif adalah ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat

dibandingkan terhadap suatu standar yang diketahui. Fraksi dosis yang tersedia secara

Page 2: Praktek biofar BA BE

sistemik dari suatu produk oral sukar dipastikan. Availabilitas suatu formula, obat

dibandingkan terhadap availabilitas formula standar, yang biasanya berupa suatu larutan

dari obat murni, dievaluasi dalam studi “crossover”. Availabilitas relatif dari dua produk

obat yang diberikan pada dosis dan rute pemberian yang sama dapat diperoleh dengan

persamaan berikut:

[AUC]A Availabilitas relatif = —————

[AUC]B

di mana produk obat B sebagai standar pembanding yang telah diketahui. Fraksi tersebut

dapat dikalikan 100 untuk memberi prosen availabilitas relatif.

Jika dosis yang diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis dibuat, seperti dalam

persamaan berikut:

[AUC]A / Dosis A

Availabilitas relatif = ———————— [AUC]B/Dosis B

Data ekskresi obat lewat urin juga dapat digunakan Untuk mengukur availabilitas

relatif apabila jumlah total obat utuh yang diekskresi dalam urin dikumpulkan. Prosen

availabilitas relatif dengan menggunakan data ekskresi urin dapat ditentukan sebagai

berikut:

[Du]A∞ Dosis BPersen availabilitas relatif = ———— × ————

[Du]B∞ Dosis A

(Du)∞ adalah jumlah total obat yang diekskresi dalam urin

(Leon Shargel & Andrew B.C.YU. 2005, hlm 170-172)

Paracetamol (Asetaminofen)

Asetaminofen mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%

C8H9NO2,dihitung dari zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit.

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)P, dalam 13 bagian

aseton P, dalam 40 bagian gliserol P, dan dalam 90 bagian propilenglikol P; larut dalam

larutan alkali hidroksida.

Page 3: Praktek biofar BA BE

(Anonim. 1979. hal 37)

Derivat - asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin yang dahulu banyak

digunakan sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran

karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetik dan

antipiretik, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat

antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek

analgetiknya diperkuat oleh kodein dan kofein dengan kira – kira 50%.

Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. PP – nya

25%, t- ½ nya 1 – 4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan. Dalam

hati zat ini diuraikan menjadi metabolit – metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih

sebagai konjugat – glukoronida dan sulfat.

Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah.

Pada penggunaan kronis dari 3 -4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati dan pada dosis di

atas 6 g mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversible. Hepatotoksisitas ini

disebabkan oleh metabolit – metabolitnya yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh

glutathione (suatu tripeptida dengan – SH). Pada dosis di atas 10 g persediaan peptide

tersebut habis dan metabolit – metabolit mengikat diri pada protein dengan gugusan – SH

di sel - sel hati dan terjadilah kerusakan irreversible. Dosis dari 20 g sudah berefek fatal.

Overdose dapat menimbulkan antara lain mual, muntah dan anoreksia.

Penanggulangannya dengan cuci lambung, di samping perlu pemberian zat penawar

(asam – amino N – asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaikya dalam 8 – 10

jam setelah intoksikasi.

Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi

walaupun mencapai air susu ibu. Interaksi : pada dosis tinggi dapat memperkuat efek

antikoagulansia tetapi pada dosis biasa tidak interaktif. Masa paruh kloramfenikol dapat

sangat diperpanjang. Kombinasi dengan obat AIDS zidovudin meningkatkan resiko akan

neutropenia.

Dosis : untuk nyeri dan demam oral 2 – 3 dd 0,5 – 1 g, maks 4 g / hari, pada

penggunaan kronis maks.2,5 g / hari. Anak – anak : 4 – 6 dd 10 mg / kg, yakni rata – rata

usia 3 – 12 bulan 60 mg, 1 – 4 tahun 120 – 180 mg, 4 – 6 tahun 180 mg, 7 – 12 tahun 240

-360 mg, 4 – 6 x sehari. Rectal 20 mg / kg setiap kali, dewasa 4 dd 0,5 – 1 g, anak – anak

usia 3 – 12 bulan 2 – 3 dd 120 mg, 1 – 4 tahun 2 – 3 dd 240 mg, 4 – 6 tahun 4 dd 240 mg,

dan 7 – 12 tahun 2 – 3 dd 0,5 g.

(Drs.Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2007 hal 318)

Page 4: Praktek biofar BA BE

FARMAKOKINETIK

Parasetamol dan fenasetin diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma

antara 1 – 3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25%

parasetamol dan 30 % fenasetin terikat protein plasma. Kedua obat ini dimetabolisme

oleh enzim mikrosom hati.sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam

glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain kedua obat ini juga

dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan

methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Kedua obat ini diekskresi melalui ginjal,

sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

(Anonim. 2007. hal 238)

III. Alat da Bahan

Alat :

Beaker glass

Efendrof

Scalpel

Mikropipet

Tabung centrifuge

Alat Centrifuge

Tabung reaksi

Rak tabung reaksi

Labu takar

Filler

Pipet volume

Pipet ukur

Vortex Mixer

Kertas Lensa

Kapas

Tissue

Holder

Blue tip

Kuvet

Spektrofotometer

Page 5: Praktek biofar BA BE

Bahan :

Hewan uji : Tikus

Parasetamol ( sirup, eliksir,tablet)

Heparin

Asam Trikloroasetat (TCA) 20%

HCl 6N

Asam Sulfamat 15%

NaNO2 10%

NaOH 10%

Alkohol

Aquadest

Page 6: Praktek biofar BA BE

Deret baku + 3 tetes heparin lalu ditambah 2,0 ml TCA 10%

Campuran dicentrifuge selama 15 menit, 2500 rpm

Diambil filtrat 1,0 ml

Filtrat + lart. HCl 6 N 0,5 ml dan 1,0 ml lart. NaNO2 10% campur,diamkan 5 menit

Ditambahkan lart. Asam Sulfamat 15% 1,0 ml melalui dinding tabung + 2,5 ml NaOH 10% dan divortex

Diamkan 20 menit, pindah ke kuvet, tentukan λmax dan operating time dengan blanko darah yang telah diproses dengan cara yang sama

Darah mengandung heparin ditambah Larutan stock Parasetamol hingga diperoleh kadar 100,200,300,400,500, dan 700 µg/ml dengan, homogenkan

dengan vortexing

IV. Skema Kerja

Pembuatan Kurva Baku

Page 7: Praktek biofar BA BE

Darah + 3 tetes heparin lalu ditambah 2,0 ml TCA 10%

Campuran dicentrifuge selama 15 menit, 2500 rpm

Diambil filtrat 1,0 ml

Filtrat + lart. HCl 6 N 0,5 ml dan 1,0 ml lart. NaNO2 10% campur,diamkan 5 menit

Ditambahkan lart. Asam Sulfamat 15% 1,0 ml melalui dinding tabung + 2,5 ml NaOH 10% dan divortex

Diamkan 20 menit, pindah ke kuvet dan baca absorbannya pada λ max dengan blanko darah yang telah diproses dengan cara yang sama

Tikus yang telah diberi PCT secara peroral diambil darahnya lewat vena telinga pada menit ke 0,15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, sebanyak 250 µl

Uji bioavailabilitas

V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

AbsorbansidanKurva Baku Paracetamol (PCT)

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

101,5 -0,065

203 0,026

304,5 0,138

406 0,149

502,5 0,132

609 0,174

704 0,197

Page 8: Praktek biofar BA BE

a = 0,0158

b = 2,7755.10-4

r = 0,08672

y = bx + a

y = 0,00027755x + 0,0158

OBAT GENERIK I

t (menit) Absorbansi Cp

10 0,064 173,662

15 0,039 83,588

30 0,054 137,632

45 0,072 202,486

60 0,023 25,941

90 0,130 411,457

120 0,098 296,162

150 0,009 -24,500 (Reject)

180 0,173 566,384

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000

100

200

300

400

500

600

Grafik t (waktu) vs Cp (Konsentrasi)

Generik 1

Waktu (menit)

Kons

entr

asi (

µg/m

l)

Page 9: Praktek biofar BA BE

Faseeliminasi (3 data terakhir)

t (menit) Cp

90 411,457

120 296,162

180 566,384

Reg. Lin t vslnCp

a = 5,4189

b = 4,5909 x 10-3→ Kel=−b→ Kel=∣−0,00459∣→0,00459 /menit

r = 0,6483

AUC GENERIK I

AUC010=

173,662+0,0002

(10−0 )= 868,31 g menit/ml

AUC1020 =

173,662+83,5882

(20 – 10) = 1286,25g menit/ml

AUC2030 =

83,588+137,6322

(30-20) = 1106,1g menit/ml

AUC3045 =

137,632+202,4862

(45-30) = 2550,885 g menit/ml

AUC4560 =

202,486+25,9412

(60-45) = 1713,20g menit/ml

AUC6090 =

25,941+411,4572

(90-60) = 6560,97g menit/ml

AUC90120=

411,457+296,1622

(120-90) = 10614,28g menit/ml

AUC180= 566,3840,00459

= 123395,20g menit/ml

AUC total= 173830,21g menit/ml

OBAT GENERIK II

t (menit) Absorbansi Cp

10 0,064 173,662

15 0,043 98,000

Page 10: Praktek biofar BA BE

30 0,120 375,427

45 0,059 155,647

60 0,041 90,794

90 0,088 260,133

120 0,095 285,353

150 0,010 -20,897 (Reject)

180 0,003 -46,117 (Reject)

0 20 40 60 80 100 120 1400

50100150200250300350400

Grafik t (waktu) vs Cp (Konsentrasi)

Generik 2

Waktu (menit)

Kons

entr

asi (

µg/m

l)

- FaseAbsorbsi

Waktu Cp(µg/ml)

60 90,794

90 260,133

120 285,353

Regresi Linier t vs Ln Cp

a = 3,5172

b = 0,0191→ Kel=−b→ Kel=∣−0,0191∣→ 0,0191/menit

r = 0,9001

Page 11: Praktek biofar BA BE

AUC GENERIK II

AUC010=

173,662+0,0002

(10−0 )= 868,31 g menit/ml

AUC1020 =

173,662+98,0002

(20 – 10) = 1358,31g menit/ml

AUC2030 =

98,000+375,4272

(30-20) = 2367,135 g menit/ml

AUC3045 =

375,427+155,6472

(45-30) = 3983,05g menit/ml

AUC4560 =

155,647+90,7942

(60-45) = 1848,30g menit/ml

AUC6090 =

90,794+260,1332

(90-60) = 5263,90g menit/ml

AUC90120=

260,133+285,3532

(120-90) = 8182,29g menit/ml

AUC120= 285,3530,0191

= 149399,94g menit/ml

AUC total= 38751,07g menit/ml

OBAT PATEN I

t (menit) Absorbansi Cp

10 -0,025 -

15 -0,154 -

30 -0,151 -

45 -0,166 -

60 -0,157 -

90 -0,147 -

120 -0,148 -

150 -0,120 -

180 -0,170 -

Page 12: Praktek biofar BA BE

OBAT PATEN II

t (menit) Absorbansi Cp

10 -0,223 -

15 -0,225 -

30 -0,107 -

45 -0,271 -

60 -0,200 -

90 0,047 112,412

120 0,012 -13,691 (Reject)

150 0,020 15,132

180 0,007 -31,075 (Reject)

a. AUC

AUC090 =

0,0000+112,412 µg/ml2

x ( 90−0 )menit=5058,54 µg. menit /ml

AUC90150 =

112,412 µg+15,132 µg /ml2

x (150−90 ) menit=3826,32 µg. menit /ml

AUC total = 8884,86µg. menit /ml

BA relatif sirup paracetamol generik I terhadap sirup paracetamol paten II

AUCpatenAUCgenerik

=8884,86 µg . menit/ml73526,19 µg . menit/ml

=0 ,0120<1

BA relatif sirup paracetamol generik II terhadap sirup paracetamol paten II

AUCpatenAUCgenerik

=8884,86 µg .menit/ml= 38751,07 µg .menit/ml

=0 ,2292<1

Page 13: Praktek biofar BA BE

VII. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini, dilakukan uji bioavailabilitas dan

bioekivalensi pada 2 jenis bahan obat yang berbeda yaitu sirup parasetamol patent

dan generik. Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui

bioavailabilitas relative dari bentuk sediaan sirup, elixir maupun tablet

paracetamol, serta untuk membandingkan bioekivalensi dari berbagai sediaan

tersebut. Bioavailabilitas (BA) menunjukkan suatu pengukuran laju dan jumlah

obat yang aktif terapetik yang mencapai sirkulasi umum, dimana BA merupakan

salah satu parameter untuk menetapkan suatu produk obat bioekivalensi atau

tidak. Sedangkan, bioekivalensi (BE) merupakan suatu penentuan bioavailabilitas

relatif antara dua produk obat sehingga merupakan tampilan komparatif produk

obat. Walaupun penentuan bioavailabilias dapat menunjukkan kualitas produk

obat, akan tetapi bioekivalensi merupakan tes komparatif yang formal antara

produk obat uji dan produk obat pembanding (baik inovator ataupun produk obat

yang sudah dinyatakan kesetaraan biologiknya). Jadi bioekivalensi merupakan

perbandingan dari bioavailabilitas dari berbagai bentuk sediaan.

Perlu dilakukan studi BA dan BE pada suatu produk obat karena

apabila terjadi perbedaan sifat fisiko-kimia bahan baku zat aktif yang dipakai,

perbedaan komposisi bahan pembantu, kualitas bahan pembantu, perbedaan cara

pencampuran dan perbedaan teknik pembuatan pada sediaan-sediaan yang setara

secara farmasetik, maka dapat menyebabkan perbedaan kecepatan pelepasan dan

kecepatan melarut zat aktif dari sediaannya (untuk sediaan padat misalnya; tablet).

Dimana, kecepatan dan proses tersebut dapat mempengaruhi kecepatan dan

efisiensi absorpsi zat aktif di dalam tubuh. Sedangkan pada bentuk sediaan larutan

(sirup, elixir) bisa terjadi interaksi zat aktif dengan bahan pembantu yang dipilih.

Dengan demikan perbedaan tersebut dikhawatirkan akan mengakibatkan

terjadinya perbedaan ketersediaan hayati. Maka, dengan dilakukannya uji BA dan

BE, kita dapat mengetahui kwalitas berbagai bentuk sediaan obat paracetamol

yang diuji.

Page 14: Praktek biofar BA BE

Dalam praktikum ini, yang ditetapkan adalah bioavailabilitas relatif

dengan membandingkan dari berbagai macam sediaan (patent dan generik dari

paracetamol). Sesuai dengan prinsip penetapan bioavailabilitas relatif, produk

tersebut dilakukan dengan rute pemberian yang sama yaitu secara peroral.

Pemberian obat dilakukan secara peroral untuk menyesuaikan cara pemberian

pada manusia, serta untuk mempermudah pemberian obat pada hewan uji

(kelinci). Tujuan dilakukan percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah ada

perbedaan dalam kecepatan dan jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik.

Adapun, bioavailabilitas dari suatu bentuk sediaan yang beragam dipengaruhi oleh

metode formulasi, dimana dipengaruhi oleh konsentrasi bahan aktif, sifat fisiko

kimia bahan aktif, eksipien yang digunakan, sifat dari eksipien serta konsentrasi

eksipien. Dengan adanya eksipien yang digunakan dapat mempengaruhi proses

pelepasan obat di dalam tubuh sehingga, kecepatan pelepasan obat dipengaruhi

oleh bentuk sediaannya. Dengan demikian, bioavailabilitas dapat digunakan untuk

mengetahui faktor formulasi yang dapat mempengaruhi efektivitas suatu obat.

Prosedur penetapan bioavailabilitas dilakukan dengan penambahan-

penambahan reagen pada darah yang diambil pada waktu tertentu, dimana

pencuplikan darah dilakukan padan menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120 dan 150.

Adapun fungsi dari penambahan reagen-reagen yang digunakan, sebagai berikut:

1. Heparin, digunakan untuk mencegah penjendalan darah, sehingga darah yang

ditampung tidak membeku.

2. TCA ( Asam Trilkoroasetat) 20%, berfungsi untuk mengendapkan protein,

sehingga tidak ada pengaruh senyawa lain pada saat pengukuran absorbansi.

3. NaNO2, berfungi untuk membentuk garam diazonium.

4. HCl 6 N, berfungsi sebagai katalisator reaksi dengan NaNO2, sehinga reaksi

dapat berjalan lebih cepat.

5. Asam Sulfamat, berfungsi untuk menghilangkan gelembung udara (gas) dari

NaNO2 yang mengganggu jalannya reaksi warna.

6. NaOH, berfungsi untuk membentuk kompleks yang berwarna, sehingga dapat

terukur pada spektrofotometer visible.

Dalam pengukuran absorbansi perlu diperhatikan, pendiaman selama 2

menit (operating time) yang bertujuan untuk membentuk intensitas warna yang

Page 15: Praktek biofar BA BE

stabil pada saat pengukuran dengan spektrofotometer. Selain itu, dilakukan

pengukuran pada panjang gelombang maksimum (λmax 455 nm) agar dapat

memberikan absorbansi yang maksimum juga, hal ini karena;

a. Pada panjang gelombang yang maksimum kepekaannya juga maksimum.

b. Disekitar panjang gelombang maksimum bentuk kurva serapan datar, sehingga

memenuhi hukum Lambert – Beer.

c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang maksimum akan kecil sekali.

Selain itu, dilakukan juga pembuatan larutan baku paracetamol dengan

konsentrasi 1000 μg/ml yang digunakan untuk pembuatan deret baku paracetamol.

Dimana, deret baku yang dibuat adalah dari konsentrasi 100 μg/ml sampai 700

μg/ml. Berdasarkan perhitungan regresi liner antara masing-masing konsentrasi

deret baku Vs absorbansi, diperoleh persamaan garis y =0,0002775 x + 0,0158

dengan nilai r = 0,08672. Tujuan dibuat deret baku ini adalah untuk menentukan

kelinieritasan suatu kurva.

Studi bioavailabilitas berguna untuk menetapkan produk obat yang

berkaitan dengan pengaruh terhadap farmakokinetika obat dan juga dapat

memberikan informasi mengenai metabolisme, transportasi, distribusi dan

eliminasi zat aktif, kesesuaian dosis, efek terhadap absorpsi/penyerapan zat aktif,

dan sebagainya. Sedangkan dari produk obatnya memberikan informasi berhasil

atau tidaknya suatu formulasi obat yang dilakukan pada saat clinical trial (suatu

percobaan untuk membuktikan keamanan dan khasiat obat).

Data farmakokinetik yang digunakan sebagai parameter adalah K

eliminasi, T ½, K absorbsi, Tmax, Cpmax, AUCtotal, Vd, dan Cl. Tetapi, yang perlu

diperhatikan dalam studi ini adalah perbedaan luas di bawah kurva konsentrasi zat

aktif/obat dalam plasma-Waktu (AUC) yang teramati, hal ini karena AUC

berguna sebagai ukuran dari jumlah total obat utuh tidak berubah yang mencapai

sirkulasi sistemik yang dinilai sebagai perbedaan efisiensi absorpsi obat karena

adanya perbedaan kualitas produk obat yang dipengaruhi formulasi. AUC

begantung pada jumlah total obat yang tersedia meliputi; F, Do, Ke maupun Vd.

Oleh karena itu, dari masing-masing sampel diperlakukan perhitungan parameter

Page 16: Praktek biofar BA BE

farmakokinetika, sampai diperoleh harga AUC dari masing-masing sediaan

parasetamo.

Adapun data parameter-parameter farmakokinetika yang dapat

terhitung dari sediaan tablet, sirup dan elixir paracetamol sebagai berikut;

Parameter Farmakokinetik

Generik I Generik II Patent I Patent II

K eliminasi 0,00459 /menit 0,0191/menit - -

AUC total 173830,21g menit/ml

38751,07g menit/ml

- 8884,86µg. menit /ml

Bioavailabilitas relatif parasetamol dari suatu sediaan dibandingkan

dengan sediaan lainnya dapat dihitung dengan membandingkan harga AUC serta

dosis dari masing-masing sediaan. Sebagai standar pembanding dipilih yang

memiliki nilai AUC paling besar dimana memiliki bioavailabilitas yang paling

baik. Berdasarkan hasil perhitungan AUC pada masing-masing bentuk sediaan

paracetamol, diperoleh AUCtotal sirup paracetamol generik I sebesar 173830,21

g menit/ml; AUCtotal sirup paracetamol generik II sebesar 38751,07g menit/ml

dan AUCtotal sirup paracetamol patent II sebesar 8884,86µg. menit /ml yang

berarti, bioavailabilitas relatif dari sediaan patent dari paracetamol lebih baik dari

sediaan generik dari paracetamol.

Page 17: Praktek biofar BA BE

VIII. KESIMPULAN

1. Data Parameter Farmakokinetika Sediaan generik dan patent dari paracetamol

yang mempunyai BA yang baik adalah sediaan Patent dari paracetamol.

2. Bioavailabilitas relatif dari sediaan patent paracetamol (nilai AUCtotal =

8884,86µg. menit /ml) lebih baik daripada sediaan generik I paracetamol

(AUCtotal = 173830,21g menit/ml) dan sirup generik II paracetamol

(AUCtotal = 38751,07g menit/ml).

IX. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 2004. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan

Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk.00.05.3.1818 Tentang

Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan

Makanan Republik Indonesia.

Gibson, Gordon. 2006. Pengantar Metabolisme Obat. Jakarta:

UI PRESS.

Howard C., Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi

IV. Jakarta: UI PRESS.

Katzung, Betram. G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik.

Jakarta: Salemba Medika.

Setiawati, Arini dan Armen Muchtar. 2007. Farmakologi dan

Terapi Edisi V. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Shargel, Leon dan B.C Andrew. 2005. Biofarmasetika dan

Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga Univercity Press.

Syukri, yandi. 2007. Biofarmasetika. Yogyakarta: UII PRESS.

Page 18: Praktek biofar BA BE

Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat – Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo.

Page 19: Praktek biofar BA BE

Semarang, 19 Desember 2014

MengetahuiDosen Pembimbing Praktikum Praktikan

Andriani noerlita ningrum, M.Sc,Apt. Mega Septi Kurniasari(1041211106 )

Nettu Divya M (1041211113)

Nia Nur Sekhah(1041211114)

Nuari Eka C(1041211119)

Nur Aini I(1041211121)

Page 20: Praktek biofar BA BE

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PERCOBAAN VII

BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI

Disusun oleh :Kelompok J/4

1. Mega Septi K (1041211106 )

2. Nettu Divya M (1041211113 )

3. Nia Nur Sekhah (1041211114 )

4. Nuari Eka C (1041211119)

5. Nur Aini I (1041211121)

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

“YAYASAN PHARMASI”

SEMARANG